Monday, December 1, 2025

HANYA BAYANG-BAYANG 01

 HANYA BAYANG-BAYANG  01

(Tien Kumalasari)

 

Priyadi sedang menunggui tukang-tukang yang sedang merenovasi rumahnya. Banyak yang dirubah. Kamar diperluas, dapur diperbagus, kamar mandi diperindah,

Kamar makan juga dirubah seperti keinginannya.

Srikanti yang tadinya sedang menghitung uang di depan, kemudian mendekati Priyadi.

“Bagaimana Pri, apa yang menurutmu kurang?”

“Nanti coba kamu ikut melihatnya. Kamar untuk kita sudah diperluas, tidak hanya cukup untuk meletakkan satu ranjang, tapi juga ada tempat untuk meletakkan sofa lengkap, almari, cermin hias, seperti keinginanmu.”

“Aku harus segera pulang ke rumah.  Sudah lama aku pergi dengan alasan belanja. Ini uang yang kamu minta. Hitung dulu, kalau ada yang kurang kamu kabari aku.”

“Ini uangnya?”

“Iya, katanya harus belanja bahan bangunan lagi, dan untuk bayar tukang juga. Ini kan hari Sabtu."

"Iya. Aku baru mau bilang."

"Aku pasti ingat dong. Sama bahan-bahan yang harus dibeli juga."

“Baiklah, aku tanyakan nanti pada mandornya, pokoknya semua harus sempurna, agar kalau kamu pulang kesini tidak buru-buru pergi.”

Srikanti tertawa pelan, wajahnya yang sudah dipermak tampak jauh lebih muda, halus seperti pualam, membuat Priyadi semakin tergila-gila.

“Kamu jangan mimpi aku bisa pergi lama. Kamu kan tahu, Sanjoyo harus dilayani olehku, tanpa aku dia akan marah-marah. Tadi juga aku pamit belanja, jadi tidak bisa lama, yang penting kan memberikan uang ini untuk kamu.”

“Iya, aku mengerti. Besok-besok kalau ada waktu senggang, kita memilih perabotan untuk mengisi rumah kita.”

“Bagaimana kalau kamu sendiri dulu yang melihat-lihat Pri, kita tidak bisa pergi bersama, nanti ketahuan orang lain, lalu aku dilaporkan keada tuan Sanjoyo, bisa mati kita.”

“Baiklah. Nanti kalau aku sudah melihatnya dan cocok, aku kirimkan fotonya untuk mendapat persetujuan kamu.”

“Ya, itu lebih baik.”

“Bagaimana kalau tuan Sanjoyo menanyakan aku? Sudah hampir seminggu aku tidak masuk kerja.”

“Aku nanti yang akan menjawabnya. Aku sudah pernah mengatakan kalau kamu ijin agak lama karena ibumu sakit.”

”Wah, untung simbokku sudah meninggal, kalau tidak berarti ucapanmu itu doa yang tidak baik.”

Srikanti kembali tertawa, kemudian pergi meninggalkan Priyadi yang menjadi kekasih gelapnya.

Srikanti tak merasa bersalah, sudah duapuluh tahun ia mengadakan hubungan gelap dengan Priyadi, dan tuan Sanyojo sama sekali tidak mengetahuinya. Ia merasa Priyadi hanya sekedar sopir yang setia, dan selalu mengantarkan istri mudanya ke mana-mana.
Tuan Sanjoyo adalah seorang pengusaha, yang karena penyakit stroke yang dideritanya maka membuat ia harus berkursi roda kalau kemana-mana. Bahkan kalau dia harus pergi ke kantor.

Dari istri pertama dia punya dua anak laki-laki dan perempuan, yang semuanya sudah menikah, dan sudah memiliki usaha sendiri-sendiri.

Dari Srikanti ia punya seorang anak perempuan yang masih gadis.

***

Hari itu adalah hari Sabtu, di mana tuan Sanjoyo tidak pergi ke kantor. Istrinya pamit untuk belanja, dan anak perempuannya sedang bepergian entah ke mana, sehingga tuan Sanjoyo hanya sendirian di rumah, ditemani pembantu yang sudah setengah tua.

Tuan Sanjoyo duduk di kursi roda, di teras rumahnya. Bibik pembantu menyajikan jus jeruk ke meja yang ada di depannya.

“Mengapa nyonya lama sekali?” tanya Sanjoyo kepada pembantunya.

“Barangkali belanjaannya banyak, Tuan.”

“Aku khawatir, dia menyetir mobil sendiri karena Priyadi sudah berhari-hari tidak masuk. Jalanan sangat ramai sekarang ini.”

“Nyonya kan sudah biasa bepergian sendiri, jadi saya kira Tuan tidak perlu mengkhawatirkannya,” kata bibik yang kemudian mengundurkan diri.

Tuan Sanjoyo meraih jus yang disajikan, menyedotnya perlahan. Ketika itulah mobil istrinya masuk.

Tuan Sanjoyo menatap langkah istrinya yang gemulai dengan perasaan kagum. Ia bersyukur diusianya yang sudah senja bisa mendapatkan istri yang cantik dan pitar merawat diri. Ia juga setia melayani, dan tidak pernah mengecewakan.

“Kok duduk di depan, Mas?”

“Menunggu kamu. Kamu belanja apa, lama sekali?”

“Namanya belanja ya pasti lama Mas, belum kalau antrian bayar kasirnya panjang seperti ular.”

“Mana belanjaannya?”

“Masih di mobil, nanti biar bibik mengambilnya," tentu saja dia bohong.

“Kamu itu kalau pergi sendiri, aku khawatir sekali. Jalanan sangat ramai sekarang, tidak seperti dulu.”

“Aku itu sudah biasa nyetir sendiri, apalagi kalau Priyadi mengantar Mas ke kantor, mengapa Mas khawatir?”

“Namanya suami, mengkhawatirkan istri kan sudah lumrah.”

Srikanti mencium kedua pipi suaminya sambil tersenyum manis. Aroma wangi menyergap lebih dekat ke hidungnya.

“Itu kan karena Mas sangat menyayangi aku. Terima kasih ya Mas,” kata Srikanti sambil beranjak ke belakang.

“Mengapa Priyadi pamitnya lama sekali?”

“Karena ibunya sakit, pastinya menunggu kalau sudah sembuh. Biar saja dulu, kan aku bisa mengantar Mas kalau Mas mau pergi ke kantor?” jawab Srikanti yang berhenti melangkah mendengar pertanyaan suaminya.

“Ibunya sakit apa?”

“Orang sudah tua, ya sakit tua. Aku ke belakang dulu."

“Setelah ganti baju temani aku duduk di sini, udaranya segar,” kata tuan Sanjoyo.

“Iya, tentu saja.”

***

Ketika melewati ruang makan, bibik bertanya tentang belanjaan sang nyonya.

“Diamlah, sebenarnya aku tadi tidak jadi belanja.”

“Lhoh, kok Nyonya perginya lama? Tuan bertanya-tanya terus.”

“Aku ke supermarket, beli apa-apa susah, banyak orang belanja. Belum lagi kalau mau bayar di kasir, aku capek, malah nggak jadi belanja.”

“Bahan-bahan dapur yang habis biar saya saja belanja di warung.”

“Ya, tidak apa-apa. Buatkan aku jus jeruk juga seperti tuan, aku mau duduk di depan menemani tuan.”

“Baik.”

Srikanti masuk ke kamar, cuci kaki dan tangan, lalu berganti baju rumahan. Ia tersenyum-senyum sendiri karena telah berhasil membohongi suami dan pembantunya. Tadi dia hanya pulang kerumah Priyadi, bersenang-senang sebentar, lalu memberi sopir pribadinya itu uang, yang dipergunakan untuk membeli bahan bangunan, dan membayar tukang,  karena ia sedang membangun rumah Priyadi agar bisa menjadi istana mereka berdua, sehingga tidak perlu keluar kota kalau ingin bersenang-senang.

Karena pada awal pembangunan Priyadi harus banyak memberi instruksi kepada mandor bangunan, maka sudah hampir seminggu dia absen bekerja sebagai sopir di keluarga Sanjoyo.

Sungguh sangat pintar Priyadi dan Srikanti menyembunyikan kebusukan yang dilakukannya, sehingga tak seorangpun di rumah itu mengetahui seperti apa sebenarnya hubungan mereka.

***

“Puspa tadi pamit ke mana?” tanya tuan Sanjoyo kepada istrinya yang sudah menemaninya duduk di teras.

“Ini kan liburan, biarkan saja dia bersenang-senang dengan teman-temannya,”

“Biarpun begitu kamu sebagai ibunya harus bisa mengendalikan, tidak baik anak gadis sering keluyuran.”

“Ya bukannya keluyuran dong Mas, masa ia harus menekuni buku setiap hari, kan dia juga butuh santai, butuh melihat suasana lain yang lebih menyegarkan.”

“Asalkan tidak melampaui batas.”

“Puspa sudah besar, Mas tidak perlu khawatir, dia pasti bisa menjaga diri.”

“Ya sudah, pokoknya sebagai orang tua tetap harus mengawasi. Jaman sekarang banyak anak-anak muda yang salah jalan.”

“Iya, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan kok.”

“Syukurlah.”

”Nanti sore apa Mas harus kontrol?”

“Besok Senin, ini hari Sabtu, dokternya tidak praktek.”

“O, iya. Aku tuh saking sayangnya pada Mas, inginnya Mas selalu sehat terus. Obat yang ada tinggal untuk sehari besok, jadi saya ingatnya hari ini kontrol.”

“Terima kasih. Kamu memang istriku yang baik. Aku bahagia, karena saat aku hampir tidak berdaya, kamu tetap setia mendampingi aku.”

“Tentu saja Mas, aku kan istri Mas?”

Tuan Sanjoyo tersenyum bahagia. Ia merasa hari-harinya menyenangkan, saat ia sedang bersama sang istri.

Tiba-tiba ponsel Srikanti berdering.

“Sebentar Mas, aku terima telpon dulu.”

“Diterima di sini saja kenapa?”

“Aku keluar dulu, nanti mengganggu Mas,” katanya sambil turun dari teras, karena telpon itu datangnya dari Priyadi. Srikanti menerimanya juga dengan pelan.

“Ada apa? Aku tuh sedang duduk bersama tuan Sanjoyo.”

“Oh, maaf. Ini, aku melihat gambar-gambar perabotan ditawarkan di ponsel, aku ingin melihatnya sekarang.”

“Buru-buru amat.”

“Barangnya bagus, keburu laku.”

“Ya sudah terserah kamu saja. Nanti tuan Sanjoyo curiga.”

Srikanti menutup ponselnya, lalu kembali duduk di dekat suaminya.

“Dari siapa? Menerimanya kok harus pergi dari aku.”

“Mas jangan salah sangka. Itu tadi dari langganan di pasar, belanjaanku banyak yang ketinggalan.”

“Bagaimana kamu ini, kok bisa ketinggalan.”

“Soalnya sudah lama meninggalkan Mas, jadinya aku terburu-buru.”

“Mau kamu ambil sekarang?”

“Besok saja, sambil mengantarkan Mas ke kantor.”

“Besok kan hari Minggu.”

“Eh, iya … kanapa aku jadi lupa hari? Tadi juga harus membayar orang-orang, bener harinya Sabtu, besok kan Minggu.”

“Membayar orang-orang apa?”

Srikanti terkejut, mulutnya keceplosan bicara. Dia tadi juga membayar tukang bangunan, kan selalu begitu setiap Sabtu? Tapi bukan Srikanti kalau tak bisa berkelit.

“Itu Mas, membayar orang yang membawakan belanjaan aku di pasar, berat Mas, ada beras juga, karenanya ada orang-orang yang membawakan ke mobil. Kan harus dibayar?”

“Apa hubungannya dengan hari?”

“Orang-orang yang membantu membawakan belanjaan tadi kan bilang, kebetulan hari sabtu banyak langganan, besok bisa buat jalan-jalan sama anak-anaknya. Gitu, jadi aku tuh ingatnya hari Sabtu.”

Tuan Sanjoyo diam, pastilah apa yang dikatakan istrinya itu benar, dan tak ada gunanya memperdebatkan hal yang menurutnya tidak penting. Masalah belanjaan, masalah orang-orang yang membawakan belanjaan karena sang istri keberatan, pasti bisa dimaklumi.

“Jusnya dihabiskan Mas, sudah nggak dingin, nggak segar lagi,” kata Srikanti mengalihkan pembicaraan.

***

Sore hari itu, di hari Minggu, Sekar, anak sulung tuan Sanjoyo dari istri pertama mampir ke rumah. Sudah biasa begitu kalau libur, mereka ingin mengabarkan kesehatan sang ayah.

“Bapak baik-baik saja, Sekar. Besok saatnya kontrol,” kata tuan Sanjoyo.

“Syukurlah. Bapak masih aktif ke kantor?”

“Ya masih, bapak hanya tidak bisa jalan, tapi bapak bisa melakukan banyak hal. Kamu tidak usah khawatir.”

“Diantar Priyadi kan?”

“Iya, biasanya, tapi karena Priyadi ijin seminggu ini, jadi ibumu yang mengantar.”

“Iya, Sekar, setiap hari ibu yang mengantar. Ibunya Priyadi sedang sakit, sambung Srikanti.

“Tapi kemarin itu aku melihat Priyadi di toko furniture, sepertinya mau membeli perabotan.”

“Masa? Kamu tidak salah lihat?” tanya pak Sanjoyo heran, sementara Srikanti terkejut bukan alang kepalang.

***

Besok lagi ya.

40 comments:

  1. Alhamdulillah....
    Cerbung baru dengan judul BAYANG-BAYANG, sdh ditayangkan mli hari ini Senin, 1 Desember 2025.

    Matur nuwun, sugeng dalu.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah
    Cerbung baru sudah tayang
    Matur sembah nuwun Mbak Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah
    Cerbung baru sudah terbit
    Terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~01 telah hadir.
    Maturnuwun, semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  5. Alhamdululah cerbung baru sudah tayang ..matur nuwun bu Tien..
    Salam seroja dan aduhai aduhai bun 🥰🥰❤️❤️

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah cerbung baru sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  7. Alhamdulillah, suwun mb Tien 🙏

    ReplyDelete
  8. 🌷🌻🌷🌻🌷🌻🌷🌻
    Alhamdulillah 🙏🦋
    Cerbung baru HANYA
    BAYANG- BAYANG
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🤲.Salam seroja 😍
    🌷🌻🌷🌻🌷🌻🌷🌻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  9. Hamdallah...cerbung serial baru sampun tayang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG " sudah tayang perdana 👍👍👍🌹🌹💐 .
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Herry

      Delete

  11. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 01* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia
    bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  12. Alhamdullulah cerbung perdana sdh tayang..slmt mlm dan slmt istrhat uno bunda dan slm seroja unk bunda sekel🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung : Hanya Bayang Bayang 01 sampun tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin

    Waduh...perselingkuhan yang sdh bertahun tahun berjalan kok tetap di biarkan ta ya, kasihan tuan Sanjoyo nya yang di bohongin terus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  14. Alhamdulillah... cerbung baru sudah tayang, terimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga...Aduhaai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Komariyah.
      Aduhai

      Delete
  15. Matur nuwun Bu Tien atas cerbung barunya, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  16. Matur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang perdana

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah cerita baru "Hanya Bayang-Bayang" sdh mulai tayang. Matur nuwun Bu Tien 🙏
    Sugeng ndalu.

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien cerbung barunya,sehat2 selalu🙏

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah cerbung baru sdh hadir mtrnwn Bu Tien smg sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Di awal-awal sudah 'ngegas'...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete

HANYA BAYANG-BAYANG 06

  HANYA BAYANG-BAYANG  06 (Tien Kumalasari)   Puspa melangkah ringan, tanpa sadar sang ibu sedang menunggunya di teras dengan pandangan penu...