Saturday, November 15, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 24

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  24

(Tien Kumalasari)

 

Kenanga tak berhenti menangis, ia berteriak-teriak memanggil ayahnya.

“Mengapa Bapak pergi? Mengapa Bapak tega? Bapak bangun … bapak bangun …”

Alvin terbawa dalam kesedihan itu. Kakek bersorban adalah orang baik. Bahkan bisa dikatakan dia adalah penyelamat nyawanya sendiri dan nyawa keempat kawannya. Melihatnya terbujur kaku dengan wajah tenang, batin Alvin merasa tersendat. Tak terasa air matanya menetes juga.

Laki-laki yang tadi datang untuk meminta obat, tiba-tiba pergi entah kemana.

Alvin menarik tangan Kenanga.

“Kenanga, biarkan kakek pergi dengan tenang.”

Kenanga mengusap air matanya, lalu duduk mengelesot di lantai tanah, didekat tempat tidur sang ayah. Kepalanya bersandar pada pinggiran ranjang, tapi ia tak bisa menghentikan air matanya yang terus mengalir.

Alvin ikut duduk di sampingnya. Ia memikirkan apa yang dikatakan kakek bersorban ketika dia memberikan baju dan sorban berwarna putih. Kakek bersorban hanya butuh satu, dan dia memberinya tiga. Memang benar, dia hanya butuh satu, yang dipakainya saat dia meninggal. Apakah kakek bersorban sudah merasa dirinya akan meninggal? Dia juga menitipkan Kenanga pada Alvin sebelumnya. Alvin menatap wajah kakek bersorban yang tampak damai dan tenang. Alvin mengucapkan doa dengan penuh hikmad.

Tiba- tiba terdengar suara beberapa orang mendekat. Alvin berdiri, dan melihat laki-laki yang tadi meminta obat, datang dengan puluhan orang bersamanya. Mereka pastinya orang-orang yang sering meminta obat pada kakek bersorban, yang mendengar bahwa kakek itu telah meninggal, kemudian serentak ingin bantu membantu menguburkan jenazah sang kakek.

Salah satu dari mereka mendahului masuk, dan dengan pelan meminta agar Kenanga meninggalkannya. Mereka akan merawat jenazah kakek bersorban dengan tata cara sebagaimana mestinya.

Ada yang kemudian menggali tanah untuk menguburkan sang pembuat obat.

Kenanga bersimpuh di tanah, sambil masih menangis terisak. Alvin menemani di sampingnya. Para orang kampung saling bantu menyelesaikan semuanya, meminta Kenanga agar tidak usah memikirkannya. Atas persetujuan Kenanga, kakek dimakamkan di dekat rumahnya.

***

Hari sudah sore waktu itu. Upacara pemakaman sudah selesai, tapi Alvin masih belum beranjak. Ia tak mungkin meninggalkan Kenanga sendirian.

“Mas Alvin pulanglah, ini sudah hampir malam.”

“Aku tak bisa meninggalkan kamu sendirian.”

“Tidak apa-apa, bapak masih ada di dekatku.”

Alvin menatapnya terharu. Tapi tetap saja dia tak tega meninggalkannya.

Hari semakin senja, suasana temaram mulai merambah bumi di sekitar rumah Kenanga. Alvin bergeming, duduk di atas batu, menemani Kenanga duduk dengan wajah sedih.

“Kenanga, kakek sudah menyerahkan kamu agar aku menjagamu. Aku akan melakukannya, jadi kamu jangan merasa sendirian.”

Kenanga menatap Alvin tak berkedip, apa benar Alvin mau mejaganya dan melindunginya seperti keinginan sang ayah? Bukankah kata Hasto Alvin adalah orang kaya? Sedangkan dirinya ….

Tiba-tiba dikejauhan mereka melihat beberapa orang datang dengan membawa masing-masing sebuah obor bambu yang kira-kira sedepa tingginya.

Ada beberapa wanita diantaranya.

Alvin dan kenanga berdiri, menyambut mereka.

“Kenanga, untuk beberapa hari ini, beberapa perempuan desa mau menemani di sini, kamu tidak usah takut. Kami membawa bahan makanan dan minuman, untuk kita semua,” kata seorang ibu yang tampaknya menjadi tetua diantara mereka.

Kenanga mengangguk terharu.

“Saya jadi merepotkan.”

“Tidak, selama ini kami yang merepotkan kakek, sudah selayaknya kami memperhatikan anaknya.”

“Ada yang mau mengambil menantu lho Nak.”

Kenanga terkejut. Seorang laki-laki paruh baya bersama beberapa temannya sedang menancapkan bambu obor itu ditanah, mengelilingi depan rumah Kenanga, sehingga suasana menjadi terang benderang.

Beberapa orang mencari tungku di belakang rumah, membakar kayu untuk menjerang air untuk membuat minuman.

Nasi dan lauk pauk seadanya, digelar di tanah beralaskan tikar.

Mereka membuat takir-takir (wadah dari daun pisang) yang bisa dipergunakan untuk wadah makanan. Ketika Kenanga ingin membantu, mereka melarangnya, hanya menyuruh Kenanga duduk menemani tamunya.

“Mas, benar nih, mas Alvin nggak mau pulang?” tanya Kenanga lirih.

“Sudah malam, biar aku menemani kalian berjaga, besok pagi-pagi sekali baru pulang.”

“Terima kasih ya Mas,” kata Kenanga sambil terisak.

“Akan aku buktikan nanti, bahwa aku benar-benar akan menjagamu. Setelah hatimu tenang, aku akan membawa kamu ke kota.”

Kenanga tak menjawab, hatinya masih bingung.

***

Sementara itu bu Warsono sedang bingung, ketika mendengar bahwa sampai malam Alvin belum pulang. Alisa juga tidak tahu kemana perginya Alvin karena Alvin tidak mengatakannya.

“Pak, apa Alvin sudah ditelpon?”

“Sudah berkali-kali, tapi tidak nyambung. Mungkin ponselnya mati.”

“Jangan-jangan mas Alvin pergi menemui gadis hutan itu,” kata Alisa tiba-tiba.

“Mungkinkah?” tanya bu Warsono yang kemudian melamun sampai lama.

“Ibu jangan terlalu memikirkannya. Alvin bukan anak kecil, dia tak akan hilang,” kata pak Warsono.

“Tadi itu, sebelum Sinta datang, dia menangis di dadaku. Ia minta agar aku merestuinya,” kata bu Warsono pelan.

“Mengapa ibu memikirkannya? Ibu harus beristirahat. Istirahat semuanya. Hati,  pikiran dan semuanya, agar segera bisa pulang ke rumah.”

“Aku tidak akan memikirkan apapun, kalau Alvin sudah pulang. Suruh dia pulang agar aku merasa lega.”

“Bu, Alvin pasti pulang.”

“Ini sudah malam, mengapa belum pulang?”

“Bu, benar apa yang dikatakan Alisa, ibu harus istirahat. Tidurlah, nanti Alvin pasti pulang.”

Karena letih, lama-lama bu Warsono tertidur juga, walau tidurnya tampak gelisah. Pak Warsono dan Alisa menungguinya, tidak ada yang pulang karena bu Warsono tidak berhenti memikirkan Alvin sehingga selalu gelisah.

Pagi buta, ketika perawat memeriksa tensi bu Warsono, bu Warsono juga sudah bangun.

“Ibu, banyak istirahat ya. Tensinya hanya turun sedikit. Harus lebih diturunkan,” kata perawat yang memeriksanya.

Bu Warsono bukannya menjawab, malah bertanya apakah Alvin sudah pulang.

Alisa menelponnya, tetap tidak tersambung.

“Coba telpon simbok, barangkali dia sudah di rumah,” kata pak Warsono.

Alisa menelpon simbok, tapi simbok mengatakan kalau Alvin tidak pulang semalaman.

“Ke mana anak itu?”

“Dia harus ke kantor, pasti segera pulang.”

"Tolong beri pesan ke Alvin, katakan kalau aku merestuinya,” kata bu Warsono dengan suara serak.

“Ibu merestuinya? Dengan gadis hutan itu?*” kata Alisa dengan nada tinggi.

“Ya, katakan pada kakakmu. Kalau tidak bisa ditelpon, kirim pesan saja, nanti juga pasti dia akan membalasnya,” kata sang ibu.

Dengan wajah cemberut, Alisa melakukan apa yang diperintahkan sang ibu. Hal itu sangat bertentangan dengan hatinya. Mana mungkin dia akan membiarkan kakaknya menikahi gadis hutan?

Karenanya dia menambahkan, ‘ini hanya untuk menyenangkan hati ibu’.

“Sudah kamu kirimkan pesannya?”

“Sudah Bu, sudah Alisa kirim pesannya.

“Coba ibu mau lihat.”

“Mengapa ibu tidak percaya? Sudah … sungguh.”

“Lihat.” kata sang ibu tandas.

Karena didesak sang ibu, Alisa memberikan ponselnya. Tentu saja sang ibu marah membaca embel-embel yang tertera pada pesan itu.

“Apa maksudmu Alisa?”

Sang ibu menghapus pesan itu, kemudian menuliskan kalimat baru yang menurutnya lebih menyentuh.

“Alvin, cepatlah pulang, ibu merindukan kamu. Kamu jangan khawatir, ibu pasti akan merestui pilihanmu. Ini ibu yang menuliskan, dengan penuh cinta.”

Kemudian pesan itu dikirimkan.

Ponsel dikembalikan kepada Alisa setelah melihat bahwa Alvin telah membacanya.

***

Ketika pesan itu terkirim, Alvin sudah turun dari bukit, sedang berjalan ke arah mobilnya yang dititipkan di rumah salah satu warga. Alvin merasa tenang meninggalkan Kenanga, karena banyak warga dusun menemaninya, sehingga duka di hati Kenanga agak sedikit terobati. Ia juga senang membaca pesan dari ibunya walau melalui ponsel Alisa.

***

Ada sesuatu yang membuat Kenanga berpikir, tentang ajakan Alvin untuk membawanya ke kota. Bagaimana kalau dia tidak diterima? Ataukah lebih baik dia tinggal di rumahnya sendiri saja? Barangkali dengan selalu melihat kuburan sang ayah, maka dia cukup merasa tenang, setidaknya ia akan merasa bahwa sang ayah masih selalu berada di dekatnya.

***

Ketika itu hari sudah agak siang, Hasto sedang berjalan menaiki bukit. Sudah bulat tekatnya, hari itu dia akan menemui kakek bersorban dan meminang Kenanga. Hasto benar-benar mencintai Kenanga, dan berharap Kenanga bisa menjadi pasangan hidupnya.

Tiba-tiba Hasto melihat seekor kucing menuruni bukit. Kucing itu seperti sedang menggondol sesuatu. Hasto berteriak.

“Ya ampun, kucing itu menggondol ikan?”

Ketika Hasto mendekat, tiba-tiba si kucing   melepaskan ikan itu, yang kemudian menggelepar karena masih hidup. Entah kemana kucing itu pergi, Hasto tak peduli.

Dengan senang hati Hasto menangkap ikan itu, dan tanpa berpikir apapun ia memasukkan ke dalam keresek yang kebetulan dibawanya.

Ia bergegas naik ke atas. Dua hari yang lalu dia baru turun dari bukit setelah semalaman tidur di emperan rumah kenanga yang terbuka. Ia biarkan tubuhnya kedinginan, agar Kenanga tahu bahwa dia rela berkorban apapun demi dirinya.

“Sekarang aku membawa ikan segar, Kenanga pasti senang. Pasti enak makan dengan ikan bakar.”

Langkah Hasto semakin cepat. Dari jauh ia melihat Kenanga. Jantungnya berdebar tak beraturan. Tapi Hasto heran, Kenanga tidak sendiri. Ada perempuan berlalu lalang di samping rumah.

“Kenanga!?” Hasto berteriak.

Kenanga menoleh mendengar suaranya dipanggil. Ia heran Hasto sudah kembali lagi, membawa bungkusan yang entah apa isinya.

Belum-belum Hasto sudah mengulurkan keresek berisi ikan itu kepada Kenanga.

“Kenanga, aku membawa ikan yang masih segar, ayo dibakar bersama-sama.

Salah seorang ibu yang akan memetik sayur melihatnya, dan ingin tahu ikan apa yang dibawa tamu Kenanga. Tapi kemudian ibu itu berteriak kaget.

“Mengapa mata ikan ini seperti mata manusia?”

***

Besok lagi ya.

 

 

47 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah. Udah terbit. Matur nuwun bunda. Sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun bapak Endang

      Delete
  3. Sembah nuwun Bu Tien, Sehat sll n sll berkarya ….

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, Rumah Kenanga Di Tengah Belantara 24 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien ... Sugeng ndalu & salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~24 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  6. Alhamdulillah.....
    eRKaDeBe_24 sdh tayang.
    Matur nuwun bu Tien.....
    Salam SEROJA
    Tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  7. 🏡🌵🏡🌳🏡🌵🏡🌳
    Alhamdulillah 🙏🦋
    Cerbung eRKaDeBe_24
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🤲.Salam seroja 😍
    🏡🌵🏡🌳🏡🌵🏡🌳

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  8. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 24" sampun tayang,
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun 🤲🙏🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  9. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  10. Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Maturnuwun Bu Tien RKTB epsd 24 telah tayang, sehat2 selalu Bu bahagia bersama Kel tercinta🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  12. Mks bun RKDB 24 sdh tayang....selamat malam .... smg bunda skelrg sll sehat....aamiin yra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  13. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....24...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala.
    Selamat berakhir pekan Bunda.

    Alvin berbahagia krn Ibunda nya merestui hubungan nya dengan Kenanga. Hanya saja Alisa adik nya Alvin yang kurang suka. Bisa jadi Alisa jadi penghalang, bersekongkol dengan Sinta.

    Waduh ...Hasto kesambet siluman Bukit Senyap.

    Dengan cicin pemberian kakek Bersorban, mungkin Alvin dapat membebaskan nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  14. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 24 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Herry

      Delete
  15. Aduh, apa lagi ini?
    Pemirsa dibuat tak berdaya oleh Mbak Tien...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Alhamdullilah..terima ksih cerbungnya bunda..slmt mlm dan slmt istrhat..salam sehat dan aduhai sll unk bunda bersm bpk🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tiensalam sehat dan sejahtera sll. Selamat beristirahat

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, atas ceritanya yg selalu aduhai setiap harinya....
    Selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta.....

    ReplyDelete
  19. Terima kasih bunda Tien, saya penggemar baru tapi langsung kecanduan.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien. Smg sehat sll.

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga o...