Friday, November 14, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 23

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  23

(Tien Kumalasari)

 

Kenanga meletakkan kayu bakar yang akan dimasukkannya ke dalam bara di dalam tungku yang nyaris padam. Di hadapannya berdiri seseorang yang menatapnya sambil tersenyum.

Bibir Kenanga bergerak dan mengeluarkan suara nyaris hanya berdesis.

“Mas … Alvin?”

“Senang mendengar kamu menyebut namaku. Kamu tidak melupakan aku?”

Kenanga tersenyum, dadanya berdegup keras, Kenanga memegang dadanya dengan telapak tangan, khawatir kalau degup jantungnya terdengar oleh laki-laki di depannya. Laki-laki dengan penampilan lain, bukan dengan baju dan celana terkoyak-koyak, tapi dengan pakaian rapi dan rambut disisir halus. Kenanga memperhatikannya dengan seksama, bukan seperti ketika Hasto datang, lalu ia hanya menyapa, dan mengajaknya ngobrol, tak peduli seperti apa pakaian yang dikenakannya.

“Apa kabar Kenanga?”

“Ba … baik.”

“Apa kabar kakek?”

“Baik … tapi … akhir-akhir ini bapak agak kurang sehat.”

“Sakit? Bolehkah aku menemuinya?”

“Aku harus menanyakannya, karena bapak sedang ingin sendirian, belum tentu mau ditemui,” kata Kenanga yang mulai bisa menata batinnya.

Alvin mengangguk mengerti. Ia menyerahkan sebuah bungkusan yang agak besar.

“Ini apa?”

“Bukalah.”

“Ini celana dan baju untuk kakek? Bukan aku kan?”

“Iya, yang itu untuk kakek, celana putih, baju putih, bukankah kakek suka memakai baju warna putih? Ini untuk sorban, juga putih. Lalu ini untuk kamu.”

“Apa? Untuk aku? Mengapa seperti ini? Ini baju orang-orang kota, aku tidak seperti ini.”

“Tidak apa-apa, pakailah.”

“Apa mas Alvin tidak suka melihat aku pakai kain dan kebaya?”

“Tidak, bukan begitu … maksudku adalah … mm … bagaimana mengatakannya ya?”

“Aku memang gadis desa, gadis hutan, jadi ya biarkan begini, kalau mas tidak mau ya_”

“Jangan begitu, kamu salah sangka. Ini aku berikan bukan karena aku menganggap baju yang kamu pakai itu jelek atau tidak pantas. Begini, aku berharap, pada suatu hari nanti … mm … “ Alvin ragu-ragu mengatakannya.

“Ada apa?”

“Maksudku … pada suatu hari nanti … aku ingin mengajak kamu jalan-jalan ke kota.”

Kenanga terpana. Jalan-jalan ke kota? Dia tidak pernah memimpikannya. Ia menatap Alvin dengan pandangan aneh.

“Maukah pada suatu hari nanti aku ajak kamu jalan-jalan ke kota?”

“Jalan-jalan ke kota? Aku harus bilang pada bapak.”

Kenanga tersenyum, membayangkan bisa jalan-jalan ke kota. Seperti apa kota itu? Ketika dia turun dari bukit, ia hanya melihat pedesaan, dengan rumah-rumah yang terbuat dari anyaman bambu, atau kalau ada tembok dari batu bata, pasti hanya separuhnya, sedang separuh diatasnya tetap saja dengan anyaman bambu. Orang-orangnya sederhana, kebanyakan masih memakai kain dan kebaya, sedangkan rambut mereka digelung manis, tidak ada yang tergerai tak terikat.

“Aku bersungguh-sungguh,” kata Alvin lagi.

“Jadi … aku harus menyimpan baju-baju ini dulu. Entah kapan aku bisa jalan ke kota,” gumamnya pelan.

Tak sadar, keduanya berbicara sambil ngelesot di tanah, sedangkan sebentar-sebentar Kenanga membetulkan kayu bakar yang keluar dari tungku karena ujungnya sudah menjadi abu.

“Mengapa ada tamu kamu ajak ngelesot di tanah?”

Keduanua terkejut. Kakek bersorban berdiri di depan pintu, mulutnya tersenyum melihat keduanya sedang berbincang.

Kenanga heran, ketika Hasto datang beberapa kali, sang ayah tidak pernah keluar untuk menanggapi. Biasanya hanya menyapa lalu masuk lagi ke rumah, karena memang akhir-akhir ini merasa kurang sehat. Tapi kali ini tampak sangat sehat,  wajahnya berseri.

Kemudian keduanya berdiri.

“Mengapa bapak keluar? Aku kira bapak tidur.”

“Kamu sudah memberi bapak obat, jadi bapak sudah sehat. Lagipula bapak mendengar bahwa ada pemberian baju untuk bapak, bapak mau lihat."

Kenanga tersenyum, lalu memberikan baju yang tadi sudah dibuka olehnya.

Alvin mendekat dan menyalami kakek bersorban, lalu mencium tangannya.

“Ini Pak, celana dan baju untuk Bapak. Bukankah Bapak suka warna putih?”

“Bagus sekali, ajak tamu kita duduk di depan, buatkan minum, bukan diajak ngelesot di tanah seperti itu.”

“Iya, keduluan ngobrol,” kata Kenanga.

“Aku akan mandi, lalu memakai baju baru ini. Mengapa banyak sekali?”

“Hanya tiga setel, Kek. Bisa untuk ganti besoknya lagi.”

“Aku hanya butuh satu setel saja. Sudah, pergilah ke depan.”

“Bapak mau mandi dengan air hangat?”

“Biasanya juga hanya air dari belik, mengapa harus air hangat?”

“Bukankah Bapak sedang kurang sehat?”

“Tidak, bapak sangat sehat. Sudah, sana, buatkan minum untuk tamu, berikan makanan, kalau ada.”

“Mas Alvin bawa makanan macam-macam, makanan orang kota.”

“Terserah kalian. Sudah … ke depan sana.”

***

Alvin sudah duduk di depan rumah, tapi Alvin lebih suka duduk di atas rumput hijau yang empuk. Menatap pohon-pohon rindang yang tinggi besar, yang menaungi rumah kecil Kenanga yang sederhana. Alvin tak bisa membayangkan, bagaimana kakek bersorban dulu membangun rumah yang kelihatan kokoh itu seorang diri. Ketika suasana tenang, ia baru memikirkannya. Dulu yang terpikir adalah keadaannya yang terlunta-lunta dengan berbagai pengalaman yang semuanya menegangkan dan bahkan nyaris merenggut nyawa. Lalu setelahnya ingin segera pulang. Sekarang semuanya terasa sangat berbeda. Suasana terasa adem dan menyegarkan. Karena pohon-pohon rindang yang teduh, atau karena di depannya ada gadis cantik yang selalu diimpikannya? Entahlah, barangkali Alvin juga tak bisa menjawabnya.

“Kenanga, apa yang aku katakan tadi, bukan gurauan.”

“Apa yang kamu katakan tadi? Kan banyak kata,” kata Kenanga sambil tersenyum.

“Tentang ingin mengajak kamu jalan-jalan ke kota. Siapa tahu kamu suka, lalu mau tinggal seterusnya di kota.”

Kenanga terkekeh geli.

“Masa aku akan tinggal di kota? Bagaimana bapak? Aku tak bisa meninggalkan bapak sendirian.”

“Kalau mau kakek bisa diajak.”

“Mau diajak ke mana aku?” tiba-tiba kakek bersorban muncul. Lalu duduk di atas batu yang ada di dekat mereka.

“Eh, Bapak sudah memakai baju baru? Bapak ganteng sekali,” kata Kenanga riang.

Kakek bersorban tertawa, giginya yang masih utuh tampak berderet rapi, membuat Alvin heran. Tak mungkin kan kakek bersorban memakai gigi palsu? Pasti karena ia sangat merawat giginya. Oh ya, bukankah ia ahli membuat ramuan? Pasti ada ramuan penguat gigi kecuali harus dibersihkan setiap hari.

“Mana ada aki tua ganteng? Kamu bisa saja. Tapi baju ini sangat enak dipakainya, nyaman. Alvin memilih baju yang pas untuk tubuhku.”

“Saya hanya membayangkan saja.”

“Kamu masih memakai cincin yang aku berikan?” katanya sambil menatap ke arah jari Alvin.

“Masih Kek, saya senang memakainya. Dengan menatap cincin ini, saya jadi selalu teringat Kakek.”

“Karena itu kamu lalu datang kemari? Karena aku, atau karena Kenanga?”

Alvin tersipu.

“Apakah kamu mau, seandainya aku titipkan Kenanga pada kamu?” kata kakek bersorban terus terang.

Alvin menatap Kenanga yang menundukkan kepalanya. Kenanga merasa kakeknya aneh sekali kali ini. Bagaimana mungkin dirinya dititipkan pada Alvin?

“Bukankah kamu akan mengajak Kenanga jalan-jalan ke kota?”

“Bolehkah?” tanya Alvin pelan.

“Tentu saja boleh.”

“Bapak, aku akan pergi kalau bersama Bapak.”

“Kamu itu bukan kanak-kanak lagi. Masa kalau pergi harus bersama bapakmu?” kakek bersorban berdiri, kemudian melangkah masuk ke dalam rumah.

“Kakek sudah mengijinkan aku mengajak kamu jalan-jalan ke kota. Aku senang kalau kamu mau.”

“Entahlah, aku belum bisa menjawabnya.”

“Apa Hasto sering datang kemari?” tanya Alvin tiba-tiba. Ia membayangkan Hasto datang dan Kenanga juga menanggapinya dengan manis.

“Beberapa kali. Baru tadi pagi dia pulang.”

“Menginap?”

“Dia tidur di emperan situ, dengan tikar, aku sudah menyuruhnya pulang, dia bilang ingin tidur di sini.”

Alvin diam. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi diurungkannya. Ia tak ingin menampakkan rasa cemburu yang sebenarnya ada di dalam hatinya.

Mereka berbincang sambil menikmati makanan yang dibawa Alvin. Tiba-tiba ada seseorang yang datang, sambil membawa setandan pisang.

“Permisi,” kata orang itu.

“Ya, ada apa Pak?” tanya Kenanga.

“Saya mau minta obat, istri saya demam, sudah tiga hari tidak turun. Kalau malam badannya menggigil. Biarkan saya ketemu Kakek.”

Ternyata dia orang dusun yang mau minta obat. Mereka menyebut kakek bersorban juga dengan sebutan kakek. Tak ada yang tahu siapa nama kakek sebenarnya.

“Sebentar ya pak, bapak ada di dalam. Duduklah dulu.”

“Baik, bawalah pisang ini ke dalam, belum begitu masak, tapi besok pasti sudah enak dimakan.”

“Terima kasih Pak. Saya ambilkan obatnya dulu,” kata Kenanga sambil masuk ke dalam rumah.

Orang itu berbincang dengan Alvin, mengira bahwa Alvin juga sedang meminta obat.

“Sebenarnya sampeyan sakit apa?” tanya laki-laki dusun itu.

“Tidak sakit Pak, saya hanya ingin menyambangi kakek, karena dulu pernah menolong saya.”

“O, begitu?”

Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar teriakan Kenanga.

“Kakeeek! Kakeeeeek! Bangun Keek!”

Alvin dan laki-laki itu berdiri dan menghambur ke dalam rumah. Dilihatnya Kenanga merangkul tubuh ayahnya sambil menangis. Ia goyang-goyangkan tubuh sang ayah, yang diam tak bergerak.

Orang dusun itu mendekat. Ia memegang kaki kakek bersorban. Terasa dingin seperti es.

“Nak, ayahmu sudah berpulang,” katanya sedih.

Kenanga menangis semakin keras.

***

Besok lagi ya.

46 comments:

  1. Alhamdulillah....
    Sudah tayang.
    Terima kasih bu Tien.... Salam SEROJA.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~23 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
  4. πŸ‘πŸƒπŸ‘πŸ‚πŸ‘πŸƒπŸ‘πŸ‚
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eRKaDeBe_23
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai πŸ¦‹πŸŒΉ
    πŸ‘πŸƒπŸ‘πŸ‚πŸ‘πŸƒπŸ‘πŸ‚

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  7. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Salam seroja dan bahagis bersama keluarga . .

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Rumah Kenanga Di Tengah Belantara 23 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien ... Sugeng ndalu.

    ReplyDelete
  10. Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  11. Mtr nwn bun RKDB 23 sdh tayang,.....slamat malam ....salam sehat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 23 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  15. Lhoo...Alvin datang mewujudkan sumpah kakek, bawa baju putih untuk kepergian kakek. Kasihan Kenanga...tapi itulah 'jalan'nya untuk bisa diboyong ke kota ya...

    Terima kasih, ibu Tien. Sehat selalu.πŸ™πŸ»πŸŒ·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Nana

      Delete
    2. Btw, nampaknya ada koreksi sedikit ya Bu, kan Kenanga manggil kakek bersorban "Bapak", jadi teriaknya bukan "Kakek" dong...πŸ˜€

      Delete
  16. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....23...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Waduh...Alvin datang...Kakek 'pergi'. Kakek pergi dengan bahagia, krn Kakek sdh sehat, tdk sakit dan Alvin mau di titipin Kenanga.

    ReplyDelete
  17. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 23" sampun tayang,
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikumussalam wr wb
      Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  18. Terima.kasih bu Tien semoga ibu sekeluarga selalu sehat wal 'afiat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun sanget pak Teguh

      Delete
  19. Kakek berpulang, namun sebelumnya telah menitipkan Kenanga pada Alvin. Sekarang Alvin harus mengurus jenazah kakek, sebelum membawa Kenanga ke kota...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, smg Kel Alvin bisa menerima Kenanga, maturnuwun Bu Tien sehat dan bahagia sll Bu,tetap semangat menulis cerbung untuk hiburan pembaca yg setiaπŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun perhatiannya ibu Tatik

      Delete
  21. Hatur nuhun bunda..slm sht sll unk bunda sekeluarga πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga o...