RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 16
(Tien Kumalasari)
Kenanga berhenti melangkah, rupanya sang ayah telah datang, bahkan bersama dua orang yang tadinya hilang.
Kelima sahabat saling peluk dengan erat, Hasto bahkan meneteskan air mata karena suka cita.
“Syukurlah kita selamat dan bisa berkumpul kembali. Aku minta maaf, semua ini gara-gara aku,” kata Alvin sambil memeluk mereka satu persatu.
“Tidak apa-apa, kita memiliki pengalaman yang sangat unik, bisa bertemu dengan mahluk-mahluk dari dunia lain,” kata Sanusi.
Sementara itu Kenanga yang berhenti melangkah mengejar kupu-kupu masih termangu, sambil menatap ke arah mana perginya kupu-kupu itu.
“Apa yang kamu pikirkan?”
“Tidak ada Pak, hanya tertarik, kupu-kupu itu sungguh cantik bukan?”
“Tidakkah terpikir oleh kamu, disekitar tempat ini tak ada bunga, mana bisa tiba-tiba ada kupu-kupu?”
“Iya juga sih?”
“Dalam melakukan sesuatu, pikirkan semua dengan logika. Kamu harus banyak belajar dalam hidup ini, karena kehidupan bukanlah hal yang mudah. Bagai orang yang sedang berjalan, ia banyak melalui liku-liku di jalanan, ada sandungan, ada kubangan. Belajarlah memahami hal itu. Harus banyak bekal untuk menguasai kehidupan itu.”
Kenanga masih menatap kupu-kupu cantik itu, seakan merasa sayang untuk melepaskannya.
“Apakah kamu sangat ingin menangkap kudu-kupu itu?”
“Bukankah dia sangat cantik?”
“Yang cantik tidak selalu membuat kita senang. Biar aku tangkap kupu-kupu itu, agar kamu puas.”
Kakek bersorban berdiri, lalu melangkah ke arah kupu-kupu itu. Kupu-kupu berwarna kuning dengan bintik warna-warni itu berterbangan sambil memamerkan keindahan sayapnya. Sepertinya tak mudah menangkapnya karena ia bisa terbang secepat angin, lalu kembali lagi untuk menggoda.
Tapi kakek bersorban itu berhasil membuat kupu-kupu indah itu tak berkutik. Ketika ia hinggap di sebuah ranting pohon, dengan sekali lambaian tangan, ia sudah berada di tangan kakek bersorban.
Kenanga berteriak kegirangan. Ia berlari mendekati sang ayah.
“Biar saya yang pegang, Pak,” pintanya.
Kakek bersorban mengulurkan tangan yang memegang kupu-kupu itu, dan Kenanga dengan riang segera siap menangkapnya. Tapi tiba-tiba kupu-kupu itu lenyap, berubah menjadi serpihan debu, berterbangan ditiup angin.
“Apa yang terjadi?” pekik Kenanga.
Tapi belum hilang pekik Kenanga, tiba-tiba dihadapannya muncul seekor kera. Kenanga terkejut setengah mati. Kera itu tepat berdiri di depannya, lalu ia mundur kebelakang sambil menjerit. Ia membalikkan tubuhnya, tapi kakinya terantuk batu sehingga terjerembab ke arah depan. Wajah cantiknya akan mencium batu yang berjajar di depannya, kalau saja sepasang tangan yang kokoh tidak segera menangkap dan memeluknya.
Kenanga memekik kaget, ketika melihat siapa yang memeluknya.
Sementara itu kakek bersorban segera menghantam kera itu dari belakang, membuat kera itu menjerit. Jeritannya lebih mirip jeritan seorang perempuan.
“Kamu dendam kepadaku karena aku menggagalkan rencana busukmu? Kamu ingin mencelakai anakku juga?”
Kera itu melompat menerjang kakek bersorban, tapi kedua tangan si kakek segera mendorong ke depan, sehingga kera itu jatuh berguling-guling, kemudian meloncat pergi lalu hilang di balik pepohonan.
Kejadian itu membuat kelima anak muda itu terpana. Bahkan Alvin lupa melepaskan pelukannya pada Kenanga.
“Hei, mengapa berpelukan lama sekali?” tegur kakek bersorban, membuat Alvin tersadar dan segera melepaskan pelukannya. Kenanga yang tadinya juga terpana melihat sang ayah membuat kera itu kabur terbirit-birit juga baru sadar bahwa dia berada dalam pelukan Alvin. Kemudian Kenanga lari ke dalam dengan menahan malu.
Kakek bersorban menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku sumpahi kamu akan menjadi jodoh Kenanga,” kata kakek bersorban tandas, sambil menuding ke arah Alvin, membuat kelima anak muda itu terkejut.
Angin yang kemudian datang berdesir, menggoyangkan pepohonan, seperti menjadi saksi sumpah sang kakek bersorban.
Tapi kelima anak muda itu menganggapnya sebagai sebuah gurauan. Mereka hanya tersenyum lucu. Tapi tidak bagi Alvin. Sejak apa yang terjadi, lalu ia terpaksa memeluk Kenanga tanpa sengaja, darah di dadanya serasa mengalir lebih cepat. Ada perasaan aneh yang sukar dilukiskan. Ia meraih cangkir kaleng yang tadi berisi minumannya, untuk meminumnya agar bisa menenangkan hatinya. Tapi ternyata cangkir itu telah kosong.
Kakek bersorban segera berteriak kepada Kenanga, agar mengisi teko air itu lagi, tapi Alvin segera berdiri.
“Biar saya mengambilnya sendiri, Kek.”
Alvin beranjak ke dalam rumah sambil membawa cangkir kosongnya, tapi di depan pintu ia hampir bertabrakan dengan Kenanga di pintu. Kenanga membawa teko air yang lain, dan karenanya air di dalam teko itu tumpah, mengenai baju Alvin.
“Oh … eh… maaf,” ucapan itu keluar dari mulut keduanya, yang masing-masing merasa bersalah.
Kakek bersorban terkekeh melihat kejadian itu.
“Aku bilang juga apa,” katanya. Entah apa arti dari ucapannya itu, tak seorangpun tahu. Keempat anak muda itu sedang mentertawakan Alvin yang bajunya basah.
Alvin segera meminta teko yang dibawa Kenanga, lalu menuangkannya ke cangkirnya sendiri. Tapi dari rasa ingin menenangkan perasaannya, justru menjadi lebih tidak tenang karena dadanya berdegup kencang.
“Ya sudah, kalian istirahat dan berbincang dulu, aku akan pergi sebentar,” kata kakek bersorban yang kemudian pergi entah ke mana.
Kenanga yang merasa lebih tenang segera membawa teko yang dibawa, dan menuangkan ke cangkir-cangkir ‘tamunya’ yang sudah kosong, kemudian duduk di antara mereka.
“Kami akan segera pulang, Kenanga, tunjukkan jalan mana yang harus kami lalui. Tapi sebelum itu aku mewakili teman-temanku ini mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, karena kami selamat karena kamu, dan terutama karena ayahmu juga,” kata Sanusi.
“Kalian boleh pergi, nanti aku antarkan sampai ke bawah. Tapi harus menunggu ayahku pulang dulu.”
Kelimanya mengangguk setuju.
“Tapi sebenarnya aku atau juga beberapa teman lain belum mendengar bagaimana Sarman dan Rasto kemudian bisa ditemukan kakek dalam keadaan duduk di dahan pohon yang sangat tinggi,” kata Alvin.
“O iya … sejak kalian kembali, kami belum mendengar ceritanya. Sekarang katakan, sambil menunggu kedatangan kakek kembali,” sambung Sanusi.
***
Waktu itu Rasto dan kedua temannya masih duduk di tepi sungai, tapi kemudian mereka melihat seekor kelinci meloncat-loncat menggemaskan. Tiba-tiba mereka membayangkan sate kelinci yang lezat. Rasto yang penasaran segera berdiri dan berjalan ke arah kelinci itu. Peringatan teman-temannya tak dihiraukannya. Padahal dia tahu kalau tak mudah menangkap kelinci, apalagi dengan tangan kosong. Gerakan kelinci sangat gesit. Walau begitu Rasto seperti tergoda untuk bisa menangkapnya. Kelinci itu melompat ke sana ke mari, terkadang menyelinap diantara semak. Kelinci itu berlari semakin menjauh. Rasto tak sadar oleh rasa penasarannya yang seperti tidak pada tempatnya. Ia seperti anak kecil memburu mainannya, dan belum akan merasa puas kalau belum mendapatkannya.
Rasto terkejut ketika tiba-tiba mendengar suara Sarman. Ia sudah berjalan jauh waktu itu, dan tidak tahu sedang berada di mana.
Ketika ia berteriak menjawab panggilan Sarman, tiba-tiba Sarman sudah berada di belakangnya.
“Rasto, apa kamu sudah gila, mengejar kelinci sampai jauh seperti ini?”
“Kelinci itu tak ada lagi,” keluhnya.
“Ayo kembali,” kata Sarman.
Tapi keduanya bingung karena tak tahu harus kembali ke mana.
“Kita sampai di mana?”
“Celaka, kita tersesat lagi.”
Belum selesai mereka mencoba mengingat-ingat jalan mana yang tadi dilalui, tiba-tiba beberapa ekor kera mengelilinginya sambil meringis. Barangkali maksudnya adalah tertawa, tapi yang namanya kera, tetap saja kelihatan seperti meringis.
Sarman dan Rasto terkejut dan ketakutan. Kera itu bukan kera kecil-kecil, tapi sebesar manusia dewasa. Mereka gemetar dan merasa bahwa nyawanya akan habis di tempat itu.
Kera-kera itu sangat senang melihat keduanya ketakutan. Beberapa diantaranya menowel-nowel wajahnya, membuat mereka semakin ngeri.
“Kita harus lari,” kata Sarman lirih, sambil mencari celah, dari mana kira-kira mereka bisa terlepas dari kera-kera itu.
Tapi belum tiga langkah mereka berusaha kabur, dua ekor kera menghadang keduanya. Tiba-tiba mereka ingat tentang cerita Kenanga, bahwa bukit Senyap adalah bukit yang penuh siluman perempuan.
Kalau malam mereka berujud perempuan cantik, tapi kalau siang berubah menjadi kera.
“Celaka,” bisik Sarman yang terlebih dulu sadar bahwa mereka kembali tersesat di bukit Senyap.
Dua ekor kera itu tiba-tiba meringkus keduanya, masing-masing seorang, lalu dibawanya berlari entah ke mana. Sarman dan Rasto tak berkutik, tersangkut di pinggang kera yang menghimpitnya dengan salah satu tangannya.
Keduanya gemetar ketakutan, ketika kedua kera itu membawanya naik ke atas pohon yang sangat tinggi.
“Toll …loong,” teriakan Sarman tersekat di tenggorokan.
Di sebuah dahan tinggi, keduanya didudukkan dengan berdampingan, lalu kedua kera itu merosot turun dengan gerakan seringan kapas.
Keduanya gemetaran, dan berpegang pada dahan yang ada didekat mereka.
“Kalau mereka pergi, kita turun,” bisik Sarman.
Tapi tidak bisa, di bawah pohon tempat keduanya bertengger, beberapa ekor kera besar berjaga-jaga.
Lalu tak lama kemudian, mereka heran karena kera yang berada di bawah mereka tiba-tiba berlarian entah kemana, lalu kakek bersorban tiba-tiba sudah ada di bawah mereka, memberi isyarat agar mereka turun.
***
Pengalaman luar biasa itu terus saja membekas dalam hati mereka masing-masing.
"Untunglah ada kakek yang masing-masing dari kita mendapatkan pertolongannya."
“Tadi pagi susah payah aku membakar ketela pohon ini, dan kalian belum sempat menyentuhnya,” tiba-tiba Kenanga meraih ketela pohon itu, lalu mengupasnya untuk dirinya sendiri.
Melihat hal itu, kelimanya tergoda untuk segera mengambil ketela bakar itu dan menikmatinya bersama-sama.
“Enak sekali.”
“Lebih enak kalau hangat.”
“Apa perlu aku hangatkan sebentar?” kata Kenanga.
“Bagaimana caranya?”
“Dimasukkan ke dalam bara api lagi .”
“Jangan, biar begini juga sudah enak. Kasihan, Kenanga kan juga capek,” kata Alvin sambil menatap Kenanga yang tersenyum manis ke arahnya.
Tiba-tiba mereka merasakan bumi seperti bergetar.
“Ada gempa,” teriak mereka.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun jeng In
DeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 16" sampun tayang,
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun 🤲🙏🩷🩷
Wa'alaikumussalam ibu Sri
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
terima kasih perhatiannya
Aduhai aduhai
Alhamdulillah, Rmh kenanga dah hadir, Suwun Bu Tien …🤝
ReplyDeleteSehat sll Ibu ….
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
terima kasih mbah Wi
Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~16 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih pak Djodhi
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih ibu Endah
Aduhaihaihai
Terima ksih bunda cerbungnys..slmt mlm dan slm seroja sll unk bunda 🤦🥰🌹🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
🏚️🎋🏚️🎋🏚️🎋🏚️🎋
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
Cerbung eRKaDeBe_16
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin🤲.Salam seroja 😍
🏚️🎋🏚️🎋🏚️🎋🏚️🎋
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih jeng Sari
Aduhai
Matur suwun bu Tien ...semoga ibu & keluarga sehat² selalu...Aamiin,🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih pak Indriyanto
Alhamdulillah "Rumah Kenanga di Tengah Belantara16 telah hadir. Matur nuwun Bu Tien ... Sugeng ndalu.
ReplyDeleteSami2 pak Sis
DeleteSugeng dalu ugi
Alhamdulillah eRKaDeBe_16 sudah hadir.
ReplyDeleteBgmn ya Kenanga yang ngejar kupu-kupu?
Terima kasih Bu Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.
🤝🤝🙏
Matur nuwun mas Kakek
DeleteADUHAI
Alhamdulillah cerbung sdh tayang mksh Bu Tien smg sll diberikan kesehatan
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih ibu Ida
Hamdallah sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdullilah. Sudah tayang episode yg ke 16. Terimakasih Bu Tien. Semoga sehat slalu
ReplyDeleteAduh Alvin jatuh cinta ... Kayanya ga mau pulang
Awas ada gempa...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih pak Endang
Terima kasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercint.... Aduhaii
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih ibu Komariyah
Aduhai
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih ibu Reni
Alhamdulillah ,cerbung misterius dari kupu cantik sampai ada gempa bumi.jadi penasaran.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat sejahtera bersama keluarga.Aamiin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih pak Herry
Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....16...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Para Siluman di Bukit Senyap gusar krn mangsanya lepas semua. Tidak dapat menandingi kesaktian Kakek. Tapi dapat menaklukan anak nya s Kenanga, yang skrng sedang jatuh hati sama Alvin. Siluman Kenanga, Widuri, Seruni...pada iri, ingin mencelakai mereka berdua.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Deleteterima kasih pak Munthoni
Aduh...
ReplyDeleteCinta tak pandang tempat dan orang ...
Terimakasih Mbak Tien..
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien. Sehat selalu nggih Bu Tien
ReplyDelete