RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 20
(Tien Kumalasari)
Alvin terdiam, apa yang dikatakan Alisa sangat membuatnya terpukul. Apakah penyakit ibunya seberat itu? Apakah kalau dia nekat mengejar cintanya maka akan membuat parah sakit sang ibu?
“Mas memikirkan apa? Apakah demi perempuan hutan itu maka Mas akan mengorbankan ibu?”
“Apa maksudmu mengorbankan? Mana mungkin seorang anak mengorbankan orang tuanya?”
“Kalau begitu lupakanlah Kenanga. Nanti aku carikan salah seorang temanku. Banyak yang cantik, banyak yang baik, dan dari keluarga yang sepadan dengan keluarga kita.”
“Kamu terlalu menyombongkan keluargamu yang menurutmu adalah membanggakan,” kesal Alvin.
“Lhoh, Mas itu gimana, aku tuh kan ya ngomong tentang kenyataan? Bukannya sombong.”
“Selalu menampakkan bahwa kamu kaya, bahwa kamu orang berada, terpandang, dihormati, dan lain-lain, itu namanya sombong.”
”Terus kalau memang kenyataannya begitu, aku harus bilang apa?”
“Diam, jangan bicara apapun.”
“Mas kok gitu. Aku hanya mengingatkan tentang keadaan ibu.”
“Aku sudah tahu.”
“Kalau begitu Mas harus pikirkan mana yang terbaik. Apakah Mas akan memilih perempuan hutan itu, dengan akibat buruknya kesehatan ibu, atau Mas menuruti nasehat ibu agar ibu sehat.”
“Mengapa jatuh cinta kamu hubungkan dengan penyakit?”
“Bukan aku yang menghubungkan, tapi akan terhubung dengan sendirinya kan Mas?”
“Jangan menutupi kesombonganmu dengan dalih yang macam-macam.”
“Mas kok jadi marah sama aku? Aku hanya mengingatkan. Itu janjiku pada ibu tadi. Ibu sangat sedih, lalu meminta agar aku mengingatkan Mas.”
Alvin merasa terhimpit beban. Beban sakit orang tuanya dan beban cinta yang sebenarnya ingin ditumpahkannya. Kekuatan gadis itu bukan main. Ia membuat Alvin tak pernah bisa melupakannya.
“Mas harus ingat, bahwa_”
“Sudah, sudah … aku sudah tahu apa yang akan kamu katakan, aku ingin istirahat,” katanya sambil berdiri dan bergegas masuk ke kamar. Ia belum menyentuh teh hangat yang disiapkan simbok sejak kepulangannya dari kantor.
Alvin langsung mandi dan berganti pakaian bersih, tapi tidak keluar dari kamar. Ia berbaring dan memikirkan banyak hal tentang Kenanga, tentang kakek bersorban yang telah begitu baik dan bisa dikatakan telah menyelamatkan nyawanya beserta nyawa teman-temannya.
Ia mengangkat tangannya, menatap cincin bermata biru yang walaupun kecil tapi selalu memancarkan cahaya setiap kali dipandang. Ia merasa, cincin itu seperti sebuah pengingat akan rumah Kenanga di tengah belantara itu dan isinya.
Apakah karena cincin itu maka dia lalu selalu teringat pada Kenanga dan jatuh cinta? Tapi perasaan itu muncul sebelum kakek bersorban memberikan cincin. Awal pertama bertemu, rasa kagum itu ada. Gadis cantik berkain dengan baju yang ditalikan diperut, sangat membuatnya suka. Mungkin cinta pada pandangan pertama, entahlah. Yang jelas bukan cincin itu. Barangkali cincin itu diberikan oleh kakek bersorban karena dia suka pada dirinya, atau bahkan karena dirinya digadang-gadang untuk bisa menjadi suami Kenanga? Entahlah. Padahal hari Sabtu nanti dia berencana mau pergi ke bukit itu untuk menemui Kenanga. Tapi mengingat kesehatan sang ibu, ia harus menundanya. Menundanya, bukan membatalkannya. Alvin tak bisa melupakan Kenanga. Ia sudah menjadi pilihannya, yang akan dibawanya dalam kehidupannya untuk menjadi pendampingnya.
***
Pak Warsono membaca laporan kesehatan sang istri dari hasil lab atas pemeriksaan ulang sang istri. Tidak ada penurunan sama sekali. Obat yang diminum seperti tak ada gunanya. Kemudian dokter menaikkan dosis obat, berharap bisa membaik.
Tapi dokter yang kemudian bicara dengan pak Warsono mengatakan bahwa istrinya tidak bisa mengendapkan perasaannya tentang sesuatu nyang menurutnya sangat membuatnya tertekan.
“Bu, sebenarnya apa yang selalu membebani perasaanmu? Selama ini Ibu baik-baik saja, mengapa tiba-tiba saja seperti ini?”
“Sebenarnya aku sudah mencoba untuk menenangkan pikiranku Pak, tidak ingin memikirkan apa-apa, tapi kok tidak bisa. Selalu saja larinya ke situ.”
“Alvin itu bukan anak kecil. Sebaiknya ibu biarkan saja dia memilih jalan yang akan dilaluinya.”
“Dia memilih istri yang tidak pantas.”
“Biarkan saja dulu, Ibu fokus pada penyakit Ibu. Tenangkan pikiran, supaya ibu segera sembuh.”
“Dia tidak mau berjanji untuk tidak menghubungi perempuan itu, jadi ibu selalu khawatir.”
“Ibu kan belum melihat orangnya, siapa tahu dia cantik.”
”Walaupun dia cantik, namanya gadis yang tinggal di hutan, apa bisa berbaur dengan orang-orang seperti kita? Apa dia punya tata krama, apa dia berpendidikan, apa dia pantas bersanding dengan Alvin….”
“Ibu terus-terusan memikirkan Alvin. Mengapa tidak melupakannya saja?”
“Alvin itu anakku kan? Bagaimana aku bisa melupakannya?”
“Maksudku, tentang keinginannya itu.”
Bu Warsono diam, tapi wajahnya tetap murung. Kalau sudah begitu pak Warsono tidak ingin melanjutkan lagi pembicaraan itu. Ia hanya duduk di samping istrinya, sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, berharap sang istri bisa beristirahat.
Dan tak lama kemudian memang istrinya tertidur. Rupanya dokter memang memberinya obat penenang. Karena tidur itu jadi bu Warsono tidak melihat ketika Alvin datang berkunjung.
Pak Warsono berdiri dan mengajak Alvin duduk di sofa, berbincang pelan dengan sang anak.
“Mengapa malam-malam begini kamu baru datang?”
“Tadi tidur sebentar, di kantor banyak yang di urus.”
“Ada masalah?”
“Tidak, sudah selesai semuanya. Hanya tentang pemesanan barang yang agak terlambat dikirim, tapi sudah beres semuanya. Bagaimana ibu?”
“Ibumu tidak bisa berhenti memikirkan kamu. Apa kamu tidak bisa menuruti kemauan ibumu?”
“Sedang Alvin pikirkan.”
“Ibumu selalu memikirkan kamu tentang gadis pilihanmu.”
Alvin terdiam. Ia sudah tahu, karena sejak sore tadi Alisa sang adik sudah mengomelinya panjang pendek.
“Apa kamu sangat mencintai gadis itu?”
“Entahlah, Alvin menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Dia gadis yang sederhana, tapi baik. Bisa melakukan banyak hal, karena dididik oleh ayahnya untuk bisa melakukan apa saja.”
“Ayahnya bekerja apa, di tengah hutan begitu?”
“Mereka memang suka suasana sepi. Ayahnya pintar mengobati orang sakit. Alvin dan teman-teman sudah luka parah ketika bertemu kakek bersorban itu, tapi ketika turun dari bukit kami merasa sehat, luka-luka tidak terasa sakit.”
“Dia dukun?”
“Dukun dalam arti kata bisa mengobati.”
“Dari mana mereka makan?”
“Banyak tumbuhan di hutan itu yang bisa dimakan. Banyak daun-daun atau tanaman yang bisa dijadikan obat. Kehidupan mereka sangat unik.”
“Mereka mendapat uang dari orang-orang yang berobat?”
“Tidak selalu dibayar uang. Yang sering adalah sayuran, buah-buahan, kain atau baju, terkadang ada yang memberi beras.Tapi beras bukan makanan pokok mereka. Kalau tidak ada beras, mereka makan umbi-umbian yang ada di sana.”
Sang ayah membayangkan kehidupan yang dianggapnya sangat primitif. Pantaskah dia berbesan dengan laki-laki yang disebut kakek bersorban itu?
Alvin tahu. Sang ayahpun tidak akan suka. Apa yang harus diperbuatnya? Melupakan Kenanga? Alangkah susahnya.
Alvin melihat ayahnya kemudian terdiam, dan sesekali menoleh ke arah ibunya yang tampaknya tertidur pulas.
“Ibumu baru bisa tidur setelah sejak kemarin kelihatan gelisah. Rupanya dokter juga memberikan obat penenang.”
Alvin menatap ke arah sang ibu yang memejamkan mata dan tampak pucat.
“Alvin, apa kamu akan tetap pada pendirianmu dan tidak mau mempedulikan perasaan ibumu?”
“Untuk sementara Alvin akan berdiam diri dulu. Sebenarnya besok hari Sabtu Alvin bermaksud untuk menemuinya, tapi mengingat keadaan ibu, Alvin akan menundanya.”
“Menunda, berarti kamu akan tetap menginginkan dia walau bukan sekarang saatnya?”
Alvin tak bisa menjawabnya. Ia berharap pada suatu hari nanti sang ibu akan bisa menerimanya.
***
Hari itu ketika sedang ada di kantor, Sanusi menemuinya.
“Sedang sibuk?”
“Tidak juga. Angin apa yang membawamu kemari?”
“Sudah agak lama aku ingin kemari, tapi mengingat sebagai bos kamu pasti selalu sibuk, aku menundanya.”
Alvin tertawa.
“Memangnya kenapa kalau aku bos? Aku hanya membantu ayahku, dan masih harus belajar tentang banyak hal. Bagaimana pekerjaanmu?”
“Baik, tapi aku kan hanya karyawan, jadi hanya bisa santai saat diluar jam kerja.”
“Kangen bertemu teman-teman ya. Yuk reunian.”
“Aku datang kemari juga untuk itu. Teman-teman yang mengusulkan, dan aku bertugas menemui kamu, tidak cukup bertelpon, karena ada banyak hal yang harus dibicarakan. Hanya saja baru kali ini aku bisa ketemu kamu. Apakah aku mengganggu?”
“Tidak. Santai saja. Ini juga saatnya istirahat. Ayo makan di luar, sambil ngobrol,” ajak Alvin.
“Tidak apa-apa, aku juga sekalian istirahat ini tadi.”
Keduanya kemudian pergi keluar untuk makan dan berbincang banyak di sana.
***
Alisa sedang di rumah ketika Alvin pulang dari kantor. Alisa juga baru pulang dari rumah sakit.
“Bagaimana keadaan ibu?”
“Bukankah Mas tadi ke sana?”
“Hanya sebentar, kebetulan ada keperluan keluar, lalu mampir. Ketika itu ibu sedang tidur nyenyak.”
“Kata bapak, dokter memang memberinya obat penenang, karena ibu gelisah terus, dan tak bisa tidur. Kalau begitu yang kasihan kan bapak.”
“Nanti biar aku yang tidur di rumah sakit.”
“Tapi Mas harus bisa menjaga perasaan ibu. Jangan membuatnya kecewa. Nanti kita gantian ya Mas.”
“Aku akan berhati-hati. Tapi besok Sabtu kamu yang jaga ya, aku ada acara.”
“O, mau nekat menemui dia? Gadis belantara itu?”
“Namanya Kenanga.”
“Baiklah, siapapun namanya, tapi mas nekat mau menemuinya? Jangan sampai ibu tahu.” kata Alisa dengan mulut cemberut.
“Aku bukan mau ke sana. Ada acara reuni teman-teman kuliah, di rumah Sanusi.”
“O, reuni?”
“Sudah lama kami tidak bertemu.”
“Ya sudah, nggak apa-apa, biar pas hari itu aku yang menemani ibu.”
***
Hari itu teman-teman Alvin sudah berkumpul di sana. Mereka kebanyakan sudah bekerja, bahkan ada yang dari luar kota. Alvin mencari-cari temannya yang dulu bersama-sama kesasar di bukit Senyap. Gembira karena bertemu dalam keadaan sehat dan wajah yang cerah ceria. Sarman dan Rasto bahkan sudah menikah, dan diganggu habis-habisan oleh teman lain yang kebanyakan masih bujangan.
Alvin mencari-cari, sepertinya ia tak melihat Hasto.
“Kamu mencari siapa?”
“Hasto nggak datang ya?”
“Oh, ya ampun, aku lupa memberi tahu. Sekarang Hasto sedang pergi ke bukit.”
“Pergi ke bukit?”
“Ia sedang mendekati Kenanga,” kata Sanusi santai, padahal hati Alvin bergejolak hebat. Apakah Hasto akan merebut hati Kenanga?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteSudah tayang episode ke 20 Rumah Kenanga di Tengah Belantara.
Terima kasih Bu Tien.
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.
Salam dari mBandung .
ππΉ❤️
Sami2 mas Kakek
DeleteADUHAI
π️π♀️π️π♀️π️π♀️π️π♀️
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung eRKaDeBe_20
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
π️π♀️π️π♀️π️π♀️π️π♀️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Hamdallah sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 20 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~20 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun psk Djodhi
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Sami2 jeng Susi
DeleteSami2 ibu Susi
DeleteMks bun...jaga kesehatan ya bun....selamat malam
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah, Rumah Kenanga Di Tengah Belantara 20 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien ... Sugeng ndalu.
ReplyDeleteSami2 pak Sis
DeleteSugeng dalu ugi
Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....20...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Alvin...buruan menyusul Hasto ...naik bukit. Hasto ingin melamar Kenanga. Klu lamaran nya di terima kakek Bersorban...nnt kamu akan gigit jari. Siapa cepat...dapat sih...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Rndah
Aduhai hai hai
Terima kasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta, aduhaaii
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Aduhai
Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya π€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteSabar Alvin kl jodoh tdk kemana ,ππ€
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulilah yg ditunggu sdh tayang , maturnuwun bu Tien .. salam sehat dan aduhai aduhai bun❤️❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Maryani
DeleteAduhai aduhai
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdullulah cerbungnya sdh tayang..terima ksih bundaqu..slm sht sll unk bunda bersm bpkππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Hasto punya jiwa pembalap...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Dulu bekas pembalap π
DeleteNah lo Alvin...kalau gak gercep ya disalip Hasto lah...dia terlalu yakin dengan sumpah si kakek kali ya?π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.ππ»
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana