Saturday, May 10, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 07

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  07

(Tien Kumalasari)

 

Sinah masih agak gemetaran ketika menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir, sehingga air teh itu tumpah membasahi meja.

“Hati-hati  Nak,” kata bu Karti.

“Maaf Bu, saya agak gemetar mendengar perkataan Ibu,” kata Sinah berterus terang.

“Perkataan yang mana?”

“Tentang ‘menantu’ itu.”

Bu Karti tersenyum lucu.

“Mengapa hanya begitu saja gemetaran?”

“Mana saya pantas, seandainya itu benar?” Sinah mengaduk gula yang dituangkan kemudian ke dalam cangkir.

“Mengapa tidak? Nak Sinah ini cantik dan lugu, tidak suka dandan seperti gadis-gadis sekarang. Pakai pemerah pipi, pakai lipenstik, pakai penghitam alis dan sebagainya. Nak Sinah begitu sederhana, tapi tetap kelihatan cantik.”

Tentu saja. Seorang abdi di istana kecil den mas Adisoma tidak boleh berdandan. Tidak boleh berpakaian menyolok, atau menyaingi majikan. Dan memang Sinah itu cantik. Kekurangannya adalah dia jatuh cinta pada kekasih hati sang bendara, dan melakukan hal licik yang sangat rendah.

“Ayo duduk di depan, sambil menunggu Satria pulang.”

Sinah membawa nampan berisi minuman yang baru saja dibuatnya, lalu duduk di kursi rotan yang ada di ruang depan rumah keluarga Satria.

“Saya hanya seorang abdi,” katanya sambil menyeruput minumannya tanpa dipersilakan.

“Tapi nak Sinah anak sekolahan. Satria tidak akan malu punya kekasih seperti nak Sinah. Apakah kalian saling suka ketika masih sekolah?” bu Karti begitu ceplas-ceplos, membuat Sinah gelagapan. Ia sudah tahu siapa Sinah, sejak mereka masih sama-sama sekolah, karena Satria pernah menceritakannya. Satria juga pernah menceritakan Dewi Pramusita yang jelita, tapi bu Karti tidak pernah bermimpi akan memiliki menantu seorang putri priyayi. Bu Karti hanya berharap pada Sinah, yang dianggapnya sepadan. Tapi Sinah tahu, Satria tidak pernah suka pada dirinya. Satria suka kepada bendara yang harus dijunjungnya. Hanya saja bukankah sekarang kesempatan untuk tetap mendambakan sang putri sudah tidak lagi ada? Ada harapan di hati Sinah, apalagi ketika mendengar ibu Satria sepertinya suka punya menantu dirinya.

Sinah menundukkan wajahnya. Bersikap malu-malu, seakan dia memang gadis pemalu.

“Selama ini kami hanya berteman. Tadi hanya mampir, karena lama tidak bertemu,” Sinah memberi alasan kedatangannya.

“Aku kira kalian sudah saling suka.”

“Satria mana mau sama saya?”

“Tapi aku mau punya menantu cantik yang sederhana seperti nak Sinah. Nanti aku tanyakan pada Satria, dan aku sarankan agar mau memilih nak Sinah sebagai pasangannya kelak. Tapi nak Sinah juga harus bersabar. Satria itu hanya anak seorang pegawai rendahan, tapi punya cita-cita setinggi langit. Kuliah itu kan mahal, ayahnya sampai menjual sawahnya yang hanya sepetak untuk biaya kuliahnya nanti.”

“Cita-cita yang bagus, Bu.”

“Semoga kalian nanti berbahagia.”

Tapi sampai hari menjadi semakin sore, Satria belum juga pulang, demikian juga ayahnya. Karena itulah Sinah terpaksa pamit, karena takut mendapat teguran karena pergi lama sekali.

***

Seperti menari-nari ketika Sinah menginjakkan kakinya kembali di keputren. Agak disayangkan karena tidak bisa bertemu Satria. Tapi tanggapan ibunya yang sangat baik, dan bahkan ingin mengambilnya sebagai menantu, sangat membesarkan hatinya, dan membuatnya berbunga-bunga. Kalau orang tua sudah mengijinkan, jalan menuju cita-cita dan impian pasti akan sangat mulus.

Seperti den ajeng Dewi, yang tidak mau dijodohkan dengan den Listyo. Karena  ayahandanya sudah menjodohkan, tak mungkin den ajeng bisa melawannya.

“Eh, kamu ke mana saja? Dari tadi tidak tampak di keputren?” tiba-tiba mbok Randu menegurnya.

“Baru saja keluar sebentar mau beli sesuatu, tapi nggak jadi. Lupa nggak bawa uang,” jawabnya enteng.

“Dasar sinting. Mau beli sesuatu nggak bawa uang. Lagian tugas kamu kan melayani den ajeng, malah ngelayap kemana-mana.”

“Den ajeng tuh sedang tidak suka dilayani Sinah, maunya sama simbok. Jadi aku ya tidak berani mendekat.”

“Sembarangan. Ya sudah sana, aku mau mandi dulu.”

Sinah tak menjawab. Ia langsung masuk ke kaputren, lalu memasuki kamar Dewi. Dilihatnya Dewi sedang duduk termenung. Sinah mendekat dan bersimpuh di bawahnya.

“Den Ajeng, ingin sesuatu? Dahar cemilan, barangkali?”

“Tidak. Mana mbok Randu?”

“Mbok Randu tadi pamit mau mandi. Mengapa Den Ajeng akhir-akhir ini tidak suka diladenin Sinah? Apa salah Sinah? Mohon Den Ajeng memaafkan kalau memang Sinah bersalah.”

“Kamu tidak salah. Aku hanya ingin mbok Randu, untuk mengingat masa kecilku. Sekarang pergilah, katakan pada mbok Randu, setelah mandi suruh datang kemari.”

“Baiklah.”

Sinah beringsut mundur, tak ingin lagi mendesak apa kesalahannya. Barangkali karena dirinya selalu mendorong Dewi agar mau menerima Sulistyo, maka Dewi kesal pada dirinya. Entahlah, Sinah tak peduli. Dia sudah punya Satria yang akan membuatnya hidup bahagia. Tak apa walau bukan Satria yang mengatakannya. Bukankah ibu Satria sudah mengatakan bahwa dia menyukainya?

***

“Kok ada bekas minuman, apa ada tamu, Bu?” kata pak Sawal ayah Satria yang baru memasuki rumah.

“Tamu calon menantu,” kata bu Karti sambil tersenyum senang.

“Calon menantu apa?” kata Satria tiba-tiba, yang memang datang bersama sang ayah.

“Lhoh, kok bisa bareng?” tanya bu Karti tanpa peduli pada pertanyaan Satria.

“Satria memang nyamperin aku ke kantor, karena sepedaku bocor.”

“Lhah sekarang di mana?”

“Aku tinggal di bengkel, besok saja diambil, kesorean kalau harus menunggu. Aku juga sudah capek.”

“Ya sudah, duduk dulu aku sudah menyiapkan minuman hangat,” kata bu Karti sambil beranjak ke belakang, sementara pak Sawal dan Satria duduk kelelahan di kursi.

“Ibu tadi bilang calon menantu, apa ya maksudnya?” gumam Satria.

“Mungkin ibumu bertemu perempuan cantik yang akan dijadikannya menantu.”

“Iya benar, ada gadis cantik, aku sudah cocok sama dia,” kata bu Karti sambil meletakkan dua cangkir teh dan kopi di meja.

“Siapa yang ibu maksud?” tanya Satria.

“Itu, bekas teman sekolah kamu.”

“Teman sekolah?”

“Itu lhoh, dia pernah kemari, anaknya cantik dan sederhana. Begitu datang dia membantu ibu menyeduh teh lalu duduk sebentar di sini.”

“Siapa sih Bu?” tanya Satria penasaran.

“Siapa tadi namanya, eh … Sinah.”

“Apa?” Satria berteriak, dan sebagian kopi dalam cangkir yang dibawanya sampai tumpah.

“Iya, memang dia. Bukankah dia cantik? Cantik dan sederhana. Dia cocok sama kamu,” kata sang ibu enteng.

“Ibu jangan sembarangan mengatakan seseorang adalah calon menantu. Apa ibu juga mengatakan itu pada dia?”

“Ya iya Sat, biar dia senang.”

“Ibu kok buru-buru memutuskan. Yang menjalani itu kan Satria. Belum tentu Satria suka," sambung pak Sawal.

“Ya nggak mungkin kalau Satria nggak suka. Dia cantik manis, kulitnya bersih.”

“Satria belum memikirkan jodoh. Satria harus melanjutkan kuliah.”

“Benar, tapi bukan sekarang ini kamu harus menikah kan? Hanya calon, menikahnya bisa kapan saja. Dia bersedia menanti kok."

Wajah Satria muram bagai tersaput mendung. Ia segera berdiri setelah meletakkan cangkir kopi yang tinggal separuh.

“Satria!” panggil sang ibu.

“Sudahlah Bu, Ibu membuatnya kesal.”

“Wong dicarikan istri baik kok kesal.”

“Dia belum ingin punya istri.”

“Dia pasti mau menunggu. Tadi saja kelihatan senang sekali kok.”

“Yang bener itu, Ibu bilang dulu pada yang mau menjalani. Biar cantik seperti bidadari kalau dia nggak suka, bagaimana? Orang punya istri itu yang penting bukan cantiknya. Dulu aku melamar Ibu itu bukan karena ibu cantik lhoh, tapi karena ibu pinter masak, pinter mengurus rumah tangga. Kalau cantiknya sih enggak,” ledek pak Sawal.

“Jadi aku dulu tuh nggak cantik?” kata bu Karti sambil melotot kesal.

Tapi pak Sawal tidak menjawab, ia langsung berdiri sambil tertawa, lalu beranjak ke arah kamar. Tapi sang istri mengejarnya.

“Jadi aku dulu tidak cantik?”

“Iya … iya, cantik kok.”

Bu Karti meninggalkan suaminya dengan perasaan lega. Ketika berpapasan dengan Satria yang mau ke kamar mandi, dilihatnya wajah sang anak tampak kusut.

“Sat, jangan marah pada ibu. Ibu hanya ingin kamu bahagia.”

“Kalau Ibu ingin Satria bahagia, biarkanlah Satria memilih sendiri apa yang Satria sukai, tapi bukan sekarang. Satria mau sekolah dulu,” kata Satria yang langsung masuk ke kamar mandi.

Bu Karti cemberut.

“Bagaimanapun, kalau nak Sinah mau menunggu, ibu akan tetap membuatmu berjodoh dengan dia,” gumamnya sambil beranjak ke dapur.

***

“Dewi, mengapa kamu seperti ini?” tanya den ayu Saraswati yang memasuki kamar putrinya, dan melihat sang putri sedang termenung dengan ditungguin mbok Randu di dekatnya.

“Kanjeng Ibu, mengapa Dewi harus dipaksa? Dewi tidak ingin menikah sekarang.”

“Apa kamu lupa bahwa ini adalah perintah ayahandamu?”

“Ibu tidak membela Dewi, padahal Ibu tahu kalau Dewi tidak suka.”

“Apa yang bisa ibu perbuat? Ayahmu tidak bisa berhenti, kalau memang itu sudah menjadi keinginannya. Biarpun ibu sekalipun, tidak akan bisa. Lagipula apa sebenarnya kekurangan Sulistyo? Dia tampan, pintar, sebentar lagi selesai kuliahnya di luar negri. Dia akan menjadi suami yang mapan. Kamu tidak akan kekurangan.”

“Dewi tidak suka dia. Dewi ingin kuliah.”

“Kamu selalu mengatakan itu. Siapa mengajarimu? Kamu tahu, ibu bicara di sini karena tidak ingin ayahandamu mendengarnya. Kalau ayahandamu mendengar penolakan kamu, betapa akan murkanya dia.”

Dewi mengusap air matanya.

“Apa anak muda temanmu sekolah itu membuatmu suka?”

Dewi terbelalak. Ibunya bisa tahu? Banyak hal aneh yang terjadi. Kedatangan Satria yang tidak dilaporkannya pada dirinya, lalu perkataan ibunya tentang teman sekolahnya. Ini semua karena Sinah bukan? Dewi bertambah kesal, banyak hal yang mengecewakan telah dilakukan Sinah. Apa maksudnya? Mengapa sebagai abdi Sinah tidak membelanya? Beribu pertanyaan berkecamuk di kepalanya.

“Jawab ibu, Dewi. Ada hubungan apa antara kamu dengan laki-laki bernama Satria? Dia yang mempengaruhi kamu sehingga kamu menolak perjodohan ini?”

“Dia hanya orang baik. Dia sama sekali tidak mempengaruhi apapun. Dewi memang tidak suka Sulistyo. Sejak dulu tidak suka. Bukan karena dia.”

“Sekarang bukan saatnya suka atau tidak suka. Besok acara lamaran akan digelar. Kamu harus bersiap-siap. Mbok Randu, beri tahu momongan kamu, apa yang harus dilakukannya. Mana Sinah, suruh dia membantu membujuknya juga. Ingat, besok acara lamaran harus sempurna. Pendapa sudah ditata rapi dan indah,” katanya kemudian kepada mbok Randu.

Sang ibu beranjak pergi, sementara Dewi menjatuhkan dirinya di kasur, menyembunyikan wajahnya dengan bantal.

“Den Ajeng, berhentilah menangis. Jangan sampai keng rama sendiri nanti yang akan datang kemari, lalu memarahi Den Ajeng,” kata mbok Randu sambil memijit-mijit kaki momongannya.

***

Sejak pagi pendapa istana kecil itu sudah dihias rapi. Acara lamaran benar-benar akan digelar. Den mas Adisoma sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat sempurna. Para abdi berdandan rapi, dan di dapur sudah dipersiapkan masakan istimewa yang tiada duanya. Memang tidak terlalu banyak yang akan hadir di acara lamaran itu, kecuali para abdi dan kerabat dekat saja. Walau begitu suara gamelan yang ditabuh menandakan bahwa ada penyambutan istimewa kepada calon besan dan calon menantu yang akan hadir.

Den mas Adisoma segera memerintahkah sang istri agar Dewi Pramusita segera dipersiapkan. Ia harus ikut menyambut calon keluarga barunya yang sebentar lagi akan datang.

Seorang abdi segera bergegas ke keputren, untuk memberi tahu agar den ajeng Dewi segera dibawa ke pendapa. Ia melihat Sinah duduk di depan keputren, sudah berdandan ala abdi yang lain. Kain lurik baju lurik dikenakannya, membuatnya begitu cantik.

“Sinah, den ayu meminta agar den ajeng segera dibawa ke pendapa,” ujar utusan itu.

“Baiklah, aku juga sudah menunggu. Dari kemarin aku belum masuk ke dalam, karena den ajeng tidak mau aku yang melayani. Hanya mbok Randu. Tapi sekarang aku akan masuk ke dalam untuk memberi tahu.”

Utusan itu mengangguk, kemudian pergi.

Sinah bangkit, lalu bergegas masuk ke kamar.

“Mbok, den ajeng sudah siapkah? Den ayu minta agar den ajeng segera ke pendapa,” kata Sinah dari balik pintu.

Sinah heran. Di dalam tak ada suara apapun. Sinah membuka pintu, tapi tak mendapati mbok Randu ataupun den ajeng Dewi.

Sinah berteriak-teriak, hanya suaranya yang menggema ke seluruh ruangan.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

48 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh Di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah "Cintaku Jauh di Pulau seberang 07" sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tien🙏
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Sis

      Delete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 07 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin 🤲🤲🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  4. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 07 " sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom bertambah sehat, bertambah segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  5. Hebat nih Dewi, berani minggat walau harus ditemani pamomongnya. Tapi kemana ya, mungkin ke desanya mbok Randu...
    Tentu saja Satria marah mendengar ibunya mencalonkan Sinah, kan yang diinginkan Dewi.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  7. Terima kasih Bu Tien, sudah menghadirkan Cintaku Jauh di Pulau Seberang 07, kami serasa mengalam kusah ini, penuh lika-liku ada yang tertawa, ada yang menangis....
    Inilah kehidupan.....
    Selamat malam, semoga Bu Tien, sehat selalu dan terus menulis cerita2 untuk kita semua.

    Kok yang komen di blogspot semakin hari, semakin sedikit, ya??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bbrp hari ini sering error ketika memberi respon. Padahal sudah saya coba menggunakan wifi maupun paket data

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek
      Matur nuwun ibu Anik

      Delete
  8. 🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎉
    Alhamdulillah 🙏 💞
    Cerbung CJDPS_07
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam seroja🦋🌸
    🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎉

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda semoga sehat walafiat bahagia bersama keluarga tercinta . Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  10. Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaii....

    ReplyDelete
  12. Kabur kah mereka ,,,,
    Seru juga nih....

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun Bu Tien atas cerita yg sejak mulai sdh aduhai....
    Selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 07..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.

    Sinah sumringah mendengar ibu nya Satria, mau di pek mantu...tapi tdk dengan Satria.

    Keputusan Dewi mbalelo dari tembok Kadipaten adalah langkah yang berani.
    Semoga Dewi, aman dan terlindungi di dalam pelariannnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  15. Dalam seri 06, Mbak Tien ada menggunakan Bahasa Indonesia Raya, yaitu "neka-neka". Dalam Bahasa Indonesia disebut "neko-neko" (KBBI).
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Waah...Sinah nekat ah, pedekate ke ibunya Satria, wkwk...memang nampak derajat abdinya.😀

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  18. Ini tokoh Dewi seperti RA Kartini yang berusaha mengadakan perubahan mendobrak tradisi yang kurang pas, orangtua yang kolot dan borjuis.
    Tapi maaf bertanya bu Tien, settingnya tahun 2025 an, apakah masih ada pejabat kraton atau keluarganya yang naik kereta? Sri Sultan kan naik mobil, kecuali kirab acara bufaya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak disebut setting tahun berapa kan?
      Kadang masih ada..

      Delete
    2. Namanya orang mengarang ya Mbak Tien? hahaha

      Delete
  19. Selamat pagii bundaqu..terima ksiih cerbungnya..slm sht selalu unk bunda sekeluarga dan met berhari minggu🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  20. Assalamualaikum Wr. Wb.
    selamat pagi dan salam kenal dr saya Bunda Tien.
    Saya suka sekali cerbung nya .baru 2 tahun bergabung tapi blm pernah ikut comen,, sehat selalu nggih bunda Tien.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 29

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  29 (Tien Kumalasari)   Arum menyelesaikan administrasi dengan segera. Peringatan bahwa dia harus beristira...