ADA MAKNA 42
(Tien Kumalasari)
Wahyu saling pandang dengan sang istri. Tia mengambil seikat mawar itu lalu membawanya ke kamar pengantin. Wajah keduanya keruh. Ada pertanyaan tak terjawab, dan menimbulkan rasa curiga antara satu sama lain.
Ya ampuun. Bukankah malam pertama pernikahan adalah curahan cinta dan kebahagiaan yang ditunggu-tunggu?
Bukan hanya Tia yang mencurigai Wahyu, tapi juga sebaliknya. Sebenarnya siapa pembuat ‘huru-hara’ kecil yang membuat suasana yang seharusnya manis menjadi pahit? Padahal sebenarnya tak ada kata ‘cinta’ pada tulisan yang digantungkan di mawar itu. Biarpun kamu membenciku tapi aku mensyukuri kebahagiaanmu. Banyak kesimpulan yang bisa ditarik dari ungkapan itu. Apakah harus menjadi masalah? Masalahnya adalah karena di hati masing-masing ada rasa curiga. Ada orang lain yang memperhatikan pernikahan mereka, dan ada rasa tersinggung yang digambarkannya dalam tulisan itu.
“Tia, barangkali ada seseorang yang suka padamu, lalu karena kamu tidak menanggapi, dia mengira kamu membencinya. Tapi bagiku tidak masalah kok,” kata Wahyu kemudian.
“Kamu mengatakan itu tapi sepertinya kamu menuduh aku? Aku tidak pernah merasa ada hubungan dengan seseorang dan merasa tidak ada yang menyukai aku tuh. Aku juga tidak pernah membenci siapapun.”
“Demikian juga aku.”
Keduanya saling mengatakan tidak pernah membenci seseorang, tapi ada yang merasa dibenci namun mensyukuri kebahagiaannya.
Tengah malam yang meletihkan itu akhirnya menuduh Emma pengirimnya.
“Gadis itu. Pengiring pengantin bersama Feri,” kata Tia pada akhirnya.
“Tapi aku tidak pernah membencinya.”
“Barangkali dia yang merasa kamu benci, karena kamu tidak membalas cintanya.”
“Masa sih?”
“Kalau bukan dia, lalu siapa?”
“Baiklah Tia, sebenarnya apakah gunanya kita membicarakan hal yang sebenarnya tidak ada artinya ini?” akhirnya Wahyu menyadari bahwa tak ada yang perlu dianggap mengganggu dari kiriman mawar merah itu.
“Kamu benar. Tapi penasaran saja, mengapa ada orang mengirimkan kata-kata seperti itu. Maksudnya apa?”
“Maksudnya adalah mensyukuri kebahagiaan kita. Bukankah begitu?”
Ya, mengapa tidak? Siapapun dia, yang jelas mensyukuri kebahagiaan mereka.
“Ada alamat toko bunga di situ, besok kita bisa menanyakan, siapa yang memesan bunga itu,” akhirnya kata Wahyu sambil membuka pintu, ketika perias pengantin akan mengganti baju mempelai setelah perayaan selesai.
“Ternyata kamu penasaran juga, baiklah,” kata Tia sambil tersenyum manis. Perdebatan telah usai, perdebatan sesaat yang sebenarnya dipicu oleh rasa cemburu dan curiga diantara keduanya.
Setelah pakaian pengantin dilepas, lalu membersihkan riasan, lalu hanya ada mereka berdua, lalu jendela di kamar yang kemudian dibuka, menampakkan rembulan yang memandikan tubuh mereka dengan sinar keemasan. Angin yang bertiup dingin, bahkan terasa hangat, sehangat cinta mereka, sehangat janji-janji yang terucap, sehangat kidung-kidung yang mengalun, lalu menyadari bahwa cinta mereka telah berlabuh.
***
Tapi pagi hari itu Wahyu memerlukan menelpon Reihan. Ia mengatakan tentang seikat mawar merah yang dikirimkan oleh entah siapa di hari pernikahan itu, lalu secara samar Wahyu mengatakan, bahwa barangkali Emmalah yang mengirimkannya.
Tak disangka perkataan sang kakak membuat Reihan kesal.
“Mbak Emma seorang gadis baik dan terhormat. Tidak mungkin dia mengirimkan bunga dengan cara kampungan seperti itu, dengan ungkapan yang aneh dan menimbulkan banyak pertanyaan.”
“Baiklah, maaf, hanya ada perkiraan seperti itu. Lalu bisakah kamu menolong aku?”
“Apa yang harus Rei lakukan?”
“Ada alamat toko bunga yang tertulis di pesan itu, Toko bunga “INDAH". Bisakah kamu menanyakannya siapa sebenarnya yang memesan bunga itu? Akan aku kirimkan foto bunganya dan pesan yang tertulis di sana. Ada alamat lengkapnya.”
Lalu Wahyu mengirimkan foto bunga mawar dengan tulisan yang tertera pada bawah pita ikatan bunga itu.
Reihan segera mengamatinya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya ampun Mas, apa itu perlu? Bukankah tidak ada yang membuat kacau suasana? Menurut aku, tidak ada tanda-tanda bahwa kiriman bunga dan ucapannya berisikan hal-hal buruk, atau punya maksud yang tidak baik.”
“Barangkali kamu benar, tapi daripada bertanya terus menerus, lebih baik kita tahu jawabannya, karena nama pengirimnya kan tidak tertulis. Aku dan Tia hanya penasaran saja, siapa sebenarnya dia.”
Ketika meletakkan ponselnya, Reihan menggerutu sambil cemberut.
“Nggak penting. Berlebihan. Apa semua pengantin baru selalu begitu? Hal kecil saja lalu menimbulkan kecurigaan?” gumamnya.
***
Walau begitu Reihan berangkat juga untuk memenuhi permintaan sang kakak. Hanya saja dia tak mau berangkat sendiri. Dia menelpon Emma untuk diajaknya pergi ke toko bunga itu.
Emma heran mendengar permintaan Wahyu terhadap adiknya.
“Memangnya mas Wahyu mengira kalau mbak Tia punya pacar sebelumnya, lalu pacar itu mengirimkan bunga dengan tulisan yang isinya ikut bersyukur itu?”
“Sepertinya mereka saling mencurigai. Ayolah, kita berangkat berdua. Apa aku harus nyamperin mbak Emma?”
“Aku saja nyamperin kamu. Kamu sendirian di rumah kost kamu?”
“Iyalah, aku sendirian. Tak mungkin mas Wahyu meninggalkan istrinya demi menemani aku di kamar kostnya.”
Lalu keduanya terkekeh geli.
“Ya sudah, tungguin, aku mandi dulu,” kata Emma lalu menutup ponselnya dan bergegas mandi.
Ketika bersiap untuk pergi, sang ibu sedang ada di teras.
“Mau ke mana?”
“Ke … rumah kost Reihan.”
“Mau jalan-jalan? Kamu nggak ke kampus?”
“Nggak ada kelas hari ini.
“Baiklah, hati-hati,” pesan sang ibu.
Tapi ternyata rumah bunga yang alamatnya tertera di pita, letaknya agak di pinggiran kota. Tidak begitu besar toko itu, tapi tampak asri dengan beraneka macam bunga cantik dan wangi.
“Ya ampuun, rumah bunga ini jauh dari pusat kota. Siapa kira-kira yang belanja bunga sejauh ini?” tanya Emma setelah tahu alasannya, mengapa Reihan mengajaknya.
“Barangkali rumahnya dekat-dekat sini.”
“Oh, mungkin. Siapa ya? Teman mas Wahyu, atau teman mbak Tia?”
“Ayo kita masuk. Belum tentu juga pembeli bunga mengatakan alamatnya,” gerutu Reihan.
Seorang satpam yang berjaga mengangguk hormat melihat kehadiran mereka.
Ketika mereka masuk, ia melihat seorang wanita bergegas memasuki ruangan.
“Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” tanya penjaga toko.
“Mau pesan bunga? Atau memilih yang sudah ada?” tanya yang lainnya.
Para petugas toko bunga itu sangat ramah.
“Bukan beli. Kami mau bertanya,” kata Reihan sambil mengambil ponselnya, lalu menunjukkan ikatan bunga mawar yang fotonya dikirimkan Wahyu kepadanya pagi tadi.
“Ini … maksudnya apa mas?” tanya penjaga toko heran.
“Apa mbak tahu, siapa yang memesan bunga ini?”
“Lho … ini kan_”
“Kami tidak tahu mas,” potong penjaga toko yang satunya.”
“Tidak mencatat alamatnya?” tanya Emma.
“Maaf, tidak. Kami tidak biasa mencatat nama pemesan, kecuali mereka minta di kirim ke alamat tertentu.”
“Ini kan yang dikirim ke gedung pertemuan semalam?” kata penjaga toko yang pertama
“Iya, tapi kan kami tidak tahu siapa pengirimnya, kalau pemesan tidak ingin mengatakannya.”
“Tapi_” kata penjaga toko yang tadi dipotong perkataannya.
Tapi tak lama kemudian dia menjerit.
“Adduuh, kamu menginjak kakiku, sakit, tahu!” pekiknya marah.
“Oh, maaf. Tidak sengaja. Biar aku melayani tamu-tamu ini, kamu membantu memilah-milah bunga di belakang, ya.”
Tapi Reihan curiga. Sepertinya penjaga toko menyembunyikan sesuatu. Apalagi ketika melihat bahwa penjaga pertama yang ingin mengatakan sesuatu selalu dipotong oleh rekan yang satunya.
“Apakah Mbak menyembunyikan sesuatu?” tanya Reihan tegas. Tapi petugas itu menggeleng-geleng.
“Tidak ada Mas, kami tidak menyembunyikan apapun.”
“Rei, kita tidak bisa memaksanya,” bisik Emma di telinga Reihan, lalu dia menarik lengan adiknya untuk diajaknya keluar. Reihan yang ingin mengikuti perkataan kakaknya, tiba-tiba ia melihat sesuatu. Sebuah foto seorang wanita cantik yang lumayan besar terpampang di dinding. Reihan terkejut. Tentu saja ia mengenal foto itu. Sangat mengenalnya.
“Ibu?” katanya sambil menghentikan langkah, lalu berbalik mendekati foto itu.
“Ini foto siapa?” tanya Emma yang mengikuti langkah Reihan.
“Ini ibuku.”
“Lhoh, kok foto ibumu ada di sini? Tapi ini hanya lukisan kan?” tanya Emma heran.
“Aku juga heran, lukisan ini mirip sekali dengan ibuku,” kata Reihan yang kemudian menoleh ke arah petugas toko. Tapi tak ada lagi yang ada di sana. Kemana mereka?
“Mbak … Mbak… di mana ya, mbaknya yang tadi di sini? Penjaga toko kok pergi semua, kalau bunga-bunganya dicuri orang, bagaimana?”
“Rei, kamu mau ke mana?” teriak Emma ketika Reihan melangkah ke arah belakang.
“Mbaknya tadi ke mana ya? Mbaaak,” Reihan terus berteriak.
“Rei!” Emma mengejarnya dan menarik tangan Reihan.
“Kalau nggak ada yang keluar, aku akan membuang semua bunga yang ada di sini,” teriak Reihan. Suaranya menggelegar, garang, karena dia sungguh merasa kesal. Ia yakin ada yang disembunyikan di sini. Ia curiga, sang ibu ada dibalik toko bunga ini.
“Aku hitung sampai tiga, kalau nggak ada yang keluar, aku buang bunga-bunga ini ke jalanan!”
“Rei, jangan begitu Rei.”
Untunglah tak ada pembeli masuk.
Tapi tiba-tiba seorang wanita keluar, wajahnya merah padam.
“Kamu mau membuang bunga-bunga itu ke jalanan? Coba saja lakukan. Manusia sombong yang tidak punya belas kasihan. Sudah jelas kamu tidak punya belas kasihan. Lama sekali aku tahu itu.”
Reihan terbelalak. Wanita itu adalah ibunya.
Ia segera memburu ke arah wanita itu dan menubruknya sambil berlutut, lalu merangkul kakinya. Tapi wanita itu menghentakkan kakinya sambil mundur sehingga tubuh Reihan jatuh tertelungkup.
“Rei,” Emma memburunya, lalu membantunya berdiri.
“Ibuku, maafkan Rei Bu.”
“Kamu masih mengakui aku adalah ibumu? Ibu yang kamu biarkan terpuruk di balik jeruji penjara?”
“Ibu, bukan begitu. Kami berkali-kali menemui ibu, tapi ibu tidak mau menerima kedatangan Rei dan mas Wahyu.”
“Tentu saja. Untuk apa aku menerima kedatangan orang yang telah membiarkan aku masuk penjara. Bukankah kalian hanya berpura-pura baik? Supaya orang-orang mengira bahwa kalian anak yang berbakti?”
“Ibu salah paham.”
“Jangan panggil aku ibu. Aku tidak punya anak yang pintar berpura-pura.”
“Ibu.”
“Pergi dan jangan pernah merasa kalau kamu punya ibu.”
“Dengarkan dulu penjelasan Rei, Bu.”
“Tidak ada yang perlu dijelaskan.”
“Ritaaa. Tutup tokonya dan tarik kedua orang ini keluar,” titahnya kepada pembantunya, sambil masuk ke dalam.
“Ibuuu.”
“Mas, toko mau ditutup, lebih baik Mas pergi saja, sebelum ibu memanggil satpam yang akan memaksa Mas dan mbaknya ini keluar.”
“Rei, ayo kita pergi. Nanti malah jadi kacau kalau kamu memaksa,” kata Emma sambil membawa sang adik keluar dari ruangan.
Satpam yang tadi duduk di depan kemudian berdiri, siap melaksanakan perintah majikan.
Rei yang merasa bingung segera diminta naik ke boncengan motor, lalu Emma memacukannya menjauh dari tempat itu.
***
Wahyu dan istrinya sudah ada dimobil, bersama Reihan dan Emma, tentu saja. Karena sejak pagi Emma sudah bersama Reihan.
Reihan yang menceritakan apa yang terjadi kepada kakaknya, yang kemudian segera berangkat menuju ke sebuah toko bunga ‘INDAH’ di alamat yang tadi dikunjungi Reihan dan Emma.
Tepi ketika mereka sampai di sana, toko itu tertutup rapat.
Satpam yang kemarin berjaga tak tampak batang hidungnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah AaeM_42 sudah hadir di blogspot, matur nuwun Bu Tien.
ReplyDeleteDisela kesibukannya merawat sang suami paska rawat inap, masih sempat menulis lanjutan cerita Wanda si antagonis.....
Semoga pak Tom cepat recoverynya dan dapat beraktivitas seperti sebelum sakit.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 42 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin 🤲🤲🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 42" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~42 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah Ada Makna 42 udah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda semoga bunda sehat walafiat bahagia bersama keluarga tercinta . Aamiin YRA ....🙏🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 42* sdh hadir...
Semoga sehat dan . bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillaah AM42 hadir dg kesibukan Bu Tien, in syaa Allaah Pak Tom Widayat semakin membaik & sehat wal'afiat serta beraktivitas kembali
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien , tetap sehat wal'afiat ya 🤗🥰
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Terima kasih Mbu tien... makin serruuu trs ceritanya...
ReplyDeleteSemoga senantysa sht trs bersama keluarga trcnta
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, Ada Makna 42 telah up date malam ini, sehat selalu dan bahagia keluarga tercinta Aamiin Ya Robbal Alamin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Mundjiati
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),42 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillaah AM 42 tyg mlm ini. Trmksh slm aduhai selalu utk mb Tien disela merawat suami msh menyempatkan.menulis ...smg hsl kontrol hr ini hslmya baik dan p Tom sdh boleh dahar selain hanya boleh konsumsi susu. Aamiin smg mb Tien d p Tom seroja selalu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sapti
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap sehat wal'afiat dan Bpk. Tom kesehatannya semakin membaik....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Kelakuan Wanda sungguh luar biasa anehnya, apa mungkin ke barat2an, seumpanya anaknya mau dipanggilkan SATPAM, sewaktu di tokonya.
ReplyDeleteAlangkah baiknya kalau anak2nya juga memperlakukan ala barat, seumpanya janganlah menemui Wanda, krn itu adalah permintaannya.
Tapi anehnya dia ngirim bunga di hr perkawinan Wahyu dg pesan yg tidak jelas.
Berarti, dia itu sumber masalah, lebih baik dihindari saja.
Terima kasih ibu Rosie
DeleteSalam sejahtera untuk ibu Tien dan keluarga serta para pembaca semuanya.
ReplyDelete🙏❤️
Salam hangat untuk ibu Rosie
DeleteAlhamdulillah .... terimakasih Bunda ... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tutua
Tinggal menunggu Wanda jadi orang baik. Tampaknya hidupnya sudah mapan sebagai bos toko bunga. tentunya dia mau menerima kedua anaknya kalau sudah dijelaskan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulilah. Smg bu Tien sehat sll dalam merawat Bpk. Dan smg pak Tom cepat sehat kembali... Aamiin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Handayani
Terima kasih Bunda, cerbung Ada Makna 42..sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Semoga juga Pakdhe Tom, kesehatan nya segera pulih kembali. Aamiin
Wanda jadi sakit hati, semua orang dia musuhi termasuk anak nya sendiri.
Gimana nih, sebenar nya dia sakit hati, atau sakit jiwa ya..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Maturnuwun bu Tien, penuh barokah insyaallah..
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ratna
🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏 💞
Cerbung ADA MAKNA_42
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja🦋🌸
🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Wah, Wanda sudah punya bisnis mapan...tapi belum beeubah wataknya...berarti masih agak lama tamatnya.🤭
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...semoga ibu sehat selalu dan pak Tom makin dipulihkan kesehatannya.🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Betul-betul breaking news...
ReplyDeleteMemangnya Wanda itu belum sembuh juga sakit otaknya?...
Terimakasih Mbak Tien...
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu....salaaam👋
ReplyDelete