ADA MAKNA 21
(Tien Kumalasari)
Suryawan pernah mengenalnya, satu kali, ketika wanita itu mengajak pergi Tia, untuk ziarah ke makam ayah temannya yang bernama Wahyu. Si ibu itu bernama Wanda. Tentu Suryawan masih ingat. Suryawan juga tahu bahwa Wanda adalah wanita yang membuat rumah tangga Kinanti berantakan. Kinanti yang tampak nelangsa ketika ia bertemu untuk pertama kalinya, yang kemudian membuatnya jatuh cinta, yang kemudian ….
“Selamat siaaang,” sapa Wanda dengan senyuman manis.
“Selamat siang.”
“Pak Suryawan tidak melupakan saya kan Saya ibunya Wahyu yang beberapa waktu yang lalu datang kemari.”
“Iya, saya ingat.”
“Boleh saya masuk?”
“Silakan Bu.”
Mau tak mau Suryawan menyambutnya ramah. Hanya saja dia tak mempersilakan tamunya masuk, karena dia hanya sendirian di rumah, hanya ada bibik yang bekerja di dapur.
“Sepi ya pak? Tia belum pulang?”
“O, belum, dia biasanya pulang sore, dan terkadang juga malam kalau pekerjaannya banyak.”
“Iya, saya tahu. Tapi tidak apa-apa, saya hanya mampir karena ada keperluan lain di sini. Yang penting bisa ketemu Bapak.”
Suryawan hanya mengangguk. Wanda bicara banyak tentang keluarganya. Ia juga menceritakan tentang suaminya yang diganggu wanita lain sehingga membuatnya bercerai. Suryawan tentu saja tahu kalau Wanda berbohong. Dan hal itu membuatnya semakin tidak menyukai wanita yang saat ini duduk di depannya.
“Oh iya Pak, saya membawa sesuatu dari Semarang. Ada bandeng presto, ada lumpia semarang yang sudah terkenal dimana-mana. Semoga Bapak suka.”
“Mengapa ibu repot-repot membawa oleh-oleh untuk kami?”
“Tidak apa-apa, hanya beberapa kilo bandeng presto dan sekotak lumpia. Saya harap Bapak suka dan jangan sungkan. Bukankah nantinya juga akan menjadi keluarga?” kata Wanda tanpa sungkan,
“Maksudnya …?”
“Pak, perlu Bapak ketahui, Wahyu sudah berhasil lulus, dan pastinya dengan nilai bagus, karena selama ini dia adalah anak yang pintar,” kata Wanda dengan bangga.
“Oh, syukurlah. Saya ikut senang,” kata Suryawan yang masih bertanya-tanya tentang ucapan ‘menjadi keluarga’ yang tadi didengarnya.
“Saat ini dia sedang mencari pekerjaan. Mohon doanya ya Pak, supaya Wahyu segera mendapat pekerjaan.”
“Ya, saya doakan.”
“Terima kasih Pak, karena kalau dia berhasil, bukankah semuanya nanti juga untuk Tia?”
“Maksudnya?” pak Suryawan sedikit menangkap arah perkataan Wanda, tapi dia terus saja bertanya.
“Pak Suryawan, kita sebagai orang tua, pastinya hanya mendoakan supaya anak-anak kita bahagia. Ya kan?”
Pak Suryawan mengangguk, sementara bibik kemudian keluar dengan menghidangkan minuman hangat.
Wanda meneguknya tanpa dipersilakan, karena dia merasa sangat haus.
“Maaf Pak, saya kok tergesa minum. Haus sih, udara sangat panas,” kata Wanda yang akhirnya punya rasa malu juga.
“Tidak apa-apa Bu, silakan dihabiskan.”
"Terima kasih ya Pak. Nah, sekarang akan saya lanjutkan. Eh, sampai mana tadi .. oh ya, tentang Wahyu, yang sekarang ini sudah sibuk mencarI pekerjaan. Sekali lagi saya mohon Bapak juga ikut mendoakan.”
“Ya, semoga berhasil.,” kata Suryawan singkat.
“Matur nuwun Pak, terima kasih. Nanti kalau sudah berhasil, dia pasti akan segera datang kemari.”
Suryawan masih menatap, pura-pura tak mengerti.
“Tentu saja dengan keluarga kami yang lain, nantinya.”
“Maksudnya?”
“Bapak ini bagaimana, tentu saja untuk melamar, karena kita kan sudah sama-sama merasa cocok, mereka juga sudah saling menyayangi satu sama lain. Ya kan Pak?” kata Wanda sok yakin, membuat Suryawan heran. Tapi ia tak ingin berbasa basi. Wanda harus segera mengerti tentang apa yang menjadi pemikirannya.
“Bu Wanda ini maksudnya apa ya?”
Wanda tertawa kecil. Sejauh ini dia masih menganggap bahwa Suryawan berpura-pura. Barangkali karena sungkan, karenanya ia harus mengatakannya dengan jelas.
“Bukankah mereka saling menyayangi? Dan saya kira mereka adalah pasangan yang cocok. Saya bahagia sekali kalau mereka kemudian berjodoh.”
“Sebentar Bu, maksud Ibu, ini tentang perjodohan?”
“Iya lah Pak, apa lagi? Orang tua yang melihat anak-anak mereka sudah saling mencintai, akan ke mana lagi kita membawanya kalau tidak langsung ke perjodohan?”
“Maaf Bu. Sungguh saya minta maaf. Sebenarnya saya, dan khususnya Tia, sama sekali belum memikirkan perjodohan.”
“Maksud Bapak apa?”
“Bukankah yang sebenarnya Ibu sedang berbicara tentang perjodohan antara Tia dan Wahyu.”
“Iya Pak. Siapa lagi?”
“Saya kira Ibu jangan berpikir dulu tentang perjodohan.”
“Maksudnya? Bukankah mereka sudah dewasa dan sudah saatnya untuk berumah tangga? Maaf kalau saya lancang mendahului, sementara Wahyu masih bersiap-siap, menunggu mendapatkan pekerjaan. Tapi percayalah bahwa nanti Wahyu pasti akan datang sendiri kemari untuk mengatakannya, tentu saja dengan diantar keluarganya yang lain.”
“Tidak Bu, maaf. Terus terang saya tidak setuju.”
“Apa?” Wanda terkejut bukan alang kepalang. Ungkapannya yang panjang lebar, ditanggapi dengan sebuah kata ‘tidak’?
“Tia tidak bisa menerima lamaran dari orang yang saya tidak menyetujuinya. Dan Tia tidak pernah mengatakan bahwa dia mencintai Wahyu, anak Ibu.”
“Apa?”
“Saya mohon maaf. Wahyu itu pintar, ganteng pula. Pasti tidak susah untuk mendapatkan gadis lain yang pantas. Tapi bukan Tia, pastinya.”
“Apa Bapak sudah mencalonkan Tia dengan orang lain?”
“Terus terang, iya,” kata Suryawan sekenanya.
“Jadi Bapak tidak mengijinkan Tia berjodoh dengan Wahyu, anak saya?” suara Wanda sudah mendekati tangis.
“Maaf Bu. Iya.”
Wanda segera berdiri.
“Kalau begitu saya mohon pamit,” katanya sambil membalikkan tubuhnya, dan yang membuat Suryawan geli adalah Wanda mengambil kembali bungkusan yang tadi diberikannya sebagai oleh-oleh.
“Orang aneh,” gumamnya sambil tersenyum. Dan semua itu membuatnya semakin mantap untuk menolak Wanda menjadi besannya.
***
Di sebuah tanah pemakaman, Wanda duduk di depan nisan Zaki sambil menangis, lalu memukul-mukul nisan itu dengan tangannya.
“Lihat Zaki, anakmu sunguh sial bukan? Apa kekurangan dia? Dia tampan, dia pintar, dia sudah tinggal mencari pekerjaan dan itu sebuah prestasi yang membanggakan bukan? Tapi kamu tahu? Dia ditolak oleh seorang laki-laki setengah tua, ketika aku menginginkan anak gadisnya menjadi pasangan Wahyu. Gadis itu cantik dan sudah bekerja, aku sudah mantap menjadikannya menantu, tapi kamu tahu, ayahnya menolak. Ia mengatakan bahwa anaknya tidak pernah mencintai Wahyu. Mengapa begitu, Zaki? Pasti dia terkena karma atas perbuatan kamu. Karena kamu tidak bertanggung jawab ketika menodai aku. Ketika dia terlahir dengan bapak yang bukan ayah kandungnya. Ini semua salahmu, ini semua dosamu! Laki-laki tak bertanggung jawab!”
Wanda terus memukul-mukul batu nisan itu sampai tangannya sakit, dan matanya bengkak karena menangis. Ia meninggalkan area pemakaman itu, tanpa mendoakan almarhum, apalagi menaburkan bunga. Ia datang hanya untuk mengumpat dan menyesalinya. Dan pulang ketika hari menjelang sore.
***
Emmi terkejut melihat Reihan tiba-tiba muncul, masih dengan seragam sekolah.
“Kamu baru pulang sekolah?”
“Iya. Apakah bapak masih tidur?”
“Tidak. Tuh, sedang minum jus buah.”
“Bapak sudah bisa duduk?” tanya Reihan sambil duduk di depan sang ayah.
“Bapak sudah sembuh.” kata Guntur sambil meletakkan gelas jus di meja.
“Syukurlah. Kapan boleh pulang?”
“Menunggu dokter.”
“Rumah Bapak di mana? Bapak belum memberi tahu sejak kemarin-kemarin.”
“Nanti bapak beritahu. Bagaimana sekolah kamu?”
“Baik. Rei sudah mau ujian.”
“Belajar yang rajin.”
“Ya. Rei pengin jadi dokter seperti Bapak.”
Guntur tersenyum. Apakah ia harus bangga kalau memiliki seorang anak yang memiliki keahlian seperti dirinya? Bukankah dia tak pernah melakukan apa-apa untuk semua anak-anaknya?
“Apa kamu punya tabungan di bank?”
“Tidak. Uang Rei hanya Rei simpan di dompet ini.”
“Bapak punya sedikit uang, kamu harus membuka rekening di bank, agar bapak bisa mentransfer uang ketika kamu membutuhkan.”
“Bapak punya uang?”
“Tentu saja punya.”
“Bapak mau memberi uang berapa untuk Reihan?” tanya Emmi.
“Kali ini biarkan bapak melakukannya. Bisakah kamu mengantarkan Reihan untuk membuka rekening di bank? Barangkali ini masih buka,” katanya kepada Emmi.
“Bisa, biar Emmi antarkan dia sekarang.”
***
Wahyu pulang ke rumah, dan mendapati Reihan makan seorang diri. Ia segera ikut duduk di depan sang adik.
“Kok sendiri?” tanyanya.
“Ibu pergi sejak pagi.”
“Sejak pagi?”
“Jangan Mas kira ibu arisan. Ibu bilang mau ke luar kota.”
“Ke luar kota? Ada urusan apa? Luar kota mana?”
“Aku nggak tahu, katanya tadi penting atau apa.”
“Jangan-jangan … “
“Jangan-jangan apa?”
“Aku khawatir ibu melakukan hal-hal yang aneh.”
“Ibu terkadang aneh. Makan dulu saja Mas, keburu aku habisin nanti lauknya,” kata Reihan sambil menambahkan nasi pada piringnya.
“Kenapa kamu juga baru makan sekarang? Ini hampir sore.”
“Aku mampir ke rumah sakit, ketemu bapak.”
“Bagaimana kabar bapak?”
“Tadi sudah bisa duduk. Bapak menyuruh Rei agar membuka rekening di bank.”
“Oh ya?”
“Tadi sudah, aku diantarkan mbak Emmi.”
“Pasti bapak akan mengirimkan uang untuk kamu.”
“Kata bapak kalau butuh aku harus mengatakannya pada bapak. Tapi kasihan juga sih. Bukankah bapak sudah pensiun? Pasti uangnya tak banyak.”
“Pastinya. Tapi kamu tidak usah mengatakannya pada ibu. Kamu juga tidak usah sering-sering meminta uang pada bapak. Kalau mas sudah bekerja, mas akan membiayai kamu kuliah.”
“Rei malah tidak mau minta. Kasihan, bapak sakit, pasti membutuhkan uang banyak.”
Rupanya Wahyu juga sangat memprihatinkan keadaan Guntur yang pernah menjadi ayah sambungnya. Wahyu juga sangat memperhatikan adiknya.
“Terima kasih ya Mas. Tadi Rei bilang pada bapak kalau ingin menjadi dokter, bapak kelihatan senang. Setelah itu kemudian bapak menyuruh mbak Emmi agar aku membuka rekening di bank.”
“Semoga kamu berhasil.”
***
Wahyu sangat marah ketika Wanda datang dan mengatakan bahwa dia dari rumah Tia dan berbicara dengan Suryawan tentang perjodohan antara dirinya dan Tia, lalu ditolak. Ini sangat menyakitkan. Lebih sakit dari kalau dia mendengar penolakan dari Tia sendiri seandainya dia melamarnya.
“Mengapa ibu lancang pergi kesana dan bicara tentang perjodohan?” kata Wahyu emosi sehingga bicara kasar kepada sang ibu.”
“Apa kamu begitu bodoh sehingga tak tahu bahwa apa yang ibu lakukan itu untuk kebaikan kamu?”
“Apa maksud kebaikan yang ibu katakan? Belum tentu juga Wahyu mau melamar Tia. Ibu malah mendahului datang kesana seakan sudah berbesan."
"Maksudku baik. Kenapa kamu marah?"
"Bu, yang ibu lakukan itu tidak benar dan memalukan."
"Memalukan apa? Menjalin hubungan dengan calon besan.. apakah memalukan?"
"Siapa yang calon besan? Diantara Wahyu dan Tia belum pernah ada hubungan yang menjurus ke arah sana. Ibu tiba-tiba sudah merasa bahwa akan menjadi besan keluarga Suryawan, apa itu tidak memalukan? "
"Kamu keterlaluan ."
"Aku tahu maksud ibu baik. Tapi baik untuk ibu sendiri. Dan apa yang ibu dapatkan. Malu kan? Aneh kalau ibu bilang tidak. Wahyu yang mendengar saja merasa malu. Sangat malu. Sekarang Wahyu sedang bingung harus melakukan apa untuk menebus malu itu."
Wanda yang tersinggung karena perkataan Wahyu, langsung masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintunya keras sekali.
Wahyu menghela napas panjang.
Angan-angan untuk merayu Emmi tidak berhasil.. sekarang hatinya tertindih rasa malu atas kelakuan sang ibu.
***
Ardi yang sedang berada di ruang kerjanya tiba-tiba mendengar dering ponselnya. Dari Emmi.
"Apa kabar Nak ?"
sapanya setelah saling mengirim dan membalas salam.
"Baik."
"Bagaimana keadaan ayah Guntur?
"Lebih baik. Tapi saya ingin mengatakan sesuatu."
"Uangnya kurang?"
"Bukan kurang. Tapi Emmi mempergunakannya untuk hal lain."
"Tidak apa-apa kalau memang diperlukan."
Lalu Emmi bercerita tentang Reihan, di mana ayahnya ingin memberikan uangnya untuk biaya kuliah Reihan. Tapi Emmi merasa tidak tega karena sang ayah hanya memiliki uang pensiun, dimana dengan keadaan sakit pasti juga membutuhkan biaya tidak terduga.
"Kamu ingin membantu kan? Tapi kamu belum punya uang. Ya kan? Bukankah ada bapak? Kamu lupa masih punya bapak Ardi?"
"Emmi merasa malu. Selalu merepotkan Bapak,"
"Apa maksudmu? Adakah antara anak dan bapak harus ada rasa sungkan dan si bapak merasa direpotkan?"
"Bapak, benarkah Bapak bersedia membantu? Anggap saja Emmi berhutang. Besok kalau Emmi sudah bekerja, Emmi akan mengganti semuanya."
Ardi terbahak mendengar kata-kata Emmi.
"Memangnya seorang ayah harus menghutangkan sesuatu kepada anaknya lalu menuntut pengembalian hutang itu? Jadi kamu tidak menganggap bapak sebagai ayah kamu?"
"Aduh, maaf Bapak. Bukan begitu. Masalahnya Reihan adalah_"
"Reihan adalah anak ayah Guntur, dan kamu ....?"
"Maaf Bapak."
"Kalau begitu katakan kamu butuh berapa atau apa yang harus ayah Guntur lakukan, katakan kepada bapak. Bapak akan melakukannya."
***
Tapi apa yang terjadi? Ketika Emmi mengatakan niat baik Ardi, maka Guntur menerimanya dengan mata berapi-api.
"Jadi manusia seperti aku ini tidak berhak melakukan sesuatu untuk darah dagingku?"
***
besok lagi ya.
🍇🥝🍇🥝🍇🥝🍇🥝
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
Cerbung ADA MAKNA 21
sudah tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, tetap
smangats berkarya &
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 🦋💐
🍇🥝🍇🥝🍇🥝🍇🥝
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Terima kasih, ibu Tien. Sehat selalu.🙏🏻
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
DeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 21 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun psk Herry
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~21 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah..
ReplyDeleteNuwun ibu Yati
DeleteAlhamdulillah...mks bun AM 21 sdh tayang ....selamat malam bun sehat"selalu yaaaaa....salam hangat dari Sokaraja
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteOrang tua dalam membiayai anak tidak usah 'laporan' kepada orang lain. Juga tidak usah dicegah/dihalangi. Kalau ada anggota keluarga yang tahu dan ingin membantu ya silakan saja. Jangan sampai, orang terlalu baik tapi malah terkesan 'menghina' kepada yang dibantu.
ReplyDeleteWanda kecelek, masakan belum ada kata pendahuluan dari anak sudah bicara menjadi keluarga.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 21" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan . aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri Maryani
Aduhai 2x
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 21* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwunpak Wedeye
Terima kasih bu Tien, ada makna dah hadir.
ReplyDeleteSami2ibu Sri Sudarwati
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAlhamdulillah sdh tayang ,Ada Mdkna 21 manusang bu Tien
ReplyDeleteSami2..
DeleteHallo pak Djoni. Gitu dong
Emmi belum punya pemikiran yang jauh tentang masa lalu ayahnya...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSemoga nanti malam di AaeM_22 formatnya kembali normal tidak ada spasi antar alinea/paragraf ada yang pendek, ada juga yang panjang/jauh.
ReplyDeleteTerlebih antara kalimat Besok lagi ya ke komentar para pembaca jauh turun kebawah.
Tapi yang penting isinya tdk amburadul.
Terima kasih. Bu Tien, diaku semoga sehat selalu dan selalu sehat.
Ramadhan tinggal 2 hari lagi, tetap jaga kesehatan, menggapai ketaqwaan.
Sipp
ReplyDeleteAduh, Guntur tersinggung,
ReplyDeleteasyik sudah deket jam nya, sebentar lagi.
Mudah mudahan lancar.
Nuwun sewu, kepareng nyaosi info.
ReplyDeleteKathah kanca² Jakarta menawi bibar buka lajeng nuweni Blogspot. Nanging lajeng cuwa menawi sambetan CerBung dereng wonten.
Menawi Kula, sabar.