JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16
(Tien Kumalasari)
Kinanti sangat geram. Bahkan ketika mereka sudah tidak ada dalam satu sekolah karena masing-masing sudah lulus, Wanda masih melakukan hal yang menyakitkan. Padahal tak ada hubungan apa-apa antara dirinya dan Guntur. Buktinya tak ada tindakan apapun yang dilakukan Guntur untuk mendekatinya.
“Ada apa?” tanya sang ayah yang melihat perubahan wajah sang anak.
“Tidak apa-apa, Pak. Hanya dari seorang teman.”
“Teman band kamu itu?”
“Oh … eh … iya,” kata Kinanti berbohong. Hal yang sudah lama tidak dia lakukan setelah berhenti menyanyi bersama sahabatnya-sahabatnya.
“Kamu diminta main lagi? Tapi kamu kan harus kuliah?”
“Oh, tidak kok. Besok perpisahan sekolah kan mereka main ….”
“Kalau kamu ingin menyanyi ketika itu, silakan saja. Bukankah bapak sudah tidak pernah melarang?”
“Kinanti yang sudah tidak ingin.”
“Tapi kalau ada perayaan perpisahan sekolah, tidak apa-apa kan? Menyanyilah, bapak akan melihatnya.”
Kinanti tersenyum, lalu mengangguk. Yang tadi bukan masalah menyanyi, tapi masalah ancam mengancam. Tapi Kinanti tidak mengatakannya. Karenanya, senyuman itu tampak hambar.
“Sungguh, bapak tidak melarang. Bahkan bapak sudah pernah menyuruh kamu untuk melanjutkan hobi itu kan?”
“Iya, Kinanti sudah tak ingin. Tapi baiklah, nanti saat perayaan perpisahan sekolah, Kinanti akan menyanyi.”
“Baiklah, bapak akan melihatnya.”
Kinanti beranjak dari depan sang ayah, bermaksud masuk ke kamarnya.
“Jangan lupa ingatkan Guntur. Besok hari libur, bapak tidak ke kantor, jadi akan menunggunya.”
“Baik.”
Kinanti menutup pintu kamarnya. Dia memang akan menelpon Guntur.
Dan panggilannya dengan segera diangkat olehnya.
“Kinan, ada apa malam-malam menelpon?”
“Kamu sudah tidur?”
“Belum, baru bebenah buku sekolah yang sudah tidak terpakai. Ada apa?”
“Sebenarnya bagaimana hubungan kamu sama Wanda?”
“Pertanyaan macam apa itu? Kamu kan tahu bahwa aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa?”
“Tapi Wanda menganggap bahwa kamu adalah miliknya.”
Guntur tertawa.
“Jangan berpikir seperti apa yang dikatakannya. Dia hanya mimpi.”
“Aku akan menunjukkan pesan singkatnya kepadaku tadi, tapi karena emosi aku sudah menghapusnya.”
“Pesan singkat apa?”
“Intinya adalah, bahwa kamu itu milik dia, dan dia melarang aku mendekati kamu.”
“Ah, sudahlah, jangan hiraukan. Biarlah dia bermimpi.”
“Tapi aku kesal, mengapa dia mengirimi aku pesan seperti itu.”
“Jangan dipikirkan, dan jangan dibalas, supaya tidak bertambah panjang. Aku sama sekali tidak tertarik, dan memang aku belum ingin memikirkan masalah suka menyukai.”
“Baiklah. Sekarang aku mau bicara yang lainnya. Besok bapak minta kamu menemuinya.”
“Oh, iya. Aku sudah tahu. Besok pagi aku akan datang menghadap pak Bono.”
“Terima kasih, Guntur, selamat malam.”
“Selamat istirahat, Kinan.”
Kinanti menutup ponselnya, lalu membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia senang mendapat jawaban Guntur. Tapi mengapa Wanda begitu gencar mengatakan bahwa ia akan tetap berharap pada Guntur?
Tiba-tiba ucapan ‘selamat istirahat Kinan’ kembali mengiang ditelinganya. Mengapa suara itu begitu merdu dan manis?
“Ups, aku bukan pemimpi seperti Wanda bukan? Mengapa hanya ucapan seperti itu bisa membuatku senang?” gumamnya sambil memejamkan matanya, dan berharap akan segera terlelap dengan mimpi-mimpi indah.
***
Bu Raji menyiapkan sarapan untuk Guntur di meja makan. Sejak semalam Guntur membersihkan kamarnya, dan menyimpan buku-buku pelajaran yang nantinya tidak akan dipakai lagi. Sejak siang hari dia sudah menyiapkan kardus untuk menyimpannya.
Pagi tadi, kamar Guntur sudah tampak bersih.
Ketika keluar dari kamar, Guntur sudah kelihatan rapi.
“Kamu bukan mau ke sekolah kan? Bukankah ini hari libur?” tanya sang ibu.
“Mau ke rumah pak Bono, semalam Kinanti sudah mengingatkan.”
“Oh, begitu. Tapi sarapan dulu, sudah ibu siapkan.”
“Nasi goreng ya? Baunya sudah terasa.”
“Iya, ibu belum beli sayur, hanya telur dan bumbu nasi goreng.”
“Itu enak Bu, Guntur suka.”
“Kamu selalu bilang suka. Hanya ingin menyenangkan hati ibu kan?”
“Tidak, Guntur memang suka kok. Semua masakan Ibu, Guntur suka. Enak, tidak ada duanya,” kata Guntur sambil duduk di kursi makan, setelah menarik satu kursi untuk ibunya.
“Baiklah, terima kasih Nak. Nanti mau dimasakin apa? Harus masak enak untuk menyambut kelulusan kamu, kan? Ibu akan masak untuk hadiahnya.”
“Tidak usah begitu Bu, seorang pelajar harus bisa menyelesaikan sekolahnya. Itu kewajiban. Tidak perlu ada yang dirayakan. Dirayakannya dalam hati saja, dengan rasa syukur. Tidak harus membuat Ibu capek. Ya kan?”
“Tidak capek. Hanya mau menggoreng ayam dan sayur bening saja. Ibu sudah lama tidak memasak goreng ayam kesukaan kamu.”
“Apa Ibu sudah belanja?”
“Tukang sayur lewat di depan rumah setiap hari, tidak usah capek-capek ke pasar.”
"Guntur tidak ingin membuat Ibu kecewa. Apa ibu punya uang?”
“Ibu masih punya uang, jangan khawatir. Uang yang sedianya untuk beli obat, kan ibu tidak butuh obat, jadi uangnya masih ada.”
“Baiklah, terserah Ibu saja.”
“Nanti sampaikan salam ibu untuk pak Bono dan bu Bono ya.”
“Baiklah Bu.”
***
Pembicaraan antara keluarga pak Bono dan Guntur, walau sebelumnya Guntur merasa sungkan, tapi berkat bujukan pak Bono atas rasa tanggung jawabnya kepada almarhum pak Raji sahabatnya, akhirnya membuat Guntur bersedia melakukannya.
“Kalau begitu, kamu bersama Kinanti segera mengurus pendaftaran untuk ke universitas. Kalau bisa ke kedokteran, aku ingin anak-anakku menjadi dokter.”
"Beberapa bulan lagi aku sudah pensiun, aku ingin ketika aku tidak lagi mampu membiayai kalian, kalian sudah bisa berdiri sendiri. Tidak seorangpun tahu, kapan aku akan dipanggil olehNya, tapi kalau kalian sudah punya bekal, aku bisa menutup mata dengan perasaan lega.”
Kinanti merangkul ayahnya dengan perasaan yang mengharu biru.
“Bapak akan selalu sehat dan panjang umur. Bapak akan selalu mendampingi kami,” katanya sambil berlinang air mata.
Tak hanya Kinanti, Guntur yang sebenarnya orang lain, tapi pak Bono dengan penuh keikhlasan menempatkan dirinya sebagai keluarganya, bahkan menurut perkataan pak Bono, seperti menganggap dirinya sebagai anak, membuat hatinya trenyuh. Kalau pantas ia ingin menangis dan menubruk kaki pak Bono dengan penuh rasa terima kasih dan syukur.
Ia hanya menundukkan kepalanya, dengan linangan air mata.
“Ada apa kalian ini? Apa kalian lupa bahwa aku orang tua kalian? Sudah selayaknya kalau orang tua memikirkan masa depan untuk anaknya, bukan? Guntur, apa kamu lupa bahwa aku adalah pengganti orang tuamu? Berapa kali aku katakan bahwa kamu adalah tanggunganku. Jangan mengecewakan orang tuamu ini. Bersemangatlah,” kata pak Bono sambil menyentuh bahu Guntur yang duduk tak jauh dari depannya.
Dan itu membuat kemudian Guntur merosot dari duduknya, kemudian menjatuhkan kepalanya di pangkuan pak Bono.
“Heii, ada apa ini? Jangan begini, ayo bangkit,”
Kata pak Bono sambil mengangkat kedua lengan Guntur, sementara Kinanti sudah kembali duduk sambil mengusap air matanya.
“Saya berjanji, tidak akan mengecewakan Bapak,” kata Guntur dengan suara bergetar.
“Bagus. Itu adalah harapanku.”
Guntur mengangguk.
“Aku serahkan pada kalian, urus semuanya oleh kalian sendiri. Aku percaya kalian sudah tahu apa yang harus kalian lakukan.”
***
Bu Raji sangat terharu ketika tahu bahwa pak Bono benar-benar menepati ucapannya, bahwa Guntur harus bisa kuliah.
“Pak Bono benar-benar sahabat almarhum ayahmu, yang memegang teguh janji yang sudah diucapkannya. Kamu harus bisa melakukannya dengan penuh tanggung jawab, jangan membuatnya kecewa.”
“Iya Bu, Guntur pasti akan melakukan hal terbaik untuk membalas kebaikan pak Bono, yang bahkan menganggap Guntur seperti keluarga atau anaknya sendiri.”
“Bagus Nak, kamu memang harus membuat pak Bono dan juga almarhum ayahmu bangga padamu.”
Guntur mengangguk.
“Dan juga membuat Ibuku bangga,” sambung Guntur.
Bu Raji memeluk anaknya erat.
“Ibu memang selalu bangga karena memiliki kamu, yang sangat mengasihi ibu, yang pintar dan selalu berhasil menjadi bintang di sekolah kamu. Tak heran kalau Wanda juga amat menyukai kamu.”
“Ah, mengapa Ibu menyebut nama itu lagi?”
“Oh iya, bagaimana dengan jacket itu? Mau kamu pakai?”
“Tidak Bu, biar Ibu simpan saja. Kalau harus mengembalikan, ya mengembalikan ke mana. Entah Guntur bisa ketemu dia lagi atau tidak. Dia kan sudah tidak ada lagi di kota ini.”
“Ya sudah, biar ibu simpan saja.”
***
Hari acara perpisahan itu kurang dua hari lagi. Fitria mengundang Kinanti untuk ikut latihan menyanyi di rumahnya.
Kinanti sedang duduk sambil membuka-buka daftar lagu yang akan dinyanyikannya ketika tiba-tiba seseorang duduk disebelahnya, tanpa permisi pula.
“Hallo, Kinanti.”
“Oh, eh … kamu siapa?”
“Kamu lupa sama aku?”
“Nggak kenal,” jawab Kinanti singkat.
“Kasihan deh aku, masa kamu nggak kenal aku? Kita kan pernah main bersama waktu di sekolah kamu ada acara? Pas ulang tahun sekolah, sepertinya?”
Kinanti lupa-lupa ingat. Waktu itu Kinanti sudah selesai menyanyi, dan bergegas pulang sebelum ayahnya curiga ketika dia pulang terlambat. Jadi dia tidak begitu memperhatikan band lain yang semuanya cowok, yang ikut memeriahkan acara itu. Itu sebabnya dia tak ingat siapa laki-laki yang dianggapnya sok kenal dan sedang duduk di sebelahnya.
“Aku Zaki.”
Kinanti baru ingat. Itu Zaki yang baru dikenalnya sekilas, yang teman-temannyamengatakan bahwa Zaki menyukainya. Suka? Laki-laki gondrong yang penampilannya sedikit norak, dengan celana jean yang bolong-bolong, dan … tidak, Kinanti tidak suka pada laki-laki yang kurang rapi.
“Oh … iya, maaf.”
“Besok nyanyi duet sama aku ya?”
“Apa?”
“Kata Fitria kamu mau nyanyi, ayo kita pilih yang bagus untuk kita,” kata Zaki yang menarik buku kumpulan lagu-lagu yang semula dipegang Kinanti.
“Tapi aku tidak ….”
“Aku sudah tahu, suara kamu bagus. Aku suka. Mana, coba pilih lagu yang kamu suka.”
“Kinaaaan, ayo latihan, teman-teman sudah siap. Bagus kalau sudah kompakan sama Zaki. Cepat sini.”
Zaki menarik tangan Kinan begitu saja, mengajaknya mendekati teman-temannya yang sudah jrang jreng mencoba alat mereka.
“Aku tidak mau,” kata Kinanti.
“Jangan begitu Kinanti. Sombong amat sih kamu? Ini, lagunya bagus. 'Jangan ada dusta diantara kita’. Kamu mau?”
“Ayo Kinanti, suara Zaki bagus lhoh, cocok duet sama kamu.”
Kinanti ingin memarahi teman-temannya. Rupanya mereka sudah mengatur pertemuan antara Zaki dengan dirinya. Tapi ini sudah terjadi. Zaki sudah mengambil mike yang kemudian diserahkan kepadanya.
“Siap, Kinan?” itu teriak Dhani dan Yuli.
Mau tak mau Kinanti mengikuti kemauan mereka. Tapi tak bisa dipungkiri, suara Zaki memang bagus. Mirip suara Brury, Kinanti gemetar mengikutinya. Tapi sebagai orang yang menyukai musik, begitu musik mengalun, lagu dikumandangkan, gejolak ingin mengikuti segera berpendar di dalam jiwanya.
Begitu asyik berlagu, sampai tak sadar kalau sebentar-sebentar Zaki menyentuh tangannya dan meremasnya pelan.
Kinanti melotot sambil mengibaskannya. Zaki tertawa dan membungkukkan badannya sebagai permintaan maaf. Tapi Kinanti sudah terbawa arus. Dengan gembira dia berlatih, sampai kemudian ia berpamit karena hari sudah sore.
“Aku antar? Aku bawa mobil,” kata Zaki.
“Tidak, terima kasih, aku bawa motor,” jawab Kinan yang segera mendekati motornya.
Zaki mengangkat kedua tangannya, sebagai tanda kecewa. Fitria dan teman-temannya mentertawakannya.
“Tidak mudah mendapatkannya Zak.”
“Dia punya pacar?” tanya Zaki.
“Dia suka pada seseorang, tapi belum pacaran.”
“Siapa?”
“Dia bintang kelas di sekolah kami.”
“Wouuwww, aku sih bintang tujuh,” kata Zaki terbahak. Dia tidak melanjutkan kuliah selepas SMA, karena dia lebih suka bermain musik.
Fitria dan teman-temannya tertawa geli.
“Coba kejar, siapa tahu kamu bisa mendapatkannya.”
***
Acara perpisahan itu tiba. Orang tua murid kelas tiga mendapat undangan. Ketika Kinanti bernyanyi, dengan gembira pak Bono bertepuk tangan. Kinanti melihatnya, dan begitu bahagia melihat ayahnya bertepuk tangan untuk dirinya.
“Ternyata suara Kinanti bagus ya Bu?” kata pak Bono kepada istrinya.
“Bapak terlambat menyadari ya?”
“Iya sih.”
Guntur duduk di barisan tengah diantara lulusan murid kelas tiga. Tanpa disangka, tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya.
“Guntur,” suara lembut itu membuatnya merinding. Itu Wanda. Guntur ingin berdiri menghindar, tapi Wanda memegangi lengannya.
“Kenapa jacketnya tidak dipakai?”
“Tidak, aku ingin mengembalikannya sebenarnya, kalau saja aku tahu kamu ada.”
“Ya ampuun, Guntur, mengapa kamu membalas perhatianku dengan sikap yang tak acuh begini? Kamu akan tetap menyukai Kinanti? Lihat. Dia sedang bercanda mesra dengan seseorang. Dia penyanyi yang akan tampil nanti. Tapi mereka sangat cocok lhoh. Kabarnya mereka akan bernyanyi duet. Rambutnya gondrong, diikat ke belakang, tubuhnya gagah tinggi besar, dan_”
“Diaam!!” Guntur hampir berteriak. Membuat teman-teman didepannya menoleh.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMatur nuwun Dhe, JeBeBee rps 26 sampun tayang.
DeleteMugi panjenengan tansah pinaringan seger kwarasan, rahayu widodo, tinebihna nir sambikala.
Aamiin yaa Robbal'alamiin ๐คฒ๐คฒ๐คฒ
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur sembah nuwun Mbak Tien
ReplyDeleteJeBeBeeL._16 sudah hadir
Sehat selalu
Salam ADUHAI dari Bandung..๐๐ฅฐ๐๐๐น
Sami2 keng Ning
DeleteAamiin YAA robbal'alamiin
Matur nuwun.
ADUHAI dari Solo
Hamdallah...sampun tayang
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun salam sehat
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun ๐ท๐น ๐๐๐Semoga Bunda selalu sehat wal afiat ๐คฒ
ReplyDeleteAamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah maturnuwun bu Tien, semoga bu Tien selalu sehat, bahagia dan sejahtera aamiin yra.. salam hormat dan aduhai aduhai bun
ReplyDeleteAamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Salam aduhai 2x
๐๐ชป๐๐ชป๐๐ชป๐๐ชป
ReplyDeleteAlhamdulillah ๐๐
JeBeBeeL_16 sdh tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai๐ฆ๐
๐๐ชป๐๐ชป๐๐ชป๐๐ชป
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai ah
Alhamdulilah ......
ReplyDeleteNuwun ibu Endang
DeleteAwas Wanda... jangan memperalat si gondrong dekil untuk menghancurkan Kinanti. Guntur harus waspada, kan Kinanti pernah mengatakan, ada ancaman dari Wanda.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat semua ya ๐ค๐ฅฐ
Galak bener ya Guntur,, ๐
Kalau sdh suka mau bilang apa ya Wanda ๐๐คญ
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat juga
Mks bun JBBL 16 sdh tayang .....selamat malam bun..... jaga kesehatan....agar selalu sehat n selalu bahagia bersama kelrg tercinta
ReplyDeleteAamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Telat lho pak
ReplyDeleteEmang iya, hobi kok ditahan, dilarang lagi; sampai trauma gitu, cukuplah pengakuan dan ada rona kegembiraan di wajah bapaknya, membuat hati ini merasa mantap.
Eh ujug ujug Wanda sudah di samping Guntur, mengompori; tuh lihat yang duet sama Kinan serasikan, mereka.
Semua terserah padamu aku begini adanya..
Kuhormati keputusanmu apapun yang akan kau katakan..
Jian mbedhedheg muleg²; bocah ini masih aja crigis..
Nggak sadar Guntur setengah teriak ..Tidak..
Hรจh, tuh kan jadi ketahuan, Guntur duduk berdua sama Wanda, pinter banget ini anak kalau jadi direct art bukan itu mah provokator
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke enam belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
๐
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas crigis
Gawe guyu lho kik
Matur nuwun Bu Tien. Semoga Ibu sehat bahagia selalu....
ReplyDeleteAamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdulillah
ReplyDeleteDyukron nggih Mbak Tien ๐น๐น๐น๐น๐น
Sami2 ibu Susi
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Terima kasihi Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 16 Layu...sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala.
Aamiin.
Waduh...Guntur bisa marah juga ya, mungkin kesabaran nya sdh habis sama Wanda...๐
Tak di pungkiri..boleh jadi Guntur jadi timbul rasa cemburu nya, krn Kinanti kelihatan mesra sama anak Band s Godrong yang ganteng tsb...๐๐
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien jangan biarkan bungaku layu 16 sdh hadir
Semoga bu trs sehat² n dlm lindungan Allah SWT
Dimudahkan dlm segala urusanNya
Aamiin yaa rabbal'alamiin
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteCemburu...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Terima kasih MasMERa
DeleteAlhamdulillah JBBL-16 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin๐คฒ
Aamiin YAA robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah
ReplyDeleteSejuk
ReplyDelete