Wednesday, January 15, 2025

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 11

 JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  11

(Tien Kumalasari)

 

Pak Wita dan istri terkejut. Ia belum pernah mendengar nama itu. Apa Wanda menyebutnya diluar kesadarannya?

“Wanda,” panggil bu Wita lembut.

“Ibu ….”

Keduanya merasa lega, karena ternyata Wanda masih mengenali ibunya.

“Aku siapa, Wanda?” sang ayah berganti menyapanya.

“Bapak, bukan?”

“Anakku,” bu Wita memeluk Wanda erat, membuat Wanda memekik pelan.

“Aaaugh, sakit ….”

“Oh, maaf. Mana yang sakit?”

“Ibu menyakiti. Tubuhku sakit semua.”

“Maaf, maaf … ibu ingin memeluk kamu. Ibu khawatir, kamu kenapa sampai begini?”

“Guntur ….”

“Siapa Guntur?”

Tapi kemudian Wanda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sang ayah dan ibu heran. Guntur lagi?

“Pusing ….”

Bu Wita memanggil perawat, dan pak Wita segera menemui dokter yang menanganinya.

Sementara itu, Kinanti melangkah mundur dan menjauh dari sana. Guntur yang datang belakangan menatap Kinanti.

“Bagaimana keadaannya?”

Kinanti menggeleng lemah, kemudian duduk di sebuah bangku, agak jauh dari ruang UGD itu.

Guntur mengikutinya, duduk disamping Kinanti.

“Ada apa? Belum sadar juga?”

“Sudah.”

“Oh, syukurlah,” Guntur menghela napas lega.

“Kamu sangat mengkhawatirkannya ….”

“Kamu tidak?” tanya Guntur heran.

“Kamu tahu apa yang terucap dari Wanda ketika kedua orang tuanya mendekat? Dia menyebut namamu.”

“Mengada-ada.”

“Sungguh. Guntur mana … itu yang diucapkannya. Entah ayah ibunya mengerti atau tidak. Kalau mereka mengenalmu, pasti mereka akan segera mencari kamu.”

“Memangnya kenapa mencari aku?”

“Kamu diinginkan anaknya.”

“Tidak, kalau begitu ayo kita pulang saja.”

“Pulang? Kamu tidak ingin bertemu dia?”

“Sudah cukup membawa orang tuanya datang kemari, dan mendengar dia sudah sadar. Jadi lebih baik kita pulang.”

“Kamu tidak ingin melihatnya?” Kinanti mengulang pertanyaannya.

“Yang terpenting dia sudah sadar dan sudah ketemu orang tuanya. Aku juga harus segera pulang, keadaan ibu juga belum sehat benar.”

“Oh iya, bagaimana dengan bu Raji?”

“Sudah lumayan, tapi masih harus banyak istirahat.”

“Syukurlah. Jadi sekarang kita pulang?”

“Ya, aku mau mampir ke rumah kamu sebentar. Pengin bertemu pak Bono dan bu Bono. Tadi mengirim banyak makanan ke rumah, ketika ibu sendirian.”

Kinanti tersenyum. Bagaimanapun, bersama-sama dengan Guntur membuatnya bahagia. Bahagia? Apa Guntur punya perasaan yang sama dengan dirinya? Dia selalu baik, tapi perhatiannya terhadap Wanda membuat harapannya surut. Kalau benar mereka saling suka, Kinanti tak ingin bersaing. Lebih baik mengendapkan perasaannya, daripada rasa sakit menusuk jiwanya.

“Heii, kok melamun?” kata Guntur ketika melihat Kinanti bengong tak bergerak, hanya memegangi stang motornya.

“Eh … oh, maaf,” katanya gugup lalu menstarter sepeda motornya.

***

Guntur masih tersenyum-senyum melihat wajah Kinanti tadi, yang kelihatan lucu.

“Kamu tadi sedang memikirkan apa? Sampai melamun begitu?” katanya ketika bisa menjalankan  sepeda motornya di samping Kinanti.

Kinanti tersenyum, walau tak terlihat karena senyum itu tersembunyi dibalik helmnya.

“Nggak memikirkan apa-apa.”

“Kirain lagi memikirkan yang sedang sakit karena kecelakaan.”

“Iya. Kamu tidakkah?”

“Pengin mendekat, tapi ada orang tuanya. Kapan-kapan saja kita ke sana lagi ya?”

“Mengapa mengajak aku?”

“Nggak enak dong, masa aku sendirian?”

“Ya nggak apa-apa, bisa omong-omong asyik berdua.”

“Kamu ngomong apa sih? Kamu tuh sama dengan teman-teman yang lain, mengira aku ada hubungan sama Wanda.”

“Memangnya tidak?”

“Ya tidak, aku nggak pernah memikirkannya.”

Kinanti merasa sedikit lega. Tapi apa itu benar?

Klakson mobil dari belakang membuat Guntur surut, dan menjalankan sepeda motornya agak ke pinggir.

***

Pak Bono dan bu Bono menunggu kepulangan Kinanti yang sampai sore belum sampai di rumah. Tapi ketika bu Bono ingin menelponnya, motor Kinanti sudah memasuki halaman, diikuti Guntur.

“Itu bersama Guntur kan?” kata bu Bono.

“Iya. Barangkali benar, yang kecelakaan itu teman mereka,” sambung pak Bono.

Mereka sudah turun dari sepeda motor, lalu Guntur bergegas mendekati kedua orang tua angkatnya, mencium tangannya satu persatu.

“Kalian bisa bersama-sama?” tanya bu Bono

“Benar dia teman kalian?” sambung pak Bono.

“Ternyata benar, teman kami. Tapi beda kelas.”

“Kelihatannya parah kan? Orang tuanya sudah diberi tahu? Soalnya tidak ada yang tahu identitas anak itu.”

“Kami tadi ke rumah orang tuanya, dan mereka sudah datang ke rumah sakit.”

“Gadis itu sudah sadar?”

“Kelihatannya sudah. Kami langsung pulang, soalnya Guntur mengkhawatirkan ibunya juga.”

“Oh iya, ibumu bagaimana?”

“Sudah lebih baik. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu, karena tadi mengirim makanan, dan juga uang. Kami selalu merepotkan keluarga ini,” kata Guntur dengan wajah sendu.

“Tidak, mengapa berkata begitu? Almarhum ayahmu menitipkan kamu padaku. Aku hanya menjalankan amanahnya. Jadi keluarga mas Raji adalah keluargaku juga.”

“Terima kasih banyak Pak.”

“Guntur jangan pulang dulu, aku buatkan minuman,” kata Kinanti.

“Tidak usah, sungguh. Aku akan segera pulang.”

“Kenapa buru-buru?” tanya pak Bono.

“Saya datang kemari hanya ingin bertemu Bapak, dan Ibu. Terima kasih atas semuanya.”

“Tidak usah begitu. Bukankah kamu sudah menjadi anakku?”

Guntur tersenyum, lalu bangkit untuk kembali meraih tangan pak Bono dan istri, untuk diciumnya.

“Bener nih, mau pulang?”

“Sampai ketemu besok di sekolah,” kata Guntur sambil melambaikan tangannya ke arah Kinanti.

“Jangan lupa, setelah ujian segera pikirkan kelanjutan sekolah kamu.”

Guntur berhenti melangkah, membalikkan badannya.

“Urus semuanya nanti, aku ingin kalian sekolah dokter.”

“Tapi ….” kata Guntur ragu.

“Jangan membantah. Ini perintah dari ayahmu.”

Guntur membungkukkan badannya tanpa menjawab sepatah katapun, lalu mengambil sepeda motornya dan berlalu.

“Anak itu kelihatan ragu,” kata bu Bono.

“Bisa dimengerti, pasti dia merasa sungkan. Aku kan tidak butuh balasan. Yang aku inginkan adalah agar dia menjadi orang, sehingga aku benar-benar bisa mempertanggung jawabkan amanah dari almarhum mas Raji. Seandainya dia bisa tahu, pasti dia akan bahagia.”

Bu Bono mengangguk setuju.

“Semoga berhasil.”

***

Esok harinya, Wanda sudah dipindahkan ke kamar inap. Ayah ibunya selalu menemani di dekatnya. Kata dokter ada tulang patah di lengan, dan gegar otak. Setelah ada pemeriksaan lebih lanjut, Wanda harus dioperasi patah tulang. Dan harus beristirahat agak lama untuk memulihkan kesehatannya.

Tapi yang membuat kedua orang tuanya bertanya-tanya adalah tentang sebuah nama yang diucapkan Wanda ketika sadar dan ketemu mereka. Dan Wanda tidak atau belum mau mengatakan siapa yang dimaksud.

“Mungkin itu temannya yang dia minta agar Bapak memberinya pekerjaan setelah lulus nanti,” kata bu Wita menebak-nebak, ketika mereka sudah di rumah untuk mengurus yang lainnya, termasuk pekerjaan pak Wita dan bu Wita harus menyiapkan semua kebutuhan Wanda ketika di rumah sakit.

“Bisa jadi. Tapi mana mungkin? Wanda minta dia harus punya kedudukan. Lulusan SMA bisa apa? Nanti aku bisa menjadi bahan tertawaan.”

“Kita harus memberi tahu dia pelan-pelan, kalau memang Bapak menolaknya. Tapi sebaiknya tidak sekarang. Kasihan, dia terus mengeluh pusing dan tubuhnya sakit semua.”

“Baiklah, aku akan ke kantor dulu sebentar, ada yang harus aku selesaikan. Ibu ke rumah sakit nanti diantar sopir.”

“Baiklah. Aku akan menyuruh bibik memasak kesukaan Wanda.”

***

Di sekolah, teman-teman sekelas Wanda sudah diberi tahu. Tapi di kelas Guntur, teman-temannya ribut menggoda Guntur. Karena menurut mereka, Wanda adalah pacar Guntur. Hanya Kinanti yang diam, karena dia sudah mendengar dari Guntur yang belum begitu dipercayainya, bahwa Wanda bukan pacarnya.

“Kinanti, kenapa kamu diam saja?” tiba-tiba Ardi sudah duduk di samping Kinanti.

“Apa maksudmu?”

“Itu, mereka ribut mengganggu Guntur. Dia pasti sedang sedih karena Wanda sakit.”

“Apa untungnya aku ikut mengganggu dia? Biarkan saja, aku nggak ikutan.”

“Apa benar dia pacaran sama Wanda?”

“Bukan urusanmu. Dan bukan urusanku. Mengapa kalian ribut? Masih banyak yang harus kita pikirkan, bukan mengurusi orang pacaran.”

“Kamu suka kan, sama Guntur?”

“Nggaaaaak, siapa bilang?” kesal Kinanti karena Ardi selalu mengganggunya.

“Bener ya? Enggak? Kalau begitu sama aku saja.”

“Apa?” teriak Kinanti dengan mata melotot.

“Aku ini ganteng lhoh, aku juga baik hati. Memang sih, aku tidak sepintar Guntur, tapi aku punya kelebihan. Aku lebih ganteng,” kata Ardi cengengesan.

“Ogah!”

“Duuh, gitu ya. Padahal kalau sama aku, kamu nggak usah punya saingan. Nggak banyak kok yang suka sama aku. Paling ibu kantin, karena aku suka jajan di sana.”

Kinanti terkekeh.

“Mau ya?”

“Ogah! Kamu suka slengekan.”

“Ya sudah, mulai sekarang aku akan selalu serius.”

“Ardi, bisa nggak sih, kamu ngomong selain masalah suka … suka … suka … Sana, jauh-jauh dari aku.”

“Ya ampuun, aku malah diusir sih.”

Tiba-tiba pak Sukino datang mendekat.

“Non, mas Guntur ada?”

“Ada tuh, di dalam,” jawab Kinanti.

“Mau apa mencari Guntur?” sambung Ardi.

“Ini, mau mengembalikan tempat makan dan minum, sudah saya cuci bersih. Kata mas Guntur pagi tadi mau diambil, tapi ini kok belum diambil juga.”

“O, ya sudah, ketemu sendiri saja, dia ada di dalam kelas tuh.”

Pak Kino mendekat ke pintu kelas, melongok ke dalam. Ia melihat Guntur sedang duduk sambil membuka-buka buku.

“Mas Guntur,” panggil pak Kino.

Guntur segera bangkit dan mendekat.

“Ada apa Pak?”

“Ini, katanya mau diambil pagi tadi. Jangan-jangan mas Guntur lupa.”

“O, nggak apa-apa pak, biar disimpan pak Kino saja, yang punya barang ini lagi sakit, jadi nggak bisa memberikannya sekarang.”

“Oh, Non Wanda sakit?”

“Kemarin kecelakaan, sekarang ada di rumah sakit.”

“Waduh, kasihan. Biar dia jahat sama saya, tapi mendengar dia sakit tetap ikut prihatin saya Mas.”

“Iya Pak.”

“Ya sudah, saya bawa dulu saja, sewaktu-waktu bisa mas Guntur ambil. Takutnya mas Guntur lupa.”

“Tidak Pak, bawa dulu saja.”

Pak Kino kembali dengan membawa keresek berisi tempat makan dan minum milik Wanda.

“Ingin aku syukurin, nanti aku dosa dong. Tapi bukankah itu kualat sama aku, karena sudah menghina aku? Eh bukan, ya ampuun, dosa aku kalau punya pikiran seperti itu. Ampun, ya Tuhan, maafkan dia, dan sembuhkan dia dari sakitnya,” omel pak Kino di sepanjang langkahnya, membuat yang mendengarnya jadi tertawa lucu.

***

Bu Raji juga menanyakan keadaan Wanda, ketika mendengar bahwa Wanda kecelakaan. Bagaimanapun Wanda pernah berbuat baik, entah karena punya maksud ataupun tidak, tapi bu Raji akan tetap mengingatnya.

“Dia gegar otak, dan kemungkinan tangannya akan dioperasi karena patah. Tapi belum tahu kapan. Guntur juga belum ke sana untuk melihatnya. Menunggu Kinanti, kapan dia bisa. Nggak enak kalau Guntur pergi sendiri.”

“Kalau kamu mau mengembalikan uang nak Wanda, pakai saja uang ibu itu. Kemarin bu Bono kan juga memberi uang, entah berapa, ibu belum menghitungnya.”

“Nanti gampang Bu, Guntur juga masih punya uang, barangkali cukup. Uang Ibu itu dipakai kalau nanti kontrol dan beli obat lagi.”

“Kalau uangmu kurang, bilang saja.”

“Baiklah. Besok Guntur akan menanyakannya kepada Kinanti, kapan bisa membezoeknya di rumah sakit.”

***

Kinanti mendengar dari sang ayah, bahwa hari ini Wanda dioperasi tangannya. Sudah dua hari Wanda di rumah sakit, dan Kinanti belum sempat menjenguknya. Itu karena ada tambahan jam pelajaran sekolah, sehubungan dengan semakin dekatnya waktu ujian.

“Tidak apa-apa, dia baik-baik saja kok. Kalau ada waktu luang kamu bisa membezoeknya. Tadi juga banyak teman-teman sekolahnya datang ke sana,” kata pak Bono.

“Besok kalau waktunya senggang, barangkali Kinanti ke sana. Guntur akan mengajak Kinanti, nanti.”

“Apa kamu pacaran sama Guntur?” tanya pak Bono.

“Apa? Tidak, Kinanti tidak … tidak pacaran kok.”

“Bagus, sekarang ini lebih baik fokus pada pelajaran kalian. Jangan memikirkan pacar dan lain-lain.”

Kinanti mengangguk.

Keesokan harinya, ketika dia sedang berbincang dengan Guntur tentang keinginannya membezoek Wanda, tiba-tiba teman sekelas Wanda mendekat.

“Kamu sudah membezoek Wanda?” kata si teman tadi sambil menatap Guntur.

“Ini baru mau mengajak Kinanti.”

“Kemarin kami teman-teman sekelas datang membezoek, dia habis dioperasi tangannya. Kami bertemu orang tuanya, dan orang tuanya mencari kamu.”

“Mencari aku?” tanya Guntur terkejut.

“Iya. Begitu kami datang, dia bertanya, mana yang namanya Guntur? Lalu kami jawab kalau kami bukan sekelas dengan Guntur. Dia malah berpesan, kalau ketemu Guntur, tolong beri tahu dia, aku mau ketemu, begitu.”

Guntur dan Kinanti terkejut.

***

Besok lagi ya.

 

 

56 comments:

  1. πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„
    Alhamdulillah πŸ™πŸ€©
    JeBeBeeL_11 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam serojaπŸ˜πŸ¦‹
    πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„πŸŽπŸ„

    ReplyDelete
  2. πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    Alhamdulillah.. Syukron..πŸ™

    JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 11, sudah tayang.

    Semoga Bu Tien selalu sehat dan berkarya. Aamiin 🀲 🀲 🀲

    πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang

    ReplyDelete
  4. Matur sembah nuwun Mbak Tien
    JeBeBeeL _.11.sudah tayang
    Sehat2 selalu
    Salam ADUHAI dari Bandung..πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Maturnuwun jeng Ning
      ADUHAI dari Solo

      Delete
  5. Alhamdululah jbbl 11 sdh tayang... maturnuwin bu Tien. Sehat sehat nggih bu, salah hormat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Maturnuwun ibu Sti
      Salam hangat aduhai 2x

      Delete
  6. Alhamdulullah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete

  7. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 11* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun jeng Tien jaga kesehatan yaaaaa

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun 🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🀲

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien "JBBL~11"nya
    Salam hangat, semoga sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),11 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah ... Trimakasih bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  13. Terima kasih bu Tien ... JBBL ke 11 sdh tayang ... Smg bu Tien n kelrg happy dan sehat selalu dan tetap semangat .

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah bunda..terima ksih cerbungnya..salmt istrht dan salam serojaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  17. Terima kasihi Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 11 Layu...sampun tayang.
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin.

    Sejenak Kinanti dan Guntur berduaan, ada rasa sumringah di hati Kinanti πŸ˜πŸ˜πŸ’πŸ’

    Winda luka nya cukup parah, penyembuhan bisa lama, mau ujian lagi. Bisa ikut unjian kah nanti?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Maturnuwun pak Munthoni

      Delete
  18. Alhamdulillah "Jangan Biarkan Bungaku Layu - 11" sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin🀲
    Salam Aduhai BundaπŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Maturnuwun ibu Ting
      Aduhai juga ibu

      Delete
  19. Matur nuwun ibu Tien πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  20. Asyik
    Anak angkat mendengar langsung 'pernyataan janji pada sahabatnya untuk menyekolahkan sampai jadi orang' biar mandiri, semoga penerima manfaat maklum.
    Dicari Guntur yang terduga bermasalah; jadi tertuduh.
    Lha hanya itu yang bisa menjadi anaknya tenang, menjadikan harapan cepat sembuh; mendesak demi si buah hati.
    Nggak kebayang; jangan² saking bingungnya mengelak, Kinanti yang datang bersama Guntur menjenguk, buat alasan kalau sudah punya pacar, waktu itu datang menjenguk Wanda, kebetulan berdua? waduh Kinan jadi kambing hitam, jangan mau; jangan mau jadi kambing.
    Maunya bapak angkat kuliah kedokteran, hmm.
    Beruntung sekali ini anak, dapat sponsor. nggak bisa jadi karyawan Wita donk.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke sebelas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Cerbungnya sdh tayang
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat² selalu

    ReplyDelete
  22. Aduh, Guntur jadi cemas...
    Terimakasih Mbak Tien....

    ReplyDelete
  23. Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Mbak Tien sayang.. salam sehat dan sukses selalu.

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 17

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  17 (Tien Kumalasari)   Wanda mengerucutkan bibirnya. Walau pelan, tapi suara Guntur berupa hardikan, sangat m...