Saturday, December 21, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 44

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  44

(Tien Kumalasari)

 

Bu Wirawan tak menyangka, saking asyiknya bertelpon, sampai tak tahu kedatangan anaknya. Wajahnya yang muram, semakin bertambah muram melihat Bachtiar datang bersama Arumi. Orang yang sangat dibencinya.

“Ada apa?” tanyanya tanpa mempedulikan pertanyaan sang anak.

“Bu, kami datang untuk ketemu Ibu dan bapak.”

“Hmmh, bapakmu nggak ada.”

“Ibu tadi bicara dengan siapa? Serius amat?”

“Dengan teman ibu, di Jakarta.”

“Ada yang salah tangkap?”

Bu Wirawan sudah berusaha menghindari diulangnya pertanyaan itu, tapi Bachtiar ternyata masih mengulangnya.

“Itu, bukan siapa-siapa. Anak teman ibu.”

“Boleh kami duduk?”

Arumi mendekati ibu mertuanya, berusaha lagi ingin menyalami dan mencium tangan ibu mertuanya, tapi lagi-lagi bu Wirawan menolaknya. Ia justru membalikkan badannya dan kembali duduk.

“Bapak belum pulang?” tanya Bachtiar sambil menarik Arumi agar duduk di sampingnya.

“Bapakmu tadi siang berangkat ke luar kota. Ada masalah di cabangnya yang baru. Mau apa kamu datang kemari bersama dia?” tanya bu Wirawan dengan wajah tetap suram.

“Ibu, kami datang ingin bersilaturahmi saja. Arumi ingin menghadap mertuanya. Seharusnya ibu bersikap lebih baik,” kata Bachtiar pelan.

“Ibu sedang tidak ingin berbincang. Perasaan ibu sedang tidak nyaman.”

“Paling tidak terimalah jabat tangan menantu Ibu.”

“Menantu yang tidak aku harapkan? Kamu menyalahi permintaan ibu, nekat melakukan sesuatu yang ibu tidak suka, sementara ibu sudah memilihkan istri yang baik untuk kamu.”

“Istri penipu?”

“Apa maksudmu?” suara bu Wirawan meninggi.

“Benar, dia penipu, dan banyak hal buruk lain yang dilakukannya.”

“Ibu berbicara tentang Luki, kamu kira siapa?”

“Benar, Tiar juga berbicara tentang Luki.”

“Apa? Bukankah kamu mengatakan dia penipu, dan masih banyak melakukan hal buruk? Tak mungkin dia melakukannya.”

“Ibu tidak percaya?”

“Jangan omong kosong di depan ibu. Hanya karena kamu tak suka pada dia lalu kamu mengarang cerita yang tidak-tidak. Kamu lupa ya, dia itu gadis terhormat, anak pejabat yang disegani dan kaya raya pula. Bisnisnya ada di mana-mana. Kamu jangan sembarangan bicara tentang dia. Tak ada bandingnya dia jika dibandingkan dengan gadis dusun itu.”

Arumi menahan dadanya yang sesak.

“Gadis dusun … gadis desa … memangnya kenapa kalau aku gadis desa? Kalau tidak ada orang desa, kalian tidak akan makan nasi dan sayuran segar,” kata batin Arumi yang menggelora kesal.

“Ibu tidak percaya?”

“Tentu saja aku tidak percaya, tidak ada yang akan percaya pada omong kosong kamu ini. Sekarang aku sedang sibuk, harus menghubungi seseorang, jadi lebih baik kalian pulang saja.”

“Apa ibu akan menghubungi bu Nuke? Kalau ibu menghubungi dia, atau bahkan Luki sekalipun, tolong ibu bilang bahwa surat keterangan dari rumah sakit itu palsu.”

“Apa?”

“Ibu bilang juga, mereka harus mencari rumah sakit dengan kop surat yang asli, sehingga apa yang tertulis di dalamnya benar-benar adalah benar surat keterangan yang sesuai dengan kondisi kesehatan Luki.”

“Apa?”

“Luki tidak sakit apapun.”

Bachtiar berdiri dan menggandeng tangan Arumi yang tetap saja berusaha mengangguk kepada ibu mertuanya, walau uluran tangan untuk menghormatinya berkali-kali ditolaknya.

“Apa?”

Bu Wirawan masih saja berteriak ketika Bachtiar sudah keluar sampai di halaman.

“Kalau Ibu ikut-ikutan mendukung penipuan itu, awas saja, ibu akan berhadapan dengan hukum,” ancam Bachtiar sambil membukakan pintu untuk istrinya.

“Apa?”

Bu Wirawan kembali duduk di sofa di ruang tamu, ketika mobil Bachtiar sudah tidak berada lagi di halaman rumahnya.

Kata penipuan itu sungguh mengganggunya. Dan ancaman Bachtiar yang dikatakan sebelum masuk ke dalam mobilnya lebih mengganggunya lagi.

“Aku ikut-ikutan dalam penipuan? Tidak, bukankah jeng Nuke sendiri yang mengatakan bahwa memang itulah yang dikatakan dokter? Aku kan hanya mendukung tentang keinginannya yang ingin memberi kebahagiaan di saat terakhir sebelum Luki benar-benar meninggal?” gumamnya pelan dengan perasaan bingung.

Tak tahan dalam kebingungan ketika ia terus memikirkannya, ia kemudian menelpon Bachtiar. Benarkah surat itu palsu?

Tapi berulang kali bu Wirawan menelpon, tak juga Bachtiar mengangkat panggilan itu. Bu Wirawan menjadi gelisah. Lalu Bachtiar juga mengatakan bahwa ada hal buruk lain yang dilakukan Luki? Hal buruk apa? Bu Wirawan kembali memutar nomor kontak Bachtiar, tapi lagi-lagi Bachtiar tak hendak mengangkatnya.

Ketika ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, ponselnya berdering. Dari salah seorang temannya yang tadi ditelponnya.

“Ya, Jeng. Hallo. Bagaimana, sudah mendapatkan kabar?”

“Bu Nuke tidak bisa dihubungi. Tapi saya mendapat keterangan dari salah seorang aparat yang saya kenal, Luki memang ditangkap polisi.”

“Iya, itu aku sudah tahu. Tapi salah tangkap kan?”

“Tidak Bu, polisi tidak salah tangkap.”

Bu Wirawan menutup ponselnya tanpa ba-bi-bu lagi. Hal itu menambah kegelisahan di hatinya. Kalau tidak salah tangkap, berarti benar Luki melakukan kesalahan. Otak penculikan? Yaa ampuun, itu tidak mungkin.

Bu Wirawan merasa semakin lemas. Ia sendirian, dan berkali-kali menelpon Bachtiar, tidak juga tersambung.

***

Bachtiar tidak mematikan ponselnya, tapi ponsel itu diformat silent, sehingga tak terdengar deringnya. Ia berkali-kali meminta maaf kepada istrinya, karena sekali lagi sang ibu menyakitinya.

“Mas tidak usah memikirkannya, aku tidak apa-apa. Bukankah apa yang dikatakannya itu benar? Aku tidak merasa rendah menjadi orang desa. Aku bangga menjadi diriku sendiri, menjadi orang dusun tanpa pendidikan tinggi, tapi aku bisa menghormati orang lain dan bersikap santun. Semua itu tidak masalah buat aku kok Mas, sungguh. Mas tidak usah berkali-kali meminta maaf.”

Jawaban demi jawaban yang selalu Arumi lontarkan, selalu membuat Bachtiar takjub. Arumi bukan seorang yang punya pendidikan tinggi. Tapi dia bisa mengurai kata-kata bijak. Ia juga bisa bersikap bijak. Itu mengagumkan. Pasti sakit hati itu ada, tapi Arumi selalu menyembunyikannya dengan rapi. Bahkan ulasan senyumnya selalu tersungging pada bibir manisnya. Senyuman yang membuatnya seperti melihat matahari terbit diufuk sana. Barangkali kedua orang tuanya yang miskin dan sederhana, selalu menyelipkan kata-kata mulia yang harus dilakukannya dalam hidup ini pada setiap petuahnya kepada sang anak. Petuah yang lugu, ungkapan dari orang desa tanpa pendidikan tinggi, tapi bisa menciptakan seorang anak yang cerdas dan bermartabat. Lagi-lagi Bachtiar bersyukur mendapatkan gadis sebaik Arumi.

Sebelah tangannya meraih tangan Arumi, menggenggamnya erat, lalu menariknya ke wajahnya, dan menciumnya lembut.

“Mas suka sekali menyentuh,” tegur Arumi yang akhir-akhir ini tak pernah menolaknya. Hanya menegur, tapi senyuman itu selalu dibawanya, membuat Bachtiarpun tersenyum lucu.

***

Bachtiar sedang membenahi sebuah kamar di bagian depan, yang nanti akan dijadikan Arumi tempat untuk belajar. Barang yang tidak terpakai dikeluarkannya. Ketika ia memasukkan barang-barang usang ke gudang, ia melihat sebuah cermin berada di sana. Bachtiar lupa, dulu pernah berjanji untuk membawa cermin itu ke rumah mertuanya.

Hanya sebuah cermin berbingkai, Bachtiar mengeluarkannya dengan hati-hati.

Arumi yang sedang memasak di dapur merasa heran.

“Untuk apa Mas mengeluarkan cermin itu?”

“Mas lupa, dulu pernah berjanji untuk memberikan cermin ini untuk ibumu. Sekarang aku keluarkan, agar ketika kita pergi ke sana tidak lupa untuk membawanya.”

“Paling simbok sudah lupa.”

“Biarlah ibumu lupa, tapi aku jangan ikut-ikutan lupa. Aku kan sudah menjanjikannya.”

“Baiklah, terserah Mas saja.”

“Sekarang aku bantu kamu memasak, jam sepuluh siang guru yang akan membantumu akan datang. Aku sudah menyiapkan ruang untuk kamu belajar.”

“Iya, ini sudah selesai, aku akan menatanya dulu, lalu aku mau mandi.”

“Ya, baguslah kalau sudah selesai. Sini biar aku bantu membersihkan dapur.”

“Aduuh, jangan Mas, ini pekerjaan perempuan. Mas ke sana saja, icipin masakan aku, aku bersih-bersih sendiri saja sebelum kemudian mandi.”

“Nanti ketika kamu sekolah, aku akan ke kantor sebentar.”

“Baiklah.”

Hari itu Arumi memulai pelajarannya. Bachtiar akan pergi ke kantor, tapi tiba-tiba ponselnya berdering.

“Ya bu, assalamu’alaikum.”

“Bachtiar, ibu berkali-kali menelpon kamu, tapi kamu tidak menjawabnya.”

“Maaf Bu, sejak kemarin Bachtiar tidak membuka ponsel, dan memang tidak Bachtiar perdengarkan deringnya. Ada apa?”

“Ibu ingin bicara tentang Luki.”

“Bicara tentang Luki, memangnya untuk apa? Ibu kan sudah tahu bahwa_”

“Bukan masalah perjodohan, tapi masalah penipuan. Ibu ingin bertemu, apa kamu ada di rumah?”

“Bachtiar mau ke kantor, di rumah hanya ada Arumi, tapi dia sedang belajar.”

“Kamu datang kemari saja, bisakah?” kata bu Wirawan yang seperti masih enggan untuk bertemu menantunya.

“Sepulang dari kantor Bachtiar akan ke rumah. Apa bapak belum pulang?”

“Belum, katanya dua hari.”

“Ya sudah, Bachtiar mau ke kantor dulu.”

Sejak semalam dia tidak membuka ponselnya, dan terkejut melihat sepuluh kali panggilan dari ibunya yang tidak terjawab. Apakah ada yang penting? Nada suara ibunya bukan seperti orang yang sedang marah. Bahkan terdengar seperti orang yang sedang gelisah. Suaranya aneh.

***

Bachtiar mampir ke rumah orang tuanya setelah urusannya selesai. Dia mendapat laporan dari bibi pembantu bahwa sang ibu tidak mau makan sejak semalam.

“Mengapa ibu tidak mau makan?”

“Nggak lapar saja. Sekarang ibu ingin bertanya tentang Luki, tentang penipuan dan tentang hal buruk yang dilakukannya.”

“Bachtiar mau menceritakan semuanya, tapi ibu harus makan dulu.”

Bu Wirawan mengalah, ia kemudian makan bersama Bachtiar, yang kemudian sudah disiapkan bibik pembantu.

Bachtiar agak prihatin, seberapa kesalnya terhadap sang ibu, ibu tetaplah ibu, yang ketika sakit atau sedang bersedih, tetap saja membuatnya terusik.

“Apa ibu memikirkan Luki?” tanya Bachtiar setelah mereka selesai makan.

“Aku tidak percaya apa yang kamu katakan. Masa ya, jeng Nuke membuat surat palsu? Itu hanya untuk memaksa kamu supaya berbelas kasihan pada Luki? Mengapa ya bermain-main dengan umur? Kalau kejadian bagaimana?”

“Ibu kenal Adi kan? Dokter yang pernah memeriksa ketika ibu sakit? Dia yang Bachtiar suruh untuk menyelidiki masalah surat itu. Ternyata rumah sakit yang tertera tidak pernah mengeluarkan surat semacam itu.”

“Karena ibu ingin sekali mempunyai menantu Luki, ibu jadi mendukungnya untuk merayu kamu. Tapi ibu tidak tahu kalau surat itu palsu. Sungguh, ibu mempercayai apa yang dikatakan jeng Nuke, sehingga ikut-ikutan memaksa kamu.”

“Syukurlah kalau ibu tidak terlibat dalam surat palsu itu.”

Karena hati bu Wirawan kelihatan agak melunak, maka Bachtiar segera menceritakan perbuatan Luki yang bersekongkol dengan orang lain, untuk menculik Arumi. Semuanya diceritakan Bachtiar secara jelas, membuat bu Wirawan terbengong-bengong.

“Luki? Melakukannya? Jadi benar dia ditangkap polisi dan bukan salah tangkap?”

“Yang ibu maksudkan salah tangkap kemarin itu Luki?”

“Ibu tidak percaya. Ibunya juga tidak percaya, dan menganggap polisi salah tangkap.”

“Tapi itu benar.”

“Istrimu itu yang melaporkannya?”

“Bukan Bu, orang lain yang bersekongkol dengan Luki telah menyerahkan diri. Jadi pastilah akhirnya Luki juga ditangkap.”

“Ya Tuhan ….”

Bu Wirawan tampak terpukul. Sampai kemudian Bachtiar pulang, Bu Wirawan masih seperti tidak percaya kalau Luki mampu melakukan semuanya. Ia telah salah menilai. Yang cantik wajahnya, yang gemerlap hartanya, ternyata memiliki perilaku yang sangat jahat.

***

Malam hari itu, ketika Bachtiar sedang menemani Arumi belajar, tiba-tiba ponselnya berdering. Nomor kontak ibunya. Tapi ketika dijawab, ternyata yang menelpon adalah bibik pembantu.

“Ada apa Bik?”

“Tuan muda, nyonya pingsan, sekarang dibawa ke rumah sakit.”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

68 comments:

  1. 🥦🥕🥦🥕🥦🥕🥦🥕
    Alhamdulillah 🙏🤩
    KaBeTeeS_44 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam seroja😍🦋
    🥦🥕🥦🥕🥦🥕🥦🥕

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....
    Terima kasih bu Tien.
    Salam SEROJA dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat 🌹 semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Matur sembah nuwun Mbak Tien..semoga sehat selalu
    Salam ADUHAI dari Bandung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Nuwun jeng Ning
      ADUHAI dari Solo

      Delete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah, maturnuwun bun salam sehat dan aduhai aduhai

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun Bu Tien🙏
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ..Bismillah Biidznillah ...in Sya Alloh Sehat Sehat Sehat🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Selamat mlm bundaqu .terima ksih cerbungnya🙏salam sht dan tetap aduhai dri skbmi unk bunda sekeluarga🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  12. Naah...baru tahu kalau Luki berhati busuk kan? Dan tetap menganggap dia lebih pantas untuk menjadi isteri Bachtiar?
    Maturnuwu mbak.Tien

    ReplyDelete
  13. Terima kasih bu Tien ... K B T S ke 44 sdh tayang ... semakin seru nih ceritanya ... smg bu Tien & kelrg happy n sehat selalu ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiim Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Enny
      Aduhai deh

      Delete
  14. Makanya jadi orang terlalu jahat, akan dapat ganjaran yg setimpal, termasuk bu Wirawan.

    ReplyDelete
  15. Waduh maknya Tiar pingsan, lha diaturi dhahar tapi sambil mikirin anak soibnya yang cantik nggak jadi menantunya.
    Lagian Tiar memperingatkan kalau maknya jangan ikutan bersekutu nanti urusannya berhadapan dengan aparat penegak hukum.
    Tambah mumêt..
    Sik sik sik itu åpå tå 'bersekutu', rumangsaku kutu kuwi rak pådå waé tumå tå, ya wis embuh, wong tinggi waé yå melu rombongane kutu, kutu busuk.
    Géné dalang kaé malah mbingungaké kutu kutu walang atåhå jaréné malah dwijå brengengeng barang ngono, kuwi rak suluk; nggo nggambarake swasana kuwi.
    Lho dwijå kuwi jaréné guru, yå yèn siswané ndhablêg yå mesthi mbrêngêngêng, kok bul.

    Aduhai

    Terimakasih Bu Tien
    Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke empat puluh empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiim Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Crigis eh pak Nanang
      Kalau yang mbrengengeng itu bukan tawon?

      Delete
  16. Setelah tahu perbuatan Luki dan ibunya, bu Wirawan shock. Semoga tidak makin parah saja.
    Perkara kejahatan sudah ditangani yang berwajib, yang salah biarlah mendapat balasannya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah KBTS - 44 sdh hadir
    Semakin seru dan bikin penasaran lanjutannya.
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam Aduhai🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiim Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting
      Aduhai deh

      Delete
  18. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sayang...salam hangat dan semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiim Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Umi
      Salam hangat dan sayang juga

      Delete
  19. Matur suwun bunda Tien, Arumi sudah hadir, semoga bunda selalu sehat... Aamiin...

    ReplyDelete
  20. Nuke kok berani ber main" dg umur ya
    Kalau kejadian bener gmn...
    Kenapa pula bu Wirawan kok sampai pingsan
    Matur nuwun bu Tien
    Moga sehat sll

    ReplyDelete
  21. Selamat malam Bunda Tien..terima kasih ...salam sehat semangat ..
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  22. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  23. Waah...bu Wirawan pingsan dan dirawat di RS? Biarlah nanti Arumi yang memperhatikannya, lama-lama pasti hatinya melunak karena perilaku baik Arumi dan mau menerimanya sebagai menantunya.

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat selalu.🙏🏻😀

    ReplyDelete
  24. Karena nggak jadi mengambil Luki sebagai menantu, akhirnya Bu Wirawan sedih dan sampai pingsan, benarkah Bunda ? terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  25. Halloooo....
    Belum juga di upprouf, euy.....

    ReplyDelete
  26. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 44 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Sugeng ngaso, sugeng rehat Bunda.

    Bu Wirawan pingsan...sakit...terpukul...??

    Barangkali di tanda kalimat tsb lah...tokoh antagonis Bu Wirawan akan berubah menjadi tokoh baik, dia telah salah sangka dan mungkin secara tdk langsung menyadari kesalahannya. Akhir nya Bu Wirawan akan baikan dengan menantunya, dan merestui pernikahan Tiar dengan Arumi. Jadi tandanya cerbung ini tdk lama lagi akan tomat...eh salah... akan tamat 😁

    Ini hanya perkiraan saya, krn yang tahu pasti adalah sang Sutradara...Bunda Tien Kumalasari 💐💐🙏

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Pada akhirnya ketahuan juga keburukan itu, Bu Wirawan betapa polos nya , tdk tahu menahu ttg niat jahatnya bu Nuke.tp sok tahu ,,..😁😁🤭

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 18

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  18 (Tien Kumalasari)   Kinanti bangkit dari tempat duduknya, berharap kalau sewaktu-waktu Guntur bangun, tak ...