KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 37
(Tien Kumalasari)
Bachtiar terpaksa mengangkatnya, sambil berpikir untuk mengatakan sesuatu, tapi apa? Sampai terdengar suara ‘halo’, ia belum menemukan apa yang harus dikatakan untuk menjebaknya. Soalnya begitu tiba-tiba. Jadi ia hanya mengangkatnya, mendengarkan apa yang akan dikatakannya.
“Halloooowww, Non. Gimana sih Non, saya menelpon berkali-kali tapi Non tidak memberikan respon. Banyak hal yang menjadi pertanyaan saya sebenarnya. Dan sekarang ini saya ingin memberi tahu bahwa Arumi sudah menikah kemarin. Apa Non sudah tahu? Hallow Non, mengapa Non diam? Siapa yang mengangkat panggilan saya ini?”
“Hallo,” akhirnya Bachtiar menyapanya.
“Hei, ini siapa?”
“Jangan dulu menutup ponsel anda, saya polisi.”
“Apa?”
“Saya sudah melacak keberadaan Anda, bahkan di mana rumah Anda, saya sudah tahu. Apa yang telah Anda lakukan bersama Luki, saya juga sudah tahu.”
“Apa? Siapa melapor kepada polisi?”
“Tidak ada yang melapor. Tapi sejak Arumi diculik, kami terus menerus menyelidiki masalah ini. Dan sudah ketemu orangnya, yaitu Anda dan Luki.”
“Pak, mohon maaf. Sebenarnya … sebenarnya ….”
“Anda harus menceritakan semuanya, karena kalau tidak, kami akan segera menangkap Anda. Keberadaan Anda saat ini, kami sudah tahu, dan kami melihat gerak gerik Anda. Jadi kalau Anda menutup pembicaraan ini, bahkan kalau Anda melarikan diri, kami dengan mudah akan bisa menangkap Anda. Anak buah saya sudah ada di sekeliling Anda. Baiklah, katakan mengapa Anda dan Luki menculik Arumi.”
Bachtiar sudah terbiasa memimpin anak buah, ia bisa bersikap tegas, dan itu juga dilakukannya ketika ia pura-pura menjadi polisi, yang pastinya membuat pak Carik ketakutan.
“Ba … baiklah, tolong mengertilah. Sebenarnya ini adalah kemauan non Luki.”
“Kemauan Luki? Bagaimana ceritanya?”
“Non Luki menemui saya ketika saya bekerja di toko saya. Ia menanyakan tentang Arumi. Dia bilang Arumi membuat seorang laki-laki bernama Bachtiar menolaknya. Dia sangat benci, dan ingin melenyapkannya.”
“Hanya karena keinginan Luki. Lalu Anda membantunya? Sepertinya tidak hanya Luki. Bicara jujur, atau Anda akan mendekam di penjara lebih lama.”
“Sa … saat … itu, saya memang sedang kesal pada gadis itu.”
“Gadis yang mana?”
“Arumi. Saya sakit hati karena Arumi menolak anak saya. Kemudian kami bekerja sama untuk menjatuhkan Arumi.”
“Oh ya, menjatuhkan bagaimana caranya?”
“Saat Arumi disekap, non Luki mencekoki Arumi dengan obat perangsang.”
Bachtiar terkejut. Obat perangsang? Kalau benar, berarti Arumi bisa kehilangan kendali. Bukankah ada Sutris yang kemudian datang? Tapi Bachtiar memilih menunggu apa yang dikatakan pak Carik.
“Lalu saya biarkan Sutris masuk ke dalam kamar itu.”
“Supaya apa?”
“Supaya Arumi yang lupa diri kemudian merayu Sutris dan melakukan hubungan intim.”
Darah Bachtiar panas, hampir mendidih.
“Dan itu terjadi?” sentak si polisi gadungan.
“Tidak. Entah bagaimana mereka tidak melakukan apa-apa. Ketika Luki masuk, ia merasa bahwa mereka sudah melakukannya, lalu membiarkannya pergi.”
“Bagaimana Anda tahu bahwa mereka tidak melakukan apa-apa?”
“Sutris mengatakannya. Mereka baik-baik saja. Jadi mohon maaf, karena mereka baik, jangan tangkap saya, ya,” kata pak Carik memelas.
“Barangkali Sutris berbohong, kan?”
“Tidak, Sutris tidak berbohong. Mungkin non Luki salah memberikan obat, atau apa.”
“Sebenarnya setelah menjebak Arumi, Anda ingin segera mengambilnya menantu?”
“Tidak. Saya hanya ingin Arumi yang sombong itu ternoda. Luki juga mengira begitu, sehingga dia berharap kemudian bisa memiliki pak Bachtiar.”
“Dan berhasil? Apa Anda tahu bahwa seseorang telah mengirim pesan kepada pak Bachtiar, yang mengatakan bahwa Sutris dan Arumi sedang bersenang-senang?”
“Itu Non Luki. Dia ingin memanas-manasi pak Bachtiar, agar pak Bachtiar menjauhi Arumi.”
Sepenuh jawaban hampir ditangkap oleh Bachtiar. Tapi ia ingin tahu tentang obat yang dicekokkan Luki kepadanya. Obat perangsang? Atau salah obat? Kalau obat perangsang, tak mungkin Arumi baik-baik saja. Jawabannya ada di Arumi sendiri, atau Sutris. Tapi ada lagi ….
“Apa kalian mengancam Arumi ataupun Sutris?”
Pak Carik terdengar gelagapan. Mengancam juga sebuah kesalahan.
“Katakan!!!” sentak Bachtiar lagi.
“Yya, supay … supaya Arumi tidak melapor kepada polisi, maka Luki mengancamnya. Kalau sampai Arumi menyebut namanya, maka orang tuanya akan celaka.”
Bachtiar menutup pembicaraan itu dan membanting ponselnya. Jadi Sutris takut melapor, khawatir kalau ayahnya dipenjara, sedangkan Arumi takut melapor, karena kedua orang tuanya akan terancam. Geram Bachtiar, sehingga wajahnya merah padam karena marah.
Arumi yang berdiri di depan pintu heran melihat sikap Bachtiar.
“Ada apa?”
Bachtiar mengendapkan perasaannya, mencoba tersenyum karena melihat Arumi tampak ketakutan.
“Tadi saya mendengar, Mas menyebut nama saya dan Sutris,” kata Arumi pelan.
Bachtiar lupa tidak mengunci pintu kamar. Barangkali Arumi sudah banyak mendengar. Ia mengajak Arumi keluar sambil merangkul pundaknya.
“Ayo kita masak. Tiba-tiba aku lapar,” kata Bachtiar sambil membawa Arumi ke arah dapur.
Ia membuka kulkas, mengeluarkan sayur dan telur.
“Tadi telpon dari siapa? Benar kan, ada nama saya dan Sutris?”
“Dari pak Carik.”
“Pak Carik? Mengapa menelpon? Hubungannya dengan mas Suyono? Kok ada nama saya dan mas Sutris?”
“Nanti saya akan cerita. Ayo sekarang masak saja. Mm … masak apa ya enaknya?”
“Dadar telur diberi sayuran saja. Gampang dan cepat, bukankah Mas bilang lapar?”
“Ya sudah, terserah kamu saja. Biar aku kocok telurnya, kamu mengiris sayur. Oh ya, biar aku juga buat bumbunya.” kata Bachtiar.
“Ya ampuun, nasinya mana?” tanya Arumi.
“Oh iya, tunggu, aku ambil beras dan memasak nasi dulu.”
“Tidak ada kukusan?”
“Apa itu kukusan? Cara memasak nasi di sini gampang. Cuci beras, beri air secukupnya, begini,” kata Bachtiar sambil membuka kotak tempat beras. Ia mengambil satu gelas ukuran beras, dimasukkan kedalam panci rice cooker. Dia mencucinya di keran, menyisakan sedikit air di beras itu, lalu memasukkannya kedalam ricecooker.
“Begini. Lalu nyalakan pancinya dengan listrik. Tunggu kira-kira setengah jam, nasinya matang.”
“Ya ampuun, gampang sekali menanak nasi,” kata Arumi kagum.
“Ayo,sambil menunggu nasi matang, kita masak telur dadarnya,” kata Bachtiar yang tersenyum melihat Arumi terkagum-kagum dengan barang-barang di sekelilingnya.
***
Mereka selesai makan, duduk bersantai di ruang tengah.
“Apa kamu ingin mandi?”
“Aku lupa tidak membawa ganti. Aku pulang saja ya?”
“Tidak, baju ganti banyak di sini.”
“Banyak?”
Bachtiar mengajak Arumi memasuki kamar yang tadi sudah ditunjukkan kepada Arumi. Dia belum selesai menerangkan apa yang ada di kamar itu, keburu mendengar suara telpon.
“Buka almari itu.”
“Buka? Punya siapa?”
“Itu almari kamu. Buka saja.”
Ketika Arumi membukanya, dia melihat banyak baju tergantung. Ada juga perlengkapan pakaian wanita tersusun rapi.
“Ini punya siapa?”
“Punya kamu.”
“Punyaku? Baju bagus sebanyak ini?”
“Iya. Aku belanja baju-baju untuk kamu, dari pakaian dalam sampai baju harian, dan baju yang dipergunakan untuk bepergian. Baru sedikit, lain kali kita belanja lagi.”
“Ya Tuhan. Mengapa Mas melakukannya? Aku sudah punya baju-baju di rumah.”
“Kamu itu istri aku, sudah sewajarnya kalau aku membeli barang-barang untuk kamu. Bukan hanya baju. Buka lacinya.”
Ketika Arumi membukanya, ada sebuah kotak berlapiskan beludru yang cantik.
“Ini apa? Bukankah kemarin sudah Mas berikan di rumah? Yang berisi perhiasan? Warnanya biru, yang ini merah.”
“Tidak apa-apa. Ini pemberian untuk kamu. Bisa yang satu untuk harian, yang satu lagi untuk bepergian.”
“Ini sangat indah, banyak kerlip-kerlipnya.”
“Itu berlian. Mau dipakai sekarang?”
“Tidak. Saya merasa, Mas berlebihan dengan semua pemberian ini.”
“Jangan membantah. Bukankan ibu kamu mengatakan bahwa seorang istri harus menurut pada suami?”
Arumi menghela napas panjang.
“Aku bersedia menjadi istri Mas, bukan karena semua ini. Saya mengagumi Mas, tapi bukan menginginkan kekayaan yang Mas miliki.”
“Aku tahu. Tapi aku memberikannya bukan karena kamu yang minta. Karena aku punya, maka aku berikan ini semua untuk kamu.”
Arumi keluar kamar, dan duduk diam di ruang tengah. Tapi ia masih penasaran dengan pembicaraan di telpon tadi.
“Mas belum cerita tentang siapa yang menelpon tadi," kemudian Arumi ingat tentang pembicaraan Bachtiar di telpon.
"Dan mengapa ada nama saya disebut-sebut," lanjutnya.
“Arumi, kalau aku bertanya, jangan kamu menyembunyikan apapun ya?”
“Tentang apa?”
“Tentang penculikan itu.”
“Bukankah aku bertanya tentang pembicaraan Mas tadi?”
“Ya, itu ada hubungannya.”
“Hubungan apa?”
“Sesungguhnya aku sudah tahu tentang semua yang terjadi.”
Arumi terbelalak.
“Mas sudah tahu?”
“Hampir semuanya. Ketika kamu disekap, ketika tiba-tiba Sutris datang. Aku bahkan sudah tahu mengapa kamu diculik.”
“Apa?”
“Apa kamu tahu, mengapa kamu diculik? Maksudnya … apa alasannya mengapa kamu sampai diculik?”
“Aku … sungguh tidak tahu. Bagiku, asalkan aku selamat, itu sudah cukup.”
“Tidak Arumi. Perbuatan jahat harus mendapat ganjarannya.”
“Maksud Mas, Mas melaporkannya pada polisi?”
“Tidak … atau belum.”
“Kamu ingin tahu mengapa kamu diculik, lalu tiba-tiba ada Sutris menemui kamu yang katanya hanya kebetulan?” kata Bachtiar lagi.
“Apa yang Mas ketahui?”
“Pak Carik dan Luki ingin membuat kamu menjadi gadis yang ternoda.”
“Maksudnya apa?”
“Kamu pernah dicekokin obat kan?”
Arumi terperanjat. Rupanya benar apa yang dikatakan Bachtiar, ia sudah tahu semuanya. Kalau begitu apa yang harus disembunyikannya?
“Ya. Memangnya kenapa?”
“Kamu tahu itu obat apa?”
“Aku tidak tahu. Begitu Luki keluar, aku muntahkan semua isi perutku.”
“Oh, kamu keluarkan semua yang dicekokkan pada kamu?”
“Aku yakin itu sesuatu yang membuatku mendapatkan bahaya. Mungkin racun untuk membunuhku. Itu sebabnya aku memuntahkannya.”
Dada Bachtiar terasa lebih longgar. Barangkali karena dimuntahkan, maka pengaruh obat itu sudah tak ada. Lalu Arumi selamat dari niat buruk mereka.
“Jadi aku diculik karena aku ingin dibunuhnya?”
“Bukankah aku mengatakan bahwa mereka ingin menjadikan kamu gadis yang ternoda? Mereka mengira sudah berhasil dengan kedatangan Sutris, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa.”
“Aku tidak mengerti,” kata Arumi yang masih tampak bingung.
Lalu dengan perlahan Bachtiar mengatakan tentang sesuatu yang dipaksa diminum Arumi, dan maksud yang sebenarnya. Arumi terbelalak. Tak terbayangkan seandainya dia menjadi liar dan kesetanan setelah obat itu berpengaruh pada tubuhnya.
“Ya Tuhan … ya Tuhan … “ katanya sambil menutup wajahnya.
“Semuanya sudah berlalu. Sudah, tidak usah kamu pikirkan. Dan kamu juga tidak usah takut. Semuanya akan baik-baik saja?”
“Bagaimana Mas bisa tahu? Aku sudah mengatakan semuanya, apakah orang tuaku akan celaka?”
“Jangan mempercayai ancaman itu. Tidak akan terjadi.”
Ketika sedang berbincang itu, tiba-tiba ponsel Bachtiar berdering. Dari ibunya.
“Tiar, kamu ada di mana?”
“Bachtiar ada di rumah bersama istri. Mau ke rumah sini, tapi sudah malam, Arumi pasti capek. Jadi besok saja.”
“Bachtiar, ini mendesak sakali. Tante Nuke ada di sini, menangis sejak sore. Kamu harus datang untuk menenangkannya.”
“Mengapa harus Bachtiar Bu. Bachtiar capek.”
“Ini menyangkut hidup dan mati. Datanglah segera.”
“Masalah apa sebenarnya.”
“Aku tidak bisa menerangkannya. Pokoknya kamu harus datang. Kamu tidak mendengar suara orang menangis? Itu tante Nuke.”
“Memangnya kenapa?”
“Datang dan jangan banyak bertanya. Hanya kamu yang bisa menolongnya.”
“Bu, Bachtiar sedang bersama Arumi.”
“Tinggalkan dia sebentar. Kamu harus datang, titik.”
Bachtiar tertegun. Sang ibu menutup pembicaraan itu dengan tiba-tiba, berarti dia tak bisa menolak. Ada apa sebenarnya? Gumamnya berkali-kali.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning.
DeleteSrlamat menikmati malam diayas kereta.
🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🤩
KaBeTeeS_37 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai😍🦋
🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Hore
ReplyDeleteHoreee
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteSampun tayang....
Semoga bu Tien sehat selalu dan selalu sehat.....
Aamiinnnnnn ..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah matursuwun b Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kirana
Hamdallah
ReplyDeleteNuwun pak Munthoni
DeleteMatur nuwun salam sehat penuh berkat , tetap semangat jeng Tien .
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiiik
DeleteAlhamdulillah.... matur nuwun bunda, salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwik
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulilah, maturnueun bu Tien. Salam sehat dan aduhai aduhai bun.
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai 2x
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Endah
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 37* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun pak Djodhi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSatu persatu mulai terang
Syukron nggih Mbak Tien...
Haappy End nggih... *ngarep.com*🌹🌹🌹🌹🌹
Hehee...
DeleteNuwun jeng Susi
Penasaran....... apakah Luki mau bundir . .😁
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillaah dah baca, pinter bunda mengolah kata, hingga yang membaca mempersona... Makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteMatur nuwun Bu Tien, yg sangat piawai membuat pembaca gemes pd tokoh-tokoh antagonisnya. Tetap sehat njih Ibu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Waaah..pinisirin bangeeet.
ReplyDeleteMbak Tien sudah menjadikan Bachtiar detektif polisi yang handal, piawai menjebak pelaku kejahatan. Ihiiir...dengan cara yang sangat masuk akal...luar biasa ya mbak Tien ini. Maturnuwun mbak sayang
Sami2 jeng Iyeng.
DeleteHalaah.. kan aku belajar dari jeng Iyeng
Rupanya ortu Luki dan ibunya bersikeras pada pendirian mereka. Tapi kalau tahu tahu Luki ditangkap polisi bagaimana ya reaksinya..
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief.
Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAduhai deh
Mks bun KBTS 37 nya, selamat malam bun, maaf baru bisa comment, HP lagi gantian sama cucu, HP cucu rusak
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati. Makanya lama nggak baca komennya.
DeleteMakasih ibu.
Luki dijadikan gegar otak aja, lupa ingatan, supaya bisa kenalan dng dr.Adi....
ReplyDeleteWeleh
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak ARIF
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteAlhamdulillah.... matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Terima ksih bunda🙏slmt mlm slmt beristrhat .slm sht sll unk bundaqu🙏🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Alhsmdulillaah KBTS-37 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Salam Aduhai🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 37 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Luki dan pak Carik segera di ciduk Polisi.
Drama apa ya lagi ya, yng akan di mainkan oleh orang tua Luki juga bu Wirawan di hadapan Tiar.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Waah...apakah itu yg menyangkut hidup dan mati ya...apakah mungkin upaya Luki bunuh diri?🤔
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.🙏🏻
Sami2 ibu Nana
DeleteAamiin. Terima kasih
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik?
Delete