Monday, December 2, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 27

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  27

(Tien Kumalasari}

 

Bachtiar menatap Luki, sedikit ragu. Ada rasa sungkan untuk menolak, walau sebenarnya enggan. Tapi apa salahnya kalau dia datang membawa teman? Teman adalah teman, dan kemudian Luki memegang tangan Bachtiar, menggoyangkannya pelan.

“Bukankah datang ke pesta pernikahan lebih baik membawa pasangan?”

Bachtiar menepiskan tangan Luki.

“Baiklah, kalau sekedar sebagai teman, ingat, bukan pasangan.”

“Apapun, aku senang kalau bisa menemani kamu.”

Tanpa membawa senyum, Bachtiar segera bersiap, lalu menuju ke arah mobilnya, langsung duduk di belakang kemudi. Dibiarkannya Luki membuka pintunya sendiri, dan duduk di sampingnya.

“Jauhkah?” tanya Luki sambil menatap wajah Bachtiar, yang sejak awal keberangkatan hanya diam. Wajahnya dingin dan kaku. Luki membiarkannya. Yang penting bisa pergi bersama orang yang dicintainya.

“Bukankah kamu pernah ke dusun itu?”

“Oh, diadakan di desa itu juga? Bukan di sebuah gedung, misalnya?”

“Kamu pikir di kota besar? Ada gedung-gedung pertemuan?”

“Barangkali ada.”

“Kalau harus mempergunakan tempat luas, sedangkan rumahnya kecil, ada balai kampung yang bisa digunakan untuk mengadakan pertemuan.”

“Ini di rumah pak Lurah?”

“Rumah pak Carik.”

“Bukankah katamu yang punya kerja itu pak Lurah?”

“Anak pak Lurah laki-laki. Pernikahan selalu diadakan dirumah mempelai perempuan.”

“Oo.”

Luki bukan perempuan bodoh. Ia sudah mengerti semua yang dikatakan Bachtiar. Ia hanya mencari bahan pembicaraan saja. Sebel rasanya hanya diam di sepanjang perjalanan.

“Proyek yang kamu kerjakan di sana sudah selesai?”

“Yang untuk pasar sudah selesai. Yang untuk saluran air bersih hampir rampung.”

“Masih sering datang ke sana dong,” Luki mencoba memancing.

“Jarang.”

“Apa kabarnya Arumi?”

“Mengapa kamu menanyakannya?”

“Sekedar bertanya saja. Soalnya di desa itu aku hanya kenal Arumi, ketika sedang ingin menemui kamu.”

“Baik-baik saja,” jawab Bachtiar asal-asalan.

Luki agak heran. Jawaban tentang Arumi terasa dingin. Apakah mereka sudah tidak lagi berhubungan? Ada rasa gembira di hati Luki. Ia pernah mengirim pesan ke ponsel Bachtiar dengan mempergunakan nomor lain yang Bachtiar pasti tidak mengenalnya. Sepertinya Bachtiar termakan oleh pesan yang membakar hati Bachtiar.

“Syukurlah,” kata batin Luki yang berasa berhasil menghalangi Bachtiar untuk tetap menyukai Arumi.

“Gadis seumur Arumi, kalau di desa biasanya sudah menikah, punya anak beberapa,” kata Luki pelan.

Bachtiar tak menjawab. Bayangan Sutris melintas. Laki-laki ceking tapi wajahnya tidak buruk-buruk amat. Tak heran Arumi mau menerimanya. Dan nanti dia akan bertemu dengan laki-laki yang telah merebut hati Arumi. Kalau bukan karena pak Lurah yang mengundangnya, atau pengantin prianya bukan bekas anak buahnya, maka Bachtiar enggan memenuhi undangan itu. Sayangnya kedekatan-kedekatan itu telah memaksanya untuk datang, lalu akan membuatnya bertemu dengan Arumi, yang pastinya akan mendampingi Sutris dalam pernikahan kakaknya.

Sejenak Bachtiar ragu-ragu, lalu ia bersyukur karena ada Luki mendampinginya. Bachtiar justru ingin memanas-manasi Arumi  agar melihat bahwa dia juga punya pendamping, bahkan yang pernah Arumi kenal ketika Luki datang ke rumahnya.

Apakah nanti Arumi akan cemburu ya? Ah, mengapa cemburu? Arumi tidak akan peduli padanya, mau dia datang bersama Luki, atau bersama kuntilanak sekalipun. Geram Bachtiar dalam hati. Tanpa dia sadari, Bachtiar ternyata masih memikirkan Arumi. Cinta itu ada, padahal dia tidak tahu, bagaimana perasaan Arumi kepadanya. Dulu dia mengira, Arumi masih terlalu muda, sehingga belum bisa memahami, apakan sebenarnya cinta. Itu pula sebabnya, Bachtiar belum mengatakan apapun kepadanya. Tidak tahunya malah Arumi sudah digaet laki-laki lain, dengan cara yang sangat rendah pula. Ketika sampai di tempat perjamuan, wajah Bachtiar masih tampak muram. Ia membiarkan Luki menyelipkan tangannya pada lengannya.

Ia menyalami para penerima tamu, yang tidak semuanya dia kenal, tapi mereka mengenali dirinya. Bukankah ketika mengerjakan proyek Bachtiar selalu bersikap baik kepada semua orang. Pimpinan proyek yang ganteng, yang ramah, banyak orang mengenalnya.

“Oh, ada pak Bachtiar.”

“Selamat datang pak Bachtiar.”

Semuanya dijawab dengan uluran tangan dan anggukan ramah.

“Ini istri pak Bachtiar?”

Ketika mendengar pertanyaan itu, Bachtiar sadar bahwa Luki masih menggaet lengannya.

“Oh, ini teman saya. Kebetulan mau menemani,” jawabnya sambil beralih ke penerima tamu berikutnya.

Seseorang kemudian mengantarkan Bachtiar ke tempat duduk yang sudah disediakan.

Sutris yang berpakaian Jawa dan tampak ganteng, menatap dari jauh. Ayunan tangan Bachtiar yang menghunjam di wajahnya masih terasa. Ada sakit yang tak akan pernah dilupakannya.  Karenanya dia enggan mendekat.

Bachtiar duduk diam, dengan Luki menempel di sampingnya. Semua mata tertuju kepada mereka, karena mereka merupakan pasangan yang sangat serasi. Ganteng dan cantik. Sutris pergi menjauh. Tapi Bachtiar melihatnya. Agak heran Bachtiar karena tak melihat Arumi di dekatnya. Apakah Arumi duduk di tempat lain? Mata Bachtiar mencari-cari. Tapi ia tak menemukannya. Tamu yang datang silih berganti, bukan seperti sebuah resepsi di kota, yang datang dan pulang pada jam yang sudah tertera di surat undangan. Mereka datang, menyumbang, menerima hidangan, lalu pergi.

“Kemana Arumi? Apa dia bersembunyi setelah melihatku?” kata batin Bachtiar.

Sampai kemudian Bachtiar ingin mohon diri, ia tetap tak melihat Arumi. Ia kemudian berdiri, mendekati mempelai yang sedang menyalami tamu-tamu. Luki mengikutinya.

Ketika menyalami Suyono, Bachtiar menyelipkan amplop di genggamannya.

“Mengapa tidak nyamperin Arumi? Dia diundang tapi enggan datang dengan alasan malu,” bisik Suyono.

“Mengapa malu? Bukankah dia calon menantu pak Carik?” bisik Bachtiar menanggapi.

“Kata siapa? Mana mau Arumi pada Sutris? Walau Sutris pernah menyelamatkannya ketika Arumi diculik, tapi Arumi tetap tidak menyukai Sutris.”

Bachtiar tertegun. Banyak yang ingin ditanyakannya, tapi segan karena banyak orang menunggu giliran bersalaman.

Pak Lurah dengan gembira menerima kedatangan Bachtiar. Hampir semua orang mengira bahwa Luki istri Bachtiar, demikian juga pak Lurah.

“Istrinya cantik,” katanya.

“Oh, bukan. Ini teman. Saya belum laku, pak Lurah,” jawab Bachtiar santai. Luki merasa kesal, karena Bachtiar selalu memperkenalkannya sebagai teman, padahal Luki sudah merasa senang ketika orang-orang mengatakan bahwa dia istri Bachtiar.

Ketika ia hampir sampai di pintu keluar, ia berpapasan dengan Sutris, yang tak bisa mengelak ketika berhadapan. Hati Bachtiar sudah melunak mendengar Sutris bukan menjadi pacar atau calon suami Arumi, karenanya kemudian dia lebih dulu menyalaminya.

“Mas Sutris, apa kabar?” katanya ramah.

“Baik,” jawabnya singkat, dan dingin.

“Saya minta maaf karena dulu_”

“Tidak apa-apa, sudah saya maafkan. Saya tahu, pak Bachtiar salah sangka,” potong Sutris.

“Saya sangat menyesal,” Bachtiar masih menggenggam tangan Sutris, tapi Sutris perlahan melepaskannya.

“Maaf, saya masih punya pekerjaan,” kata Sutris yang kemudian berlalu.

Bachtiar menahan langkahnya, menatap punggung Sutris yang pergi dengan terburu-buru.

Luki tak mengatakan apa-apa, tapi kemudian dia sudah mengerti apa yang terjadi. Tadi ketika pengantin pria berbisik-bisik dengan Bachtiar, ia mendengarnya karena berdiri di sampingnya. Luki kesal karena Bachtiar tampak termakan oleh bisikan Suyono.

“Tiar, mengapa berhenti? Banyak orang berlalu lalang lhoh,” kata Luki.

Bachtiar terkejut, karena ia masih memikirkan Sutris yang seperti masih kesal terhadap dirinya. Sutris menyelamatkan Arumi ketika diculik? Jadi bukan Sutris yang menculik Arumi lalu pula-pura mau menolong?

“Aku terburu nafsu,” gumam Bachtiar pelan.

“Apa?”

“Tidak apa-apa, ayo pulang.”

Tapi Luki kecewa. Kedatangan ke perhelatan membuat semuanya akan terbuka? Apakah Bachtiar akan mengusut siapa penculik yang sebenarnya? Setelah menerima pesan darinya, pastilah Bachtiar mengira bahwa Sutris adalah penculiknya. Tapi sekarang tampaknya semuanya berubah.

“Semoga Arumi akan memenuhi janjinya untuk tidak akan menyebut namaku,” kata batin Luki yang hatinya merasa ketar-ketir.

***

Bachtiar diam dalam perjalanan pulang, karena bisikan Suyono masih terngiang di telinganya. Ia merasa bersalah, bukan hanya kepada Arumi, tapi juga kepada Sutris yang dengan membabi buta dihajarnya.

"Perhelatan di desa membosankan ya, untung kamu segera mengajak aku pulang,” kata Luki yang ingin membuka percakapan.

“Jangan samakan semua yang di desa dengan kota besar di mana kamu tinggal,” kata Bachtiar dengan nada tinggi.

“Iya, maaf,” kata Luki mengalah.

Tapi rasa khawatir semakin menghantui perasaan Luki. Ia segera mengambil ponselnya, kemudian menuliskan pesan ke nomor kontak pak Carik, yang intinya agar mengingatkan Sutris dan Arumi, agar selalu menutup mulut demi keselamatan mereka berdua.

Setelah itu Luki memasukkan ponselnya kembali lalu bersandar untuk menenangkan diri.

Luki tertidur di perjalanan, dan Bachtiar segera membangunkannya ketika sampai di rumah.

“Sudah sampai?” tanyanya pelan.

“Sudah, segeralah pulang, kamu tidur di mana?”

“Bolehkah menginap di sini?”

“Tidak boleh, mana bisa kamu menginap di rumah seorang lajang seperti aku?”

“Aku siap tidur di mana saja, dilantai juga mau, besok pagi-pagi aku akan pulang ke hotel.”

“Tidak.”

“Aku mengantuk sekali, Tiar, tolonglah.”

“Apa kamu tidak mendengar aku berkata? Aku tidak bisa menerima seorang gadis tidur di rumahku. Apa kata tetangga nanti kalau itu aku lakukan?”

“Kamu tidak kasihan Tiar, pada temanmu ini? Aku mengantuk sekali.”

“Maaf Luki, aku tidak mengundangmu. Dan kamu ikut aku juga atas kemauan kamu sendiri. Aku juga ingin beristirahat segera, karena besok pagi aku juga harus bekerja.”

Lalu Bachtiar turun, kemudian membuka pintu mobil sebelah kiri, memaksa Luki agar segera keluar.

Luki keluar dengan perasaan putus asa. Ia mendekati mobilnya, kemudian menjalankannya keluar dari halaman perlahan. Sungguh dia amat mengantuk, tapi mana mau Bachtiar menerimanya menginap?

***

Bachtiar tak bisa segera tidur. Apa yang dikatakan Suyono masih terngiang di telinganya. Walau Sutris menyelamatkannya dari penculik, Arumi tetap tidak mau menerimanya? Jadi dia salah sangka. Kalau begitu siapa yang mengirimkan pesan ke ponselnya yang mengatakan bahwa Sutris dan Arumi telah pergi bersama dan melakukan hal yang tidak pantas dan entahlah, yang jelas membuat Bachtiar merasa cemburu dan tentu saja marah. Ia terus berpikir siapa yang mengirimkan pesan busuk itu ke ponselnya.

“Pasti seseorang yang ingin agar aku membenci Arumi. Tapi siapa? Jangan-jangan Luki, tapi dari mana Luki mengetahui tentang penculikan itu?” gumam Bachtiar.

Tapi sesungguhnya ini belum jelas benar. Suyono hanya berkata sekilas. Dan sikap Sutris yang dingin terhadapnya, tampak bahwa dia sangat benci padanya.

Lalu Bachtiar memilih untuk menemui Arumi saja dan menanyakan kebenarannya. Arumi gadis yang baik. Ia tak akan membohonginya.

Membayangkan wajah cantik yang polos itu, Bachtiar harus menekan rasa rindu yang menyesak dadanya.  

“Setelah semuanya jelas dan ternyata Arumi masih seperti Arumi yang aku kenal dulu, maka aku akan segera melamarnya. Tak peduli bapak, atau lebih-lebih lagi ibu akan memarahi aku.”

Membayangkan bisa kembali mendapatkan Arumi, Bachtiar baru bisa memejamkan matanya, dan berharap bisa memimpikan Arumi dalam tidurnya.

Tapi menjelang pagi, tiba-tiba ponselnya berdering.

Bachtiar melihat ke arah jam dinding di kamarnya.

“Jam tiga, mengapa ibu menelponku?” gumamnya sambil mengangkat ponselnya.

“Ibu, ada apa?”

“Kamu keterlaluan. Luki kecelakaan.”

***

Besok lagi ya.

57 comments:

  1. Replies
    1. Top mas Kakek. Ki lagi neng ndi ? Jik neng Gunung Kidul?

      Delete
    2. Sdh di Solo, InshaaAllah besuk sowan karo bu Mintarti, jeng Indi, jeng Emillia, jeng Rietaningsih, jeng Susilarsih, jeng Ida Farida, jeng Ning dan aku.

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur suwun bunda Tien, semoga bunda Tien selalu sehat...aamiin

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .... maturnuwun ... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ..terimakasih.... semoga Bunda sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun jeng Tien , tak cegat wiwit jam 19.00 lagi muncul.
    Sing penting jeng Tien sehat .

    ReplyDelete
  7. Maturnuwun bu Tien, sampun tayang ... otw plg ke bks, semoga bu Tien dan pak Tom sll sehat dlm lindungan Allah SWT . Sampai jumpa ya bun.. salam aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Senang bisa ketemu aduhsi aduhai deh

      Delete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  9. Tolong = pulang kamsudnya he he he hp nulis sesuka hatinya

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Dasar Luki Luki.... Kecelakaannya pasti memikirkan bahtiar, makasih bunda

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, bisa masuk dan komen lagi, terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Mundjiati
      Apa kabar ?
      Kemarin saya cari nggak ketemu di Jogya

      Delete
  13. Matur suwun cerbung sdh tayang , semoga sehat2 selalu Bunda Tien 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ega
      Apa kabar?

      Delete
  14. Alhamdulillah sdh tayang
    Matur nuwun bunda

    ReplyDelete
  15. Nah ini baru bijaksana, mas Tiar mau penjelasan tentang hilangnya Rumi.
    Luki kecelakaan benar apa dibuat buat ya... soalnya orang seperti dia sulit dipercaya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 27 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Tiar baru sadar akan kebodohan yang ia lakukan selama ini.

    Tiar mau klarifikasi, menemui Arumi dan Suyono, dan pastinya Luki ketakutan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni
      Kok nggak ikut ke Jogya?

      Delete
  18. Baguslah kalau Bachtiar sudah mulai tahu faktanya...Luki sudah ketar ketir tuh...tapi yg bikin celaka krn dia ngantuk kali ya...tunggu besok baru tau.😀

    Terima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu.🙏🏻

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah.... cerbung kesayangan sdh tayang. Terimakasih bunda Tien....

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  21. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  22. Selamat pgii bunda..terima ksih lanjutan cerbungnya🙏salam sehat sll unk bunda 🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, wilujeng enjing Bu Tien

    ReplyDelete
  24. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 12

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  12 (Tien Kumalasari)   Arum terbelalak menyadari bahwa laki-laki yang dicintai adalah junjungan di istana ...