Monday, November 25, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 21

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  21

(Tien Kumalasari)

 

Seperti mimpi Sutris melihat Arumi berada di tempat itu. Ia tertidur pulas, diam tak bergerak. Sutris ingin menyentuhnya, tapi diurungkannya. Ada rasa sayang yang kemudian menahan keinginannya.

“Arumi,” panggilnya pelan yang kemudian diulanginya berkali-kali. Tapi Arumi tak bergerak. Sutris menjadi panik. Masih adakah napas kehidupan pada gadis yang sangat dicintainya ini? Didekatkannya jarinya di depan hidung Arumi. Sutris merasa lega ketika hembusan tipis keluar dari sana.

“Arumi, bangunlah.”

Karena khawatir, Sutris kemudian nekat menyentuh lengan Arumi, dan digoyang-goyangkannya pelan.

Ia berhasil. Arumi kemudian bergerak, dan membuka matanya.

“Arumi?”

“Kamu?”

“Kamu mengenaliku?”

“Rupanya kamu bersekongkol dengan dia,” katanya lemah.

“Bersekongkol apa? Siapa yang membawamu kemari?”

“Perempuan bernama Luki.”

“Luki siapa?”

Sutris tidak pernah mendengar nama Luki. Ia juga belum pernah bertemu dia. Karenanya dia heran Arumi menyebut namanya, dan seperti mengira kalau dia mengenalnya.

“Jahat sekali. Kamu tidak mengenalnya?”

“Aku tidak mengira kamu berada di sini. Aku pergi bersama ayahku.”

“Bawa aku pergi.”

“Tentu, aku akan membawamu pulang. Bapak dan simbokmu kebingungan mencari kamu.”

Tiba-tiba air mata Arumi menitik. Sedih rasanya mengingat kedua orang tuanya, yang pasti kebingungan mencarinya. Ia tidak tahu mengapa ada orang menculiknya dan membawanya ke tempat itu.

Sutris menuju ke arah pintu, tapi ia terkejut karena tak berhasil membukanya. Tadi ia hanya membuka dan tidak menguncinya, mengapa tiba-tiba terkunci?

Arumi berusaha bangkit, tubuhnya sangat lemas. Ia tidak makan dan minum selama dua hari di tempat itu, dan ia baru saja memuntahkan seluruh isi perutnya. Ia meraih botol di atas meja, tapi ia nyaris terjatuh.

“Kamu mau apa?”

“Minum.”

Sutris mengambilkan botol minum lalu membukanya karena masih tersegel. Lalu mengulurkannya kepada Arumi.

Arumi meminumnya beberapa teguk.

“Ayo, bawa aku pergi.”

“Tapi pintu itu terkunci dari luar. Ketika masuk aku tidak menguncinya. Ada apa ini?”

“Mereka menyekap aku sejak kemarin. Aku tidak tahu mengapa. Lalu kamu datang, dan mengatakan bahwa tidak tahu apa-apa.”

“Aku memang tidak tahu apa-apa. Aku pergi bersama bapak, lalu aku ditinggalkannya di sini. Aku terkejut melihat kamu.”

Sutris menuju ke arah pintu lagi, lalu menggedor-gedornya sambil berteriak-teriak.”

“Heiii! Buka pintunyaaaa. Buka pintunyaaaa.”

Lalu Sutris putus asa karena sampai suaranya serak, tak ada yang membukakan pintu untuknya.

“Aku lapaaaar,” keluh Arumi lemah.

“Ya Tuhan, kamu belum makan? Di situ ada beberapa potong roti.”

Sutris mengambilkan bungkusan roti dan memberikannya kepada Arumi. Arumi memakannya sepotong.

“Katakan, bagaimana kamu bisa berada di tempat ini.”

Setelah memakan sepotong roti, Arumi merasa tidak selemas tadi. Ia merosot dan duduk begitu saja di lantai. Sutris mengikutinya, duduk bersimpuh di depannya. Lalu Arumi mengatakan apa yang dialaminya sejak malam ketika dia tidur dan mendengar suara orang meminta tolong, tapi kemudian ketika sadar dia berada di tempat itu. Ia juga mengatakan tentang Luki yang memaksanya meminum semacam cairan yang kemudian dimuntahkannya setelah Luki pergi.

“Ia ingin membunuhku dengan cairan beracun, barangkali.”

“Luki itu siapa?”

“Ketika aku bertemu dia untuk pertama kalinya, dia datang ke rumah mencari mas Tiar. Dia bilang bahwa dia calon istrinya."

“Mas Tiar itu … ?”

“Mas Bachtiar.”

“Pimpinan proyek itu? Berarti dia bermaksud jahat sama kamu. Wajahnya tampan, tapi jahat. Untuk apa dia melakukan semua ini? Dia bersekongkol?  Aku tak mengerti.”

“Aku kira mas Tiar bukan orang jahat. Dia pernah bilang bahwa tidak memiliki calon istri. Jadi Luki hanya mengaku-aku.”

“Ini membingungkan,” keluh Sutris yang kemudian kembali menggedor-gedor pintu.

“Mengapa ayahmu membawa kamu kemari?”

“Ini juga membingungkan,” jawab Sutris yang kembali menggedor pintu, sampai kelelahan, kemudian kembali duduk.

Tak lama kemudian pintu terbuka. Sutris menghambur ke pintu, tapi seorang laki-laki tinggi besar mendorongnya hingga terjatuh. Lalu ada laki-laki lain yang melemparkan sebuah bungkusan.

“Itu makanan, makanlah kalau tak ingin mati kelaparan,” katanya lalu kembali menutup pintu dan menguncinya.

Sutris benar-benar bingung. Mengapa ayahnya seperti terlibat dalam peristiwa ini?

Ia kembali duduk lalu meraih bungkusan yang tadi dilemparkan oleh laki-laki garang itu.

“Makanan dan minuman,” gumamnya.

“Mereka tak ingin aku mati, buktinya memberi makan dan minum. Lalu racun apa yang dicekokkan padaku tadi?”

“Begini saja. Lebih baik kita makan dan minum, supaya kita punya kekuatan. Kalau ada kesempatan, aku akan melawan laki-laki tadi, kemudian kita akan melarikan diri.”

Arumi mengangguk. Ia bersyukur ada Sutris yang ternyata mendukungnya, dan tidak bersekongkol dengan para penculiknya. Ia juga tak melakukan sesuatu yang membuatnya ketakutan.

***

Pak Carik sedang makan siang bersama Luki di sebuah warung. Luki tampak tersenyum senang.

“Apa non Luki yakin bahwa mereka akan melakukannya?”

“Tentu saja. Obat perangsang itu sudah diminum Arumi. Begitu Sutris, anak bapak datang, pasti Arumi langsung menyerangnya. Apa daya seorang laki-laki normal ketika ada perempuan menyerahkan diri? Ya pasti terjadilah,” lalu Luki terkekeh.

“Gadis sombong itu tak bisa berkutik. Ia menolak Sutris, dan sekarang meminta-minta agar terpuaskan hasratnya.”

“Jadi pak Carik akan segera mengambilnya menjadi menantu?”

“Tidak. Aku hanya ingin gadis sombong itu ternoda, agar dia sadar bahwa menolak anakku adalah penyesalan yang harus disandangnya.”

“Bukankah kata pak Carik bahwa Sutris tergila-gila pada Arumi?”

“Aku tidak mengijinkan dia menikahinya.”

“Bagaimana kalau Arumi hamil?”

“Di dusun ada dukun yang bisa menggugurkan kandungan. Itu bukan hal sulit. Orang tua Arumi itu miskin, dia tak akan berkutik kalau aku memberinya uang.”

“Bagus. Biarlah mimpi Bachtiar juga akan tetap hanya menjadi impian,” gumamnya lirih.

***

Pak Carik menikmati makanannya dengan tersenyum senang. Anaknya adalah seorang laki-laki. Tak ada cacat celanya laki-laki bukan perjaka ting-ting. Tak akan kelihatan dia perjaka atau bukan. Berbeda halnya kalau anaknya adalah perempuan. Ia kemudian merasa beruntung ketika beberapa hari yang lalu bertemu Luki.

Luki yang pamit pada bu Wirawan akan kembali ke Jakarta, ternyata tidak kembali. Ia menginap di hotel dan merencanakan sesuatu.

Ia kembali ke desa Sabrang, dengan mobil carteran.

Ketika ia membutuhkan sesuatu, ia mampir ke toko pak Carik, yang waktu itu hanya pak Carik yang ada, dan sedang mau pergi mengurus pembelian kios yang berhari-hari lalu sudah diincarnya, dan ingin menjadi pembeli pertama yang bisa memilih lokasi yang dinilainya strategis.

Melihat seorang gadis cantik yang tampaknya bukan orang sembarangan, pak Carik menyapanya dengan ramah.

“Selamat pagi Non, sepertinya Non bukan orang sini?”

“Saya datang dari Jakarta Pak. Hanya ingin membeli permen saja.”

“O, ada bermacam-macam permen di toko saya, sebentar saya ambilkan,” kata pak Carik yang kemudian kembali masuk, lalu mempersilakan Luki untuk memilihnya.

Tak ada permen istimewa seperti yang diinginkannya, jadi Luki hanya memilih permen yang rasanya mint saja beberapa ribu rupiah.

Pak Carik kembali keluar dan ingin beramah tamah dengan gadis itu.

“Sepertinya Non ingin membuka usaha di sini?” tanya pak Carik sekenanya.

“Ya, kalau memungkinkan,” jawab Luki yang juga menjawab sekenanya.

“Saya akan membeli beberapa kios di bangunan yang baru itu. Saya harus inden sebelum kedahuluan yang lain, supaya bisa memilih lokasi yang bagus.”

“O, baru mau inden?”

“Iya, soalnya bos yang memimpin pembangunan itu sering tidak ada di tempat. Hari ini saya mau mencobanya. Saya harus bertemu langsung dengan pak Bachtiar karena kalau hanya pesan pada mandornya saja kurang pas. Kelamaan juga.”

“Bapak kenal dengan pak Bachtiar?”

“Ya, kenal Non, biarpun hanya sekilas. Dia itu baik dan ramah kepada siapa saja.”

“Apa Bapak juga kenal dengan Arumi?”

“Kok Non bisa tahu nama Arumi juga?”

“Tahulah. Aku sering datang kemari dan melihat-lihat. Aku pernah dengar Arumi itu dekat dengan yang namanya pak Bachtiar, benarkah?”

“Itu saya kurang tahu. Memang sih, kata anak saya, pak Bachtiar sering membelikan air galon untuk Arumi. Bisa empat atau lima galon. Apa perhatian itu karena ada hubungan atau tidak, saya tidak tahu. Saya kurang suka dengan gadis itu, dia sombong, merasa diperhatikan oleh orang terkenal seperti pak Bachtiar barangkali.”

“Dia sombong?”

“Sangat sombong. Saya sakit hati karena dia menolak Sutris, anak saya, yang tergila-gila pada dia. Saya sih tidak mau punya menantu orang miskin, tapi penolakan Arumi membuat saya sakit hati. Ah, kok jadi ngelantur, saya mau ke proyek dulu ya Non.”

“Tunggu Pak, saya ingin bicara.”

“Oh ya, mau ikutan pesen juga?”

“Bukan. Tentang Arumi."

Awal pertemuan itu membuahkan sebuah rencana jahat untuk mempermalukan Arumi. Di pihak pak Carik, sakit hati karena anaknya ditolak, di pihak Luki, sakit hati karena dirinya ditolak Bachtiar dan itu disebabkan adanya Arumi.

***

Wahyuni sedang duduk di teras rumah bersama ibunya, menunggu kedatangan pak Carik yang lagi-lagi tidak mampir ke toko seharian itu. Kepergiannya yang tidak jelas membuat bu Carik sedikit uring-uringan.

“Aku tidak tahu, mengapa ayahmu bertingkah aneh beberapa hari ini.”

“Pagi tadi mengajak Sutris, berarti ini masalah pekerjaan,” jawab Wahyuni.

“Kalau masalah pekerjaan, mengapa tidak ngomong saja berterus terang. Ditanya malah marah.”

“Mungkin sedang banyak yang bapak pikirkan. Ibu tidak usah marah.”

Ketika itu terdengar mobil polisi meraung raung, melintasi rumah pak Carik.

“Ada apa itu?” tanya bu Carik.

“O iya Bu, sebelum tutup toko tadi Yuni juga melihat mobil polisi lewat, kata mas Yono, polisi sedang ikut mencari keberadaan Arumi.”

“Berarti sudah ada yang melaporkan ke polisi. Syukurlah, semoga Arumi bisa segera diketemukan.”

“Kata mas Yono, pak Bachtiar yang melaporkannya.”

“Kamu ketemu Yono di mana? Itu Yono anak pak lurah yang jadi mandor kan?” tanya bu Carik. Ia teringat kata suaminya, yang katanya Suyono pernah ditawari untuk menikahi Wahyuni, tapi menolak.

“Dia itu sering ke toko. Beli rokok.”

“Beli rokok?”

“Iya, sudah Yuni marahin, katanya sudah berkurang merokoknya.”

“Apa dia bersikap baik, sama kamu?”

“Baik, memangnya kenapa?”

“Nggak apa-apa, syukurlah.”

“Bu, jangan-jangan benar, Arumi digondol mahluk halus.”

“Kamu itu aneh, ikutan kata orang-orang saja. Kalau menurut ibu, ada orang jahat yang mengganggunya.”

“Mengapa Arumi? Bukankah Arumi itu gadis baik?”

“Entahlah, tak ada yang tahu, mengapa Arumi bisa hilang."

Tiba2 pak Carik muncul dengan sepeda motornya. Sendiri. Langsung masuk ke dalam, mengacuhkan pertanyaan sang istri.

***

Hari sudah sore ketika Sutris dan Arumi masih saja menunggu waktu. Ia berkali-kali menggedor pintu, tapi tak ada jawaban, dan tak ada tanggapan.

“Ke mana mereka? Masa tidak tertarik mendengar pintu digedor-gedor begini?”

“Kalau nanti berhadapan dengan mereka, apa kamu berani menghadapi Mas? Mereka itu orangnya garang, tubuhnya tinggi besar.”

“Biarpun aku ini kecil, tapi aku tidak takut. Ini demi menyelamatkan kamu, apapun akan aku lakukan.”

Arumi menatap Sutris dengan penuh rasa haru.

“Terima kasih ya Mas. Aku merasa beruntung, ada kamu di sini. Barangkali Allah yang menuntun kamu sampai ke tempat ini.”

Tapi Sutris berpikir lain. Ia sampai ke tempat itu karena ayahnya yang membawanya. Ayahnya juga memberikan kunci kamar yang ada Arumi di dalamnya. Ada apa sebenarnya, dan apa maksud sang ayah dengan melakukan semuanya?

“Tak ada celah di tempat ini, tampaknya susah untuk melarikan diri.”

“Kecuali kalau pintu itu dibuka dan aku bisa melawan orang-orang itu. Tapi kalau nanti tetap tidak dibuka pintunya, aku akan berusaha menjebolnya.”

“Pintunya tampaknya sangat kuat.”

“Ada kursi di situ, sebaiknya aku akan mencoba menjebol pintu dengan kursi itu,” kata Sutris yang kemudian mendekati salah satu kursi yang ada, dan mengangkatnya mendekati pintu.

Sutris sudah mencari jarak yang tepat untuk menghancurkan pintu itu dengan kursi yang dipegangnya, ketika pintu itu terbuka. Sutris mundur dua langkah, dan melihat seorang wanita cantik berdiri sambil tersenyum.

“Wanita jahat! Apa sebenarnya maumu?” teriak Arumi.

“Ya ampuun, kamu ternyata bisa segalak macan betina. Dengar, aku akan mengantarkan kamu pulang dengan baik-baik.”

Mata Arumi meredup mendengarnya.

“Tapi dengan satu syarat.”

Arumi dan Sutris mendengarkan dengan seksama syarat itu.

“Kalian, akan sampai di rumah kamu dengan selamat, tapi jangan sekali-sekali menyebut namaku dalam kejadian ini.”

“Kamu sudah melakukannya, bagaimana mungkin aku tidak boleh mengatakannya?” kata Sutris.

“Itu syarat yang harus kalian penuhi. Kalau sampai terjadi ada namaku disebut-sebut, hidup kalian tidak akan tentram selamanya,” katanya tandas, dengan mata menyala, membuat hati Arumi sedikit ciut mendengar ancaman itu. Tapi bukankah ia ingin segera pulang? Syarat apapun akan dipenuhinya.

“Lalu apa yang harus kami katakan?”

“Terserah kalian mau bilang apa. Jalan-jalan berdua, bersenang-senang, atau apa, asalkan jangan bercerita tentang peristiwa ini, apalagi menyebut namaku. Kalau setuju, sekarang Arumi ikut aku, aku akan mengantarkan kamu sampai ke dekat rumahmu.”

“Arumi tidak harus pergi sendiri, aku ikut bersamanya,” kata Sutris yang mau tidak mau menyetujui apa yang dikatakan Luki.

“Ohoo, baiklah. Sehari ini kalian telah menjadi semakin dekat ya, aku senang mendengarnya. Baiklah, ayo pulang.”

***

Besok lagi ya.

58 comments:

  1. 🌹🍀🌹🍀🌹🍀🌹🍀🌹🍀🌹🍀

    Alhamdulillah, KaBeTeeS_21 sdh tayang.
    Terima kasih Bu Tien, semoga hari ini dalam keadaan sehat wal'afiat. Aamiin 🤲🤲

    Apa yang akan dilakukan Sutris, setelah mengetahui keadaan Arumni yang tergolek itu.....?

    Yuk kita baca bareng²

    🌻🌹🌻🌹🌻🌹🌻🌹🌻🌹🌻🌹

    ReplyDelete
  2. Maturnuwun bu Tien, salam sehat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
  3. Horee.... Mas Kakek malit, disusul nTe Nuning..... Matur nuwun Bu Tien, dalam sehat.

    ReplyDelete
  4. Suwun mb Tien, disalip pak kakek

    ReplyDelete
  5. 🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊
    Alhamdulillah 🙏🤩
    KaBeTeeS_21 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam seroja😍🦋
    🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien
    Salam sehat dari Purwodadi Grobogan.

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah ... maturnuwun Bu Tien .... sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun bunda Tien..🙏
    ( tp mohon maaf bukannya epsd 21 njih bun..?)

    ReplyDelete
  13. Kali ini Sutris perlu diacungi jempol. Tidak ada niat jahat, bahkan mau menolong Rumi.
    Luki mengancam, tapi kalau tidak ada kejadian tragis antara Sutris dan Rumi ya tidak pengaruh apapun.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 21* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Ketika bulan tinggal separuh 22 sdh tayang
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien selalu sehat² n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT

    ReplyDelete
  16. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 21 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Sudah jelas otak penculik nya adalah Luki dan pa Carik. Tapi Polisi pasti bisa mengorek, info2 ini dari Sutris dan Arumi, klu sdh sampai rumah nnt.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  17. Ooh...karena maksudnya sudah tercapai, maka Luki akan melepaskan Arumi? Tapi dia ga sadar kalau salah kasih obat, bukan perangsang tapi obat tidur yang bikin Arumi ngantuk dan lemas. Apalagi kan Sutris memang mencari Arumi untuk menolongnya? Harusnya pak Carik yg ngasih obat perangsang ke Sutris sebelum memasukkannya sekamar dengan Arumi, wkwk...😀

    Terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.🙏🏻

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, salam sehat Bu Tien 💖

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  20. Si jahat Luki...
    Semoga aja cepat ditangkap...

    Selamat malam Bunda Tien ..
    Salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun Dhe, sdh di edit eps malam ini. Sehat selalu dan selalu sehat.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Cinta ditolak, cemburu buta deh , kasihan kamu Luki,..,😁🤭

    ReplyDelete
  23. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Ika

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 21

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  21 (Tien Kumalasari)   Seperti mimpi Sutris melihat Arumi berada di tempat itu. Ia tertidur pulas, diam tak ...