MASIH ADAKAH MAKNA 41
(Tien Kumalasari)
Rohana menatap tajam kedua menantunya. Kesal karena akan dipaksa berobat. Ia melepaskan cekalan Monik.
“Aku hanya ingin makan gado-gado, kenapa menghalangi aku?” sergahnya.
“Oh ya, Bu. Baiklah ayo makan gado-gado dulu,” kata Minar yang gantian meraih lengan sang ibu mertua. Tapi lagi-lagi Rohana berteriak kesakitan.
“Kamu mencengkeram sangat erat, Minar. Sakit, tahu.”
“Maaf Bu, baiklah, ayo pelan-pelan saja,” kata Minar yang kemudian menarik kursi untuk tempat duduk ibunya.
Rohana duduk di samping Monik, dan Minar melayani menata racikan gado-gado di piring sang mertua.
Ada kentang, wortel, irisan tahu dan tempe, kubis di iris tipis, lalu diguyur dengan sambal gado-gado yang harumnya menggugah selera. Kemudian ditaburi emping goreng renyah.
“Sedap sekali,” kata Monik memuji sambil mengambil untuk dirinya sendiri.
“Iya benar. Irisan daun jeruk di sambal ini penyebabnya," kata Rohana sambil mengaduk racikan itu. Tapi ketika dia mengangkat tangan untuk memasukkannya ke dalam mulut, mulutnya berdesis kesakitan.
“Aadduuh … kenapa ini, kemarin tidak apa-apa. Tadi pagi masih bisa mengangkat gelas untuk minum,” keluhnya.
“Kenapa Bu?”
“Aku nggak bisa mengangkat tanganku. Padahal tadi sudah aku gosok dengan minyak angin yang panas, dan agak ringan.”
“Kalau begitu Monik suapin saja dulu ya Bu,” kata Monik yang kemudian mengambil sendok Rohana dan menyuapkannya.
“Coba pakai tangan kiriku saja,” kata Rohana setelah menerima suapan Monik yang pertama. Sambil mengunyah dia mencoba mengangkat lengan kirinya. Tapi kemudian Rohana berteriak kesakitan.
“Aauuw … kenapa sakit sekali? Apa terlalu keras tadi pagi aku mengurutnya ya,” kata Rohana sambil mengelus lengannya.
“Setelah makan, kita ke rumah sakit,” kata Monik yang disambut Minar dengan anggukan.
“Nggak mau, panggil dukun urut saja. Pasti hanya keseleo.”
“Dukun urut?” pekik Monik dan Minar bersamaan.
“Memangnya kenapa? Dia pasti bisa membetulkan tulang keseleo.”
“Jangan Bu, lebih baik ke dokter. Nanti akan dilihat, rasa sakit pada lengan ibu itu karena apa. Jangan-jangan ada tulang yang patah, lebih-lebih di lengan kiri ibu itu.”
“Patah?” sekarang Rohana yankg berteriak.
“Tadi Monik lihat membiru dan agak bengkak.”
“Karena tadi aku mengurutnya terlalu keras, barangkali. Tidak apa-apa, dukun urut saja.”
“Begini saja Bu. Kita ke rumah sakit dulu, biar dokter melihat lengan ibu itu kenapa. Kalau hanya memar biasa, barangkali diurut pelan-pelan bisa sembuh, tapi kalau ada fraktur, pastinya harus ditangani lebih cermat.”
“Apa itu fraktur? Jangan menakuti aku dengan istilah yang aneh-aneh.”
“Fraktur itu patah tulang, Bu.”
“Apa? Tidak, masa patah tulang?”
Tapi Rohana berpikir bahwa pukulan penjahat itu memang terlalu keras. Memang nyeri, tapi Rohana bisa menahannya dan menganggap bahwa itu hanya memar.
“Ibu sebenarnya dipukul siapa?”
“Aku sedang duduk menghitung uangku, yang akan aku berikan kepada seseorang. Tapi ada orang yang tiba-tiba merebutnya. Aku meraih pentungan di sebuah pos ronda, kemudian mengejarnya. Aku pukul dia, tapi dia berhasil merebut pentungan itu dan membalas dengan memukul lenganku sebelah kiri ini. Agak keras sih.”
“Ya ampuun. Ibu. Sekarang habiskan makan gado-gadonya ini, lalu kita ke rumah sakit. Tolong Ibu menurutlah. Hanya untuk melihat seberapa parah lengan Ibu yang sakit itu. Terlebih yang kiri, seperti agak bengkak,” kata Monik.
“Yang kanan mungkin karena aku mengayunkan pentungan itu. Kalau yang kiri ini memang terkena pukulan.”
Monik menyelesaikan menyuapi Rohana dengan sepiring gado-gado, kemudian meminta Minar agar bersiap untuk mengantar ibu mertua mereka ke rumah sakit.
“Ingat ya, jangan sampai aku diperlakukan macam-macam di rumah sakit. Aku hanya ingin melihat luka lengan kiri ini, lalu akan mencari dukun urut saja,” kata Rohana sambil bersungut-sungut.
***
Setelah diperiksa, di rontgen, ternyata lengan kiri Rohana retak. Rohana menggerutu.
“Hanya retak, nanti aku bebat dengan kain ketat saja.”
“Bu, kalau ibu tidak mau ditangani dengan baik seperti penanganan yang umum dilakukan di rumah sakit, nanti malah bahaya,” kata dokter membujuknya.
“Bahaya bagaimana?”
“Yang retak bisa menjadi patah. Itu lebih parah.”
“Lalu aku harus diapakan?”
“Lengan ibu harus di gips, dan tidak boleh digerak-gerakkan dalam waktu yang lama, sampai tulang ibu tersambung sempurna. Jadi, nanti setelah di gips, lengan ibu harus digendong, sehingga tidak bisa bergerak leluasa.”
Rohana merinding. Harus menggendong lengannya ketika pergi ke mana-mana? Padahal Rohana punya banyak rencana. Masih ada uang dari almarhumah Sofia yang harus diserahkannya kepada orang yang membutuhkan, atau panti asuhan dan sebangsanya. Memang sih, uang itu sudah berkurang untuk mencukupi kebutuhan Kartinah yang baru saja ditolongnya. Tapi ia harus memberikan sisanya kepada yang lebih membutuhkan. Masa iya, dirinya harus pergi ke mana-mana dengan menggendong lengannya?
“Ibu harus nurut ya, kalau tidak nanti malah bertambah parah.” bujuk Minar dan Monik bergantian. Mereka baru mengabari suami-suami mereka setelah pemeriksaan selesai dilakukan, agar tidak membuat mereka panik.
***
Selesai tindakan yang dilakukan terhadap Rohana, dokter mengijinkannya pulang. Tapi Rohana tak mau pulang bersama mereka.
“Ibu mau ke mana? Sebaiknya pulang bersama kami, lalu beristirahat,” kata Minar.
“Iya Bu, Ibu mau ke mana sih, kami antar.”
“Tidak. Kalian pulanglah, aku mau menemui seseorang.”
“Ibu mau ketemu bapak?”
“Apa maksudmu?”kata Rohana sambil mengerutkan alisnya. Ia bersama yang lain saja enggan mendekat pada bekas suaminya, masa sekarang mau menemuinya sendiri.
“Nanti mas Tomy akan menjemput setelah pulang kantor,” kata Monik.
“Tidak, aku tidak mau ketemu dia. Sudah, kalian pulang saja. Jangan takut, aku tidak akan lari lagi,” katanya sambil membalikkan tubuhnya meninggalkan kedua menantunya yang bengong seperti sapi ompong.
“Mau ke mana ibu itu?”
“Ayo kita ikutin.”
“Jangan, nanti kalau ibu tahu kalau kita mengikutinya, pasti akan marah-marah.”
“Jadi lebih baik kita pulang.”
“Bagaimana kalau melihat keadaan bapak dulu?”
“Iya, nggak apa-apa, bapak juga pasti kesal menunggu dijemput, kalau ada kita, barangkali ada teman untuk berbincang,” kata Minar. Ia juga dekat dengan ayah Tomy, karena ayah Tomy juga menganggap Satria seperti putranya sendiri.
***
Dengan sebelah lengan digendong, Rohana masuk ke dalam, ke ruangan VVIP, karena ia ingin menemui Lisa. Sejak kecelakaan itu Rohana belum pernah melihat bagaimana keadaannya.
Ia bertanya-tanya, dan segera mengetahui di mana kamar temannya.
Ketika Rohana masuk, dilihatnya Lisa sudah duduk di tepi ranjang, ditemani pembantunya. Sebelah matanya masih dibalut perban. Tapi sebelahnya lagi bisa melihat siapa yang datang.
Melihat Rohana datang, wajah Lisa langsung berubah. Barangkali dia malu dengan keadaannya.
“Lisa, bagaimana keadaanmu?” tanya Rohana lembut.
“Mau apa kamu datang kemari? Untuk mentertawakan aku karena sekarang mataku buta sebelah?”
“Lisa, hilangkan prasangka buruk dalam hatimu. Tidak semua orang suka bertepuk tangan melihat kesengsaraan orang lain. Biarpun hubungan kita tidak terlalu baik, aku masih menganggapmu teman. Aku prihatin melihat keadaanmu. Aku berharap penglihatanmu segera pulih.”
“Tidak bisa. Mataku tidak hanya terkena sebilah pecahan kaca, tapi ada beberapa. Itu menghancurkan mataku, membuatku tak lagi bisa melihat,” kata Lisa yang terdengar lebih lunak.
“Aku sungguh merasa prihatin.”
“Kenapa pula tanganmu?”
“Retak, dalam sebuah kecelakaan,” jawab Rohana tanpa ingin menceritakan keadaan sebenarnya.
“Oh, sama denganku. Bukankah ini juga karena kecelakaan? Tapi kamu hanya cedera tangan, sedangkan aku … mata ini ….” katanya pelan. Nada sedih terdengar memilukan.
“Kamu harus sabar, Lisa. Ini ujian bagi kita. Bagi kamu, dan aku. Kehilangan sebelah mata, pasti sangatlah berat. Barangkali kalau matamu bisa tersembuhkan, kamu akan rela melepaskan semua harta yang kamu miliki.”
“Tentu saja, aku mau. Tapi dokter tidak menjanjikan itu.”
“Jadi sekarang kamu mengerti, bahwa harta itu sama sekali tidak berharga, jika dibandingkan dengan perlengkapan yang diberikan Allah untuk tubuh kita ini. Mata yang utuh, tangan yang utuh, kaki, telinga … dan semuanya. Bukan main besar harganya. Kekayaan duniawi tidak akan membuat orang menjadi hebat dan memiliki kedudukan tinggi. Kekayaan bukan sesuatu yang bisa dibandingkan dengan apa yang menempel di tubuh kita ini. Apa kamu mengerti?”
Tiba-tiba air mata Lisa meleleh. Perkataan Rohana sangat menyentuh nuraninya. Dan dia membenarkannya.
“Rohana, sekarang aku menyadari kesalahanku. Kesombonganku. Saat aku tak berdaya tentang mata yang hanya sebelah, dan ternyata itu tak tergantikan, aku sadar bahwa hartaku tak ada harganya. Aku telah melakukan kesalahan besar. Aku melihat kamu, seperti seseorang yang telah berubah. Kemarin-kemarin aku melihatmu dan meremehkanmu, tapi sekarang aku mengerti, kamu sekarang lebih kaya dari Rohana yang pernah aku kenal dulu.”
“Lisa, kaya harta tidak akan kekal, tapi kaya hati nurani tentang semua kebaikan, akan kita bawa sampai di akhirat nanti.”
Lisa turun dari tempat tidurnya, memeluk Rohana erat sekali. Rasa nyaman merayapi hati Rohana. Ia juga ingin menangis. Menangis haru karena telah mengajak seseorang untuk menyadari bagaimana seharusnya menyikapi hidup ini. Bukan dengan memberinya uang seperti dilakukannya kepada Kartinah yang miskin, tapi hanya ucapan. Bukan main nyaman rasa hatinya.
Rohana keluar dari rumah sakit, masih dengan pertanyaan yang menyelimuti hatinya. Apakah aku masih punya makna?
***
Ketika ia keluar dari lorong ruangan VVIP itu, tanpa sengaja dia melihat bekas suaminya, berjalan keluar dari kamar sambil berjalan pelan. Rohana ingin menghindar, tapi pak Drajat keburu melihat dan memanggil namanya.
“Rohana.”
Rohana berhenti melangkah. Bekas suaminya menatap lengannya yang dibalut gips dan perban, dan digendongnya seperti menggendong bayi.
“Tanganmu kenapa?” tanyanya sambil mendekat.
“Nggak apa-apa, hanya terjatuh.”
“Patah? Kamu habis dioperasi?”
“Tidak, hanya retak dan di gips saja.”
“Ooh, tadi Monik dan Minar datang kemari. Habis mengantarkan kamu? Tapi aku sedang berjalan-jalan. Dia menelpon, tapi aku menyuruhnya pulang.”
“Mengapa?”
“Aku tidak mau ada orang menjemputku dengan berbondong-bondong, seperti menjemput orang sakit beneran,” omelnya.
“Memangnya kamu tidak sakit beneran?”
“Itu kan kata mereka, aku tidak merasa sakit.”
Rohana menahan senyumnya. Dasar keras kepala, kata batinnya.
“Mengapa tanganmu bisa retak?”
“Kan aku sudah bilang bahwa aku terjatuh.”
“Kamu kebanyakan lari-lari. Jadi terjatuh. Kamu dari mana tadi?”
“Ada temanku dirawat di ruangan sana, aku membezoeknya. Sekarang aku pamit dulu.”
“Tunggu, sebentar lagi Tomy datang menjemputku, nanti kamu bisa pulang bersama kami.”
“Bukankah kamu tidak suka dijemput dengan berbondong-bondong?”
“Kan hanya kamu, dan Tomy.”
“Aku tidak pulang ke rumah Tomy.”
“Kamu minggat lagi?” lalu pak Drajat seperti menyesali kata-kata kasarnya.
“Maksudku, kabur lagi,” ulangnya.
“Aku pulang ke rumah Satria.”
“Kamu tidak kerasan tinggal di rumah Tomy? Aku menyuruhnya memperbaiki paviliun, agar kamu bisa tinggal di sana.”
“Aku sudah bilang pada Monik, tidak usah. Aku bisa tinggal di mana saja. Dan jangan memperlakukan aku berlebihan. Aku lebih suka yang sederhana saja.”
“Oh, baiklah. Tapi Tomy sudah memanggil tukang bangunan yang akan memulainya besok. Kalau kamu tidak mau menempatinya, biar untuk persiapan pengantinnya Boy saja. Paviliun itu bisa digunakan untuk kamar pengantin."
“Itu lebih bagus. Sekarang aku permisi.”
“Kamu pulang dengan tangan digendong, sendirian?”
“Aku berjalan dengan kakiku, bukan tanganku,” kata Rohana sambil berlalu.
Pak Drajat tersenyum.
“Dia sudah berubah, syukurlah.”
Lalu ia kembali ke kamarnya, menunggu Tomy yang berjanji akan menjemputnya.
***
Tapi ketika sampai diujung lobi, Rohana melihat seseorang. Orang yang dulu dibencinya sampai ke ubun-ubun. Tapi ke mana sekarang rasa benci itu? Ia seperti melihat darah dagingnya. Padahal sebenarnya bukan.
Rohana berhenti, menunggunya naik ke lobi.
***
Besok lagi ya.
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Tutus
DeleteπΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah......,
Syukron Bu Tien, Masih Adakah Makna? Episode 41 Selasa malam sudah tayang..... ππ₯°
πΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️πΉ☘️
Sami2 mas Kakek
DeleteMaturnuwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Tri
DeleteApa kabar?
Alhamdulillah.yang Baik pasti berkah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Hamdallah
ReplyDeleteMatur nuwun pak Munthoni
DeleteAlhamdulillah, suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Deleteππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
eMAaeM_41 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia.
Aamiin. Salam seroja. π
ππ«ππ«ππ«ππ«
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteterimakasih bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur nuwun ibu ππ»
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteAlhamdulilah "Masih Adakah Makna 41" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun πππ·π·π©·π©·
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai deh
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...ππ
Sehat selalu kagem bunda..π€²π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padma Sari
Sayang keinsyafannya terlalu cepet.
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *masih adakah makna 41* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun,bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSlmt mlm bunda..terima ksih MAM nya .slm sht sll unk bunda sekelπ€²π₯°πΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
Deletesalam sehat juga
alhamdulullah
ReplyDeletematurnuwun bubda
Sami2 ibu Nanik
Deletebunda
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu ya bund,,,
ReplyDeleteTak terasa sudah 41
MAM nya sangat luar biasa,,,
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Jainah
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih tayangan cerbungnya bu tien
Semoga bu Tien selalu sehat² n senantiasa dlm lindungan Allah SWT
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~41 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 41 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Ciamik...apa yang baru saja Rohana lakukan.
Kata kata nya dapat menyadarkan teman lama nya dari tidur pulas yang di selimuti kesombongan. Apakah aku masih punya makna...imbuh nya...ππΌππΌππΌ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Nampaknya sudah hampir selesai nih...tokoh2 lama bermunculan. Pasti endingnya di pernikahan Boy-Mia.π€π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.ππ»ππ»ππ»
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Mks bun MAM 41 nya...waduh penasaran nih, siapa ya yg datang, apa birah ya...aaah tunggu aja besok
ReplyDeleteSelamat mlm bun...selamat istirahat...salam hangat...smg bunda selalu sehat n bahagia sejahtera bersama kelrg tercinta....aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Suproyati
Rohana tampaknya akan berbuat kebaikan dengan semua orang. Kalau dulu suka bermusuhan, kini menebar kebaikan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah, matursuwun BuTien...semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam bahagia juga
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sul
Alhamdulillaah,
ReplyDeleteRohana keluar dari rumah sakit, masih dengan pertanyaan yang menyelimuti hatinya. Apakah aku masih punya makna? semakin terharu dg Rohana π
Matur nuwun Bu Tien
Salam sehat wal'afiat & salam Aduhaiii π€π₯° ❤️
***
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat juga