Thursday, October 24, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 37

 MASIH ADAKAH MAKNA  37

(Tien Kumalasari)

 

Perasaan Rohana jadi tak menentu. Separuh hatinya ingin segera ketemu Kartika dan meminta ijinnya, tapi separuhnya lagi harus mengikuti Tomy ke rumah sakit, karena ayahnya sedang dalam keadaan sakit yang pastinya sangat serius.

Ia duduk di samping Tomy, diam tak bersuara, demikian juga Tomy. Indi naik mobilnya sendiri, karena barangkali mobil dibutuhkannya untuk sesuatu yang penting, yang ada hubungannya dengan sakit sang kakek.

Selama ini ayah Tomy tak pernah mengeluh sakit. Atau barangkali memang tak ingin mengeluh dan memendam sakitnya seorang diri. Ia rajin ke dokter untuk kontrol kesehatannya, dan selalu menjawab baik-baik saja setiap kali keluarganya menanyakannya. Karena itu keluhan tentang sesak napas begitu sampai di kantor, sangat mengejutkan Boy dan Indi. Dokter yang dipanggil menyatakan bahwa pak Drajat terkena serangan jantung, sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit.

“Ayahmu sering sakit?” Rohana akhirnya membuka suara.

“Bapak tidak pernah mengeluh sakit. Ia selalu tampak sehat dan bugar.”

“Barangkali kecapekan karena bolak balik ke Jakarta.”

“Bukan hanya itu, masih ada beberapa cabang bisnis bapak di kota-kota lain di Indonesia. Dan bapak masih selalu mengawasinya."

”Sudah tua, selayaknya berhenti beraktifitas. Apa dia masih kurang kaya?”

“Anak bapak ada banyak. Bukan hanya Tomy. Cucunya ada belasan. Barangkali itu sebabnya bapak selalu berusaha membuka usaha baru.”

“Dia belum tahu bahwa harta ternyata tak ada gunanya. Pada suatu saat, ketenangan jiwa akan lebih diperlukan.”

Tomy menoleh ke samping. Ke arah sang ibu yang berbicara aneh. Aneh menurutnya, karena Rohana bicara tentang hal yang sangat dalam. Harta tak ada gunanya, yang penting adalah ketenangan jiwa.

Tomy benar-benar sadar bahwa sang ibu memang sudah sangat berbeda. Tadi menolak dibelikan baju di toko mahal, sekarang mencela ayahnya yang seakan selalu berburu harta. Perubahan ini membesarkan hati Tomy. Sang ibu akan lebih dekat dengan anak cucunya, dan yakin bahwa menantu serta cucunya akan lebih menyayanginya. Sikap semaunya tak ada lagi. Sang ibu sangat lembut dan santun dalam mengungkapkan perasaannya.

“Semoga ayahmu baik-baik saja,” gumam Rohana pelan.

“Aamiin.”

Mobil sudah sampai di rumah sakit. Tomy turun sambil menggandeng tangan ibunya. Dilihatnya Indi sudah berjalan masuk, lalu ketemu Boy di ruang tunggu.

“Bagaimana keadaan kakek?” tanya Indi.

“Sedang ditangani. Semoga kakek baik-baik saja,” jawab Boy.

“Aku heran, ketika datang, kakek tampak baik-baik saja.”

“Tadi begitu masuk ke ruanganku, kakek sudah memegangi dadanya, lalu mengeluh napasnya sedikit sesak. Aku sudah langsung memanggil dokter karena sangat khawatir."

“Ya, untunglah Mas segera memanggil dokter. Semoga dengan penanganan yang baik, kakek akan segera pulih.”

“Aamiin.”

“Tadi aku ketemu Bapak, yang langsung menyusul kemari. Itu dia,” seru Indi ketika melihat Tomy berjalan mendekat.

“Apakah bapak bersama nenek?” tanya Boy. Mereka sudah tahu kalau ayahnya sudah menemukan neneknya. Tapi sosok neneknya tak ditemukannya.
Boy dan Indi menatap ke arah wanita tua yang berjalan di belakang ayahnya.

Indi menatap wanita itu. Ia heran. Ia melihat pembantu Kartika.

“Bukankah itu pembantu ibu Kartika?”

“Pembantu bu Kartika?"

Tomy semakin dekat. Ia belum sempat mengatakan tentang sang nenek yang ikut bersamanya.

“Bagaimana kakek?”

“Sedang ditangani. Semoga baik-baik saja,” kata Boy.

“Mana nenek?” tanya Boy.

“Ah, ya. Kalian tidak mengenal nenek lagi?” kata Tomy yang segera menarik tangan Rohana. Wanita tua itu menatap cucu-cucunya. Mereka juga menatapnya. Mulut Indira ternganga. Sekarang dia ingat, wajah itu memang wajah neneknya. Mengapa kemarin dia melihat di rumah Azka? Apa pembantu ibu Kartika mirip neneknya? Tapi itu bukan mirip. Ayahnya mengajaknya dan mengatakan bahwa dia adalah neneknya. Indira bingung. Tapi kemudian Rohana sudah merangkul Boy dengan bercucuran air mata. Indira menetap ayahnya.

“Indi, kamu tidak menyambut nenek?”

Indira menatap Rohana sambil mendekat.

“Saya melihat wajah seperti nenek, di rumah ibu Kartika,” bisik Indira pelan.

Rohana menatap Indira.

“Kamu kenal ibu Kartika? Dia memang ‘majikan’ nenek.”

Semuanya terkejut. Bahkan Boy melepaskan pelukan neneknya. Tomy memegangi lengan sang ibu.

“Kartika adalah ‘majikan’ yang ibu maksud?”

Tomy tidak perlu menanyakan Kartika yang mana yang dimaksud. Kalau Indi menyebutnya ibu Kartika, berarti Kartika adalah calon mertua Indira, anak pak Ratman, bekas majikannya juga.

“Ya, wanita baik itulah yang membawa ibu dari jalanan ke rumahnya, mempekerjakan ibu hanya untuk bersih-bersih rumah. Sudah sebulan lebih ibu tinggal di sana, diperlakukan sangat baik.”

“Nenek, bukankah aku kemarin ada di rumah ibu Kartika? Aku melihat nenek baru pulang dari bepergian, dan menangis, tapi aku melihat wajah nenek hanya sekilas.”

“Jadi kamu calon menantu bu Kartika?”

Indi tidak menjawab, tapi kemudian dia merangkul sang nenek dan menangis tersedu.

Tomy sangat terharu melihat pertemuan sang ibu dan cucu-cucunya. Sikap Rohana yang baik membuat sang cucu kemudian sangat menghormatinya.

Ketika kemudian seorang perawat keluar dari ruang UGD, Tomy dan yang lain memburunya.

“Keluarga bapak Sudrajat?”

“Ya, saya.”

“Bapak sudah sadar, keadaannya membaik.”

Semua bernapas lega.

“Dokter ingin bertemu,” lanjut perawat itu.

Tomy segera mengikuti perawat itu, dan mengijinkan yang lain menemui pak Drajat. Rohana melangkah ragu, ada rasa sungkan untuk bertemu bekas suaminya. Tapi tetap saja dia masuk.

“Kakek,” Boy dan Indi menubruknya.

“Hei, ada apa kalian? Aku tidak apa-apa. Lihat, kakekmu begini sehat,” kata sang kakek sambil mengangkat sebelah tangannya sambil mengepalkan tangan.

Boy dan Indi kembali merangkul kakeknya.

“Itu siapa?” tanya pak Drajat kemudian ketika melihat Rohana. Ia juga pangling karena penampilan Rohana yang berbeda.

“Itu nenek, kakek tidak mengenalinya? Baru saja bapak ketemu nenek, lalu langsung mengajaknya kemari."

“Rohana?” pak Drajat memicingkan matanya agar bisa melihat lebih jelas.

“Ya, ini aku. Semoga kamu baik-baik saja,” jawab Rohana sambil mendekat.

“Terima kasih. Kamu berbeda, aku hampir tidak mengenali kamu.”

Rohana hanya tersenyum. Masih ada rasa sungkan kepada bekas suaminya karena memang hubungan mereka pernah menjadi kurang baik setelah kasus hutang piutang dengan pak Ratman.

“Terima kasih juga, karena kamu pernah menolong aku ketika aku terjatuh.”

“Lupakan saja, aku kebetulan melihat seseorang terjatuh.”

“Aku senang kamu sudah berubah. Tak ingin kembali hidup bersama anakmu?”

Kata-kata pak Drajat ini membuatnya lega. Bahkan Boy dan Indi juga merasa senang. Sang kakek juga sudah berubah. Kebenciannya kepada nenek Rohana sudah mencair.

“Kalian sudah di sini?” kata Tomy setelah menemui dokter.

“Apa kata dokter? Aku belum akan mati kan?” jawab pak Drajat.

“Bapak masih akan berumur panjang. Tapi tidak boleh terlalu lelah. Hari ini, untuk beberapa hari ke depan Bapak masih harus menginap di sini.”

“Apa? Aku tidak suka menginap di rumah sakit. Seumur hidupku aku tidak pernah tidur di rumah sakit,” sela pak Drajat dengan wajah kesal.

“Hanya untuk beberapa hari, sampai keadaan jantung Bapak normal kembali.”

“Apakah jantungku ngambeg dan enggan berdetak?”

Perkataan pak Drajat ini membuat kedua cucunya terkekeh.

“Kakek, masa sih, jantung bisa ngambeg? Yang suka ngambeg itu Kakek, kalau disuruh istirahat suka ngambeg,” kata Indi yang lebih berani mencela sang kakek.

“Kalau begitu aku pulang saja.”

“Hanya beberapa hari. Dokter akan memantau kerja jantung Kakek. Kalau jantung Kakek ngambeg, dokter akan memarahinya,” kata Tomy yang juga mengiringi kalimatnya dengan canda.

“Kakek tidak perlu khawatir. Indi akan menemani kakek di sini setiap hari,” kata Indi sambil kembali merangkul kakeknya.

Tomy sudah memesan kamar terbaik untuk ayahnya, lalu perawat segera membawa pak Drajat ke kamar inapnya.

***

Kartika sangat terkejut, ketika malam hari itu Rohana datang dengan diantar Tomy. Yang membuatnya terkejut adalah bahwa ternyata wanita tua yang minta dipanggil nenek itu adalah ibu Tomy.

Kartika segera merangkul Rohana erat, dan berkali-kali meminta maaf.

“Nenek, sungguh saya minta maaf. Saya memperlakukan Nenek seperti pembantu, saya merasa berdosa,” katanya bertubi-tubi.

“Mengapa Ibu berkata begitu? Ibu telah menolong saya dari jalanan, menempatkannya di tempat sebaik ini, dan memperlakukan saya dengan baik pula. Saya yang seharusnya berterima kasih.”

“Mengapa ibu tidak mengatakan bahwa ibu bernama Rohana, dan ibu adalah ibu mas Tomy?”

Rohana tertawa. 

"Mana mungkin saya dengan penampilan seburuk itu mengaku sebagai ibu Tomy? Tak akan ada yang percaya. Ya kan?”

“Aku heran, bagaimana bisa ada kejadian seperti ini?”

“Sudah, tidak usah dipikirkan. Aku datang kemari ini karena ingin menjemput ibuku. Aku juga tidak mengira kalau ternyata ibu tinggal di sini. Ceritanya lain kali saja."

“Ya, tentu saja Mas. Tempat terbaik bagi seorang ibu adalah di dekat anak cucunya. Tapi saya tetap minta maaf ya Mas, sungguh. Kalau saja saya tahu bahwa_”

“Tidak usah dilanjutkan. Aku justru sangat berterima kasih karena ibu mendapat perlakuan sangat baik dari keluarga ini.”

“Aku sekarang mengerti. Mengapa aku bersikap baik kepada nenek, ternyata nuraniku yang menuntun aku berbuat begitu, karena nenek adalah kerabat sendiri,” kata Kartika sambil merangkul pundak Rohana.

“Apakah Mas Tomy akan membawa ibu sekarang juga?”

“Iya Kartika, maaf kalau ibuku melakukan kesalahan selama di sini. Di mana barang-barang ibu yang harus ibu bawa?”

“Di kamar, biar aku bereskan sendiri,” kata Rohana yang kemudian beranjak ke kamarnya.

“Pratama belum pulang?”

“Baru pagi tadi berangkat ke Surabaya bersama Azka.”

“Surabaya? Bukan main. Pratama benar-benar pekerja keras.”

“Dia sedang mengajari anaknya. Bapak yang memintanya.”

“Ya, aku tahu. Pak Ratman adalah majikanku yang hebat dan tak kenal lelah. Pantas saja usahanya semakin maju.”

“Mana bisa dibandingkan dengan pak Drajat?”

“Oh ya, saat ini bapak ada di rumah sakit,” kata Tomy yang tiba-tiba teringat untuk  mengabarkan tentang ayahnya.

“Kenapa?”

“Ada sedikit serangan jantung, tapi sudah tertangani. Saat ini masih ada di rumah sakit.”

“Tolong catatkan rumah sakit dan nomor kamarnya, aku harus memberi tahu bapak juga. Mereka kan bersahabat sejak muda."

***

Di rumah Tomy sangat ramai, karena semua berkumpul di sana. Walau keadaan pak Drajat sedang ada di rumah sakit, tapi tak mengurangi kebahagiaan mereka karena Rohana bersikap sangat manis kepada anak cucu dan menantunya. Rohana bahkan merangkul Minar dengan tangisan yang panjang. Ia merasa berdosa telah membenci Minar, sejak ia bertemu pertama kali dengannya, sementara Minar selalu bersikap manis dan menghormatinya.

“Ibu, sudahlah. Lupakan masa yang telah lewat. Kami semua bahagia bisa menemukan ibu kembali dalam keadaan yang lebih baik. Ibu semakin cantik. Ibu sangat berbeda. Saya sungguh bahagia, Ibu,” kata Minar yang juga ikut berlinangan air mata melihat tangis ibu mertuanya.

“Ibu kembali ke rumah Satria bukan?” kata Satria tiba-tiba.

“Ibu mau tinggal di mana, terserah ibu. Semua adalah keluarga ibu, dan sangat menyayangi ibu,” kata Tomy.

“Di sini saja, dekat kamar Boy," kata Boy.

“Di sana sudah ada kamar nenek lhoh,” sambung Tegar.

Rohana tertawa.

"Begini saja. Karena nenek kalian hanya satu, maka nenek akan bergantian, tinggal di sini seminggu, di rumah Satria seminggu. Bagaimana?” kata Rohana yang tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya karena ternyata mendapatkan kasih sayang itu adalah bahagia yang sebelumnya sembunyi entah di mana.

Semuanya segera berteriak setuju.

“Tapi jangan lupa, harus ada yang menjaga kakek. Malam ini biar aku saja,” kata Tomy.

“Keadaan pak Drajat bagaimana?” tanya Satria.

“Bapak baik kok, sudah bisa bercanda. Tapi jantungnya harus dikontrol selama beberapa hari, semoga bisa segera dibawa pulang,” terang Tomy.

“Syukurlah, besok aku dan Minar mau membezoeknya."

Monik keluar dari dalam.

“Kamar untuk ibu sudah siap, dan makan malam untuk semuanya juga sudah siap.”

Anak-anak lebih dulu menghambur ke ruang makan, karena sejak siang melupakan makan gara-gara menunggu bertemunya dengan sang nenek.

***

Hari itu Rohana ikut Tomy ke rumah sakit. Tidak enak rasanya kalau tidak ikut membezoek. Ada rasa lega karena melihat sikap bekas suaminya sudah berbeda. Jauh lebih manis dari sebelumnya.

Tapi ketika itu Rohana sedang ingin berjalan-jalan, karena diruang rawat pak Drajat banyak yang membezoek.

Ketika itulah Rohana melihat seorang wanita, duduk sambil menangis. Rohana seperti pernah melihat wanita itu. Dan entah apa yang menggerakkan hatinya untuk mendekat dan bertanya.

***

Besok lagi ya.

 

 

61 comments:

  1. ❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹
    Alhamdulillah 🙏🦋
    eMAaeM_37 sdh tayang.
    Matur nuwun nggih,
    doaku smoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia.
    Aamiin. Salam seroja. 😍
    ❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 37" sudah tayang, syukurlah bu Rohana menjadi lebih baik , maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Sami2 ibu Sri
      Aduhai aduhai deh

      Delete

  3. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun Bu Tien ..... Sugeng ndalu🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah ....
    Trimakasih Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete

  8. Alhamdulillah ..
    Syukron nggih Mbak Tien .. meski agak telat lg sy buka blognya🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien cerbungnya
    Semoga bu tien selalu sehat², bahagia n tetap semangat

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun bu Tien ... masih seru aja nih
    Sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  12. Terima kasih bu Tien ... M A M ke 37 sdh tayang ... Tambah seru ceritanya ... Smg bu Tien & kelrg sll sehat dan bahagia ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Sami2 ibu Enny
      Apa kabar?

      Delete
  13. Alhamdulillah.... eMaAeM eps 37;sdh hadir.
    Terimakasih Bu Tien, semoga Ibu Tien selalu sehat dan sehat selalu. Aamiin yaa Robbal'alamiin.
    Salam Aduhai dari Bandung.....
    Siapa ya wanita yang menangis itu?
    Bu Drajatkah????
    Bu Ratman (ibunya Kartika), apakah orang yang menolong saat kelaparan di warung nasi?

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 37* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 37 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Amboi betapa bahagia nya nenek Rohana bersanding dengan anak cucu dan mantu nya.

    Siapa wanita tua yang menangis ya, gak berani nebak ah...takut salah nnt 😁

    ReplyDelete
  16. Haduh lagi asyik baca dan menebak nebak siapa gerangan wanita yg sedang menangis itu....eh mlh besok lagi...penasaran nih bun .....ha...ha....

    Mks bun MAM 37 nya....selamt malam sehat" ya bun...salam hangat dari purwokerto

    ReplyDelete
  17. Hore Rohana sudah kumpul kluarga. Matur nuwun jeng Tien.

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu....

    ReplyDelete
  19. Waah...senang ya...Rohana sekarang lebih disambut oleh amancu nya, karena sikapnya yg sdh berubah manis juga. Apakah hampir menjelang akhir cerita?🤔 Tapi masih ada tokoh baru muncul...😅

    Terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻😘😘😀

    ReplyDelete
  20. Terlalu cepat ya insyafnya Rohana.

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu, bahagia senantiasa dan aduhaii....

    ReplyDelete
  22. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap aduhai

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Tetep sehat dan tetep semangat nggih Bu💖

    ReplyDelete
  24. Apakah perempuan itu istri Pak Drajat?

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua, tambah bahagia, tambah semangat dan tambah bermanfaat , Allaahu Akbar ,🤗🥰

    Senangnya, kumpul semua dg berubah nya Rohana
    Nah siapa perempuan itu... tambah penasaran 😂🤭

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...