Saturday, October 19, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 33

 MASIH ADAKAH MAKNA  33

(Tien Kumalasari)

 

 

Indira terus melangkah mendekati rumah. Memang masih sepi. Harusnya Indira  kembali, tapi ia merasa perlu untuk meyakinkannya. Ia memencet bel tamu. Tak ada jawaban. Agak lama dia melakukannya.

Di dalam, Rohana mendengarnya. Ia beranjak keluar, dan mengintip dari tirai jendela. Bayangan Indira tak tampak, tapi dia melihat mobil yang terasa asing. Itu bukan mobil ‘majikannya’.

Tersirat sebuah pikiran buruk. Bukan karena dia takut dicelakai. Kalau misalnya dia seorang jahat, lalu paling sedikit mencuri atau merampok. Bukankah dia yang orang asing dan baru sehari berada di rumah itu kemudian akan dicurigai? Tidak gampang menciptakan kepercayaan seseorang, apalagi untuk yang baru dikenalnya. Karena itulah ia membiarkan saja bel tamu terus berdering.

Indira nyaris membalikkan tubuhnya, ketika kemudian melihat bayangan di dalam rumah. Hanya bayangan karena lampu tidak menyala terang.

“Siapa dia?”

Indira tak pernah mendengar ada orang lain di rumah keluarga Pratama. Pikiran buruk segera menyergapnya.

Diangkatnya ponsel, dan dia hubungi Azka, dan Indira hampir tertawa mendengar penjelasannya. Ia terlalu berlebihan ternyata.

“Indi, baru tadi malam ibu membawa pembantu ke rumah. Jadi bayangan itu pastilah bayangan pembantu baru itu,” terang Azka.

“Oh, ada pembantu ya. Aku hanya takut, soalnya aku pikir rumah itu kosong. Ibu Kartika belum tampak pulang."

“Ibu sering pulang sore, tapi tak jarang pulang lebih malam. Jadi sebelum datang sebaiknya kamu menelpon ibu terlebih dulu.”

“Okey, baiklah. Aku langsung pulang saja ya, sepertinya pembantu kamu takut keluar nih.”

“Benar. Maklum, dia sudah lumayan tua, apalagi di rumah sendirian. Buruan kamu pulang, takutnya dia sudah pingsan karena ketakutan.”

Indira terkekeh, sambil kembali ke arah mobilnya, kemudian berlalu.

Rohana melongok lagi ketika mendengar mobil berlalu. Slamet … slamet … slamet, begitu batinnya, karena merasa selamat dari perkiraan yang sebelumnya membuatnya takut.

***

Kartika tertawa ketika si nenek menceritakan tentang kedatangan tamu yang semula membuatnya takut. Ia sudah mendengar dari Azka bahwa Indira datang untuk menemuinya, ketika dia belum pulang. Ia tidak mengira kalau si nenek takut dan tidak berani membuka pintu.

“Nenek harusnya tidak usah takut. Dia itu calon menantu saya, yang ingin menemani saya ngobrol, karena dia mengira saya sendirian di rumah.”

“Saya takutnya dia orang jahat, lalu mencuri atau merampok. Tentu saja saya takut. Kalau hal itu terjadi, pasti ibu akan mengira saya bekerja sama dengan penjahat yang melakukan pencurian atau perampokan. Ya kan? Saya baru datang, ibu tidak tahu latar belakang saya. Begitu ada saya kok kemudian ada orang jahat masuk?”

“Nenek benar, itu sebuah kehati-hatian. Tidak usah dipikirkan. Bagus kalau untuk selanjutnya Nenek melakukan itu. Hati-hati kepada sesuatu yang mencurigakan, apalagi kalau sedang sendirian. Tapi sejauh ini kampung tempat tinggal kita ini aman-aman saja kok.”

“Syukurlah kalau begitu.”

“Bagaimana kabar Nenek seharian ini?”

“Baik sekali. Saya sudah bersih-bersih rumah dan menyiram tanaman. Ibu lihat saja, nanti mana yang kurang sempurna, ibu beri tahu saya. Maklum, saya sudah tua, barangkali ada yang masih kurang dalam saya melakukan tugas saya.”

“Saya lihat semuanya bagus, bersih, rapi. Saya suka. Sekarang apakah Nenek sudah makan?”

“Saya sudah makan.”

“Tapi kok makanannya masih utuh? Nih, masih utuh lho Nek,” kata Kartika sambil membuka tudung yang kemudian dilihatnya bahwa makanannya masih utuh, atau hanya berkurang sedikit.

“Tapi saya sudah makan Bu, memang hanya sedikit. Itu cukup kok.”

“Tidak, ini sudah malam dan nenek baru makan sedikit. Tunggu sebentar, kita akan makan bersama-sama,” kata Kartika sambil masuk ke dalam kamarnya, membiarkan Rohana berdiri terpaku di samping kursi.

Ia heran, dirinya hanya pembantu, tapi ia diperlakukan seperti keluarga. Ngopi bersama, lalu makan bersama. Rasa kikuk membuatnya kemudian surut ke dapur. Memang dia baru makan sekali, dan hanya mengambil lauk sedikit. Bukan karena dirinya tidak lapar, tapi karena sungkan. Masa sih, pesanan makan untuk ‘majikan’ dan dia menyantapnya terebih dulu?

Ketika Kartika kembali ke ruang makan, ia segera duduk dan memanggil Rohana yang tiba-tiba menghilang.

“Nenek, ayo sini. Kita makan.”

Rohana mendekat dan duduk di depan Kartika dengan ragu.

“Nek, di sini Nenek berlaku baik, saya suka. Sekarang saya anggap Nenek keluarga saya juga. Jadi jangan sungkan.”

“Ibu baru saja mengenal saya. Jangan terlalu mempercayai saya. Sungguh, saya bukan orang baik.”

“Seorang yang berperilaku buruk tidak akan mau mengakui keburukannya.”

“Bukankah saya bilang bahwa saya pernah mencuri?”

“Dan Nenek mengakuinya dengan jujur, lalu bermaksud mengembalikan uang curian itu bukan? Saya melihat banyak hal baik pada diri Nenek.”

“Jangan berlebihan, Bu.”

“Sudahlah, ayo duduk dan makanlah,” kata Kartika sambil membalikkan piring yang kemudian diberikannya kepada ‘nenek’.

“Nek, kita hanya berdua. Besok pagi sudah ada lagi makanan yang dikirim. Untuk apa makanan ini kalau tidak kita habiskan? Ayo, jangan sungkan.”

Kartika benar. Itu jatah untuk mereka bertiga, untuk makan, terutama malam harinya ketika mereka sudah pulang dari bekerja.

Rohana terpaksa menuruti apa kata Kartika. Walau lapar menggerusnya, tapi dia berusaha bersikap santun. Ia mengunyah dan menelan makanannya perlahan. Rohana sudah berbeda. Rohana seperti terlahir kembali menjadi manusia yang sebaik-baiknya manusia. Ia sudah mengenal bagaimana bersujud dan berterima kasih kepada Allah Tuhannya, dan memohon ampun atas segala dosanya. Karena itulah ia merasa lebih tenang dan tak terbebani dengan apapun. Perlakuan Kartika yang lembut dan halus, membuat Rohana kemudian berkaca, bahwa perlakuan seperti itu sangat membuat orang senang, dan nyaman berbicara. Dia merasakannya.

Mengapa tidak? Rohana harus belajar banyak hal, agar menjadi manusia yang bisa membuat nyaman orang lain.

***

Indira datang terlambat karena tadi singgah ke rumah keluarga Azka. Ia bercerita bahwa ibu Kartika mempunyai pembantu baru, yang kelihatannya ketakutan melihat dirinya datang. Mendengar hal itu, Boy langsung meledeknya.

“Karena wajahmu itu menakutkan, jadi dia takut membukakan pintu.”

“Enak saja. Aku diluar dan agak gelap, mana kelihatan wajahku?”

”Mungkin bayangan yang kelihatan sudah seperti menakutkan, siapa tahu?”

“Memangnya aku hantu? Kalau begitu kamu juga hantu.”

“Kok bisa?”

”Adiknya hantu, kakaknya juga hantu, ya kan Bu?”

“Tidak ada yang hantu. Anak-anak ibu semuanya baik.”

“Tuh…” kata Indira sambil meleletkan lidahnya.

Boy hanya tertawa. Entah mengapa dia suka sekali mengganggu adiknya, dan sangat senang melihat sang adik marah-marah.

“Jadi sekarang Kartika sudah punya pembantu?” kata Monik.

“Kata Azka, baru tadi malam.”

“Pantas saja dia takut membukakan pintu, kan dia harus menjaga rumah. Kalau yang datang orang jahat, bagaimana?”

“Tuuuh,” ledek Boy lagi.

“Bukan aku, ya Bu?”

“Tentu saja bukan. Mana ada penjahat cantik seperti anak ibu ini?” kata Monik sambil merangkul Indi, membuat Indi bertambah senang karena dibela ibunya.

"Boy, tadi kakek menelpon, dan berpesan agar lamaran segera disiapkan. Bulan ini juga, kakek mau datang untuk mengantarkan kamu melamar Mia.”

“Iya, kakek sudah menelpon Boy.”

“Besok ibu akan mengajak Minar untuk mempersiapkan, apa saja yang diperlukan untuk melamar.”

 “Bukankah Ibu juga pernah dilamar?”

“Ibu sudah lupa,” jawab Monik singkat. Ingatannya melayang ke arah puluhan tahun silam, di mana Tomy datang bersama kakek Drajat untuk melamar dirinya, tapi dia tidak peduli karena yang diharapkannya adalah Satria. Semuanya sudah berlalu. Monik sekarang sangat mencintai suaminya, tapi ingatan itu masih tetap melekat di hatinya.

“Masa lupa bu?”

“Ya lupa, sudah puluhan tahun yang lalu.”

“Besok Indi ikut belanjanya ya Bu.”

“Bukankah kamu harus bekerja?”

“Besok itu hari Minggu. Ya kan Bu?”

“Iya, nggak apa-apa kamu ikut. Ibu mau ngabarin ibu Minar dulu."

“Asyyiiik. Supaya aku bisa tahu, besok lamaran untuk aku itu seperti apa?”

“Yeee, ngarep. Sudah pengin dilamar ya?” ledek Boy lagi.

“Kalau iya, kenapa? Ibu juga pengin Indi segera dilamar, lalu anak-anak ibu hidup bahagia dengan keluarga barunya,” kata Monik.

“Tapi sedih dong, ibu jadi nggak ada temannya.”

”Kan ada bapak?”

“Bapak masih aktif di kantor tuh.”

“Tapi sekarangpun bapak belum pulang lhoh bu. Akhir-akhir ini bapak selalu pulang terlambat deh,” kata Indi.

“Iya. Ibu bisa mengerti. Sebenarnya bapak lebih sering keliling kota, kalau-kalau bisa ketemu nenek di suatu tempat. Ibu juga sedih memikirkannya.”

“Iya Bu. Nenek memang sangat aneh. Mengapa memilih pergi sementara hidup di rumah om Satria lebih nyaman.”

“Indi, Boy, berjanjilah kalau nanti ketemu nenek, kalian tidak menunjukkan rasa kesal, ya. Supaya nenek merasa disayang oleh semua anak cucunya. Ibu juga agak kesal melihat tingkah nenek yang mau menang sendiri tapi ibu sudah memaafkannya. Pasti ada sesuatu yang membuat nenek berbuat begitu. Itu juga yang dikatakan ibu Minar ketika berbincang sama ibu.”

“Iya Bu, kami akan bersikap baik kalau nenek sudah ketemu,” kata Boy yang diamini oleh Indi.

“Semoga nenek baik-baik saja, dan selalu merindukan kita, sehingga kalau bapak atau om Satria ketemu, mudah dibujuk untuk kembali.”

***

Acara lamaran untuk Mia sudah terlaksana. Sebentar lagi akan digelar sebuah perhelatan yang pasti tidak tanggung-tanggung meriahnya, karena kakek Drajat pasti juga akan mengundang semua relasi dan teman bisnisnya. Tapi Tomy tidak bisa segembira itu. Keinginan agar sang ibu ikut menikmati pesta bahagia itu terus menghimpit perasaannya.

“Alangkah bahagianya kalau ibu bisa menunggui cucunya menikah,” selalu kata-kata itu yang diucapkannya dalam setiap perbincangan.

***

Sebulan telah berlalu, dan Rohana sudah merasa betah tinggal di rumah keluarga Kartika. Azka sama sekali tak menyangka kalau “nenek” yang ada dirumahnya adalah nenek Rohana yang pernah dilihatnya ketika sedang membersihkan kaca mobil, bahkan ikut memaksanya pulang ke rumah keluarga Satria. Tentu saja, karena Rohana sudah berubah penampilan. Ia selalu memakai jilbab, dan tak banyak berpapasan dengan dirinya, karena nenek Rohana selalu bekerja di belakang, sedang Azka, seperti juga ayahnya, hanya ada di rumah setiap malam, di mana Kartika selalu memintanya untuk segera beristirahat. Kartika tahu, nenek sudah tua dan tidak harus bekerja terlalu berat. Itu sebabnya, dia sendiri yang melayani suami dan anaknya setiap makan. Rohana sendiri tidak begitu mengenal Azka. Dia melihat hanya sekilas, dan tak pernah perhatian karena saat ketemu cucunya, dia hanya mengomel dan marah-marah. Apalagi kemudian Indi segera mengajak Azka pergi dengan alasan mengambil mobilnya.

Yang jelas Kartika senang, karena ‘nenek Rohana’ tidak pernah berulah yang membuatnya kecewa. Pekerjaannya bagus, dan sebulan itu Rohana sudah mendapat gajinya yang pertama.

Rohana begitu senang. Ia tak harus berpanas dan berhujan ria setiap hari seperti yang dilakukannya sebelum ini. Ia bisa tidur nyaman, beribadah dengan ikhlas, dan makan kenyang, masih ditambah mendapat gaji dalam sebulan ini.

***

Siang hari itu  pak Trimo terkejut ketika melihat Rohana datang ke warung. Ia segera memanggil Binari, maksudnya agar Binari segera mengabari Tegar bahwa ada neneknya datang. Dengan cekatan Binar meraih ponselnya.

Tapi Rohana hanya memberikan lagi sebuah amplop, yang ditolak mentah-mentah oleh pak Trimo.

“Tidak Bu, untuk apa uang ini? Ibu tolong tunggu sebentar, Binari akan mengambil amplop yang dulu Ibu berikan, masih utuh, dan akan saya kembalikan kepada Ibu.”

“Dikembalikan? Apa sampeyan tidak mendengar ketika aku mengatakan bahwa akulah yang mengambil uang sampeyan, dan aku ingin mengembalikannya?”

“Pertama, kami tidak bisa menerima uang yang tidak jelas Ibu dapatkan dari mana.”

“Itu uang aku!” kali ini Rohana berteriak dan melupakan keinginan untuk selalu bersabar dalam menghadapi apapun, karena ia merasa bahwa pak Trimo sedang menuduh dirinya melakukan hal yang tidak benar dengan pemberian uang itu.

“Begitukah? Tapi kami tetap akan mengembalikannya Bu, tolong Ibu tunggu sebentar. Binar, ambil uang itu, biar Bu Rohana menerimanya kembali,” kata pak Trimo yang melihat Binari sudah selesai menelpon.

Ketika Binari mengiyakan lalu beranjak pergi, Rohanapun melangkah pergi dengan air mata berlinang. Ia tak sudi menunggu uangnya kembali. Ia sakit hati atas ucapan yang didengarnya dari pak Trimo.

“Bu, tolong tunggu sebentar!” teriak pak Trimo yang berharap Tegar akan segera datang setelah Binar mengabarinya.

Rohana terus melangkah pergi. Tapi di sebuah pertigaan, seorang pengendara sepeda motor nyaris menabraknya. Rohana terus berlalu, dan pengendara sepeda motor itu terus menatapnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

48 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  2. 🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️

    Horeee tidak ada yang pingsan .......
    Sebab Indi balik kanan.....

    Rohana wis gajian euy..... Seneng banget atine .....

    Matur nuwun Bu Tien, eMaAeM_33 sudah ditayangkan...
    Salam ADUHAI......
    Tetap semangat...

    🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️

    ReplyDelete
  3. 🌼🎋🌼🎋🌼🎋🌼🎋
    Alhamdulillah 🙏🦋
    eMAaeM_33 sdh tayang.
    Matur nuwun nggih,
    doaku smoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia.
    Aamiin. Salam seroja. 😍
    🌼🎋🌼🎋🌼🎋🌼🎋

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Salam aduhai

      Delete

  4. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~33 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  5. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah cerbung MAM inspiratif untuk Baik 👍🩵semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete

  7. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 33* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  8. Sepertinya uang menabrak tegar
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...🤲🤲
    Matur nuwun bunda Tien, Sehat selalu njih bun..🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdullilah..terima ksih bunda..slm seroja dan aduhai dri sukabumi🫢🙏❤️🌹

    ReplyDelete
  11. Cocok dengan perkiraanku kemarin, Rohana tidak membuka pintu.
    Ya Rohana benar, dia harus mengembalikan uang yang dia ambil. Kalau ada pihak lain yang memberi uang, itu yang harusnya ditolak.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Kenapa bersedih Rohana, pak Trimo TDK mau dg uangnya , salah paham ya , sabar ya.

    Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien,
    Salam sehat wal'afiat semua ya
    Salam Aduhaiii 🤗🥰

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 33, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  14. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 33 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda

    Selama 30 hr di rumah Kartika, Rohana menemukan jatidiri nya, menjadi wanita Sholehah. Berjilbab, santun dan tdk arogan. Keluarga nya tentu susah mengenalnya, kecuali Kartika.
    Saya salut sama sang Sutradara, Rohana yang berperan Antagonis, kini telah menjadi baik perilaku nya...🙏👍👍

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 32" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

      Delete
  16. Terima kasih bu Tien ... M A M ke 33 sdh tayang , tambah seru ceritanya ... Smg bu Tien & kelrg bahagia dan sehat selalu ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matursuwun BuTien cerbungnya
    Semoga Bu Tien sehat² selalu,,, salam aduhai

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien.
    Selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin ..

    ReplyDelete
  19. Waah...makin berliku nih alur ceritanya, ibu Tien memang sangat piawai mengolah ide unik dan menyusun kata. 👍👍😀

    Terima kasih, ibu...salam sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
  20. Terimakasih bu Tien .. sehat selalu

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...