Monday, September 30, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 16

 MASIH ADAKAH MAKNA  16

(Tien Kumalasari)

 

Tegar bingung, antara mengejar nenek Rohana atau kembali memajukan mobilnya. Teriakan teriakan membuatnya kemudian kembali ke mobilnya, lalu memajukannya. Pak Trimo tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

“Ada apa Nak?”

“Saya melihat nenek saya.”

“Maksudnya … bu Rohana?” tanya pak Trimo yang sudah tahu bahwa yang dimaksud neneknya adalah Rohana.

“Iya. Bingung saya. Dia tadi masih di situ, entah menghilang ke mana.”

“Apa mau mencari dulu, barangkali masih ada di sekitar tempat itu, Nak. Pastinya belum jauh,” kata pak Trimo.

“Waktunya juga sudah mendesak. Takutnya kita terlambat, karena jam sembilan semua sudah harus siap.”

“Iya juga sih.”

“Lain kali kita masih bisa mencarinya. Barangkali belum saatnya kami bisa menemukan nenek Rohana,” kata Tegar pelan, diliputi rasa kecewa. Sudah begitu dekat, kenapa masih juga belum bisa bertemu lagi.

“Sabar ya Nak,” kata pak Trimo yang tahu bahwa Tegar pasti sangat kecewa.

“Iya Pak. Agak melegakan sudah tahu ciri-cirinya, tapi Jakarta begini luas.”

“Tapi dia pasti berada di sekitar tempat itu. Tidak mungkin terlalu jauh.”

“Iya. Nanti saya akan mencoba mencarinya lagi.”

“Semoga segera ditemukan, agar hidup bu Rohana bisa lebih tertata.”

“Aamiin.”

***

Mereka sampai di kantor Satria tepat seperti yang dijanjikan. Minar sudah bersiap menunggu, lalu menunjukkan tempat di mana makanan harus ditata.

Ada dari perusahaan catering lain yang datang bersamaan. Tapi sudah ada yang mengaturnya. Minar hanya menunggu pak Trimo dan menunjukkan tempatnya, karena memang dia yang bertanggung jawab.

Pak Trimo segera sibuk menyiapkan segalanya, dibantu Binari. Tegar ingin membantunya, tapi pak Trimo melarangnya. Ia sudah pernah melayani pesanan semacam itu, tapi tidak sebanyak pesanan Minar.

Ketika sedang sibuk itu Tegar mendekati Binari dan memberikan sebuah bungkusan.

“Ini apa?” tanya Binari sambil mengamati bungkusan yang ketika diraba berupa sebuah kotak. Ia tampak bingung.

Tegar berbisik di telinganya.

“Dibuka nanti saja. Simpan dulu. Itu untuk kamu. Semoga bisa digunakan.”

Binari menatap Tegar, yang hanya tersenyum lucu melihat Binari kebingungan.

“Aku mau pergi dulu.”

“Pulang?”

“Tidak. Mencari nenek.”

“Ooh,” Binari mengangguk mengerti.

“Semoga berhasil,” kata Binari, pelan.

“Terima kasih.”

Tegar berpamit kepada ibunya, setelah mengatakan apa yang dilihatnya ketika dia mengisi BBM.

“Baiklah, Tegar. Semoga kamu berhasil.”

Tegar mengangguk dan berlalu. Minar menatapnya dengan harapan baik yang memenuhi hatinya.

Pak Trimo yang sedang sibuk sempat melihat Tegar yang memberikan bungkusan kepada Binari.

“Ada apa?”

“Entahlah, Binar belum membukanya. Nanti saja kalau sudah selesai,” kata Binar yang mulai menduga-duga apa yang ada di dalam kotak yang diterimanya.

Mereka baru sibuk. Binar meletakkan daun-daun pisang yang sudah dipotong bulat-bulat, ke atas piring yang sudah disiapkan.

***

Tegar memarkir mobilnya di dekat POM di mana tadi dia melihat bayangan sang nenek. Dia yakin akan bisa menemukannya. Akan banyak mobil yang bisa didekati sang nenek, untuk mencari uang dengan mengelap kaca-kacanya.  Matanya menatap tajam ke setiap mobil yang baru datang. Tapi dia belum melihat bayangan wanita tua pengelap kaca-kaca mobil.

“Aku harus bersabar. Semoga berhasil.”

Barangkali hari itu belum merupakan keberuntungan bagi Tegar. Sudah satu jam lebih dia menunggu, tapi tak menemukan apa yang dicarinya. Tegar menjalankan mobilnya pelan.

Di depan sebuah pertokoan, Tegar berdebar. Ia melihat seorang laki-laki sedang berbincang dengan perempuan tua bertopi.

“Apakah itu nenek?”

Tegar menghentikan mobilnya tak jauh dari pengendara mobil yang sedang berbincang itu. Ia turun, dan melihat mereka masih saja berbincang. Pasti bukan sekedar tentang pemberian uang setelah mengelap mobilnya. Tegar melangkah mendekat, dan mendengar wanita tua itu berkata dengan keras.

“Tidak, aku tidak mau. Apa pedulimu?”

“Tolong, turutilah kata-kataku, demi kebaikan ibu.”

“Memangnya tahu apa kamu sehingga berbicara tentang kebaikanku. Biarkan aku pergi,” sentaknya. Tapi laki-laki itu menahan lengannya.

“Hei, kamu mau memperkosa aku?”

Laki-laki muda itu berkumis tipis, tertawa geli.

“Masa aku yang masih muda akan memperkosa nenek-nenek seperti ibu?”

“Kalau begitu kamu mau merampok? Hari ini aku sedang beruntung. Sepagi ini sudah mendapat hampir seratus ribu.”

Laki-laki muda itu tertawa keras.

“Aku bisa memberi uang seratus ribu pada ibu, sekarang juga. Untuk apa aku merampok?”

“Kalau begitu lepaskan aku.”

“Tolong, turutilah kata-kataku, Bu. Ini demi seorang teman.”

“Lepaskan. Kamu polisi yang menyamar? Uang yang aku curi sudah habis. Ditangkappun aku tidak akan bisa mengembalikannya.”

“Ibu mencuri apa?”

Ketika itu Tegar sudah sampai di depan mereka, tadi dia mendengar perbincangan diantara keduanya. Sebenarnya ia bisa saja langsung mendekat dan mengajak sang nenek pulang, tapi ia ingin tahu, apa sebenarnya yang akan dilakukan laki-laki berkumis itu. Ternyata dia tidak ingin melepaskan sang nenek juga. Karenanya ia segera mendekat dan menyapa.

“Nenek Rohana,” katanya lembut.

Rohana terkejut. Laki-laki berkumis itu demikian juga.

“Kamu? Ya Tuhan, hari ini banyak rejeki tapi aku dilanda sial,” katanya sambil berusaha melepaskan cekalan laki-laki berkumis itu.

“Lepaskaaaan!!” ia berteriak. Beberapa orang menoleh ke arah mereka.

“Nenek, ayo pulang,” kata Tegar lagi.

“Anda siapa?” tanya Tegar.

“Aku cucu dari nenek yang keras kepala ini.”

“Jangan bohong, aku berjanji akan mengabari cucu nenek ini juga,” katanya sambil mencengkeram lebih kencang lengan Rohana.

“Kamu gila? Kamu menyakiti aku," teriak Rohana lagi.

“Mas, tolong pegangi dia, aku harus mengabari Indira.”

“Apa? Kamu kenal Indira? Dia adik sepupuku. Dia juga cucu nenek ini.”

“Ya Tuhan, kebetulan sekali, aku harus mengabari Indira tidak?”

“Kabari saja. Biar dia senang, biar nenek ini sama aku dulu.”

“Eeeh, kamu mau apa? Lepaskan. Aku akan berteriak bahwa aku mau diperkosa laki-laki muda ini.”

“Kalau nenek berteriak, polisi akan datang, dan nenek justru akan ditangkap polisi.”

“Apa? Tentang pencurian itu sudah lama. Tak ada bukti.”

Tegar heran dari tadi mendengar tentang pencurian, yang mungkin diucapkan Rohana dengan tidak sengaja.

“Nek, ayo ikut pulang.”

“Tidak mau. Lancang kamu. Aku tidak mau pulang.”

“Nek, kami sangat mengharapkan nenek mau pulang. Hidup di jalanan itu sangat menyengsarakan.”

“Tidak mau.”

“Kalau nenek tidak mau, nanti nenek akan ditangkap polisi. Lihat disekeliling nenek. Kita rame di sini pasti ada yang curiga, dan mereka sudah menelpon polisi. Bagaimana? Mau ikut polisi, mendekam di tahanan, atau ke rumah kami, dan nenek akan hidup lebih tenang?"

Rohana tampak menimbang-nimbang.

“Lepaskan dulu tanganku, sakit, tahu!!”

“Tapi nenek harus berjanji untuk tidak akan kabur ya? Ingat, jangan sampai nenek ditangkap polisi. Karena polisi sudah tahu ciri-ciri nenek sekarang seperti apa. Membawa tongkat, memakai topi lebar, berjalan terbungkuk-bungkuk.”

Rohana agak miris mendengarnya. Ditangkap polisi? Polisi sudah tahu penyamarannya?

“Saya sudah menelpon Indira, dia akan segera datang," kata Azka kemudian.

“Itu terlalu jauh, Nenek akan ikut bersama aku, suruh Indi langsung ke rumah saya, barangkali ia juga akan datang bersama ibunya.”

“Oh, begitu? Dia sudah tahu rumah Anda?”

“Ya sudah, gimana sih. Dia itu sepupu aku,” kata Tegar sedikit kesal.

“Baik, baik.”

“Hei, siapa bilang aku akan ikut bersama kamu? Aku tidak mau hidup serumah dengan perempuan kampung itu,” hardiknya walau sekarang dia tidak berani berkata lebih keras.

“Siapa perempuan kampung itu?”

“Ibumu perempuan kampung itu, kan?”

“Baiklah, ibu perempuan kampung, tapi dia bukan perempuan jalanan seperti nenek,” balas Tegar yang marah mendengar ibunya direndahkan.

“Lepaskan aku.”

“Saya lepaskan, lalu ditangkap polisi?”

Dan kebetulan saat itu sedang ada mobil polisi berpatroli. Rohana melihatnya dan pucat pasi.

“Ya sudah, aku ikut kamu.”

“Biar aku ikut bersama Anda,” kata pria berkumis yang memang adalah Azka.

“Ikut? Mobil Anda?”

“Biar di sini dulu, aku harus menjaga agar nenek ini tidak akan kabur lagi,” kata Azka.

“Kamu benar. Duduk di belakang saja bersama nenek.”

***

Di dalam mobil, Rohana terus mengomel panjang pendek. Tapi Tegar dan Azka membiarkannya.

“Mengapa Anda mau membantu kami membujuk nenek kami?” tanya Tegar.

“Indira temanku. Teman baru, dan aku sudah berjanji akan membantunya kalau sewaktu-waktu melihat nenek ini. Kebetulan tadi aku melihatnya sedang mengelap mobil, seperti dilakukannya semalam. Kebetulan sekali, ini kedua kalinya aku bertemu nenek ini.”

Lalu Azka menceritakan bagaimana asal mulanya dia mengerti tentang nenek Rohana, karena Indi mengatakan semuanya.

“O, aku tahu. Anda yang menemukan dompet Indira?”

“Nah, tepat sekali. Dari situlah kami berkenalan.”

Tegar merasa senang, ada teman membujuk sang nenek. Kalau sendiri, dia pasti akan kewalahan. Walau bisa mengajaknya masuk ke dalam mobil, bagaimana kalau dia nekat, menyerangnya atau memaksa melompat turun atau entahlah. Ia tahu sang nenek bekas orang kaya yang punya mobil mewah, pasti dia tahu bagaimana berusaha turun ketika dia berhasil menyerangnya di dalam mobil. Tapi hal itu tak akan terjadi karena ada Azka yang membantunya.

“Oh ya, kita belum berkenalan. Aku Tegar.”

“Aku Azka.”

“Kalian ini mengoceh tidak karuan. Berhenti ngomong. Aku lapar, tahu. Tadi baru mau beli makanan, kalian menangkap aku seperti menangkap penjahat,” omelnya.

“Nenek, di rumah nanti ada makanan enak. Ibuku jago memasak. Ibuku yang perempuan kampung itu,” ejek Tegar yang masih kesal mendengar neneknya mengata-ngatai ibunya sebagai perempuan kampung.

Rohana diam. Janji akan diberikan makan sudah membuatnya sedikit tenang, karena perutnya memang benar-benar lapar.

***

Minar yang sedang ikut menghadiri pertemuan di kantor suaminya, terkejut sekaligus gembira ketika Tegar menelpon bahwa dia sudah bisa membawa pulang neneknya. Dengan antusias, tapi berbisik-bisik, dia mendekati sang suami dan mengatakan berita dari anaknya tersebut.

Satria terlihat sangat gembira. Tampaknya dia sedang mencari waktu yang baik untuk segera pulang.

Minar mendekati pak Trimo dan menyelesaikan pembayaran pesanannya, yang diterima pak Trimo dengan suka cita, karena Minar memberinya lebih dan melarang untuk menolaknya.

Akhirnya karena banyaknya tugas yang harus dipikulnya, Satria mengatakan kepada sang istri bahwa dia baru bisa pulang setelah acara makan siang.

***

Sementara itu ketika mobil sudah diparkir di halaman rumah Satria, Rohana merasa ragu untuk turun. Ia bingung, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia tahu ini rumah anaknya, tapi sudah puluhan tahun dia menghilang dan enggan bertemu anak-anaknya dengan alasan yang menunjukkan keangkuhan hatinya. Sifat langka yang membuat gusar anak-anaknya.

“Nenek, ayo turun, kita sudah sampai,” kata Tegar.

“Mari saya bantu turun, Bu,” kata Azka.

Dengan kasar Rohana menepiskan tangan Azka yang terulur dan bermaksud membantunya turun.

“Aku belum jompo, biar aku turun sendiri,” ketusnya.

Tapi Azka menanggapinya dengan tersenyum. Tulus. Ia laki-laki baik yang bisa memaklumi sifat Rohana. Karena setelah Indira bercerita tentang neneknya, sedikit banyak ia mulai meraba-raba, seperti apa perilaku nenek yang satu ini sehingga enggan bertemu anak-anaknya. Ternyata ia memang sangat angkuh.

Tegar mengajak semuanya masuk ke rumah. Ada rasa nyeri di hati Rohana. Dulu ia punya rumah yang lebih bagus dari rumah Satria yang sebenarnya sudah bagus. Jalanan itu panas, tapi kalau musim hujan juga dia kedinginan. Rasa tak nyaman ditahankannya selama bertahun-tahun. Sekarang, dia duduk di sofa empuk, bersandar dan memejamkan mata, menikmati kenyamanan yang sangat lama tidak dirasakannya.

Azka duduk di depannya, diam dan menatap nenek angkuh itu dengan benak dipenuhi rasa aneh.

Tegar masuk ke dalam, dan keluar dengan membawa segelas coklat susu yang hangat.

“Nenek. Minumlah dulu.”

Rohana membuka matanya, melihat segelas minuman yang menggugah selera, dia segera meraihnya, meneguknya sampai habis setengahnya, lalu meletakkannya.

“Kamu kan tidak lupa, bahwa aku lapar?”

Tegar mengangguk. Tak ada ucapan ramah dari nenek yang dirindukan anak cucunya ini. Tapi Tegar seperti juga Azka, mulai memakluminya.

Ketika itu sebuah mobil masuk ke halaman.

“Itu Indira,” celetuk Tegar.

“Mengapa kamu mendatangkan banyak orang kemari? Biar lebih banyak yang mentertawaiku?”

“Mengapa Nenek mengira begitu? Kami semua merindukan Nenek.”

Tapi Rohana bergeming melihat cucunya lagi datang. Padahal dia tidak sendiri. Ada Tomy dan Monik bersamanya. Lalu sebuah mobil lagi datang, ia adalah Satria dan Minar.

Rohana bangkit dan melemparkan tas butut yang dibawanya ke lantai.

“Akan lebih banyak orang yang mentertawaiku?” kali ini Rohana berteriak.

***

Besok lagi ya.

38 comments:

  1. Alhamdulillah
    eMAaeM 16...telah tayang
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Tetap sehat..Tetap semangaat .πŸ’ͺ😍

    Salam ADUHAI..dari Bandung

    πŸ™πŸ˜πŸ’πŸŒΉ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah yg lg di KA otw Bandung, malit nih... Gercep krn diinfo sm yg disebelah... Hehehe

      Delete
    2. Hehehe...mas Kakek tak sikut...jadi Ambyar...😁

      Delete
    3. Kubaca alur cerita ini, dengan seksama, cuma saja nggak lazim, si rohana pencuri, wanita gelandangan sombong tinggi hati kelakuannya laknat, tapi selalu selamat... Apa karma hukum tabur-tuai sudah nggak ada ya... !?

      Delete
  2. πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’
    Alhamdulillah πŸ™πŸ€©
    eMAaeM_16 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍
    πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’πŸ’

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 16, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cerbung baik inspiratif πŸ‘πŸŒ·πŸŒΉπŸ’
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  6. 🌹☘️🌹☘️πŸ’°☘️🌹☘️🌹

    Alhamdulillah eMaAeM_16 sudah hadir.....

    Horeeee Rohana tertangkap dua cowok ganteng...

    Azka dan Tegar. .

    🌹☘️🌹☘️πŸ’°☘️🌹☘️🌹L

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah MAM 16 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tien πŸ™
    Sugeng ndalu, mugi Ibu & kelg.tansah pinaringan sehatπŸ™

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 16 " sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ™πŸŒ·πŸŒ·πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~16 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah SDH tayang..slmt MLM bundaqu..lamdusel dri Sukabumi y bundπŸŒΉπŸ™πŸ₯°❤️

    ReplyDelete

  15. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 16* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  16. Itylah sifat orang yg merasa dirinya lebih seperti Rohana

    ReplyDelete
  17. Horee...Rohana sudah ditemukan keluarganya, cuma ya masih angkuh begitu. Kapan bertobatnya ya? Semoga Minar bisa menaklukkannya.πŸ˜€

    Yerima kasih, ibu Tien...salam hormat, sehat selalu.πŸ™

    ReplyDelete
  18. Lengkap sudah anak cucu Bu Rohana berkumpul di rumah Satria, bagaimana perasaan Bu Rohana ? hanya Bunda Tien Kumalasari yg tahu, terima kasih Bunda

    ReplyDelete
  19. Kalau semua orang mengelu elukan Rohana, dia akan makin angkuh saja. Kurang berkenan sedikit saja bisa bisa kabur lagi ke jalanan.
    Yang penting Tegar makin dekat dengan Binari, Azka dengan Indira.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih tayangan cerbungnya bu tien
    Semoga bu tien sehat² selalu n tetap semangat

    ReplyDelete
  21. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 16 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Rohana berhasil di bawa pulang oleh Azka dan Tegar. Skrng semua anak dan cucu, mengerumuni nya.
    Bagaimanakah perasaan Rohana, senangkah, atau malu berperan sbg s Bongkok di jalanan. Hanya Bunda Tien yang tahu jawabannya 😁

    ReplyDelete
  22. Mks bun MAM 16 sdh hadir, selamat mlm salam sehat bun

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah... Mtnw mbakyu, sehat selalu🌹

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matursuwun BuTien .... semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga πŸ’–πŸŒ·

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Rohana , gengsinya terlalu tinggi, sebenarnya malu untuk mengakui.

    ReplyDelete
  27. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 04

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  04 (Tien Kumalasari)   Pintu mobil itu terbuka, dan seseorang turun. Senyuman Arumi melebar. Ia tak mungkin ...