MASIH ADAKAH MAKNA 03
(Tien Kumalasari)
Pak Trimo dan Binari menoleh bersamaan, dan melihat Rohana berdiri di depan teras. Wajah Binari muram seketika. Kesal melihat orang yang seperti tak tahu malu. Bukan siapa-siapanya, tapi bersikap seakan sudah seperti teman dekat saja. Binari yakin, sebentar lagi dia pasti akan bilang lapar, lalu sang ayah memerintahkan dirinya akan memberikan makanan yang ada untuk tamu tak diundang itu.
“Bu Rohana?” tanya pak Trimo ramah.
“Pak Trimo baru pulang, rupanya.”
“Iya. Memang baru pulang nih.”
Lalu tanpa dipersilakan Rohana masuk dan duduk di antara mereka.
Wajah Binari semakin gelap.
“Wah, lagi ngopi nih,” celetuk Rohana sambil menatap ke arah gelas kopi yang tinggal separuh.
Pak Trimo menatap Binari, dan Binari sudah mengerti apa arti tatapan itu. Ia berdiri untuk membuat lagi segelas kopi.
Kelutak kelutik dari dapur yang terdengar keras, menandakan bahwa Binari melakukannya dengan perasaan kesal, tapi tak berani membantah perintah sang ayah.
“Capek ya Pak?” tanya Rohana seakan tak peduli pada wajah gelap Binari. Ia memang tak tahu malu.
Ketika Binari keluar sambil membawa segelas kopi, Rohana langsung mengambilnya dari nampan dan meletakkannya di depannya.
“Silakan Bu,” kata pak Trimo sambil tersenyum. Ia tahu Binari tak suka, tapi Rohana dianggapnya sebagai tamu, tak sopan bila menerimanya dengan perasaan kesal. Dan Rohana yang tak sabar segera mencecapnya. Tapi kemudian dia meringis.
“Nggak pake gula ya?” tanyanya sambil menatap Binari.
“Oh, mau yang pake gula? Soalnya kalau sore bapak suka kopi pahit,” jawab Binari enteng. Pak Trimo melotot menatap anak gadisnya, tapi BInari bergeming.
“Bu Rohana suka yang manis?” tanya pak Trimo.
“Iya lah Pak, bukankah enakan yang manis?”
“Binar …. “
Tanpa mengeluarkan kata-kata, Binari sudah tahu apa maksudnya. Ia membawa gelas itu ke belakang, dan membubuhkan gula sebanyak tiga sendok penuh.
“Biar tahu rasa!”
Lalu ia membawanya kembali ke depan, diletakkannya di depan Rohana, lalu ia bergegas ke belakang lagi.
Rohana mencecapnya, dan sekarang dia kembali nyengir.
“Manisnyaaaa.”
Karena kesal meladeni tamunya, pak Trimo juga kemudian pura-pura tak mendengarnya.
Ia mengambil ponselnya yang berdering, yang ketika dibukanya ternyata orang memesan seratus porsi nasi liwet.
Ia segera pergi ke belakang untuk mencari Binari, yang ternyata duduk di ruang makan sambil menghadapi buku pelajaran.
Karena kamarnya sempit, Binari memang selalu belajar di ruang makan.
“Dia sudah pergi?” tanya Binari ketika melihat ayahnya mendekat.
“Belum. Aku mau mengatakan bahwa ada pesanan seratus kotak nasi liwet untuk besok Minggu.”
“Wah, alhamdulillah Pak. Kalau Minggu Binar kan bisa membantu.”
“Iya benar. Masih dua hari lagi, besok bapak mau belanja.”
“Iya Pak, sepulang sekolah Binar juga bisa membantu belanja.”
”Kamu beli beras saja di warung, bapak mau pesan ayam ke langganan dan belanja sayur.”
Tiba-tiba Rohana muncul begitu saja di ruang makan.
“Belum pada makan malam ya?”
Binari melotot. Si tamu yang satu ini benar-benar tidak sopan dan tidak tahu malu. Walau begitu bapaknya menanggapi sambil tersenyum.
“Binari baru belajar. Dia selalu belajar di ruang makan. Apa bu Rohana mau makan?”
“Sebenarnya memang aku lapar. Tapi tidak. Kalau mengganggu lebih baik aku beli di warung depan saja. Ada nasi kucing yang kelihatannya enak. Aku melihatnya tadi. Kok bisa ada nasi kucing segala?”
“Iya Bu, karena porsinya sedikit bu, seperti kucing kalau makan. Jadi orang-orang menamakan nasi kucing.”
“Oh, pasti enak. Saya mau beli ke sana. Binari mau ikut?”
“Tidak, tidak. Saya harus belajar.”
“Kalau begitu pak Trimo saja, ayuk ….”
“Maaf bu Rohana. Kami ini hidup sederhana, untuk makan setiap hari, Binari sudah masak saat pagi, untuk makan pagi, siang dan sore harinya. Kami harus menghemat, karena uang harus disimpan untuk biaya kuliah Binari nanti, yang pastinya tidak lama lagi, karena dia sudah akan menjalani ujian akhir.”
“Ah, senangnya kalau bisa menabung. Baiklah, kalau begitu saya ikut makan masakan Binari saja. Yang tadi itu enak sekali. Masih remaja, tapi sudah pintar memasak.”
BInari mencibir dalam hati. Mau bilang minta makan saja muter sampai nggak karu-karuan, kata batinnya. Tapi ia kemudian kembali menundukkan wajahnya, menekuni buku yang sudah digelarnya.
“Belajar itu harus kenyang dulu, kalau perut lapar lalu belajar, apa yang dipelajari nggak akan bisa masuk ke otak,” kata Rohana.
Intinya adalah, kalian makanlah sekarang, aku ikut makan karena sudah lapar, begitu kan? Ejek Binari lagi, dalam hati.
Tapi pak Trimo langsung berjalan ke arah depan, dan mau tidak mau Rohana juga ikut keluar dari ruang makan. Mereka duduk di teras. Lama-lama pak Trimo juga merasa risih, karena kelakuan Rohana yang kelihatan aneh dan tidak tahu malu. Pantas saja Binari kesal terhadapnya.
“Saya merasa lelah,” katanya tanpa ditanya.
“Sebenarnya tujuan bu Rohana itu apa?” tanya pak Trimo.
“Tujuan saya? Saya ini kan hanya selembar daun kering, yang bisa terbang ke mana-mana ketika angin membawanya.”
“Tapi kaki melangkah itu kan pasti ada tujuannya?”
“Bagi saya tidak. Saya biarkan kaki saya melangkah, entah sampai ke mana, saya tidak tahu. Seperti tadi saya katakan, saya adalah daun kering, entah kemana angin menerbangkan saya.”
“Saya tidak mengerti,” gumam pak Trimo.
“Saya juga tidak mengerti,” sambung Rohana.
Lalu tiba-tiba dia berdiri.
“Saya mau pergi, saya lapar,” katanya kemudian melangkah keluar dari teras. tampaknya tak sabar menunggu yang punya rymah mengajaknya makan.
Pak Trimo membiarkannya. Memang lebih baik Rohana pergi. Di rumah ini, hanya akan membuat Binari kesal, sementara dia kan harus menekuni pelajarannya menjelang ujian.
Tapi baru beberapa langkah, Rohana kemudian membalikkan lagi badannya, kembali kepada pak Trimo.
“Ada apa?” tanya pak Trimo.
“Aduh, ternyata dompet saya hilang, saya tidak punya uang sepeserpun,” katanya dengan wajah panik.
Pak Trimo masuk ke dalam rumah, dan keluar dengan memberikan selembar uang dua puluhan ribu.
“Ini hasil saya menjadi tukang parkir sore ini. Jadi saya minta maaf, tidak bisa memberi lagi,” kata pak Trimo berterus terang.
“Baiklah. Saya minta maaf. Nanti tidak akan lagi,” katanya kemudian berlalu.
Pak Trimo geleng-geleng kepala. Ucapan seorang wanita yang tampak aneh, sangat tidak membuatnya percaya. Ia berharap Rohana tidak akan kembali lagi.
Pak Trimo masuk ke dalam rumah, lalu menguncinya.
“Dia pergi?” tanya Binari ketika melihat ayahnya masuk ke dalam.
“Pergi. Semoga tidak kembali lagi.”
***
Berhari-hari kemudian Rohana memang tidak kembali. Pak Trimo dan Binari merasa lega. Tapi Minggu ini Binari sibuk membantu sang ayah. Pak Trimo tidak berjualan di pasar karena mendapat pesanan seratus kotak nasi liwet dari seorang pelanggan.
Pak Trimo sangat senang, karena penghasilan atas pesanan itu menjadi lebih besar, sehingga tabungannya bertambah. Tabungan yang disimpan di dalam kotak, diletakkan di kolong tempat tidur. Itu persediaan untuk Binari sekolah. Mereka merasa lega, karena yakin akan bisa membuat Binari masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Siang harinya, seratus kotak yang dipersiapkan berdua itu sudah selesai. Mereka menatanya, dan siap mengantarkan ke alamat pemesan. Kali itu pak Trimo mengajak Binari karena seratus kotak tidak bisa dibawanya sendirian. Itupun tidak bisa sekali jalan.
Ketika pulang setelah mengantar pesanan, pak Trimo mampir ke POM bensin untuk mengisi bahan bakar. Hari sudah siang, dan kebetulan tempat itu sepi, sehingga Trimo bisa mendapat pelayanan lebih cepat. Binari yang sedang menunggu, melihat sesuatu jatuh dari kendaraan seseorang. Binari berteriak, karena yang jatuh adalah sebuah dompet. Binari mengambilnya tapi orang itu tidak mendengar teriakannya.
“Ya ampuun. Bagaimana ini?”
Ketika itu sang ayah sudah selesai mengisi bahan bakar. Ia menjalankan kendaraannya, mendekati Binari yang masih berdiri agak jauh darinya.
“Ada apa?”
“Ada dompet jatuh, tapi dia tidak mendengar ketika Binari berteriak memanggil,” kata Binari sambil menunjukkan dompet yang ditemukannya.
“Coba dibuka, barangkali ada petunjuk tentang pemiliknya, nanti kita antarkan ke alamat yang ada,” kata pak Trimo.
Binari membuka dompet itu, ada foto seorang laki-laki ganteng, lalu dibaliknya ada kartu-kartu bank, kartu mahasiswa, dan ….
“Dia seorang mahasiswa, ada alamatnya di sini pak.”
Pak Trimo membaca alamat yang tertera.
“Ini rumahnya jauh dari sini.”
“Tapi ada uangnya banyak Pak.”
“Jangan membuka apapun. Catat saja alamatnya, lalu kita ke sana sekarang juga.”
***
Rumah itu memang agak jauh di pinggiran kota, tapi rumahnya bagus dan asri. Pak Trimo memarkir kendaraannya di halaman, lalu keduanya berjalan perlahan mendekati rumah.
Tapi rumah itu sepi. Berkali-kali dia memencet bel tamu, tapi tak ada tanda-tanda orang membukakan pintu. Pintu rumah itu juga kelihatan tertutup rapat, barangkali juga terkunci. Pak Trimo tak berani mencoba membukanya.
“Bagaimana ini Pak? Yang punya rumah pergi. Apa kita harus menunggu?”
“Baiklah, kita menunggu dulu sebentar di bangku itu, siapa tahu mereka segera pulang.”
Keduanya duduk di bangku yang terletak di bawah pohon rindang. Rumah itu asri, penuh dengan tanaman bunga. Ada sekelompok tanaman mawar yang sedang berbunga, berwarna-warni. Tak tahan Binari mendekat, mengelus dan mencium baunya.
“Yang warna pink ini wangi sekali,” teriak Binari kencang.
“Sssst, kamu itu,” tegur Pak Trimo.
Binari memeletkan lidahnya.
“Kamu pikir ini di rumah kamu sendiri?”
“Seandainya ini rumah Binari ….” gumam Binari sambil mendekati ayahnya dan kembali duduk di sampingnya.
“Besok kalau kamu jadi orang kaya, bisa punya rumah bagus, kamu bisa menanami bunga bermacam-macam sesuka hati.”
“Aamiin,” kata Binari sambil matanya terus berkeliling menikmati indahnya taman bunga di rumah itu.
“Pemilik rumah pasti rajin merawat kebun bunganya.”
“Orang kaya pasti punya pembantu yang disuruh merawat rumah dan kebunnya dong Pak.”
“Iya sih. Tapi tujuan dalam hidup itu bukan menjadi kaya, Binar.”
“Lalu apa, Pak?”
“Menjadi orang yang punya makna. Terlebih bagi orang lain.”
“Bukankah Bapak dan almarhumah ibu ingin agar Binari sekolah tinggi? Itu bukan berarti bapak dan ibu ingin Binar menjadi kaya?”
“Apakah sekolah tinggi sudah pasti menjamin orang menjadi kaya? Tentu saja tidak. Kalau orang punya ilmu yang lebih, berarti ia harus mempergunakan ilmunya untuk kebaikan. Bukan mengejar kekayaan. Kamu mengerti?”
“Mengerti, bapak.”
“Anak baik,” kata pak Trimo sambil mengelus kepala anaknya.
Sementara itu, matahari telah condong ke arah barat.
Pak Trimo berdiri.
“Bagaimana Pak?”
“Ini sudah hampir maghrib. Masa kita harus terus menunggu di sini? Sampai kapan? Ini hari Minggu, mungkin mereka jalan-jalan ke luar kota.”
“Lalu bagaimana baiknya?”
“Pulang dulu saja, besok kita kembali kemari lagi.”
“Tapi tempat ini jauh dari rumah kita. Dan Bapak juga harus bekerja.”
Pak Trimo mengeluarkan selembar kertas, yang sesungguhnya adalah catatan belanjaan. Lalu dengan sebuah balpoint ia menuliskan pesan.
“Bapak menulis pesan untuk pemilik dompet ini?”
“Iya. Mau bagaimana lagi. Saya tuliskan begini: Kami menemukan dompet yang alamatnya di rumah ini. Kami antar ke rumah, tapi sampai sore rumah ini kosong. Dompet ini terjatuh dari seorang pemuda penunggang sepeda motor di sebuah POM bensin. Anda boleh mengambilnya di alamat yang saya tuliskan ini..”
Lalu pak Trimo juga menuliskan alamat rumahnya. Tapi kami di rumah hanya sore hari, tambahnya.
Binari menutup mulutnya, menahan tawa.
“Panjang sekali, seperti menulis surat.”
“Biar saja, supaya jelas. Nanti dikira kita orang mengada-ada. Letakkan surat ini di meja teras itu, supaya kalau mereka pulang bisa membacanya.”
Binari meletakkan lembaran kertas itu, kemudian mengikuti ayahnya, naik ke boncengan sepeda motor ayahnya, menuju pulang.
Tapi ketika mereka keluar dari halaman itu, mereka melihat seorang wanita mengendap endap di pagar rumah.
***
Besok lagi ya.
Boy
ReplyDeleteAkhamdulillah ...no satu
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien๐น๐น๐น๐น๐น
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda tien
Maturnuwun Bu Tien .... sehat selalu
ReplyDelete☘️๐ฐ๐ป๐น๐ป๐ฐ☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah....
EnAaEm_03 sudah hadir.
Terimakasih Bu Tien.... Salam SEROJA.
Tapi ketika mereka keluar dari halaman itu, mereka melihat seorang wanita mengendap- endap di pagar rumah.
Ini pastinya Rohana yang mengendap-endap...... Meureun..
☘️๐ฐ๐ป๐น๐ป๐ฐ☘️
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda tien selalu sehat
Alhamdulilah cerbung MKM 02 sudah tayang, terima kasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat dalam lindungan Allah SWT, Salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️๐น๐น๐๐ป♀️๐๐ป♀️
ReplyDeleteEh salah MAM 03..
Deletehe he he ..
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDelete๐น๐ฟ๐น๐ฟ๐น๐ฟ๐น๐ฟ
ReplyDeleteAlhamdulillah ๐๐ฆ
eMAaeM_03 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia
lahir bathin. Aamiin.
Salam seroja...๐๐คฉ
๐น๐ฟ๐น๐ฟ๐น๐ฟ๐น๐ฟ
Nuwun sewu.... judul yg orinya, Masih ada Makna apa Masih Ada Cinta?
ReplyDeleteMatur suwun ibu
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung Mantap๐๐ท๐น๐
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat ๐คฒ๐๐
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *masih adakah makna 03* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya ๐ค๐ฅฐ
ReplyDeleteWah jodohnya Binari , ๐คญ
Sptnya judulnya MASIH ADAKAH CINTA
ReplyDeleteYg bawah MASIH ADAKAH MAKNA
Tau nih mana yg tepat
Bikin deg degan saja, ada orang mengendap endap. Biasanya kan orang jahat yang begitu.
ReplyDeleteApa yang punya dompet Boy ya, biar nanti Binari kenal.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yg mengendap-endap kok sptnya Rohana manusia yg udah gak punya rasa malu
ReplyDeleteDompet yg terjatuh punya Boy
Bgtu lgt Binari terpikat deh hatinya
Trus Indi gak sewot lagi ma Boy
Krn Indi gak suka sama Mia
Itu seh cuma ber andai² seh utk selanjutnya terserah bu Time aj deh
Yg pntg ttp ADUHAI
Waduh kok keliru yg di tulis sama yg muncul
DeleteNuwunsewu bunda
Pasti bunda ketawa nih hrsnya bu Tien kok yg muncul kamus sblh jadi bu Time
Sambil ngelamun kali ?
DeleteADUHAI 3X
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~03 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..๐คฒ
Pasti si Rohana yg mengendap endap, mau apa dia, dasar orang tak punya malu
ReplyDeleteMks bun MAM sdh tayang....selamat malam, smg sehat" selalu bun
Alhamdulillah MAM~3 sdh tayang, matursuwun Bu Tien, salam hangat dan sehat selalu
ReplyDeleteSuwun bu Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Handayaningsih.
DeleteSalam sehat juga
Matursuwun mbk Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Kirana
DeleteTerimakasih bunda Tien, selamat berlibur dan berkumpul dengan keluarga tercinta.
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteMatur nuwun
Waah...nampaknya jodoh Boy sudah dimunculkan di awal nih...๐
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam hormat, semoga ibu sehat selalu.๐๐๐
Sami2 ibu Nana.
ReplyDeleteMasak sih?
Rohana lagi....
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteKok judulnya MASIH ADA CINTA ... JUDUL AWAL MASIH ADA MAKNA
ReplyDeleteMasih Adakah Makna ... maaf tadi saya ada yg salah
ReplyDeleteTop
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai