Thursday, August 29, 2024

AKU BENCI AYAHKU 43

 AKU BENCI AYAHKU  43

(Tien Kumalasari)

 

Tomy termenung sesaat. Ia kurang suka pada ibunya, yang selalu bertindak diluar dugaan dan semau-maunya. Tomy tahu, bahwa sang ibu menyukai Monik sejak lama. Tapi pertimbangannya waktu itu kan Monik dari keluarga yang kaya raya. Apa ketika melihat keadaan Monik sekarang, ibunya masih akan bersimpati?

“Telpon dari siapa, kok Mas jadi ngelamun,” tanya Monik, yang khawatir telpon itu tentang kesehatan Boy.

“Dari ibuku. Katanya mau datang kemari.”

“Ibu Rohana? Dari mana dia tahu kalau kita ada di rumah sakit?”

“Aku tidak sengaja mengatakannya. Tadi ibu meminta aku datang kerumahnya, tapi aku mengatakan bahwa aku sedang di rumah sakit.”

“Boy belum mengenal neneknya. Ia menunggui aku ketika Boy lahir. Setelah itu tidak pernah bertemu lagi.”

“Ibuu…” Boy berteriak ketika sang ibu tidak ada di dekatnya.

Tomy dan Monik segera mendekatinya.

“Mengapa om Satria tidak datang kemari?”

“Mungkin sedang sibuk, nanti kalau sudah ada waktunya, pasti datang kemari.”

“Apa om Satria tidak sayang lagi sama Boy?”

“Boy anak baik. Semua pasti sayang sama Boy.”

Boy melirik Tomy sekilas, dan Tomy mengerti bahwa Boy sedang mempertanyakan dirinya, juga perasaannya terhadap Boy.

“Boy, bapak juga sangat sayang pada Boy. Bapak menunggui di sini siang malam, juga karena Boy adalah kesayangan bapak. Kamu tahu, bapak sangat sedih melihat Boy sakit. Bapak ingin Boy segera sembuh, jadi bisa segera main-main lagi.”

Boy menatap ibunya, tampaknya minta pertimbangan, apakah benar apa yang dikatakan laki-laki yang adalah ayahnya ini.

Monik membalas tatapan anaknya, dan mengangguk sambil tersenyum.

“Apa dia akan mengajak kita pulang?”

“Coba deh, Boy tanya sendiri pada bapak.”

“Aku tidak mau pulang. Aku sama ibu di rumah kita.”

“Boy, kamu boleh tinggal di mana kamu suka, bapak tidak akan memaksa mengajak kamu pulang,” kata Tomy lembut.

“Benarkah?”

Tomy mengangguk sambil mengacungkan kedua jempolnya. Monik menatapnya tersenyum. Rupanya jawaban Tomy membuat Boy merasa tenang.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, Monik menoleh, dan melihat Satria bersama Minar, dan ada dua orang wanita yang dia tidak mengenalnya.

“Om Satria, ibu Minaaar.” Boy berteriak riang ketika melihat Satria dan Minar datang. Minar segera mendekat dan mencium kening Boy. Sedangkan Tomy berdiri untuk menyambut kedatangan tamu-tamunya.

“Kamu sakit apa, sayang?”

“Sakit panas, perutku sakit, ibu Minar.”

“Ya ampuun, apakah sekarang masih sakit?”

“Hanya kadang-kadang.”

“Nanti pasti segera sembuh, karena pak dokter sudah memberikan obatnya. Ya kan?”

“Apakah adik yang di dalam perut sudah keluar?” tanya Boy, yang membuat Minar terkekeh geli.

“Belum, dia harus cukup besar dulu, baru bisa keluar.”

“Perut ibu Minar sudah gendut,” kata Boy yang seenaknya mengelus perut Minar.

“Iya, nanti akan semakin gendut.”

“Karena ibu Minar makannya banyak?”

“Karena adik yang di dalam perut juga semakin besar.”

“Cepat dikeluarkan ya, nanti Boy ajak main bersama-sama.”

“Iya, sayang, nanti kalau sudah waktunya pasti akan keluar.”

Kirani dan Birah sudah berbincang sekilas, dengan Tomy dan Monik, setelah Satria memperkenalkannya pada mereka.

Dalam hati, Tomy dan Monik heran. Yang satu, ibu sambung Minar, yang satu ibu kandung. Mereka bisa datang bersama dengan rukun.

Ketika mendekat, Kirani dan Birah segera memegangi tangan Boy, karena begitu melihat orang datang, Boy langsung mengulurkan tangannya.

“Anak ganteng sakit apa?” tanya Kirani lembut.

“Panas,” Boy menjawab dengan heran, tidak tahu siapa mereka, karena belum pernah melihatnya.

“Boy, dua-duanya ini, ibuku.”

“Ibunya bu Minar? Mengapa ada dua?”

“Bukankah Boy juga punya ibu dua? Ibu Monik, dan ibu Minar, ya kan?”

Boy mengangguk mengerti. Ia senang karena sama-sama punya ibu dua. Satria tersenyum mendengar jawaban diplomasi istrinya. Masa ia harus menerangkan antara ibu sambung dan ibu kandung. Bisa panjang dong ceritanya.

“Om Satria, mengapa baru datang?”

“Iya Boy, karena di rumah ada tamu.”

“O, tamu itu,” kata Boy sambil menunjuk ke arah Birah dan Kirani.

“Benar. Boy cepat sembuh ya?”

“Boy senang, bapak tidak akan mengajak Boy pulang.”

Satria tersenyum, lalu menatap Tomy yang mengacungkan salah satu jempol tangannya, dan Satria percaya bahwa Tomy pasti sudah memberikan jawaban kepada Boy yang membuatnya senang. Bukankah bersatu kembali bukan berarti mengajaknya pulang? Pulang yang dimaksud Boy adalah pulang ke rumah Tomy yang ada di dekat kakeknya, dimana dia melihat kekejaman sang ayah terhadap ibunya. Tapi bukankah sekarang ayah Tomy sudah bersikap lembut dan penuh perhatian?

Tiba-tiba terdengar sebuah ketukan keras di pintu, dan teriakan yang juga tak kalah kerasnya.

“Permisiiiii.”

Tomy terkesiap. Ia mengenal suara ibunya. Dan sebelum ada yang membukakan pintu, Rohana langsung masuk dan mengedarkan pandangan di seluruh ruangan.

Pandangannya berhenti, dan matanya menyala begitu melihat Birah ada di situ.

“Kamu? Mau apa kamu datang kemari?” katanya keras, dengan nada tak suka.

Satria mendekati ibunya.

“Bu, saya harap jangan membuat gaduh di sini, Boy sedang sakit, jangan sampai terganggu.”

“Aku tidak akan membuat gaduh. Aku hanya bertanya, mengapa dia ada di sini?”

Bukannya menanyakan keadaan si sakit, Rohana malah melampiaskan kekesalannya pada Birah.

Birah tak menjawab. Ia sadar diri, sedang berada di mana. Ia sibuk mengelus tangan kecil Boy agar tak perlu mengikuti arus kemarahan yang ditebarkan saudara tirinya.

“Bu, itu anaknya Tomy, sedang sakit.”

Monik menyalami ibu mertuanya, yang menatapnya heran.

“Kamu kelihatan lusuh. Tidak tampak seperti orang kaya,” katanya setelah mengamati penampilan Monik dengan seksama.

“Saya bukan orang kaya Bu, saya sekarang hidup sederhana,” jawab Monik tak suka. Dulu dia sangat memuja Rohana karena mendukungnya untuk bisa menjadi istri Satria, tapi mendengar perkataannya, Monik merasa kurang suka.

“Sederhana? Mana kekayaan kamu yang dulu? Kamu salah meninggalkan Tomy dulu itu. Di sana kamu bisa hidup bermewah-mewah.”

Boy menatap Rohana yang baru datang dan merasa heran. Mengapa begitu datang dia marah-marah begitu.

“Bu, ibu mau melihat cucu ibu? Itu dia sedang sakit,” kata Tomy yang kemudian menarik ibunya ke dekat Boy.

“Ini anakmu?”

“Boy, ini nenek Rohana.”

“Kamu harusnya menjadi pewaris kerajaan bisnis kakek kamu. Mengapa kamu pergi?” kata Rohana yang justru membicarakan hal yang berbeda. Rohana melihat Birah memegangi tangan Boy, ia melepaskannya dengan kasar, dan mengibaskannya agar pergi menjauh.

Tersulut kemarahan di hati Birah melihat perlakuan Rohana. Tapi Minar dengan lembut kemudian menarik lengan ibunya, diajaknya menjauh.

“Itu kan nenek aku. Ibunya ibu Minar,” Boy memprotes kelakuan Rohana.

“Yang nenek kamu itu aku. Bukan dia,” katanya kasar. Boy merengut, sama sekali tidak suka pada sikap Rohana yang seperti nenek sihir dalam dongeng, kasar dan jahat.

“Ibu, apa kabar?”

Minar mendekat ke arah ibu mertuanya, bermaksud mencium tangannya, tapi Rohana mengibaskannya.

“Jangan pegang-pegang tanganku,” katanya sengit.

“Ibu jangan kasar pada Minar. Dia pernah membantu ibu ketika ibu ditahan polisi, dengan membayar uang ibu Lisa sebanyak limabelas juta. Dia juga_”

Tomy menghentikan kata-katanya karena Minar menariknya, lalu meletakkan jari telunjuknya ke bibir, memberi isyarat agar Tomy tidak melanjutkan kata-katanya.

“Kamu sama saja dengan Satria. Mengagung-agungkan perempuan miskin itu,” katanya sambil melotot ke arah Tomy.

Melihat ibunya semakin menjadi, Satria menarik tangan ibunya, diajaknya keluar.

Rohana meronta, tapi Satria lebih kuat. Ia terus menariknya sampai ke lobi depan.

“Apa maksudmu? Kamu mengusir aku?”

“Ibu membuat keributan. Tidak ada yang benar di mata ibu. Ibu mengatai Minar perempuan miskin, tapi ibu sendiri sekarang juga miskin. Miskin harta, dan miskin jiwa,” kata Satria tandas. Rasa hormat kepada ibunya hilang seketika begitu melihat sikap ibunya yang kasar dan tidak punya sopan santun.

“Kamu berani mengatakan ibu miskin?”

“Ibu pergi dan tidak punya uang untuk pulang. Ibu sudah tidak punya mobil dan perhiasan yang ibu miliki juga imitasi. Kekayaan apa yang ibu punya?”

“Kamu benar-benar kurangajar Satria. Kamu sama sekali tidak menghormati ibumu ini. Kamu terang-terangan mengusir ibu, membuat ibu malu. Anak macam apa kamu itu Sat?”

“Maaf Bu, ibu mendapat malu karena sikap ibu sendiri, bukan karena saya atau siapapun juga. Dan karena tampaknya hati ibu sedang gelap, maka lebih baik ibu pulang dulu, untuk menenangkan diri. Saya akan memanggilkan taksi.”

“Tidak usah! Aku mau memanggil sendiri !!”

“Bu, Satria dan Tomy serta Minar minta maaf ya.”

“Tidak usah minta maaf. Kalian semua bersekongkol untuk memusuhi ibu. Ya kan? Tidak apa-apa. Tanpa kalian aku tetap bisa melakukan apa yang aku inginkan kok.”

“Bu ….”

“Diaaam!!

“Maafkan kami ya Bu.”

Rohana tidak menjawab. Dia turun ke halaman dan mengambil ponselnya untuk memanggil taksi.

Satria mengusap setitik air matanya. Rasa kesal, sesal dan sedih memenuhi hatinya.

“Mengapa hati ibu seburuk itu?”

Dengan langkah gontai Satria masuk kembali ke dalam.

***

Di dalam mobil ketika menuju pulang, mereka tak banyak bicara. Kirani yang bingung dengan kejadian itu, juga diam, tak banyak bertanya, karena tampaknya diantara mereka terdapat ikatan keluarga yang cukup rumit, yang mungkin saja tak ingin kerumitan itu diketahui orang lain. Dari semua yang ada, hanya Kirani yang tak punya ikatan apa-apa diantara mereka, kecuali hanya ibu sambung Minar.

Birah yang biasanya meledak-ledak, dengan perasaan kesal berusaha mengendapkan kekesalannya. Rasa malu itu ada, dan Birah bersyukur bisa mengendalikan emosinya.

“Kita makan-makan, lalu putar-putar kota ya,” kata Satria pada akhirnya. Suasana sepi itu terasa tidak nyaman dirasakan.

“Iya, tadi kan sudah berjanji mau mengajak ibu untuk melihat-lihat kan?”

“Tapi makan dulu ya. Bagaimana Bu, ingin makan apa?” tanya Satria lagi.

“Aku terserah kalian saja,” kata Kirani.

“Iya, mana yang enak saja. Aku sih sembarang makanan bisa masuk,” kata Birah sambil melihat kekiri dan kanan jalan, yang begitu ramai oleh lalu lintas dan gedung-gedung indah menjulang di sepanjang perjalanan.

“Bukan main,” gumamnya.

“Ibu belum pernah ke Jakarta kan?”

“Baru kali ini. Terima kasih kepada ibu Kirani,” kata Birah.

“Saya yang harus berterima kasih Mbak, karena ada Mbak Birah, saya jadi tidak sendiri.”

“Ibu harus lama di Jakarta, ya?”

“Aku mana bisa meninggalkan tugas. Meskipun hanya menunggu toko, tapi pak Murtono menyerahkan semua tanggung jawab kepada aku.”

“Demikian juga aku. Setelah tugas selesai, sehari istirahat, lalu harus kembali pulang. Kasihan mas Sutar bekerja sendiri,” sambung Kirani.

“Sayang sekali. Jadi ibu Kirani besok masih ada pekerjaan?”

“Tadi belum selesai, besok semoga semuanya beres, karena tinggal memeriksa dan tanda tangan.”

“Besok biar Satria antarkan dulu ya Bu,” kata Satria.

“Merepotkan dong.”

“Tidak, kan sekalian ke kantor.”

“Baiklah, terserah kamu saja.”

“Saya dan ibu tinggal di rumah. Kita masak-masak ya Bu, ada yang harus Minar pelajari tentang masakan-masakan, dan ibu adalah ahlinya.”

“Biasa saja. Nanti kita belajar bersama.”

Pembicaraan yang kemudian menjadi hangat itu berhenti ketika Satria memarkir mobilnya di halaman sebuah rumah makan.

***

Tomy juga sangat kesal dan sedih menyaksikan ulah ibunya, sementara tadi sedang ada tamu, dan diantaranya adalah ibu sambung Minar, yang adalah benar-benar orang luar yang tidak ada hubungannya dengan mereka.

“Ibu itu stress …” gumam Tomy.

“Stress itu apa?”

Tomy terkejut ketika ternyata Boy mendengarnya.

“Stress itu … mmm pusing …” Tomy menjawab sekenanya.

“Mengapa tidak ke dokter? Mengapa tadi dia marah-marah? Nenek Boy mengapa seperti nenek sihir?”

“Sssst,” Monik menutup mulut Boy.

“Nggak boleh bilang begitu. Sudah, sekarang tidur. Nanti ketahuan pak dokter, Boy belum tidur, dimarahi lho.”

Boy memejamkan matanya, sedangkan Tomy yang tampak sangat lelah kemudian meletakkan kepalanya di pinggiran kasur.

“Mas, tidur di sana lhoh, kan enak.”

“Biar kamu saja tidur di sana, aku menemani Boy di sini, barangkali dia minta minum saat bangun tengah malam.”

Monik tak bisa mencegahnya. Setelah membetulkan letak selimut Boy, ia beranjak untuk tidur juga. Tapi tiba-tiba pintu terbuka, dan Monik melihat Rohana masuk ke kamar lagi.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

69 comments:

  1. 🌹🌻🌹🌻☘️🌻🌹🌻🌹

    Alhamdulillah ....
    Syukron Bu Tien, AaBeAy_43 sudah hadir.

    Ya ta ..... Rohana bikin ulah di Rumah Sakit....
    Pengin tak sambelna sing puedes poll trus ben tambah mdomble lambene....

    🌹🌻🌹🌻☘️🌻🌹🌻🌹

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Horeeeeee, aku bisa ngalahkan Yantie.... Yang misterius.....
      Semua teman²ku penasaran lho siapa Yangtie? Jangan² temanku yang di Cimahi ganti baju.....
      Wallahu alam bisowab

      Delete
  3. 🩵🪼🩵🪼🩵🪼🩵🪼
    Alhamdulillah 🙏🦋
    AaBeAy_43 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🤩
    🩵🪼🩵🪼🩵🪼🩵🪼

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  4. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 43 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  7. alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.
    Matur nuwun Bunda Tien,mugi tansah pinaringan kasarasan.

    ReplyDelete
  9. Direwangi ndhedhepi tetep gak bisa nomer satu 🤪🤪🤪

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah ... maturnuwun Bu Tien .... semoga shat sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  12. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  14. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Pancen oye 👍👍👍, bu Tien bikin gemes para pembaca, dg kehadiran Rohana balik ke RS, 😁🤭, kira-kira mau apalagi ya, Dimata Rohana semua tdk ada bagusnya kecuali dirinya ,,🤭

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~43 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  16. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  17. Owalah dasar nenek sihir tuh si rohana, mau apa lagi coba, datang lagi, paling mau minta uang sama tomy atau sama monik, ngganggu tidur nya boy saja tu orang

    He ...he...aku gemes bgt lo bun ....mks, smg bunda Tien selalu sehat ....selamat malam bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete

  18. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 43* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  19. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Sri
    Aduhai aduhai deh

    ReplyDelete
  20. Wah wah...memang karakter Rohana buruk ya, masa berulah di Rs, ga tau tempat...memalukan aja. Semoga cepat bertobat ya...eh, tapi ntar jdi tamat dong ceritanya? Wkwk...😀

    Terima kasih, bu Tien. Salam seht selalu.🙏😘😘

    ReplyDelete
  21. Semoga ada perubahan pada Rohana. Menjadi orang baik, meski tidak secara langsung. Sedikit demi sedikit memperbaiki kesalahannya.
    Mungkin sudah tinggal sedikit lagi sampai di akhir cerita.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  22. .Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 43 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin.

    Kasihan Rohana jadi sutris, bikin mau kedua anak nya ( Satria & Tomy )...obat nya apa ya klu sutris. Agak susah obat nya krn Rohana hati nya sekeras batu karang dan tdk di anugerahi cinta kasih...he..he..
    Paling obat di bawa ke RSJ Mangunjayan sih...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  24. Alhamdulillah, salam hangat dan sehat selalu Bu

    ReplyDelete
  25. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai.

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu n tetap semangat

    ReplyDelete
  27. Alhamdulilah, matur nuwun Inggih mbakyu Tienkumalasari sayang, salam sehat selalu dari Tanggamus, Lampung miss u muaach

    ReplyDelete
  28. Matur kesuwun inggih mbakyu Tienkumalasari sayang, tetap sehat dan semangat, salam kami dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 08

  MASIH ADAKAH MAKNA  08 (Tien Kumalasari)   Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti. Tomy ya...