Thursday, August 15, 2024

AKU BENCI AYAHKU 31

 AKU BENCI AYAHKU  31

(Tien Kumalasari)

 

Tapi malam itu Minar mencela suaminya yang melakukan pembayaran hutang ibunya tanpa mengatakannya kepada ibunya, atau berterus terang saja kepada pak Ratman.

“Walaupun maksud Mas baik, tapi jalannya yang tidak baik. Mengapa membayarkan hutang ibu harus dengan berbohong. Pura-pura tidak tahu,  lalu membuat pesan dari nomor palsu yang mengaku dari ibu Rohana.”

“Jadi harus bagaimana? Kalau diserahkan kepada ibu, Tomy takut nanti tidak dibayarkan. Kalau diserahkan pak Ratman langsung, begitu tahu itu dari Tomy, lalu mengetahui bahwa Tomy anaknya ibu Rohana, pasti malah tidak mau menerima. Aku agak bingung jadinya.”

“Semuanya sudah terlanjur, yang harus Mas lakukan sekarang adalah berterus terang kepada ibu, bahwa hutangnya telah dilunasi oleh Mas dan Tomy. Walaupun itu uang dari penjualan mobil Mas, tapi sebaiknya Mas mengatakan bahwa itu dari Tomy juga, karena ibu harus tahu bahwa bukan Mas saja yang menaruh perhatian pada ibu.”

“Kamu benar. Aku juga khawatir kalau nanti entah bagaimana caranya, kemudian ibu punya uang lalu mencicil hutangnya itu.”

“Nah, jadi kacau kan?”

“Baiklah, besok pagi-pagi benar aku akan ke rumah Ibu dan mengatakannya. Sekarang aku mau menelpon Tomy, agar dia juga tahu tentang rencana kita itu.”

Tapi setelah Tomy diberitahu, dia menolak ketika Satria akan mengatakan bahwa yang membayar adalah dirinya juga.

“Jangan Sat, bukankah itu uang kamu? Dari mana aku punya uang? Ibu juga tidak akan percaya.”

“Jangan begitu Tom, anak ibu adalah aku dan kamu. Ibu harus tahu bahwa anak-anaknya menaruh perhatian padanya. Aku tidak suka mengatakan bahwa akulah yang berperan.”

“Satria, aku tahu bahwa kamu punya hati yang sangat baik. Aku harus malu pada kamu karena tidak bisa punya makna dalam hidup ini.”

“Mengapa kamu berkata begitu?”

“Aku adalah orang yang tercela. Tak ada baik-baiknya. Semua perilakuku, sepak terjangku, semuanya buruk dan mengecewakan. Bahkan bapakku sendiri membuang aku seperti sampah.”

“Tomy, tak ada manusia yang tidak sayang pada anaknya. Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa ayah kamu sangat menyayangi kamu.”

“Omong kosong itu Sat. Sekarang justru aku tahu, bahwa kamulah satu-satunya orang dekatku yang menyayangi dan memperhatikan aku,” katanya tersendat karena haru.

“Tomy, kamu tidak boleh berkata begitu. Hidup adalah sebuah perjalanan. Sandungan itu pasti ada, tapi ada jalan lurus yang kamu bisa menapakkan kakimu di sana. Pada suatu hari nanti kamu akan menemukan arti atau makna yang ada di dalam diri kamu. Percayalah, bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang terlahir dari orang tua kita. Ia tak akan punah digulung masa. Hanya saja, banyak cara untuk mencintai. Fahamilah itu.”

“Satria, aku baru mendengar semuanya darimu. Aku sadar bahwa kamulah yang membuatku mengerti tentang kehidupan. Terima kasih, Sat,” kali ini Tomy tak bisa menahan tangisnya.

“Tomy, kita adalah saudara. Walau seibu, ada bertetes darah kita yang sama. Jangan pernah merasa bahwa akulah yang berjasa dalam kehidupanmu, tapi pengalaman hidup kamulah yang membuat kamu mengerti tentang hidup ini. Selalulah bersemangat dan jangan merasa bahwa kamu tak punya arti. Pada suatu hari nanti, kamu akan mengerti bahwa kamu punya makna bagi orang-orang yang ada di sekitar kamu.”

Setelah berpesan agar besok akan bersama-sama ke rumah ibunya, Satria menutup ponselnya.

Ketika Satria mengakhiri pembicaraan penuh haru itu, tak urung Satria merasa terhanyut oleh tangis Tomy.

***

Hari masih pagi, Rohana baru mau berangkat mandi, ketika Satria dan Tomy datang dengan naik taksi.

“Kalian … ngapain pagi-pagi datang kemari? Aku mau pergi.”

“Kami hanya sebentar, sebelum berangkat bekerja.”

“Ada perlu apa?”

Sikap Rohana masih terlihat dingin. Ia masih kesal karena kedua anaknya mencela perbuatannya.

“Hanya ingin memberitahukan kepada ibu, bahwa semua hutang ibu sudah kami bayar,”

“Apa? Hutang apa?”

“Hutang ibu yang seratus juta itu.”

“Kalian membayarnya? Dari mana kalian, terlebih Tomy, bisa membayar hutang sebanyak itu?”

“Dari mana kami mendapat uang, ibu tak perlu tahu, yang penting hutang itu sudah kami bayar lunas.”

“Lancang !”

Bukannya berterima kasih, Rohana justru marah. Ia berteriak sambil menatap kedua anaknya bergantian.

“Kok ibu marah sih? Hutangnya lunas, bukankah ibu harus berterima kasih?” Tomy yang lebih keras menatap ibunya dengan kesal.

“Karena kamu … dan kamu … ibu anggap lancang! Mengapa kalian tidak memberikan uang itu kepada ibu saja, supaya ibu sendiri yang membayarkannya?”

“Supaya segera selesai saja. Bukankah sama saja, kami bayarkan kepada orang itu, atau kami serahkan kepada Ibu?” lanjutnya.

“Beda! Kalau ibu yang membayar, bisa jadi dia hanya minta setengahnya saja.”

“Ibu ini bagaimana, membayar hutang hanya setengah, berarti mencicil? Itu yang ibu inginkan?”

“Dia sangat baik pada ibu. Kalau melihat ibu yang membawa uang itu, pasti dia minta separo saja.”

“Atas dasar apa? Ibu akan merayu dia? Ibu tidak malu melakukannya?”

“Diam kamu!!”

“Ya sudah, Tomy, nanti kita terlambat. Yang penting kita sudah memberitahukannya kepada ibu tentang hutang itu,” kata Satria sambil berdiri, lalu menarik tangan Tomy, diajaknya pergi.

Sambil berjalan keluar dari halaman, mereka masih mendengar sang ibu mengomel sambil berteriak-teriak.

Mereka sama sekali tidak mengira bahwa bukannya berterima kasih, sang ibu justru memarahi mereka. Keduanya geleng-geleng kepala. Tak bisa mengerti bagaimana sang ibu bisa berpikiran serendah itu.

Ada rasa kesal, tapI juga sedih.

***

Begitu mobil yang dikemudikan Tomy memasuki halaman rumah pak Ratman, Kartika menghambur keluar. Ia menunggu Tomy turun, lalu memberikan sesuatu.

Tomy menerimanya dengan heran.

“Apa ini?”

“Bukankah itu coklat? Mas Tomy belum pernah melihat coklat?”

“Tahu, tapi kenapa kamu berikan ke aku?”

“Memang coklat itu untuk Mas Tomy.”

“Kenapa?”

“Karena aku suka memberikannya pada mas Tomy,” katanya sambil tersenyum kemayu.

“Apa sih? Tak biasanya begini.”

“Ini sebagai balasan aku, dan rasa terima kasih aku.”

“Kenapa harus berterima kasih?”

“Tentang es krim itu.”

“Es krim?” Tomy agak bingung, karena ia sudah melupakannya.

“Es krim yang Mas bawa ke rumah beberapa hari yang lalu. Enak, tahu.”

“Oh ya? Itu kan_”

“Tomy, kamu sudah datang? Ayo segera berangkat, ada meeting pagi dengan pak Suryo jam delapan ini, jangan sampai kita terlambat,” kata pak Ratman yang langsung menuju mobil. Tomy segera membukakan pintu untuk pak Ratman.

“Aku di depan saja, di samping kamu,” kata pak Ratman yang menolak duduk di pintu belakang seperti biasanya,

Walaupun merasa heran, Tomy menurutinya.

“Mas Tomy, pokoknya terima kasih ya!” Kartika masih sempat berteriak sebelum mobil itu keluar dari halaman. Tomy membuka kaca jendela di sampingnya, menoleh sesaat, meninggalkan senyuman, membuat Kartika berdebar tak karuan.  Bagaimana Kartika bisa lupa bahwa Tomy sudah punya dua orang anak? Gara-gara salah sangka atas es krim itu, pastinya. Padahal Tomy sama sekali tidak mengerti. Bukankah pak Ratman sendiri yang memesan es krim itu?

Tomy tak sempat menerangkannya, karena pak Ratman terburu-buru.

***

Diperjalanan, pak Ratman melirik bungkusan coklat yang terletak di depan kemudi.

“Rupanya kamu seperti anak kecil Tom, masih suka coklat,” kata pak Ratman.

“Oh, itu … tadi mbak Kartika yang memberikannya.”

“Kartika?”

“Iya. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba saya diberinya coklat.”

“Anak itu, sudah dewasa, tapi kelakuannya masih seperti anak kecil. Mungkin aku terlalu memanjakannya.”

Tiba-tiba Tomy teringat, dulu diapun  sangat dimanjakan oleh ibunya, juga ayahnya. Akibatnya kelakuannya menjadi buruk, tidak punya tanggung jawab, hanya mencari kesenangan saja. Kuliah? Dia enggan. Bukankah dia anak orang kaya? Tapi Kartika berbeda. Biarpun dia dimanja, tapi dia baik, dia pintar, kuliah hampir selesai. Tidak suka berhura-hura.

“Tom, apa kamu tidak ingin kuliah?” pertanyaan pak Ratman membuatnya terkejut. Kuliah? Dia tak pernah memimpikannya.

“Tom.”

“Eh, ya Pak.”

“Aku sedang bertanya sama kamu. Apa kamu tidak ingin kuliah?”

“O, kuliah? Tidak Pak.”

“Mengapa tidak?”

“Bagaimana saya ingin kuliah? Itu bukan hal yang mudah.”

“Memang sih, mahal. Tapi kalau kamu ingin, aku bisa membantumu.”

Tomy menoleh ke arah pak Ratman, yang juga sedang menatapnya.

“Aku bersungguh-sungguh,” lanjut pak Ratman.

Tomy tak segera menjawabnya. Pak Ratman sudah sangat baik kepadanya. Diam-diam gajinya dinaikkan. Lalu disuruhnya dia tinggal di rumah miliknya, walau kecil tapi bagus dan nyaman, dan karena itu dia tak perlu membayar sewa kost. Dan sekarang, pak Ratman menawarkannya untuk kuliah?

“Saya ini tidak begitu pintar.”

“Karena itulah orang bersekolah, supaya pintar.”

Tomy tertawa. Sepertinya sangat sederhana. Sekolah, biar pintar. Tapi banyak pertimbangan untuk menerima tawarannya. Hutang budi yang terlalu banyak, membuat beban yang dipikulnya semakin berat.

“Bagaimana?”

“Tidak usah Pak, sudah banyak yang Bapak berikan untuk saya.”

“Bukan kamu yang minta, aku yang memberikan. Entah mengapa, aku merasa sayang karena kamu kelihatannya anak baik, tapi tidak kuliah.”

Anak baik? Pak Ratman hanya belum mengerti siapa dan bagaimana dirinya. Tomy hanya tersenyum menanggapi. Ketika sampai di kantor, sebelum turun, pak Ratman masih mengatakannya.

“Pikirkan baik-baik. Aku serius.”

Tomy terpaku di tempatnya berdiri.

“Ada apa ini? Sementara aku masih merasa kecewa dengan kejadian demi kejadian yang menimpa, pak Ratman memberiku kebaikan yanag bertubi-tubi. Tapi kuliah? Ia tak pernah mimpi akan melanjutkan kuliah. Kalau aku mengatakan bukan orang yang pintar, itu bukan karena aku rendah hati. Aku memang bukan orang yang cakap dalam menuntut ilmu. Atau karena aku malas ketika itu?”

Tomy menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

***

Rohana sedang berpikir, dari mana anak-anaknya tahu kalau dia punya hutang. Dari mana pula mereka tahu, kepada siapa dia berhutang. Mereka juga tahu bahwa dia seperti sedang merayu-rayu pak Ratman.

Rohana urung mandi. Tadinya dia ingin menemui pak Ratman untuk menjelaskan perihal keringanan yang diberikan, tapi anak-anaknya malah sudah membayar lunas hutangnya. Gilanya Rohana, dia merasa sayang, mengapa pak Ratman harus dibayar lunas. Sementara Rohana mengharapkan keringanan yang lain. Bayar separo saja? Itu sebenarnya keinginannya, dan pastilah dengan merayu pak Ratman dengan keahliannya merayu. Lalu Rohana menganggap anak-anaknya terlalu lancang.

“Dasar bocah lancang. Membuat aku kesal saja. Kebutuhanku kan masih banyak, uang itu bisa aku pergunakan dulu untuk yang lainnya. Padahal besok MInggu teman-temanku mengajak jalan-jalan ke pantai, lalu aku ingin membeli baju baru yang pantas. Bajuku kan sudah usang, teman-temanku sudah pada melihat baju-bajuku.”

Rohana meraih ponselnya, lalu diputarnya nomor pak Ratman.  Tapi tak ada jawaban. Panggilannya tak diangkat.

“Mungkin sedang sibuk, nanti aku akan menelponnya lagi.”

Lalu Rohana pergi mandi. Pagi tadi salah seorang temannya menelpon untuk mengajaknya membeli baju baru. Rohana pusing. Uangnya sudah menipis.

“Apa aku harus menjual cincinku ini? Lalu menggantikannya dengan yang imitasi?”

***

Pagi hari itu Desy sedang menata berkas-berkas yang akan dikerjakannya. Akhir-akhir ini memang banyak yang harus dikerjakannya. Pak Drajat mengajarinya untuk bisa mengerti tentang perusahaan miliknya, dan Desy dipekerjakan semacam seorang sekretaris pribadi yang berurusan langsung dengannya. Itu karena Desy dianggap cakap dan mudah mengerti tentang apa yang harus dikerjakannya.

“Desy … “ tiba-tiba pak Drajat memanggilnya.

“Ya.”

“Apa kamu sudah aku beri tahu tentang Tomy? Aku lupa, sudah mengatakannya pada kamu atau belum.”

“Selama ini Bapak belum pernah berbicara tentang Tomy.”

“Oh, baiklah, aku ingin mengatakan bahwa Tomy sudah mau bekerja.”

“Syukurlah,”

“Sebagai driver di sebuah perusahaan.”

“Driver?”

“Kebetulan perusahaan itu milik sahabatku sendiri, aku baru tahu setelah menyelidikinya.”

“Akhirnya pekerjaan apapun dilakoninya,” kata Desy seakan kepada dirinya sendiri.

“Apa kamu sangat mencintai anakku?”

Desy terkejut. Pertanyaan itu tak pernah diduganya. Ia hanya istri siri yang tidak tercatat secara hukum. Ia menduga ayah Tomy tak menganggapnya sebagai menantunya, walau ia sangat menyayangi cucunya.

“Jawablah.”

Desy termenung. Wajah Monik terbayang. Apakah ayah Tomy tidak lagi teringat pada Monik yang katanya amat disayanginya?

***

Besok lagi ya.

65 comments:

  1. Alhamdulillah.....
    ABeAy_31 sdh tayang...... Terima kasih bu Tien.
    Salam SEROJA

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hatur uhun Bu Tien A Be Ay 31 dah hadir.tambah penasaran aja
      Semoga Bu Tien sehat selalu
      Salam ADUHAI 🌹🌹🌹

      Delete
  2. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 31 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI3X

      Delete
  3. Alhamdulillah

    ABeAy episode 31..sudah tayang
    Matur nuwun Mbak Tien
    Salam sehat
    Salam ADUHAI..dari Bandung

    🙏🥰🤗🩷🌹🌸

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~31 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  6. alhamdulillah
    Terimakasih bu tien

    ReplyDelete
  7. Maturnuwun Bu Tien .... sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  8. Alhamdulilah ak be ay sdh tayang maturnuwun bu Tien.. smg bu Tien sekeluarga sehat, salam aduhai aduhai bun ❤️❤️💙💙

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Sri
      Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun

      Delete
  9. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Horeeeeeee
    Yangtie tak salip.......
    Maaf ya Yangtie.........
    Tak tunggu japrinu di 085101776038........
    Salam kenal sprinter baruku

    ReplyDelete
  11. Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayang cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu n trs semangat

    ReplyDelete
  13. Dasar Rohana si mata duitan. Maunya pegang uang bahkan utang pun akan tidak dilunasi.
    Apa pak Drajat mengira Monik baik baik saja dengan Tomy?? Kasian tu Boy yang trauma berhadapan dengan ayahnya.
    Rupanya Kartika belum faham siapa Tomy, atau cinta buta..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 31* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  15. Matur nuwun
    Rohana ,,,, gmn sih sudah dibayar utangnya
    Ngomel ,,,, tak sambelne yaaaa

    ReplyDelete
  16. 🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴
    Alhamdulillah 🙏🌹
    AaBeAy_31 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    tetep smangats nggih Bu.
    Semoga slalu sehat dan
    bahagia. Aamiin.
    Salam Aduhai 😍🦋
    🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari
      ADUHAI deh

      Delete
  17. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  18. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  20. Cie cie...Kartika ngincer Tomy nih...apakah itu solusi terbaik keluarganya nanti ya? Hmm...bukan Monik, bukan juga Desy....wlpn sdh ada 2 anak. Memang ibu Tien adaaa aja idenya, kereenn....!!👍👍😀

    Matur nuwun, ibu...sehat selalu.🙏

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💐

    Senangnya kl p Drajat mau bercerita tentang Tomyke Desy, pertanda akankah bersatu bgm dg Monik, smg semua bisa berkumpul bersama ya.

    Rohana stress, ingat waktu kecil di tinggal di Pisangan baru , lihat tetangga yg beli barang baru stress trs marah ke tetangga nya,,TDK disaingi sangat kompleks , model seperti Rohana juga ada, anaknya diporoti
    Seru ceritanya , aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  22. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -30 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien,
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu. Aamiin

    Rupanya Kartika jatuh cinta sama Tomy. Itulah 'bahaya' nya, klu sering ketemu, sesuai dengan pepatah Londo...Witing tresna jalaran saka kulina..arti nya Cinta hadir krn terbiasa ( bertemu ). Nah gimana nih klu jatuh cinta, krn cinta tdk salah lho.😁😁🌹💐


    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien, ditunggu selalu cerbungnya... Salam sehat selalu, bahagia dan aduhaiii

    ReplyDelete

MASIHKAH ADA CINTA

 MASIHKAH ADA CINTA (Tien Kumalasari) Masihkah ada cinta Ketika kau sakiti aku Ketika manisnya madu telah berlalu Ketika kau guyur aku denga...