Saturday, August 3, 2024

AKU BENCI AYAHKU 21

 AKU BENCI AYAHKU  21

(Tien Kumalasari)

 

Tomy bergegas masuk ke rumah, sambil memikirkan sebuah kebetulan yang membuatnya kacau.

Mengapa tiba-tiba ia sering bertemu Monik? Dan kali ini malah mereka tinggal di daerah yang sangat dekat, hampir berseberangan, hanya terpaut dua rumah.

Haruskah Tomy berpindah tempat? Ia sudah membayar sewa kamar itu untuk sebulan, yang sebetulnya tidak diperbolehkan, karena si pemilik rumah mengatakan bahwa kalau menyewa harus paling sedikit setengah tahun. Tapi dengan janji akan mengumpulkan uang terlebih dulu, ia diijinkan membayar sewa sebulan sekarang ini.

“Kalau aku pindah, apa pemilik rumah mau mengembalikan uangku? Yang ada malah aku dicaci maki karena bicara seenakya. Tapi bagaimana kalau nanti sampai bertemu Monik?"

Kecuali malu karena harus menyewa kamar sempit yang sederhana, ia juga akan merasa sakit karena Boy sangat membencinya. Tomy yang baru saja belajar menjalani hidup, merasa tak sanggup mengatasi keadaan, kalau terjadi sang anak menolaknya. Harus merayu? Membujuk, atau apa, Tomy sungguh tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Lagi pula ia juga tahu kalau Monik tak ingin lagi bertemu dengannya.

Tomy membaringkan tubuhnya di kasur yang keras. Dianggapnya keras kalau dibandingkan dengan tempat tidur di rumah ibunya atau ayahnya.

Kebingungan yang melandanya, membuat dirinya lupa bahwa sebenarnya perutnya lapar. Setelah membeli air dan makanan, ia ingin keluar lagi untuk makan. Tapi keinginan itu tak jadi dilakukan. Rasa lapar mendadak hilang, berganti rasa gelisah yang membuatnya semalam hampir tak mampu memejamkan mata.

***

Pagi hari serasa datang begitu cepat. Tomy belum menghabiskan kantuknya ketika harus bangun karena ia harus berangkat kerja. Ia membuat kopi yang tak begitu manis karena harus menghemat, lalu melangkah keluar dari kamar sambil celingukan seperti maling. Ia menunggu ojol yang dipanggilnya, tapi dengan perasaan was-was, jangan sampai Monik atau Boy melihatnya. Bagaimana kalau tiba-tiba bertemu? Ia harus mengatakan apa, dan harus melakukan apa nanti?

Ia melihat ojol yang melintas, dan hampir diteriakinya karena mengira ojol yang dipanggil nyasar kebablasan. Tapi ketika ia melongok, ternyata ojol itu memang ojol pesanan Monik, yang kemudian pergi bersama Boy dengan ojol itu.

“Untunglah tidak melewati depan rumah ini,” gumam Tomy yang merasa lega.

Sekarang ia berani keluar halaman, lalu tak lama kemudian ojol yang dipesannya baru berhenti di depannya.

Disepanjang perjalanan, ia terus memikirkan apa yang harus diperbuatnya dengan kamar tinggalnya itu. Seandainya dia banyak uang, maka akan ditinggalkannya saja rumah itu, tanpa mempedulikan uang yang sudah dibayarkannya. Tapi Tomy hanya mengandalkan gaji bulanannya, yang setelah dihitung-hitung, hanya akan cukup untuk bayar sewa sebulan dan transport, serta makan seadanya.

Tomy terkejut ketika ojol itu sudah berhenti. Sambil menepuk jidatnya, Tomy baru sadar bahwa dia sudah sampai di depan kantornya.

Saat itu pula mobil Satria juga memasuki halaman.

Keduanya memasuki kantor berbarengan. Satria juga tak menanyakan apapun tentang rumah kostnya karena semalam dialah yang mengantarkan Tomy ke sana. Hanya saja Satria tak pernah mengira bahwa Monik tinggal di daerah yang sama dengan rumah kost Tomy.  

“Kalau kamu tidak kerasan, datanglah ke rumah. Minar juga mengharapkan itu," kata Satria sebelum berbelok ke ruangannya.

Tomy hanya mengangguk. Dia enggan mengatakan bahwa Monik tinggal di dekat rumah kostnya.

Tomy langsung mengambil mobil di garasi kantor, untuk menjemput pak Ratman, sang pimpinan perusahaan, di rumahnya.

***

Pagi itu, pak Ratman sudah bersiap menunggu driver. Tiba-tiba Kartika mendekatinya, lalu bergayut di lengannya.

“Pak, nanti Kartika ikut mobil Bapak ya?”

“Mobilmu ke mana?”

“Ban depan gembos, padahal Kartika harus ke kampus pagi.”

“Tapi bapak juga harus ke kantor pagi, ada meeting jam delapan.”

“Mobilnya mengantar Bapak dulu, baru mengantar Kartika. Boleh ya Pak?” rengek Kartika lagi.

“Sebenarnya kamu bisa naik taksi.”

“Naik taksi itu memanggilnya kelamaan. Nanti Kartika terlambat.”

“Ya sudah, terserah kamu saja. Apa kamu sudah siap?”

“Sudah dong Pak, tinggal mengambil tas Kartika di kamar,” kata Kartika sambil membalikkan tubuhnya untuk mengambil tasnya.

Sementara itu, mobil yang dikendarai Tomy juga sudah memasuki halaman.

Pak Ratman turun, dan Tomy sudah siap membukakan pintu belakang.

“Tomy, setelah mengantar aku ke kantor, tolong antarkan Kartika ke kampusnya ya,” pesan pak Ratman.

“Di mana kampusnya?”

“Nanti kamu kan bisa bertanya. Tuh, anaknya sudah datang.”

“Aku duduk di depan saja ya Pak,” kata Kartika yang tanpa di suruh sudah membuka pintu depan, di sebelah pengemudi.

Pak Ratman membiarkannya.

“Mas Tomy, ngantar bapak dulu, baru ke kampus ya,” kata Kartika begitu Tomy menjalankan mobilnya.

“Baik, Mbak,” kata Tomy yang ketika di depan pak Ratman tidak berani memanggil nama Kartika begitu saja.

“Jangan panggil aku ‘mbak’, bukankah aku sudah minta agar mas Tomy memanggil namaku saja?”

Tomy melirik ke arah kaca spion, melihat reaksi pak Ratman ketika mendengar Kartika berceloteh. Menurut Tomy, Kartika itu ibarat burung. Setiap kali bertemu, ada saja yang dibicarakannya. Kartika juga sedikit kocak, dan membuat Tomy lebih banyak tersenyum.

“Bener ya, panggil aku Kartika. Mas Tomy kan lebih tua dari aku? Masa aku dipanggil ‘mbak’."

“Panggilan ‘mbak’ itu bukan karena merasa bahwa yang dipanggil lebih tua. Tapi itu adalah panggilan menghormati orang yang dipanggilnya,” sambung pak Ratman.

“Nah, benar kata Bapak kan?” kata Tomy.

“Tapi aku tidak mau dong. Masalah menghormati, sikap Mas Tomy ini kan selalu hormat pada Kartika. Pokoknya jangan ‘mbak’. Aku jadi merasa lebih tua, nggak mau ah. Nanti kalau tiba-tiba aku jadi nenek-nenek bagaimana?”

“Nggak nyambung ah,” kata batin Tomy yang tak berani mengatakannya terus terang karena ada bapaknya.

Kartika terus saja berceloteh, sampai kemudian Tomy menurunkan pak Ratman di kantornya.

***

Tapi yang katanya harus buru-buru ke kampus, Kartika malah mengajak Tomy mampir di warung pecel yang agak jauh letaknya dari kampus.

“Bukannya keburu terlambat?”

“Nggak, aku nggak ada kuliah hari ini. Hanya akan melanjutkan menulis skripsi saja. Nanti di kampus aku juga hanya akan mencari buku-buku panduan."

“Anak nakal,” gumam Tomy sambil tersenyum. Ia merasa kebetulan diajak sarapan. Bukankah dia juga belum sempat memasukkan apapun ke dalam perutnya?

Kartika terkekeh lucu. Ia sudah memesan nasi pecel dan jeruk panas untuk mereka berdua.

“Mas Tomy pernah kuliah?”

Tomy menghela napas. Ia memang pernah kuliah, lalu berhenti karena malas, bukan?

“Pernah tidak?”

“Pernah, tidak sampai selesai.”

“Kenapa tidak diselesaikan?”

Kartika ini kok ya kepo amat sih. Pertanyaannya menyinggung hal yang sangat sensitif. Sensitif, karena gara-gara dia malas melanjutkan itu, maka ayah dan ibunya mengomelinya habis-habisan.

“Karena … biaya?” Kartika menebak-nebak.

“Mm … ya,” Tomy senang akhirnya menemukan jawabannya.

“Nanti bilang pada bapakku, beliau suka menolong, barangkali bapak bisa membantu untuk_”

“Tidak, jangan. Aku tidak ingin kuliah.”

“Mengapa?”

“Aku tidak begitu pintar.”

Kartika terkekeh.

“Mana ada orang seperti mas Tomy tidak begitu pintar?”

“Aku juga malas.”

“Apa?”

Kartika terkekeh lagi.

“Kamu orang yang sangat berterus terang. Tidak begitu pintar, malas. Hal yang bagi orang lain disembunyikannya, tapi kamu malah berterus terang.”

“Di mana aku harus menyembunyikannya? Kan kelihatan?”

“Apanya yang kelihatan?”

“Bodohnya, malasnya.”

“Aneh deh. Nggak. Aku nggak melihatnya. Ayo kita makan, aku yakin mas Tomy juga belum sarapan. Ya kan?”

Tomy tersenyum malu. Ia segera menikmati nasi pecel dengan rempeyek teri itu, tak ingin menanggapi celoteh Kartika yang terus-terusan meluncur tak henti-hentinya. Tapi entah mengapa Tomy merasa senang mendengarnya. Selama ini hidupnya hanyalah sesuatu yang dianggapnya monoton. Bersenang-senang, bermewah-mewah, memerintah, diperintah, beristri, semuanya tidak ada yang bisa membuatnya tergelitik seperti sekarang ini.

Kartika luar biasa. Ia membuatnya hidup, walau hanya makan dengan sayuran, tak ada ikan, tak ada daging, tapi ini sangat berbeda walau di rumah ibunya akhir-akhir ini juga begitu.

“Mas, dari tadi ... kenapa terus tersenyum-senyum?”

Nah, tuh. Mulai deh. Baru diam sebentar saja sudah mengoceh lagi. Orang diam dikomentari, makan dikomentari, tersenyum juga dikomentari.

“Lagi ngebayangin istri ya?”

Tiba-tiba senyum dibibir Tomy menghilang. Ia punya dua istri, tapi tak ada yang bisa membuatnya secerah ini.

“Kok cemberut?”

Tuh kan, cemberutpun dikomentari.

“Aku tidak punya istri.”

Kartika mengerutkan keningnya.

“Kata pak Satria, mas Tomy sudah beristri dan punya anak.”

“Pernah beristri.”

“Pernah?”

“Makan saja, kebanyakan nanya nanti tersedak,” kata Tomy yang sudah selesai makan, lalu menghirup jeruk hangatnya.

“Baiklah. Rahasia ya?”

Iya lah, rahasia. Masa sih, masalah keluarga harus diceritakan kepada si kecil cerewet ini? Tapi Tomy tidak mengatakan apa-apa.

Kartika yang sebenarnya pintar segera mengerti bahwa Tomy tidak mau berterus terang tentang kehidupannya. Karenanya kemudian dia segera menghabiskan makan paginya, tanpa menanyakannya lagi.

“Mas Tomy, mobilku bannya kempes, maukah nanti memanggilkan bengkel ke rumah? Tapi nanti, setelah aku pulang.”

“Baik, bengkel mana yang biasanya melayani keluarga pak Ratman?”

“Ini, ada kartu nama pemilik bengkel, nanti Mas hubungi saja. Tapi kalau mas Tomy bisa menunggui datangnya tukang bengkel itu, boleh saja dipanggil sekarang.”

“Baiklah, setelah kembali ke kantor aku telpon bengkelnya, sekaligus minta ijin pak Ratman agar aku bisa menunggu tukang bengkelnya datang."

“Terima kasih banyak ya Mas Tomy, yang baik hati.”

Tomy hanya mengangguk tersenyum. Ia heran, mengapa tiba-tiba dia merasa bisa begitu dekat dengan gadis anak majikannya ini.

***

Pak Ratman sudah selesai meeting ketika Tomy masuk ke dalam ruangannya.

“Kamu baru datang?”

“Tadi … mengantarkan mbak Kartika makan pagi,” jawab Tomy takut-takut.

“Dasar anak itu, katanya terburu-buru, ternyata masih mampir makan pagi lagi. Padahal sudah sarapan dari rumah.”

“Tadi mbak Kartika minta dipanggilkan bengkel, agar menangani ban mobilnya yang kempes.”

“Ya, panggil saja. Memang biasanya memanggil bengkel langganan.”

“Tapi dia minta agar saya menunggui ketika tukang bengkel itu datang.”

“Tapi kamu ada tugas mengantarkan bagian keuangan ke bank, siang ini.”

“Kalau begitu sepulang dari bank saja saya menelpon, lalu menungguinya di rumah.”

“Terserah kamu saja. Sebenarnya menunggu kalau Kartika sudah pulang juga nggak apa-apa. Tapi kalau nanti pulangnya kesorean ya repot.”

“Jadi bagaimana Pak?”

“Ya sudah, ke bagian keuangan saja sekarang, kalau sudah selesai baru kamu panggil bengkel.”

“Baik.”

***

Sore hari itu Monik sedang beristirahat di ruang tengah. Boy sudah mandi, dan menikmati cemilan gorengan yang tadi dibeli ibunya.

“Bu, apakah bapak akan membawa kita pulang?”

“Tidak, kamu tidak usah khawatir.”

“Mengapa kita sering ketemu bapak? Pasti bapak akan mengajak kita pulang.”

“Tidak. Kita akan tetap di sini."

“Tiba-tiba aku kangen sama om Satria. Maukah ibu mengajak aku ke sana?”

“Nanti saja, kalau sedang libur.”

“Kapan Bu?”

“Besok Minggu, misalnya.”

“Tapi Boy inginnya sekarang.”

“Oh iya, ibu juga mau beli sabun dan segala macam.”

“Horee, kita belanja?”

“Mampir ke om Satria sebentar, lalu belanja. Jadi tidak kemalaman di jalan."

“Aku ganti baju dulu dong Bu.”

“Baiklah.”

 Monik segera bersiap untuk pergi. Padahal sebenarnya Monik sudah merasa lelah. Apakah rasa kangen Boy kepada Satria menular kepadanya?

Monik memarahi dirinya sendiri ketika ia hampir mengakui perasaan itu. Mereka sudah menikah dan dia sudah punya anak. Ketika bertemu beberapa waktu lalu, ia juga tak lagi punya perasaan apapun.

“Tampaknya mas Satria juga sudah sangat ingin punya anak. Mengapa ya, Minar belum juga hamil? Mengapa tidak seperti diriku yang cepat sekali hamil?”

Diam-diam Monik merasa bahwa dia lebih sempurna dari Minar, dan itu membuatnya senang.

Boy yang sudah lebih dulu selesai berdandan, berlari ke arah depan, menunggu ojol yang dipanggil ibunya.

Tiba-tiba Monik terkejut ketika Boy berlari kembali ke rumah sambil menunjuk-nunjuk ke arah depan.

“Bu, aku seperti melihat bapak.”

“Apa?”

Monik berhenti di tangga teras.

"Tadi lewat ...."

Monik menatap ke jalanan.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

68 comments:

  1. ☘️🍅🌻🦃🦃🦃🌻🍅☘️

    Alhamdulillah....
    Matur nuwun Budhe, ABeAy_21 malam ini sampun tayang.
    Salam sehat, tetap ADUHAI. Seduluran sak lawase 🤝🤝🙏

    Waduh rumah kost Tomy lha kok berseberangan dengan rumah kontrak Monik ...


    ☘️🍅🌻🦃🦃🦃🌻🍅☘️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mksih Bu Tien A B AY 21 dah tayang. Salam sehat. Semoga Bu Tien bahagia slalu bersama keluarga

      Delete
    2. Matur nuwun mas Kakek
      ADUHAI selalu

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. 💐🍃💐🍃💐🍃💐🍃
    Alhamdulillah 🙏🌹
    AaBeAy_21 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    tetep smangats nggih Bu.
    Semoga slalu sehat dan
    bahagia. Aamiin.
    Salam Aduhai 😍🦋
    💐🍃💐🍃💐🍃💐🍃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  4. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 21 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah

    ABeAy episode 21..sudah tayang
    Matur nuwun Mbak Tien
    Salam sehat
    Salam ADUHAI..dari Bandung

    🙏🥰🤗🩷🌹🌸

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~21 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  10. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah hiburan malam sdh hafir, matursuwun mbk Tien

    ReplyDelete
  12. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  13. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien abeay sdh terbit
    Semoga bu tien sehat² trs n tetap semangat .... aamiin yra

    ReplyDelete
  14. Nah... Kartika naksir Tomy. Bagaimana dengan Tomy sendiri, beranikah lanjut. Mungkin juga sarana untuk mengangkat Tomy agar tidak terlalu jadi orang rendahan.
    Boy dan Monik mendekati Satria.. kasian tu Minar orang baik yang selalu jadi korban orang jahat.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  15. Mks bun ABA 21 sdh tayang, aduh jahat gak ya Monik ke Minar, kasihan Minar, tpi Satriya jg jangan sampai terlena dong sama rengekan si Boy

    Selamat malam bun....sehat" selalu ya

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu....

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰🌿💐

    Tomy sdh bnyk berubah menjadi dewasa berpikir nya ,,,🙂

    ReplyDelete

  18. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 21* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  19. Alhamdulillah.. Terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  20. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -21 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda.

    Tomy yng sdh ingin membenahi hidup nya, seperti nya, ada godaan datang. Kartika, anak Bos..merasa sok akrab dengan Tomy. Klu sering bertemu bisa jadi cinlok nih 😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  21. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  22. Wis kadhung nyambel , nyegat Rohana gak liwat.😃😃😃

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai. Selamat berakhir pekan bersama keluarga tercinta.

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 11

  MASIH ADAKAH MAKNA  11 (Tien Kumalasari)   Binari tertegun. Di depannya, berdiri sosok wanita tua yang beberapa kali datang ke rumahnya. I...