Tuesday, July 30, 2024

AKU BENCI AYAHKU 17

 AKU BENCI AYAHKU   17

(Tien Kumalasari)

 

Rohana menggebu-gebu, mencari teman untuk menyalahkan Tomy, dan memaksa Tomy agar berhenti dari pekerjaannya yang menurutnya rendah dan memalukan.

“Iya Mas, coba Mas pikir, apa tidak malu, anak kita bekerja sebagai sopir? Bagaimana nanti kalau ketemu orang-orang yang mengenal kita. Pasti mereka akan mengejek kita, menganggap kita orang rendahan. Ya kan Mas?”

Nerocos suara Rohana seperti peluru ditembakkan.

“Diamm!!” tapi ayah Tomy justru membentaknya.

“Mas, aku begini karena kesal. Malu Mas, malu. Mas harus memperingatkannya, harus melarangnya. Tomy hanya akan menurut kalau Mas yang mengatakannya.”

“Tidak!”

“Apa maksudmu Mas? Mas tidak malu? Tidak mau melarangnya?”

“Biar dia bekerja sebagai apa saja.”

“Mas sudah tidak peduli pada anak kita? Mas benar-benar sudah membuangnya?”

“Kalau Tomy mau menjadi sopir, biarkan saja.”

“Mas!!”

“Selama ini Tomy selalu hidup dalam kemewahan. Tak ada yang kurang. Lalu ketika dia terpuruk. Kemudian bangkit. Itu hal yang harus disyukuri.”

“Maass!” Rohana masih berteriak.

“Mas tidak malu, Tomy menjadi sopir?” lanjutnya.

“Mengapa malu? Aku senang Tomy mau bekerja. Jangankan menjadi sopir. Menjadi penyapu jalanan saja aku harus bersyukur.”

“Mas! Mas bercanda kan?”

“Aku tidak bercanda. Diam dan biarkan dia. Jangan sedikit-sedikit mengadu. Jalan pikiran kamu tidak pernah sejalan dengan apa yang aku pikirkan. Kamu terlalu picik dan terkadang tidak waras."

“Tapi Mas, apa Mas nggak malu?”

Ponsel sudah mati. Rohana berteriak-teriak sendiri.

“Ayah Tomy yang sudah tidak waras. Bahkan kalau anaknya menyapu jalanan sekalipun dia mensyukurinya? Ya ampuun, ya ampuuun … aku bisa gila kalau begini. Mengapa bekas suamiku berpikiran begitu? Rupanya Tomy memang sudah benar-benar dibuangnya. Bahkan dibiarkannya kalaupun harus menjadi penyapu jalanan?”

Rohana meraung-raung karena kesal yang sudah tak lagi bisa ditahannya. Lalu ia merasa sendirian. Lalu ia merasa dunianya sudah runtuh, dan dia terpuruk diantara reruntuhan itu. Lemas seluruh tubuhnya sehingga membuatnya ambruk dilantai, sambil tak mampu menghentikan tangisnya.

Rasa kesalnya sekarang kemudian tertumpah kepada Satria yang tega membiarkan Tomy bekerja rendahan seperti itu.

“Ini pasti karena perempuan kampungan itu!” teriaknya.

***

Minar sedang berkutat didapur. Ia sekarang adalah ibu rumah tangga. Seorang istri, dan kewajibannya adalah melayani suami. Sebelum sang suami berangkat bekerja  dia sudah menanyakan kepada sang suami, ingin dimasakkan apa. Hal yang selalu dilakukan, tapi yang dijawabnya selalu dengan jawaban sama. Terserah kamu saja. Bagiku, apapun yang kamu masak selalu enak untuk dinikmati.

Hal yang rutin, tapi selalu manis untuk dirasakan.

Minar merajang sayuran karena dia ingin memasak pecel, menggoreng telur, membuat keripik kacang. Wah, yang terakhir ini adalah kesukaan Minar. Kalau sedang ada keripik kacang di toples, dan toples itu ada di dekatnya, maka tangannya tak berhenti meraih dan mengemilnya.

Oh ya, masih ada yang ingin dimasaknya, sayur asem di tambah jagung manis.

Minar bersenandung pelan, sambil tersenyum merekah. Tapi tiba-tiba perutnya merasa mual. Ia sedang menggoreng telur ceplok, lalu buru-buru diangkatnya karena sudah menyelesaikan tiga telur. Ia meletakkannya di pinggan, lalu setengah berlari pergi ke kamar mandi, memuntahkan semua isi perutnya. Lalu dengan terengah-engah ia kembali ke dapur.

Tinggal merebus sayuran, ia ingin melanjutkannya, tapi perutnya masih terasa tidak enak. Ia mematikan kompor, kemudian beranjak ke kamar untuk mengambil minyak gosok. Ia membalurkannya pada perut dan ulu hatinya.

Setelah merasa agak tenang, Minar bermaksud melanjutkan kegiatannya memasak. Hari sudah siang. Saat makan siang sang suami pasti pulang. Minar harus menyelesaikan semuanya.

Tapi tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu.

Minar bergegas ke depan, lalu melihat Rohana berdiri di depan pintu dengan mata menyala. Walau berdebar, Minar segera mengulurkan tangannya, bermaksud menyalami dan menciumnya. Tapi Rohana menepiskan tangannya dengan kasar.

“Ibu, silakan masuk,” katanya, sedikit gemetar.

“Siapa yang ingin masuk?”

“Ibu … kenapa Ibu sepertinya marah?”

“Memang aku marah. Terutama sama kamu. Bagus ya kelakuan kamu, menjerumuskan Tomy pada sesuatu yang rendah dan memalukan?”

Minar terkejut. Sungguh ia tak tahu apa maksud sang ibu mertua sebenarnya.

“Apa maksud ibu?”

“Apa maksud ibu … apa maksud ibu … Kamu tidak merasa bersalah? Bukankah kamu yang membuat Tomy bekerja sebagai rendahan, tidak bermartabat dan mempermalukan keluarga?”

“Ibu, mengapa Ibu menyalahkan saya?”

“Tidak bisa tidak, pasti kamu. Bukankah kamu yang membenci aku, lalu melakukan sesuatu supaya aku mendapat malu dan ditertawakan orang?”

“Saya tidak pernah membenci Ibu. Sebenci apapun Ibu terhadap saya, saya tidak akan membalasnya dengan kebencian,” Minar sedikit berani karena kesal dengan tuduhan tak beralasan itu.

“Bohong! Kalau tidak, mengapa kamu suruh Tomy bekerja sebagai sopir? Mana pantas dia menjadi sopir? Dia bukan orang kampungan seperti kamu. Dia terbiasa bekerja kantoran, menjadi orang yang dihormati, bukannya menjadi orang yang disuruh-suruh!!”

“Ibu, mohon dengarkan saya. Tomy datang menemui mas Satria, ia minta dicarikan pekerjaan. Mas Satria bilang, adanya lowongan sebagai_”

“Sopir? Dan dia membiarkan saudaranya bekerja rendahan seperti itu? Kamu kan yang menyuruhnya?”

“Ibu, sungguh saya tidak memintanya. Tomy kemudian datang dan mengatakan dia mau menjalaninya, karena lowongan yang ada ya tinggal itu.”

“Bohong!! Kamu sengaja! Kamu membuat aku malu,” kata Rohana sambil menuding nuding. Minar mendekat, berusaha memegang tangan Rohana dan menenangkannya, tapi kemudian Rohana mendorongnya, sehingga Minar jatuh mencium lantai.

“Ouuhh…!”

“Mengadulah kepada suami kamu, aku tidak takut!!” teriak Rohana yang kemudian bergegas meninggalkan Minar yang kesakitan.

“Sakitnyaaa… ouuhhh… “

Minar jatuh perutnya menimpa sebuah bangku di dekat pintu. Sangat sakit. Tiba-tiba ia tak ingat apapun, pingsan.

***

Siang itu Desy sedang menyelesaikan tugas yang diberikan ayah mertuanya. Hari sudah siang, saatnya istirahat. Desy menyerahkan berkas yang baru saja diselesaikan, di meja ayah mertuanya.

“Hm, aku senang kamu bekerja bagus.”

Desy mengangguk sambil tersenyum.

“Walaupun semula aku kecewa sama kamu.”

Desy mengangkat kepalanya, menatap sang mertua tak mengerti.

“Kamu membuat Monik, menantuku, pergi dari rumah?”

Desy terkejut. Ia tak pernah melakukannya, bahkan bertemu Monikpun tidak pernah.

“Mohon maaf Pak, saya sama sekali tidak melakukan apapun atas perginya Monik. Ketika saya sudah mengandung Indira, Tomy baru mengatakan bahwa dia sudah punya istri dan sudah mengandung anaknya. Tapi Tomy mengatakan bahwa dia tidak pernah mencintai Monik. Saya sama sekali tidak bermaksud merusak rumah tangga Tomy. Tomy yang selalu mengatakan bahwa dia benci istrinya.”

“Benarkah?”

“Saya tidak bohong. Ketika di Jakarta, dan saya bekerja di sebuah salon, saya justru bertemu Monik, yang tadinya saya tidak mengira bahwa dia adalah istri Tomy. Kami  berkenalan dan berteman sangat baik setelah mengetahui bahwa kami sama-sama istri Tomy.”

“Kamu bertemu Monik?”

“Saya juga pernah melihat anak Monik, laki-laki kecil menggemaskan yang bernama Boy. Wajahnya sangat mirip Tomy.”

“Di mana dia tinggal?”

“Dia tidak pernah mau mengatakan di mana dia tinggal, tapi dia bekerja di sebuah salon kecantikan, yang tadinya bersama saya. Setelah saya resign, saya tidak tahu apakah dia masih bekerja di sana, atau tidak.”

“Monik … menantuku … Aku yakin dia pergi karena tak tahan pada perlakuan suaminya.”

“Dia juga mengatakan semuanya pada saya. Kami adalah istri-istri yang kecewa pada perlakuan suami. Monik pergi karena perlakuan Tomy yang semena-mena, Saya meninggalkannya karena dia malas dan tak mau bekerja, sementara ibunya memeras saya dan meminta agar semua gaji saya diserahkan padanya. Saya juga diperlakukannya seperti pembantu.”

Sudah kepalang tanggung, lalu Desy menceritakan semua perlakuan Rohana kepadanya. Ia juga mengatakan seperti apa hubungannya dengan Monik, yang terjalin dengan sangat baik.

Ayah Tomy terdiam beberapa saat lamanya. Ada rasa kecewa yang menggurat hatinya. Kecewa pada rumah tangga anaknya, kecewa pada perlakuan Rohana yang sangat tidak manusiawi.

“Ya sudah, sekarang Tomy sudah bekerja, aku sedikit merasa tenang.”

“Oh, Tomy sudah bekerja?”

“Sebagai sopir.”

“Sopir?”

“Sopir di sebuah perusahaan. Biarkan saja. Biar dia tahu bagaimana beratnya mengais selembar rupiah demi hidup, bukan hanya bersenang-senang sepanjang waktu, karena menyombongkan kekayaan orang tuanya.”

Desy mengangguk. Ia bersyukur Tomy mau bekerja. Tapi dia tidak berkomentar apapun.

“Kamu mau ikut pulang dan makan di rumah?”

“Kalau Bapak mengijinkan,” jawab Desy malu-malu.

“Ayo pulang sekarang. Indira pasti senang ibunya makan siang bersamanya di rumah."

Desy merasa senang. Hari itu sang ayah mertua berbicara banyak dan ada senyumnya juga. Biasanya wajahnya selalu dingin dan kaku. Bicaranya juga seperti sangat hemat. Kalau tak ada yang perlu, dia tak pernah berbicara apapun.

***

Siang hari itu celoteh Indira memenuhi rumah. Ia baru saja selesai makan siang bersama kakek dan ibunya, yang kebetulan bisa pulang untuk makan siang.

“Apa ibu sekarang selalu bisa pulang untuk makan siang di rumah?” tanya Indira kepada ibunya, sementara sang kakek sudah masuk ke dalam ruang kerjanya.

“Tidak selalu bisa begitu, Indi. Kalau sedang tak ada pekerjaan penting, dan kakek mengijinkan, ibu bisa pulang ke rumah.”

“Senang kalau ada Ibu. Indi bisa makan banyak.”

“Kalaupun ibu tidak ada di rumah, Indi juga harus makan banyak. Supaya Indi cepat besar, sehat.”

“Bisa masuk sekolah?”

“Benar. Bisa masuk sekolah.”

“Supaya Indi pintar?”

“Tentu saja, Indi harus pintar.”

“Horeee, Indi suka sekolah … Nanti ibu mengantar Indi sekolah?”

“Barangkali bisa mengantar, tapi ibu kan harus bekerja. Jadi Indi nanti hanya akan ditemani bibik."

“Ibu bekerja terus?”

“Ya, ibu harus bekerja terus.”

"Besok Indi juga mau bekerja.”

“Indi harus sekolah dulu, yang pintar. Kalau Indi pintar, Indi bisa membantu kakek di kantor.”

“Seperti ibu?”

“Mirip seperti ibu. Tapi ibu tidak sekolah tinggi. Kalau Indi sekolah tinggi, bisa mendapat kedudukan yang lebih baik.”

“Sekolah tinggi itu apa?”

“Sekolah tinggi itu adalah sekolah yang … mmm … apa ya, pokoknya sekolah yang bisa membuat orang-orang menjadi pintar. Sekarang, waktu kecil, sekolah taman kanak-kanak, lalu ada sekolah Dasar, lalu ada lagi kelanjutannya .. dan kelanjutannya … dan kelanjutannya … nah, itu sekolah tinggi namanya," kata Desy yang bingung bagaimana cara menjelaskannya.

“Harus rajin ya?”

“Harus rajin.”

“Desy, kembali ke kantor,” titah ayah Tomy yang keluar dari ruang kerjanya.

Desy mencium gadis kecilnya, kemudian mengikuti sang ayah mertua masuk ke dalam mobilnya, untuk kembali lagi bekerja.

***

Siang itu saat istirahat telah tiba, Satria sedang bersiap pulang untuk menikmati makan siang bersama sang istri tercinta, ketika ponselnya berdering. Dari ibunya.

“Ya Ibu,” jawab Satria karena tiba-tiba ibunya menyebut namanya dengan kasar.

“Kamu ini maksudnya apa? Mengapa, kamu enak-enak bekerja menjadi manager di kantor kamu, lalu Tomy kamu jadikan sopir? Kamu ingin mempermalukan ibumu ini?”

“Bu, mengapa ibu memarahi saya? Tomy yang mau menjalani, bukan Satria memaksa. Memangnya ada apa?”

“Kamu tidak tahu di mana kesalahan kamu? Kalau kamu memang ingin menolong saudaramu, tolonglah dengan baik. Beri dia kedudukan yang terhormat, yang membuatnya dihargai setiap orang.”

“Ibu, manusia menjadi berharga bukan karena kedudukannya, tapi karena perilakunya.”

“Omong kosong apa itu? Kalau seorang sopir, bisa mendapat kehormatan dari mana? Bisa dihargai dari mana? Kan hanya sopir?”

“Sopir jangan disebut hanya sopir. Sopir juga memiliki harga, dan harus dihargai. Kalau sampai dia tidak berharga, berarti memang kelakuannya yang buruk atau tidak pantas dihargai.”

“Sudah, jangan omong berputar-putar, ibu nggak ngerti. Ibu hanya mau bilang bahwa kamu itu kebangetan!”

Satria ingin menjawabnya, tapi Rohana sudah menutup ponselnya.

Satria hanya geleng-geleng kepala. Ia sudah tahu bahwa ibunya berpikiran sangat sempit. Hanya harta dan kedudukan saja yang  dipikirkannya.

Ia membenahi berkas-berkas yang ada dimejanya, lalu melangkah keluar ruangan, menuju pulang.

***

Ia memarkir mobilnya di halaman. Biasanya, begitu mobilnya masuk halaman, Minar sudah tergopoh-gopoh menyambut, dengan menebarkan senyuman manis. Tapi kali itu tak ada penyambutan. Pasti sang istri sedang sibuk menyiapkan makan siangnya, sehingga tak mendengar suara mobil suaminya.

Satria naik ke teras rumahnya, sambil berteriak memanggil istrinya.

“Minaaar, aku sudah pulang.”

Tak ada jawaban. Tapi di teras Satria melihat bercak darah.

“Darah?” Satria mendesis dengan cemas.

***

Besok lagi ya.

 

73 comments:

  1. Replies
    1. Selamat Yangtie......
      Yangtie terus juara komen pertamanya.
      Kenalan dong, Yangtie dengan kakek Habi.... please call me 085101776038
      Tak tunggu

      Delete
    2. Terimakasih Bu Tien semoga Bu Tien bahagia slalu bersama keluarga

      Delete
  2. 🦋🌸🦋🌸🦋🌸🦋🌸
    Alhamdulillah 🙏💐
    AaBeAy_17 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    tetep smangats nggih Bu.
    Semoga slalu sehat dan
    bahagia. Aamiin.
    Salam Aduhai 😍💝
    🦋🌸🦋🌸🦋🌸🦋🌸

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  3. 🍅🌹🍅🌹🌷🌹🌹😅

    Alhamdulillah......
    ABeAy_17 sdh tayang . . .....
    Matur nuwun.

    🍅🌹🍅🌹🌷🌹🌹😅

    ReplyDelete
  4. Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  5. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 17 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  6. Maturnuwun Bunda.semoga selalu sehat wal afiat.Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  7. Trimakasih Bu Tien ... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  8. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~17 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  9. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
    Telat lg ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Susi
      Hehee.. gpp jeng biar lambat asal selamat

      Delete
  10. Alhamdulillah, nuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah " Aku Benci Ayahku-17" sdh hadir.
    Terima kasih Bunda Tirn, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  12. Mudah mudahan Minar kuat dan sehat

    ReplyDelete
  13. Aduh.... keguguran ya. Orang baik menjadi korban orang jahat. Lihat tu...bu ibu nyiapin sambal untuk ndublag Rohana.
    Apa ya yang dipikirkan ayah Tomy mendengar keterangan Desy. Mudah mudahan langkah positif yang dilakukan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  14. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam hangat semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tersayang 💖

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
    Tambah sehat wal'afiat ya 🤗🥰💐

    Rohana kebangetan ya , Minar jatuh malah ditinggal pulang ,
    Hatinya sdh tertutup dg harta..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Abea 17 sdh meluncur tayang
    Semoga bu tien sehat² n tetap semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Arif

      Delete

  17. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 17* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  18. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -17 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin

    Waduh Rohana kok jadi pembunuh berdarah dingin ya, jadi Psikopat. Hrs di rehabilitasi di RS Jiwa Mangunjayan nih...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni
      Masih ingat Mangunjayan?

      Delete
  19. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Sri

    ReplyDelete
  20. Hiiii....darah siapa itu? Minar kah? Serem amat. Tunggu besok ah.😰

    Terima kasih, ibu Tien...semoga makin sehat...🙏

    ReplyDelete
  21. Terima kasih bu Tien ... A B A ke 17 sdh tayang ... jahatnya Rohana , Minar pingsan ditinggal ... jadi penasaran kelanjutannya ...
    Semoga bu Tien n kelrg sehat dan bahagia selalu ... Salam aduhai n semangat .

    ReplyDelete
  22. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Enny

    ReplyDelete
  23. Msh ingat Bunda...dulu wkt saya msh kecil. Anak2 klu nakal di takutin sama orang tua nya akan di bawa ke RS Mangunjayan..maka pada ketakutan
    ☺️

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  25. Bagaimana nasib Minar ? Sepertinya hamil... terimakasih bunda Tien, sehat selalu bunda Tien.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Komariyah

      Delete
  26. Minar keguguran...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  27. Minar hamilkah?
    Semoga Minar selamat dan baik² aja
    Rohana memang keterlaluan.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  28. Semoga ada yang menolong minar dan Rohana sadar akan kelakuannya

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 12

  MASIH ADAKAH MAKNA  12 (Tien Kumalasari)   Indira tak ingin mengedipkan matanya. Ia harus yakin, apakah itu tas miliknya, atau hanya mirip...