Saturday, July 13, 2024

AKU BENCI AYAHKU 03

 AKU BENCI AYAHKU  03

(Tien Kumalasari)

 

Satria tertegun. Sudah jelas bahwa ini suara si kecil Boy. Bagaimana anak ini bisa menelponnya. Ia tak pernah berhubungan dengan ibunya. Tapi yah, mungkin saja Monik melihat nomornya dan mencatatnya, dari ponsel Tomy, atau barangkali juga dari ponsel ibunya.

“Hallo … ini Om Satria?” anak itu mengulang panggilannya, karena Satria tak segera menjawabnya.

“Oh … eh … iya, apa ini Boy?”

“Iya, benar, ini Boy. Om Satria tidak lupa kan?”

“Tidak, tentu saja tidak. Bagaimana Boy bisa menelpon om Satria? Ibu yang menelponkannya?”

“Tidak, Boy menelpon sendiri.”

“Bagaimana Boy bisa tahu nomor om Satria?”

“Boy melihat ada foto om Satria.”

“Apa? Jadi hanya karena melihat ada foto om Satria, lalu Boy tahu bahwa itu nomor kontak om Satria?”

“Boy hanya coba-coba.”

“Ya ampun, anak pintar.”

“Om Satria lagi di mana? Boy ingin ketemu lagi. Bolehkah?”

“Oh, ini om Satria lagi di tempat jauh, di rumah istri Om Satria, namanya tante Minar.”

“Tante Minar, siapa?”

“Tante Minar itu, istri om Satria. Lain kali Boy om kenalin sama dia. Dia cantik dan baik hati. Boy pasti suka.”

“Mengapa om Satria tidak menjadi ayahku?”

“Haaa, apa?”

Satria tertawa, anak Tomy ini pintar dan lucu. Tapi ia tahu, Boy hanya mengutarakan apa yang menjadi keinginannya. Mungkin karena dia tidak dekat dengan ayahnya, lalu punya keinginan memiliki seorang ayah yang penuh perhatian terhadapnya.

“Apa om Satria mau menjadi ayahku?”

“Boy, tidak gampang menjadi seorang ayah. Om Satria sudah punya istri, nanti om Satria akan menjadi ayah dari anak yang dilahirkan dari tante Minar.”

Satria tahu, barangkali juga Boy tidak mengerti apa yang dikatakannya, tapi dia harus mengatakannya.

“Tidak bisa menjadi ayah Boy?”

“Tidak bisa Boy, tapi kita bisa berteman. Suatu hari nanti kita akan bermain bersama.”

“Benarkah?”

Tiba-tiba terdengar Boy berteriak marah, lalu ponsel itu mati. Barangkali Monik mendengar anaknya bicara aneh-aneh, lalu ia merebut ponselnya.

Satria tersenyum dan menutup ponselnya.

“Ada apa?” tanya Minar.

“Itu dari Boy, anak Tomy.”

“Mengapa menelpon Mas? Disuruh ibunya?”

“Tidak, tampaknya dia menelpon sendiri.”

“Dia bisa?”

“Anak sekarang banyak yang mengerti tentang ponsel.”

“Dia mengatakan apa?”

“Anak itu sangat lucu. Dia ingin aku menjadi ayahnya. Eh … maksudnya ingin punya ayah seperti aku.”

“Apa?” Minar agak terkejut.

"Kamu jangan salah sangka dulu. Boy itu pantas dikasihani. Ayahnya tidak pernah memperhatikannya, apalagi mengasihinya. Ketika dia bertemu aku di supermarket itu, aku kan bersikap baik. Mungkin dari situ dia membandingkan aku dengan ayahnya.”

Minar mengangguk mengerti. Tapi ada perasaan tak enak ketika mengingat siapa ibu anak itu. Walau begitu dia juga menaruh iba, mengingat Boy seperti ingin disayangi oleh seorang ayah.

“Dia tinggal di mana?”

“Di Jakarta juga, tapi entah di mana, aku tidak menanyakannya. Mungkin dia menyembunyikan diri, karena takut ayah mertuanya mencari.”

“Jadi dia lari dari rumah? Mengapa tidak pulang ke rumah orang tuanya? Mereka kan tinggal di kota ini?”

“Tampaknya dia malu kalau sampai orang tuanya mengetahui rumah tangganya yang berantakan. Lagi pula kalau tahu Monik pulang ke rumah orang tuanya, pasti mertuanya akan menjemput dia agar kembali kepada suaminya.”

“Monik benar-benar kabur dari suaminya?”

“Katanya, Tomy tak pernah mencintainya. Entah kenapa anak itu.”

“Harusnyaa ketika melihat anaknya, apalagi kalau anaknya cakep dan lucu, walaupun tidak menyukai istrinya, pasti dia menyukai anaknya. Bukankah darah yang mengalir di tubuh Boy adalah darahnya juga?”

“Entahlah, sekarang ayo tidur, aku lelah.”

“Baiklah, aku pijitin ya,” kata Minar sambil tersenyum.

Minar sangat bahagia. Pria tampan dan baik hati, yang tak pernah dibayangkan akan bisa menjadi miliknya, nyatanya sekarang sudah bersamanya sebagai seorang suami. Sangat menyayangi dan mencintainya. Dan ternyata lagi, perbedaan status bukan penghalang bagi bertautnya dua hati yang saling mencintai.

Satria tidak merasa risih tidur di rumah sederhana milik Sutar, walau terbiasa tidur di kamar bagus, mewah, dan berkasur empuk. Ini sangat luar biasa bagi Minar.

***

Monik merasa kesal, karena Boy tidak mau makan sejak siang harinya. Wajahnya muram, mulutnya cemberut. Monik tahu, Boy marah karena ia mengambil paksa ponselnya, ketika Boy sedang menelpon Satria. Monik heran, darimana Boy tahu bahwa itu nomor kontak Satria.

“Boy, makan yuk.” Monik mencoba membujuknya lagi.

“Nggak mau.”

“Kenapa, Boy? Nanti Boy lapar. Kalau perut kosong, jadi gampang sakit.”

“Biarin.”

“Boy nggak boleh begitu. Apa Boy ingin ibu marah?”

Boy menatap ibunya. Selama ini yang ditakuti ialah kalau ibunya marah. Ketika ayahnya marah, Boy selalu ketakutan. Sekarang ibunya mengancam akan memarahinya, tentu saja Boy tak mau.

“Iya, Boy mau,” jawabnya dengan wajah masih cemberut.

“Baiklah, ibu ambilkan ya,” kata Monik lembut. Tadi ia sudah hampir memukul Boy ketika kesal karena tak mau segera makan.

Monik menatap Boy dengan tatapan penuh belas kasihan.

“Boy, bagaimana tadi Boy bisa menelpon om Satria? Apa Boy bisa membaca ada nama om Satria di situ?”

“Tidak. Boy melihat foto om Satria.”

“Ooowwh. Monik heran, anak seumur Boy yang baru tiga tahunan, bisa menemukan cara menghubungi seseorang dengan melihat photo profilnya?

“Om Satria sedang di rumah istrinya.”

Wajah Monik menjadi gelap.

“Kata om Satria, istrinya bernama ………… Minar. Om Satria juga bilang, istrinya cantik dan baik hati.”

Monik menatap ke arah lain. Sejak dahulu, Satria selalu memuja istrinya. Monik tidak suka mendengarnya.

“Nanti om Satria akan mengajk tante Minar, lalu mengajak Boy bermain,” celoteh Boy.

“Habiskan makannya,” kata Monik yang tiba-tiba sikapnya berubah dingin.

Boy menatapnya heran, kemudian perlahan memasukkan sesendok makanannya.

“Mengapa ibu tidak_”

“Lanjutkan makan. Jangan makan sambil bicara.”

Boy mengangguk patuh, lalu melanjutkan menyuap sesendok nasinya.

Tapi Boy tak pernah berhenti membayangkan Satria sebagai ayahnya. Alangkah bahagianya kalau hal itu bisa terjadi.

***

Tomy sedang melamun ketika ayahnya datang di kantornya. Wajah sang ayah muram, dan tampak sedang tidak senang, walaupun Tomy baru saja memenangkan tender proyek milyaran rupiah.

Tomy mengangkat wajahnya. Ingin menunjukkan berkas keputusan tender itu, tapi sang ayah menyingkirkan berkas itu setelah duduk di depannya.

“Sudah kamu temukan istri dan anakmu?”

“Tomy sudah berusaha, Pak.”

“Dan tidak berhasil? Berbulan-bulan melakukannya, tapi tidak membuahkan hasil?”

“Tadinya Tomy mengira dia pulang ke rumah orang tuanya. Tapi ketika mendengar Tomy sedang mencari Monik, sakit ayahnya tampak bertambah parah. Tomy merasa bersalah.”

“Kamu benar-benar suami dan ayah yang tidak bertanggung jawab. Sekarang aku percaya, bahwa keluhan-keluhan Monik ketika itu adalah benar adanya. Bahwa kamu menyia-nyiakannya. Bahwa kamu tidak pernah menyayangi anakmu. Bahwa kamu menindasnya sampai-sampai anakmu bahkan tidak menyukaimu.”

“Boy menyukai Tomy.”

“Kata siapa? Ketika dihadapanku dia hanya mau menempel padaku, bukan menempel pada ayahnya. Dia kelihatan takut, walau kamu pura-pura bersikap  manis. Ya, sekarang aku baru merasa bahwa sikap manismu kepada istri dan anakmu ketika dihadapanku hanyalah pura-pura.”

“Sebenarnya tidak seperti itu. Monik adalah anak tunggal, dia terlalu manja.”

“Omong kosong!”

“Itu benar.”

“Aku sekarang juga yakin, bahwa ibumu tidak mendidik kamu dengan benar. Selalu memanjakan kamu, dan tidak membuat kamu tekun dalam menuntut ilmu. Kamu hanya ingin yang mudah, yang enak, sama sekali tidak mau bersusah payah. Satu lagi yang parah adalah, kamu menjadi orang yang tidak bertanggung jawab.”

“Maaf Pak, Tomy sekarang sedang belajar menjadi pengusaha, dan ternyata Tomy bisa melakukannya, bukan?”

“Aku tidak bicara tentang pekerjaan kamu. Aku bicara tentang kelakuanmu! Apa kata orang tua Monik ketika mengetahui bahwa kamu tidak bisa menjaga anak dan cucunya!”

“Tomy akan terus berusaha mencarinya.”

“Baiklah, aku beri kamu waktu satu bulan, kamu harus bisa menemukannya, dan membawanya pulang kemari.”

Tomy menundukkan kepalanya. Satu bulan? Dia sudah menyebar anak buahnya ke segala penjuru dan tidak ada yang membuahkan hasil.

Tiba-tiba sekretaris Tomy mengetuk pintu. Ketika dipersilakan masuk, ia memberi laporan bahwa ada seorang wanita ingin menemui Tomy.

“Siapa?” tanya ayah Tomy.

“Namanya Desy. Saya sudah mengatakan bahwa Bapak sedang berbicara penting, tapi dia memaksa ingin bertemu.”

“Suruh dia pergi saja, katakan sedang ada rapat penting dan jangan sekali-sekali datang lagi ke kantor,” kata Tomy yang wajahnya mendadak pucat.

“Siapa dia? Kamu mengenalnya?”

“Hanya … hanya tetangga, ingin … itu … biasanya hanya akan minta sumbangan,” kata Tomy sekenanya. Tapi sikap Tomy membuat sang ayah curiga.

“Suruh dia masuk,” titahnya.

Sekretaris mengangguk, lalu keluar, dan mempersilakan wanita bernama Desy untuk masuk ke dalam.

Tomy melotot marah kepada wanita yang baru masuk, tapi wanita itu terus melangkah maju, karena ayah Tomy mempersilakannya duduk.

“Silakan duduk.”

“Pak, perempuan ini biarlah nanti Tomy yang mengurusnya, dia_”

“Diam. Jangan menyela ketika aku ingin bicara.”

“Anda sebenarnya siapa?” lanjutnya sambil menatap wanita itu.

“Nama saya Desy. Saya datang kemari karena berkali-kali menelpon tapi Tomy tidak mengangkatnya.”

“Benarkah Anda datang ingin meminta sumbangan?”

“Tidak, saya hanya ingin menemui Tomy, dan mengabarkan bahwa anaknya sakit, dan sedang dirawat di rumah sakit.”

“Apa? Anak Tomy? Maksudnya Boy?”

“Bukan, namanya Indira.”

Sang ayah menatap Tomy dengan mata menyala.

“Benar anak yang bernama Indira itu anak kamu?”

“Dia hanya … anak angkat, dan_”

“Tomy, teganya kamu berkata begitu. Dia anakmu, darah dagingmu. Kenapa kamu tidak mengakuinya?” pekik Desy.

“Kamu ….”

“Tomy!!” bentak sang ayah.

“Dia mengandung anak haram! Tomy hanya mengakuinya untuk menolongnya.”

Sang ayah marah bukan alang kepalang. Ia menatap wanita bernama Desy, yang matanya basah oleh air mata.

“Berikan alamat rumah sakitnya, dan di kamar berapa dia dirawat, kami akan segera kesana. Sekarang kamu boleh pergi.”

Desy mengangguk dan berterima kasih kepada ayah Tomy yang tampak bersikap sangat bijaksana. Setelah mengatakan nama rumah sakitnya dan nomor kamarnya, Desy pergi dan mengucapkan terima kasih.

Tomy masih saja menunduk.

"Kita akan ke rumah sakit. Kalau kamu tidak mau mengakuinya sebagai anakmu, aku akan melakukan tes DNA."

Tomy mengangkat wajahnya yang semakin pucat. Ia sangat marah kepada Desy yang sebenarnya adalah selingkuhannya.

“Berani-beraninya dia datang ke kantor,” geramnya dalam hati.

Tapi ia kemudian mengikuti ayahnya untuk pergi ke rumah sakit.

***

Seorang gadis kecil berumur sekitar tiga tahunan, berbaring di ranjang dengan selang infus ditangannya. Begitu melihat Tomy, ia langsung berteriak.

“Bapaaak. Indi sakittt,”

Tomy dan ayahnya mendekat. Wajah polos dengan mata bening itu sungguh menggemaskan. Ia cantik, dan gambaran wajah Tomy tercetak di sana. Luluh hati ayah Tomy. Gadis kecil itu cucunya? Satu lagi cucunya yang lain kecuali Boy?

Ia meraba tangan gadis itu dengan senyuman ramah.

“Namamu siapa?”

“Kamu siapa?”

“Panggil aku kakek.”

“Kakekku?”

“Hm mh.”

“Aku belum pernah melihatnya.”

“Nanti kamu akan sering melihatnya.”

“Indira sakit.”

“Dokter akan mengobati kamu, kamu akan segera sembuh. Ya.”

Sang ayah menarik Tomy dari tempatnya berdiri.

“Kamu masih ingkar, atau aku harus melakukan tes DNA untuk meyakinkannya?” bisik sang ayah, tandas, tegas.

“Maaf Pak.”

“Maaf apa?”

“Tomy dan Desy sudah menikah siri,” katanya pelan.

“Indira anakmu?”

Tomy mengangguk takut-takut.

“Laki-laki tak berguna. Mengesampingkan istri sahmu dan berselingkuh dengan wanita lain?”

“Maaf Pak.”

“Dan kamu berbohong dengan mengatakan wanita itu mencari sumbangan, gadis kecil itu anak angkat, lalu kamu katakan dia anak haram?”

“Maaf Pak.”

“Tidak ada maaf untuk kamu. Mulai besok kamu tidak bekerja lagi di kantorku. Pergilah semau kamu, bawa wanita bernama Desy itu pergi. Terserah kamu mau menikahinya atau tidak. Tapi kalian harus pergi.”

Tomy merasa lemas.

“Indira akan bersamaku. Aku yang akan merawatnya, karena aku takut kamu tidak bisa mendidiknya.”

“Tapi Pak.”

“Tidak ada tapi. Segera kemasi barang-barangmu, ambil gajimu bulan ini, lalu pergi jauh dari sini.”

***

Besok lagi ya.

47 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  2. 🌹🌿🌹🌿🌹🌿🌹🌿
    Alhamdulillah 🙏🦋
    AaBeAy_03 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    semoga Bu Tien & kelg,
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam Aduhai 😍
    🌹🌿🌹🌿🌹🌿🌹🌿

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  3. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ABeAy_03 sdh tayang.......
    Tur nuwun, Dhe........

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah....matur suwun ibu, sudah menghibur. Barrakallah 🙏

    ReplyDelete
  6. Matur suwun bunda slmt malam sehat2 sllu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wiwik

      Delete
  7. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~03 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  8. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam Aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  10. Mks bun ABA 3 sdh tayang .....selamat malam smg sehat" sllu bun

    ReplyDelete
  11. Sami2 ibu Supriyati
    Aamiin atas doanya

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien ABA 3 sdh tayang
    Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlam lindungan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  13. Wah wah wah...ayah Tomy keras melebihi batu hitam. Tujuannya baik dan benar, cuma caranya itu loh.
    Mungkinkah Satria dan Minar menaruh iba kepada Boy ya, mengingat mereka orang baik dan suka menolong.
    Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat dan ADUHAI... aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sadarnya telat
      Tapi lebih baik telat daripada gak sadar

      Delete
  14. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Uchu

    ReplyDelete

  15. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 03* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
  16. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  17. Waduh! Ada lagi anak Tomy...tempo hari ada wanita hamil yg nyari juga...udah 3 yg ketahuan...jangan2 masih banyak.😅

    Terima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu ya...🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdullilah
    Cerbung "ABeAy~03" telah hadir
    Matursuwun Bu Tien
    Semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah ABA 03 sdh tayang ... oalaah tomy ..tomy ..ya udah rasakan sendiri akibat perbuatanmu ...kasihan si boy ingin punya bpk yg spt satria..

    Salam sehat dan aduhai bunda Tien , maturnuwun

    ReplyDelete
  21. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu

    ReplyDelete
  22. Makin lama gay novel Mbak Tien makin 'ngegas'
    Terima kasih Mbak Tien..

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰💐

    Tambah rame nih,. Bgm Tomy dah siap melanglang buana dg Desy n Indira

    Cerita nya kompleks ya, belum Boy n Monik,, Mantab n Aduhaiii deh Bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 15

  MASIH ADAKAH MAKNA  15 (Tien Kumalasari)   Indira merasa kesal, sudah diangkat panggilan telpon yang berdering, tapi tak ada suara apapun....