Thursday, June 20, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 29

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  29

(Tien Kumalasari)

 

“Maaf Minar, aku tidak bermaksud merendahkan kamu. Sungguh. Bukan karena kamu pantas dikasihani ketika ada niat memberikan ponsel itu,” kata Satria yang mendorong kembali ponsel yang diulurkan padanya.

“Jadi ponsel itu dari Mas?”

“Minar, ketika sebuah niat baik dianggap merendahkan, apa pendapatmu? Apakah tidak boleh, seorang sahabat memberikan sesuatu untuk seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya?”

Minar tak bisa menjawabnya. Tapi dari pernyataan Monik, kelihatan sekali bahwa Monik menganggap bahwa karena dirinya miskin, maka ada orang yang mengasihaninya. Dan itu membuatnya sakit.

“Mas Satria kah yang memberikan ponsel itu melalui sebuah rekayasa?”

“Minar, kamu tahu bahwa saling berkomunikasi itu sangat penting. Apalagi ketika kita mengadakan acara reuni beberapa saat yang lalu. Aku dan Wini patungan membeli ponsel. Dua buah ponsel yang disumbangkan untuk hadiah. Kami ingin memberikan salah satu ponsel itu secara langsung kepadamu, tapi khawatir kamu akan menolaknya. Nah, justru Moniklah yang mengusulkan pertama kali adanya hadiah rekayasa itu, yang kemudian disetujui oleh Wini dan aku sendiri.

“Apakah sebaiknya aku kembalikan saja ponsel ini pada Mas atau Wini?”

“Jangan Minar. Sungguh, kalau perlu aku akan bersimpuh di hadapan kamu agar kamu tidak mengembalikannya,” kata Satria yang kemudian turun dari kursinya.

“Jangan. Tolong kembalilah duduk,” kata Minar dengan mata masih berkaca-kaca.

“Haa, sekarang aku tahu, diantara kami, yang tahu tentang hadiah itu hanyalah aku, Wini dan Monik sebagai pembawa acara. Jadi yang membocorkan sesuatu yang tadinya kami anggap sebagai rahasia ini adalah Monik, kalau Wini tidak mungkin melakukannya.”

Minar tak menjawab. Tapi ungkapan yang dikatakan Monik tampak sekali bahwa dia merendahkannya karena dia miskin.

“Minar, aku dan Wini dengan tulus menyayangi kamu. Sayang dalam arti kata yang luas. Sayang sebagai saudara, sayang sebagai sahabat, dan segalanya. Sekalipun janganlah kamu menganggap pemberian itu sebagai sebuah cara untuk merendahkan kamu. Itu wujud dari kepedulian kami. Memang sih, caranya termasuk tidak fair, tapi pandanglah aku, pandanglah Wini yang menyayangi kamu dengan tulus. Maafkan kalau cara itu membuatmu terganggu.”

Satria mengeluarkan ponselnya, dan menelpon Wini agar menemui mereka di lobi.

Wini heran ketika mendengar tentang ponsel hadiah rekayasa itu.

“Pasti gadis culas itu!” geram Wini.

Lalu ia merangkul Minar erat.

“Minar, maafkan kami. Saat itu kami ingin memberi kamu ponsel, tapi takut kamu menolaknya. Monik yang mengusulkan hadiah rekayasa itu. Tapi yang kamu harus tahu, kami berdua ini tidak bermaksud merendahkan kamu. Tidak   karena  berbelas kasihan pada kamu. Semua itu semata adalah, supaya kita gampang  berkomunikasi, lebih-lebih mas Satria, Dia yang selalu mengeluh karena susah menghubungi kamu, padahal dia kan kangen,” kata Wini sedikit menggoda.

“Hei, apa maksudmu?” kata Satria tersipu, apalagi Minar yang wajahnya kemerahan karena malu.

“Mas, perasaan hati itu terpancar dari sorot mata. Dan aku tahu apa yang ada dalam hati Mas. Apa Mas lupa, aku calon psikolog lho,” kata Wini yang bermaksud mencairkan suasana. Satria memalingkan wajahnya, sedangkan Minar menunduk dengan wajah masih kemerahan. Tapi diam-diam ada debar di hati Minar. Debar yang aneh dan belum pernah dirasakannya.

“Minar, maukah memaafkan kami? Katakan sesuatu, jangan diam saja. Kalau kamu ingin marah, marahlah padaku, karena aku dan Monik yang tadinya mengusulkan cara itu. Gulungan kertas bertuliskan nama itu sudah dibawa mas Satria sejak awal. Maafkanlah niat baik kami yang tidak semestinya kami lakukan. Kami takut kamu akan menolaknya," kata Wini lagi.

“Minar, kami sudah meminta maaf. Bahkan berkali-kali. Maafkan ya? Katakan dengan apa supaya kamu mau memaafkan kami,” sambung Satria.

“Dengan bunga?” kata Wini cengengesan.

“Mas, carilah bunga, persembahkan untuk Minar, sebagai ungkapan kata maaf,” lanjutnya.

Dan konyolnya lagi, Satria kemudian mengambil bunga yang dipajang di atas meja di lobi itu, kemudian dia bersujud dihadapan Minar, sambil mengacungkan bunga itu. Minar tersipu. Ia menghapus air matanya, dan merasakan ada ketulusan diantara keduanya terhadap dirinya.

“Terima dong bunganya,” goda Wini lagi.

Petugas hotel menatap ulah ketiga anak muda itu dengan tersenyum-senyum. Ia mengira ada seorang laki-laki sedang menyatakan cinta kepada seorang gadis.

Merasa ada yang mengawasi, Minar terpaksa menerima bunga yang diberikan Satria, dengan tersenyum malu, walaupun air mata masih mengambang. Tapi tanpa sepengetahuan mereka, sepasang mata mengawasi ketiga anak muda itu dengan mata berkilat, lalu ketika melihat mereka bangkit dari tempat duduknya, dia segera menghilang dari sana, kembali ke kamarnya. Dia adalah Monik, yang heran mengapa Satria memanggil Minar, kemudian disusul memanggil Wini. Ada geram mencengkeram dadanya, melihat Satria menyerahkan bunga sambil berlutut di depan Minar.

“Benarkah Satria jatuh cinta pada Minar? Jadi dia memanggil Minar hanya untuk menyatakan cinta?” pikirnya dengan gemuruh di dadanya.

“Sudah malam, ayo kita tidur,” ajak Minar, yang kemudian mengembalikan bunganya ketempat di mana Satria mengambilnya.

“Tunggu dulu, kamu belum menjawab pertanyaanku, kami dimaafkan bukan?”

Minar hanya tersenyum.

“Bunganya sudah diterima, berarti sudah dimaafkan,” kata Wini enteng. Kemudian ia menarik tangan Minar, diajaknya kembali ke kamar.

Satria harus berterima kasih kepada Wini, karena berhasil mencairkan suasana kaku diantara dirinya dan Minar.

Tapi sambil berjalan ke arah kamar, masih terngiang di telinga Minar,  ucapan Satria tentang sayang, dan tentang pandangan mata Satria kepada dirinya, tentang yang terkadang kangen. Ya Tuhan. Lalu Minar memarahi dirinya sendiri karena jantungnya berdebar ketika mengingat hal itu. Wini memang keterlaluan kalau menggoda orang.

“Bukankah aku tahu bahwa aku dan mas Satria bagaikan bumi dan langit?” kata batinnya.

“Hei, apa kamu mau berdiri terus di depan pintu?” kata Wini sambil menarik tangan Minar lagi.

Ketika keduanya memasuki kamar, dilihatnya Monik sudah meringkuk sambil memejamkan mata. Mereka mengira Monik sudah pulas.

***

Pagi hari itu ada kesibukan di rumah Rohana. Pagi-pagi sekali, ia sudah asyik mematut dirinya di kamar, karena dia harus menghadiri sang putra di wisuda. Murtono yang sudah lebih dulu selesai berdandan, tampak rapi dengan setelan jas yang diberikan Rohana. Murtono ingin memakai hem batik saja, tapi Rohana memintanya agar memakai jas. Rohana merasa puas, dan memuji Murtono, yang walaupun tidak ganteng-ganteng amat, tapi dia tampak rapi dan gagah.

Tak masalah bagi Murtono kalau harus memakai jas bekas suami Rohana, soalnya kali ini dia harus menuruti apa kata Rohana, agar Rohana senang, dan benar-benar bersedia menolongnya.

Dulu Rohana memilih Murtono karena Murtono kaya. Tapi ketika ia melihat orang kaya lainnya dan wajahnya lebih ganteng, maka ditinggalkannya Murtono. Bagi Rohana, cinta adalah uang, kecuali wajah yang menawan. Sekarang ini, Rohana memikat Murtono bukan karena wajah dan uang. Ia hanya ingin agar Birah tidak berhasil mendekati Murtono. Rohana tamak, tidak setia, dan pendengki. Apa yang dipilih dari seorang wanita cantik seperti Rohana?

***

Mereka berangkat dengan mobil, dan sampai di kampus hampir berbarengan dengan kedatangan Satria dan teman-temannya.

“Lihat anakmu itu Mas, diberi mobil baru tidak mau, dia selalu saja memakai mobil pemberianmu dulu. Mobil kuna dan sudah tidak kelihatan trendy lagi,” kata Rohana kesal.

“Biarkan saja. Dia bukan anak kecil lagi. Di rumah disediakan mobil baru, agar dibawa kemari, dia juga tidak mau. Malah dia minta agar mobilnya dijual saja.”

Tapi yang membuat Rohana lebih kesal, adalah ketika melihat Satria berjalan di samping gadis yang tidak disukainya.

“Apa benar, Satria suka pada gadis itu dan akan memperistrikannya?” omelnya sambil berjalan mendekati mereka.

“Biarkan saja, Satria bukan anak kecil.”

“Aku kan sudah bilang, dia punya selera rendah sepertimu.”

Murtono kesal, tapi dia mendiamkannya saja.

Satria meminta semuanya masuk di kursi undangan, sedangkan dirinya sendiri segera duduk ditempat para wisudawan lainnya.

“Monik, duduknya dekat aku ya?” kata Rohana.

“Tentu Bu, aku lebih suka dekat ibu. Biar ikutan cantik seperti ibu.”

Rohana tertawa, alangkah senang dibilang cantik.

“Kamu sendiri juga cantik Monik,” kata Rohana sambil mengelus pipi Monik lembut, membuat Monik sangat senang. Kalau dia berhasil menarik hati ibunya, maka anaknya pasti juga akan bisa di dapatnya. Sejenak dia melupakan apa yang dilihatnya semalam, ketika Satria mengulurkan bunga di depan Minar dengan mata berbinar.

“Yang penting orang tuanya terlebih dulu.”

Kalau Monik sedang bergembira karena bisa menarik hati Rohana, maka Minar sibuk mengingat-ingat, di mana dia pernah melihat laki-laki yang ternyata ayah Satria tersebut.

“Seperti pernah melihatnya, sangat tidak asing, tapi di mana ya?” Minar memilih duduk agak menjauh, berdampingan dengan Wini, karena ia tahu bahwa ibu Satria tidak menyukainya.

***

Di kantor, Sutar sedang berusaha menelpon Minar, tapi tidak berhasil. Barangkali karena sudah berada di tempat acara, sehingga dering ponsel tidak terdengar.

“Belum ada kabar dari Minar?”

“Waktu dia datang sudah mengabari. Mereka bertiga menginap di hotel.”

“Ini hari wisudanya teman Minar itu kan?”

“Katanya hari ini, saya menelpon tapi tidak diangkat.”

“Pasti karena suasana ramai. Memang begitu ya, punya anak perempuan , selalu ingin memantau apa yang dilakukannya.”

Sutar tersenyum, tapi ia mengiyakan.

“Tidak tega melepasnya. Kami belum pernah berpisah, apalagi sampai berhari-hari.”

“Apakah Minar tidak ingin melanjutkan kuliah?”

“Saya pernah menanyakannya, tapi dia mengatakan ‘tidak’."

“Pasti karena tidak ingin menyusahkan ayahnya.”

“Benar. Minar penuh perhatian, dan selalu mengerti keadaan. Sejak kecil tidak pernah menuntut apapun, karena dia tahu orang tuanya tidak mampu memenuhi keinginannya.”

“Coba Mas tanyakan sekali lagi, apakah ada keinginan dia untuk kuliah. Nanti aku akan membantu. Mohon jangan menolak. Aku, karena karunia Allah, memiliki banyak rejeki, aku ingin berbagi, menjadikan orang lain bisa mencapai keinginannya.”

“Ibu sudah banyak membantu, sudah banyak berbagi dengan banyak orang.”

“Minar kelihatannya anak pintar.”

“Lumayanlah, nilai kelulusannya juga bagus, tiap tahun mendapat juara kelas.”

“Nanti berbicaralah padanya. Sayang kalau berhenti hanya sampai SMA. Siapa tahu juga dia bisa mendapat bea siswa.”

“Nanti kalau dia kembali, saya akan bicara.”

“Kapan rencana pulang?”

“Belum tahu, pastinya setelah acara wisuda temannya. Tadi saya menelpon juga karena ingin menanyakannya.”

“Nanti agak siang di telpon lagi. Acara wisuda biasanya agak lama.”

Sutar mengangguk, lalu dia melanjutkan pekerjaannya.

***

Birah pulang dari mengambil akta cerai. Ia menelpon Murtono tapi tidak diangkat, karenanya dia langsung pergi ke rumahnya. Ia harus segera menceritakan hasil gugatan cerainya kepada Murtono. Tapi ketika sampai di rumah, ternyata Murtono tidak ada.

“Tuan pergi sudah sejak kemarin, Nyonya. Apa Nyonya tidak diberi tahu?”

“Tidak. Pergi ke mana? Tidak ke kantor?”

“Tidak. Kelihatannya ke Jakarta.”

“Ke Jakarta?”

“Iya, tuan mengatakan begitu. Kemarin naik taksi ke bandara.”

“Ke Jakarta?” Birah mengulang pertanyaannya dengan nada marah. Kata Jakarta mengingatkannya pada Rohana. Apa dia menemui Rohana di sana?”

“Nyonya ingin minum apa?” tanya simbok ketika melihat Birah duduk tanpa mengatakan apapun.

“Seadanya saja,” jawabnya singkat.

Kemudian dia teringat ketika Murtono mengatakan bahwa dia akan mendekati Rohana. Jadi Murtono benar-benar melakukannya? Geram sekali Birah. Apa ini ada hubungannya dengan keadaan keuangan Murtono yang pernah dikatakannya? Mengapa Rohana?

Ketika simbok meletakkan segelas minuman dingin, Birah segera menenggaknya habis.

***

Acara wisuda memang berlangsung agak lama. Satria sudah mendapat gilirannya untuk menerima ijazah. Murtono mulai mengantuk karena masih merasa lelah berhari-hari mengurus kebangkrutannya.  

Ketika itulah ponselnya berdering.

Murtono mengangkatnya, tapi dengan kesal dia mematikannya.

“Kenapa dimatikan mas, dari Birah?” tanya Rohana.

Ketika mendengar nama Birah, Minar menoleh ke arah kiri, di mana ayah Satria duduk. Lalu Minar menemukan jawabannya.

“Itu kan laki-laki yang bersama ibuku?” kata batin Minar dengan perasaan yang sulit digambarkan.

***

Besok lagi ya.

56 comments:

  1. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  2. ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 29_. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien πŸ₯°

    Salam *ADUHAI*
    πŸ™πŸ’žπŸ©·

    ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillaah tayang yg d tunggu tunggu makasih hunda

    ReplyDelete
  5. Terima kasih, bu Tien cantiiik.... sehat2 dan tetap semangat, yaaπŸ’•πŸ™

    ReplyDelete
  6. Baru bisa masuk rodok gadik matur nuwun jeng Tien

    ReplyDelete
  7. ✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    KaeSBe_29 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tienkuuh...
    Doaku semoga Bu Tien
    selalu sehat & bahagia
    bersama kelg tercinta.
    Salam seroja...😍🀩
    ✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️✨🧚🏻‍♀️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  8. πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_29 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... πŸ‘πŸ‘πŸŒΉ

    π•Έπ–”π–“π–Žπ– 𝖔𝖍 π•Έπ–”π–“π–Žπ–, π–π–†π–’π–š π–“π–Œπ–Œπ–†π– π–‡π–Žπ–˜π–† π–“π–Œπ–—π–†π–žπ–š π•Ύπ–†π–™π–—π–Žπ–†, π–’π–Šπ–“π–‰π–Šπ–π–†π–™π–Ž π–Žπ–‡π–šπ–“π–žπ–†, π–žπ–†.
    π•Ώπ–†π–•π–Ž π–Œπ–†π– 𝖆𝖐𝖆𝖓 π–’π–Šπ–’π–•π–†π–“, π•Ύπ–†π–™π–—π–Žπ–† π–˜π–‰π– π–π–†π–™π–šπ– π–ˆπ–Žπ–“π–™π–† 𝖕𝖆𝖉𝖆 π–•π–†π–“π–‰π–†π–“π–Œπ–†π–“ π–•π–Šπ–—π–™π–†π–’π–†.....
    😑😑😑

    πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    ReplyDelete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  10. Maturnuwun bu Tien.... masyaa allah sedang liburan masih sempat nulis juga ya bun ... semoga sehat sehat dan heppy di bdg.... salam hangat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai sekali deh

      Delete
  11. Alhamdulillah ...Selamat menikmati kota Bdg bu Tien..dalam unt dulur semua

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Djodhi

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun, pak Djodhi

      Delete
  13. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik. Tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  14. Ciye ciyee...so sweet! Satria menyatakan cintanya pada Minar...wkwk. Semoga berjodoh ya...πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah.si Jahat,siCentil,siBodoh,siCulas,siLugu ada semua.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  16. Terimakasih bunda Tien... Semakinseru

    ReplyDelete
  17. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yati

      Delete
  18. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga.

    ReplyDelete
  19. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Ermi

    ReplyDelete
  20. Maukah Minar menerima cinta Satria setelah tau dia anak Murtono selingkuhan ibunya?Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’–

    Seruuu nih...bgm reaksi Murtono, Rohana , kl tahu Minar anaknya Birah

    ReplyDelete
  22. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 29 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Selamat hari Raya Idul Adha 1445 H bagi Sahabat PCTK yang merayakan nya.

    Mantab...calon Psikolog Wina, bisa mendamaikan Satria dan Minar. Amboi adegan nya romantis, kedua nya tumbuh getar2 cinta.

    Ada sepasang mata yng lihat jadi ngiri dan gigit jari...ini..😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai.

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 09

  MASIH ADAKAH MAKNA  09 (Tien Kumalasari)   Binari melotot dengan kaki gemetar. Di depannya, sang ayah memegang kotak yang telah kosong, de...