Tuesday, June 18, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 27

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  27

(Tien Kumalasari)

 

Birah melotot kesal. Simbok tersenyum sambil menggandeng si tukang kebun.

“Mau apa kalian datang kemari?”

“Nyonya, kami disuruh tuan besar untuk datang kemari, katanya banyak tikus mati di sini,” kata simbok.

“Aku tidak menyuruh kalian datang kemari, aku menyuruh mas Murtono. Mengapa yang datang malah kalian?”

“Nyonya, masa sih, tuan besar disuruh membuang bangkai tikus?” kata simbok sambil tertawa lebar.

“Meskipun dia menyuruh orang, tapi setidaknya dia datang kemari untuk melihat keadaanku.”

“Tuan sedang sangat sibuk. Sejak pagi bertelpon. Entah ada urusan apa. Karena itulah kami disuruh datang kemari. Di mana ada tikus mati, Nyonya?”

“Di dalam, cari sampai ketemu semuanya.” titahnya sambil duduk bersilang kaki di teras, sementara si tukang kebun dan bibik masuk ke dalam.

“Ternyata perhatiannya padaku juga berkurang banyak. Sibuk bertelpon, apakah dengan Rohana?"

Rupanya Birah tidak mengerti bagaimana kesulitan yang dihadapi Murtono. Ia hanya tahu, bahwa Murtono sedang kehabisan uang, dan sebagai pengusaha, maka keadaan itu tak akan berlangsung lama.

Tak lama kemudian, simbok keluar, diikuti si tukang kebun yang membawa keresek berisi bangkai tikus.

“Sudah?” tanya Birah sambil menampakkan wajah jijik.

“Sudah Nyonya, sudah bersih. Sekarang kami permisi,” kata simbok.

“Eh, tunggu dulu. Apakah Rohana ada di sana?”

“Di sana … di mana maksud Nyonya?”

“Ya di rumah sana, pastinya.”

“Nyonya Rohana sudah pulang lama. Di sana hanya dua malam.”

Birah merasa sedikit lega, berarti Murtono mengabaikannya bukan karena ada Rohana di rumah sana.

“Kalau Satria?”

“Tuan muda sudah pulang ke Jakarta, kemarin siang.”

“Oh, sudah tidak ada di sana berarti?”

“Tidak ada, Nyonya. Sekarang kami permisi.”

Simbok dan tukang kebun itu pulang. Mereka berboncengan dengan sepeda motor, yang diparkir di luar pagar.

Birah kemudian menyesali keputusannya untuk tidak mau tinggal di rumah Murtono yang mewah. Dia mengira akan tetap menginap di hotel, atau kalau dicarikan rumah juga pastilah rumah yang pantas. Bukan rumah yang bertikus dan pengap.

Sekarang Satria sudah tidak ada di sana, tapi Murtono menolak ketika Birah ingin pindah, karena sudah terlanjur menyewa rumahnya selama tiga bulan.

Masih lama. Kenapa sih, kalau kehilangan uang sewa sedikit saja? Sejak kapan mas Murtono menjadi pelit, tidak seperti ketika awal bertemu. Dia diberi uang dan dibelikan apa yang diinginkannya. Lagi-lagi pemikiran itu menunjukkan betapa bodohnya Birah yang tidak bisa mengerti situasi perusahaan Murtono.

Birah masuk ke rumah, dan tidak lagi melihat bangkai tikus bergelimpangan.

Tapi perasaan kesal masih menyelimuti hatinya.

“Aku harus mendesak ke kantor pengadilan agama, agar akta cerai segera dikeluarkan, sehingga aku bisa segera menjadi istri Murtono. Kalau itu terjadi, maka aku tidak usah merasa kesal setiap hari karena tidak mengerti tentang sikap mas Murtono sebenarnya.”

Birah masuk ke dalam, berganti pakaian, dan pergi keluar.

“Aku akan bertanya lagi ke kantor pengadilan, mas Murtono pernah bilang, bahwa dia punya teman di sana, yang bisa mempercepat keluarnya surat cerai itu,” gumamnya.

Birah mengunci pintu rumahnya dan memesan taksi.

***

Satria sudah memilihkan hotel untuk ketiga temannya. Ada yang bisa untuk bertiga, dan Minar senang karena lebih banyak teman menemaninya.

Kemarin mereka belum pergi ke mana-mana, karena Satria sedang sibuk dengan urusan wisudanya, yang akan diadakan dua hari lagi. Ketiganya hanya jalan-jalan di sekitar hotel, dan akhirnya kembali setelah kelelahan.

Ketika Wini dan Minar hampir memejamkan mata, Monik mengucapkan sesuatu yang membuat mereka terkejut.

“Mas Satria sebenarnya suka sama aku, sejak masih kuliah dulu.”

Minar hanya diam, karena dia merasa bahwa Monik pantas berdampingan dengan Satria. Sepadan dalam wajah dan penampilan, juga sepadan dalam kekayaan. Tapi Wini dengan sengit membantahnya.

“Masa iya, mas Satria suka sama kamu? Bukannya terbalik, kamu yang suka sama dia?”

“Eh, jangan salah. Aku tuh yang suka banyak. Memang sih, aku juga suka sama dia. Dia itu tampan, baik hati, pintar, kaya. Jadi kalau bisa jadian, sepadanlah. Iya nggak?” katanya dengan sombong.

“Memang sepadan, semoga kalian jadian,” kata Minar, tulus.

“Menurut aku nggak sepadan.”

“Yaaah, Wini, kenapa kamu kelihatannya sirik begitu? Jangan-jangan kamu juga suka sama mas Satria.

“Masa? Bukankah kamu juga tahu kalau aku sudah punya calon suami?”

“Benar, Monik. Wini sudah punya calon suami yang bekerja di luar Jawa,” sambung Minar yang sudah mendengar sendiri dari Wini tentang dirinya yang sudah bertunangan.

“Calon suami yang jauh? Kalau menyukai yang lainnya, boleh kan?”

“Aku bukan kamu,” kata Wini yang segera menutupi wajahnya dengan bantal. Tapi ia sempat mengucapkan kata-kata yang membuat Monik merah padam.

“Setahuku, mas Satria itu sukanya sama Minar.”

“Apa?” Minar berteriak, tapi Monik tak bisa berkata apa-apa, Ia kemudian menatap Minar yang sedang memukuli lengan Wini.

“Jangan percaya dia Monik. Dia suka ngawur. Aku dan mas Satria tidak ada hubungan apa-apa. Lagi pula mana sepadan aku sama dia?”

Akhirnya ketiganya terlelap setelah perdebatan yang mengesalkan itu.

***

Murtono akhirnya merasa lega, ketika Rohana menelponnya. Saat itu Murtono sedang dalam perjalanan ke kantor.

“Mas, aku tidak tahu, siapa yang memblokir nomormu, itu bukan aku.”

“Nyatanya terblokir, dan karena kesal, aku matikan saja nomor itu.”

“Sungguh aku tidak tahu. Mungkin Tomy main-main dengan ponselku.

“Bisa jadi. Anakmu tidak suka aku berhubungan sama kamu. Waktu itu aku menelpon kamu, tiba-tiba dia mematikan ponselmu, lalu memblokir nomor kontakku. Siapa yang tidak kesal, coba?”

“Kamu kan bisa menelpon dengan nomor yang lain?”

“Aku sudah terlanjur kesal sama kamu, jadi berkali-kali aku ingin menelpon, tapi aku urungkan. Takutnya kamu memblokirnya lagi.”

“Ya ampuun Mas, kamu harus tahu bahwa aku tidak akan memutuskan hubungan denganmu. Apakah kamu bermaksud ke Jakarta dua hari ini? Anakmu wisuda, masa kamu tak akan hadir?”

“Aku ingin, tapi saat ini pikiranku sedang kacau.”

“Memangnya kenapa?”

“Aku terbelit hutang, perusahaan nyaris bangkrut, kecuali kalau ada yang mau menolongnya.”

“Bagaimana bisa terjadi? Aku sudah menduga, kalau pekerjaanmu hanya bermain-main dengan perempuan-perempuan pengerat itu, lama kelamaan kamu akan habis.”

“Aku menyesal. Aku ingin memperbaikinya. Saat ini aku mau menjual dua mobilku, tapi kan masih kurang, aku butuh bantuanmu.”

“Bantuanku? Apa Mas kira aku punya segudang uang yang bisa dipegunakan untuk membantu?”

“Aku yakin kamu punya. Tinggal kamunya, mau membantu atau tidak.”

“Berapa yang Mas butuhkan?”

“Nanti akan aku berikan catatannya.”

“Tidak enak bicara tentang uang tapi tidak bertemu muka.”

“Kamu mau datang kemari?”

“Kok aku. Ya Mas dong yang datang. Bukankah sekalian menghadiri wisuda Satria? Masa tidak ingin sih Mas, anakmu cuma dia.”

“Iya sih, aku memang tadinya tidak berencana datang, karena banyak persoalan di perusahaan. Pikiranku kacau.”

“Nanti di Jakarta kita bertemu dan bicara. Datanglah besok.”

“Baiklah, kalau memang kamu bersedia membantu, aku akan datang besok.”

“Yang penting menghadiri wisuda Satria. Bukan uang itu.”

“Dua-duanya penting. Kalau kamu tidak mau membantu, lebih baik aku tidak datang, aku akan mengurus usahaku itu dulu.”

“Ya ampun Mas, pokoknya datang dulu. Kamu selalu berduaan dengan Birah si bodoh itu kan? Jangan membuat hatiku panas.”

“Mengapa kamu merasa panas? Apa kamu masih cinta pada bekas suamimu ini?”

“Entah karena aku masih cinta atau tidak, tapi aku merasa cemburu kalau kamu berduaan sama Birah.”

“Aku tidak sedang berduaan sama Birah. Dia ada di tempat lain, kami jarang ketemu.”

“Benarkah?”

“Kamu harus percaya.”

“Ya sudah, pokoknya besok datang saja ke Jakarta. Menginaplah di rumahku.”

“Di rumahmu? Aku baru akan mengabari Satria bahwa aku akan menginap di rumahnya.”

“Jangan. Aku sedang sendirian. Satria aku suruh ke rumah saja keberatan.”

“Sendirian? Tomy ke mana?”

“Sedang jalan-jalan bersama teman-temannya, selama seminggu.”

“Baiklah, kalau begitu aku akan langsung ke rumah kamu. Kirimkan alamatnya.”

Murtono merasa lega, ada janji yang tersirat dalam ucapan Rohana, bahwa dia akan membantu. Ketika menutup ponselnya, ada senyuman di hatinya.

Setelah itu dia segera menghubungi bandara, untuk memesan tiket ke Jakarta, besok pagi.

***

Birah sudah merasa senang, ia mendapat keterangan dari kantor urusan agama bahwa akta perceraian akan segera dikirim, karena keputusan cerai sudah bulat. Ia ingin mengabari Murtono, tapi lama sekali tidak tersambung.

“Apakah sebaiknya aku ke rumahnya saja ya, toh Satria sudah kembali ke Jakarta. Tapi aku harus memastikan kalau dia benar-benar ada di rumah. Bagaimana kalau dia ada di kantornya?"

Birah mencoba menelponnya lagi, tapi lagi-lagi terdengar nada sibuk.

Karena kesal, Birah langsung pergi ke rumah Murtono. Bagaimanapun, dia akan menunggu di sana.

Simbok terkejut ketika Birah tiba-tiba muncul.

“Nyonya, apakah di sana ada bangkai tikus lagi?” tanya simbok sambil bergurau.

“Tidak ada. Apa mas Murtono pergi?”

“Kalau siang tidak pernah ada di rumah, Nyonya.”

“Baiklah, aku akan menunggu saja di sini. Buatkan aku minum, Mbok.”

“Di sini adanya jus jeruk, kesukaan tuan. Kalau Nyonya ingin es kopyor, tidak ada yang disuruh beli, karena tukang kebun yang membawa sepeda motor tidak masuk hari ini.”

“Ya sudah, terserah kamu saja, yang penting dingin.”

Simbok ke belakang untuk mengambilkan minuman untuk Birah. Bagaimanapun simbok pernah mendapat perintah dari tuan besarnya, bahwa dia dan teman-temannya harus melayani Birah dengan baik.

Birah merasa segar. Ruangan rumah Murtono ada AC nya, sedang rumah yang dikontrakkan untuknya, tidak. Hanya ada kipas angin usang yang tidak bisa berputar dengan baik, sehingga terkadang Birah memilih berkipas-kipas dengan apapun yang bisa dipakainya untuk berkipas.

Lagi-lagi rasa sesal menyelimutinya. Sesal karena tau mau tinggal di rumah itu sejak awal.

Ketika simbok menyajikan jus jeruk ke mejanya, Birah segera menghirupnya sampai habis.

“Mbok, kamu masak apa hari ini?”

“Hanya ada opor ayam, Nyonya, karena tuan besar sekarang minta agar saya tidak memasak banyak macam makanan.”

“Aku mau makan sekarang.”

“Baiklah, akan saya siapkan sebentar,” kata simbok sambil berlalu.

Sementara menunggu simbok menyiapkan makan, Birah kembali menelpon Murtono.

“Ada apa? Ada bangkai tikus di rumah itu lagi?”

“Tidak, ini aku sedang di rumah. Jam berapa Mas pulang?”

“Maksudnya di rumahku?” jawab Murtono tak senang.

“Iya, karena berkali-kali menelpon tapi Mas tidak mengangkatnya.”

“Apa ada hal yang perlu lagi? Aku harap kamu tidak menggangguku beberapa hari ini, aku sedang banyak urusan.”

“Aku hanya ingin mengatakan, bahwa akte cerai sudah selesai digarap, dua hari lagi aku akan mengambilnya ke sana.”

“Ya sudah. Kamu kan sudah bisa mengurusnya.”

“Mas pulang jam berapa?”

“Belum tahu, mungkin malam. Sebaiknya kamu tidak usah menunggu aku di rumah, aku sedang banyak urusan.”

“Banyak urusan terus sih Mas.”

“Pokoknya pulanglah, jangan menunggu aku.”

Lalu Murtono menutup ponselnya. Birah ingin mengumpatnya, tapi ia melihat simbok muncul untuk memberitahukan bahwa makan sudah siap.

Birah berdiri, masuk ke ruang makan dan menikmati makanan yang dihidangkan simbok dengan lahap.

***

Hari itu Satria mengajak ketiga temannya untuk berkeliling kota Jakarta. Monik merasa kesal karena Satria selalu mendekati Minar. Apa benar apa yang dikatakan Wini bahwa Satria menyukai Minar?

“Rasanya tak mungkin. Apa sih kelebihan Minar? Cantiknya … cantik aku. Penampilannya … dia bukan tandinganku. Dia juga hanya orang kebanyakan, yang punya ponsel saja diterimanya karena rekayasa.”

Monik tersenyum sinis. Minar orang miskin, mana pantas bersanding dengan Satria?

Hari itu mereka berjalan-jalan ke Ancol. Monik tiba-tiba menarik tangan Minar, dengan alasan akan diajaknya membeli es krim.

“Aku pengin es krim itu, temani aku ya.”

Minar pada dasarnya tidak memiliki perasaan apa-apa, jadi ia mengikuti apa kata Monik.

“Eh, iya … aku tuh malah belum mencatat nomor kontakmu, ya kan Minar?”

“Oh, benarkah? Aku juga tidak punya nomormu, mari bertukar nomor,” kata Minar sambil mengeluarkan ponselnya.

"Ternyata ponselmu bagus ya, hadiah rekayasa, tapi lumayan bagus,” kata Monik seenaknya.

“Hadiah rekayasa?” Minar terkejut, menatap Monik yang mengamati ponselnya dengan pandangan sinis.

***

Besok lagi ya.

 

64 comments:

  1. 🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_27 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... 👍👍🌹

    𝕸𝖔𝖓𝖎𝖐 𝖔𝖍 𝕸𝖔𝖓𝖎𝖐, 𝖐𝖆𝖒𝖚 𝖇𝖊𝖓𝖆𝖗² 𝖒𝖊𝖗𝖚𝖘𝖆𝖐 𝖆𝖈𝖆𝖗𝖆 𝖐𝖊𝖇𝖊𝖗𝖘𝖆𝖒𝖆𝖆𝖓 𝖙𝖊𝖒𝖆𝖓𝖒𝖚, 𝖌𝖊𝖌𝖆𝖗𝖆 𝖆𝖒𝖇𝖎𝖘𝖎 𝖕𝖗𝖎𝖇𝖆𝖉𝖎𝖒𝖚 𝖕𝖊𝖓𝖌𝖎𝖓 𝖏𝖆𝖉𝖎 𝖕𝖆𝖘𝖆𝖓𝖌𝖆𝖓 𝕾𝖆𝖙𝖗𝖎𝖆..... 𝕹𝖌𝖌𝖆𝖐 𝖑𝖆𝖍 𝖞𝖆𝖔...😡😡😡

    🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐚𝐥𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐧𝐢𝐤.... 𝐌𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢...😄🤨😀

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah... sugeng ndalu bunda Tien, smg sehat2 selalu... salam aduhai dri Bintaro

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wiwik

      Delete
  6. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 27 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Selamat hari Raya Idul Adha 1445 H bagi Sahabat PCTK yang merayakan nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  7. Kakek menangan padahal wis tak intip kurang seperempat jam looo,,kok ya tetep kalah

    ReplyDelete
  8. ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 27_. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien 🥰

    Salam *ADUHAI*
    🙏💞🩷

    ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal fiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herryh

      Delete
  10. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~27 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  11. Matur nuwun Bunda Tien..🙏🙏
    Sehat selalu kagem bunda...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padmasari

      Delete
  12. Apa kira kira Rohana dapat membantu Murtono ya, paling ya tidak mencukupi.
    Awas loh Minar, jangan terlalu percaya kepada Monik. Dia itu ular kepala dua.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete

  13. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Latief

    ReplyDelete
  14. Bu Tien jagoan, selalu buat kejutan

    ReplyDelete
  15. Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan tetap semangat

    ReplyDelete
  16. Terima kasih, bu Tien cantiiik.... semoga seluruh keluarga sehat2, ya Bu... dan ibu tetap semangat💕

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun, Mbak Tien.
    Salam sehat selalu, ya....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien KSB 27 lancar tayang
    Semoga bu tien senantiasa sehat2 n tetap semangat ....... aamiin yaa rabbal'alamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Arif

      Delete
  19. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik dan banyak yg tak terduga. Tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  20. 💫💞💫💞💫💞💫💞
    Alhamdulillah 🙏🦋
    KaeSBe_27 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tienkuuh...
    Doaku semoga Bu Tien
    selalu sehat & bahagia
    bersama kelg tercinta.
    Salam seroja...😍🤩
    💫💞💫💞💫💞💫💞

    ReplyDelete
  21. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Sari

    ReplyDelete
  22. Alhamdulilah KSB 27 sdh tayang... terima kasih bun ..selamat menikmati suasana kota bandung bersama pak Tom smg sll sehat dan bahagia... salam aduhai bun ...

    Monik monik membuat rusuh saja..

    ReplyDelete
  23. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 27 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Selamat hari Raya Idul Adha 1445 H bagi Sahabat PCTK yang merayakan nya.

    Waduh...Monik mulai kelihatan sifat asli nya. Kasihan Minar gadis lugu dan polos, klu di kerjain Monik.

    ReplyDelete
  24. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Munthoni

    ReplyDelete
  25. Huh dasar ganjen ya su bira tuh...ini jg si monik kegenitan bgt sih...gak tau pa kan kasihan minar,

    Mks bun ksb 27 nya ...selamat mlm salam sehat tetap semangat

    ReplyDelete
  26. Waah...mulai deh peran antagonis Monik...kok buka rahasia sih, dasar sirik!😰

    Terima kasih, ibu Tien... sdh mengaduk-aduk perasaan pembaca. Semoga sehat selalu ya...🙏🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Nana

      Delete
  27. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya, 🤗🥰🌿💖
    Selamat bersenang-senang bersila ukhuwah di Bandung 🙏🥰

    Monik, cemburu ya.
    Wah Minar hrs sabar nih ,

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah... Maturnuwun mbakyu... Sedaya kalepatan kula, sugeng idul adha... Nelat... Hehe...

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bunda Tien ... Semoga selalu sehat semangat berkarya dan bahagia bersama amancu

    ReplyDelete

MASIHKAH ADA CINTA

 MASIHKAH ADA CINTA (Tien Kumalasari) Masihkah ada cinta Ketika kau sakiti aku Ketika manisnya madu telah berlalu Ketika kau guyur aku denga...