KUPETIK SETANGKAI BINTANG 26
(Tien Kumalasari)
Satria terkejut, ketika Monik kemudian meraih tangannya sambil merengek. Dengan halus Satria mengibaskannya.
“Mas Satria, aku kan juga temanmu, mengapa hanya Minar dan Wini yang diajak? Aku ikut dong.”
“Aku sudah pesen tiketnya untuk besok.”
“Jangan khawatir, aku akan beli tiketnya sendiri. Mas naik apa?”
“Tapi Monik, tinggal besok, ini musim liburan, kamu tak akan dapat tiketnya nanti.”
“Kita lihat saja nanti. Mana, aku mau lihat tiketnya, biar kita bisa sama-sama satu pesawat, biarpun tidak berdekatan.” kata Monik ngeyel.
Satria agak kurang suka pada Monik, yang terlalu berani dan tanpa merasa sungkan seringkali menggandeng-gandeng tangannya. Sudah sering diingatkan, tapi tetap saja dia melakukannya. Menurut Satria, Monik terlalu kecentilan dan genit. Dan sekarang mau ikut ke Jakarta? Memang sih, katanya mau beli tiket sendiri, tapi jalan-jalan bersama Monik, pasti kurang menyenangkan.
“Mana Mas, tiketnya. Aku mau menghubungi bandara apakah masih ada tempat untuk aku.”
Dengan berat hati Satria menunjukkan tiketnya dan Monik mencatatnya.
“Pokoknya aku akan berusaha ikut. Sekarang tampaknya Mas mau pergi, mau aku antar saja? Aku bawa mobil.”
“Tidak, aku berangkat sendiri saja. Mobilnya sudah siap. Dan bukunya, kamu serahkan saja pada Wini.”
“Baiklah, kalau begitu, aku nanti ke rumah Wini lagi. Sekarang aku mau segera mengurusnya ke bandara,” kata Monik yang langsung pergi, setelah menepuk lengan Satria.
Satria hanya geleng-geleng kepala. Pasti tak akan menyenangkan kalau ada Monik, Satria kurang suka tabiatnya.
“Semoga tidak mendapat tiketnya,” gumamnya sambil mendekati mobilnya.
***
Wini sedang berkemas untuk kepergiannya besok, ketika tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman. Wini terkejut, melihat Monik turun dari mobil.
“Wini ! Sedang apa kamu?”
“Tumben kamu kemari?”
“Nggak boleh ya?”
“Boleh, boleh … ayo masuk.”
“Tadi aku sudah kemari, tapi rumahmu kosong.”
“Oh, iya … kedua orang tuaku bekerja, dan aku sedang keluar.”
“Kamu tahu, aku besok akan ikut bersamamu ke Jakarta.”
“Kamu?” Wini terkejut.
“Iya, aku mau ikut, mas Satria yang minta, ketika aku tadi ke sana. Itu lho buku daftar tamu, harusnya aku serahkan ke kamu, tapi karena kamu nggak ada, lalu aku ke rumah mas Satria. Tapi nyatanya mas Satria nggak mau menerima, malah menyuruh menyerahkan ke kamu saja.”
“Oh, iya. Aku lupa membawanya. Terima kasih Monik.”
“Nah, waktu aku ke sana itu, mas Satria minta agar aku ikut kalian ke Jakarta.”
“Oh, begitu.”
“Aku cari tiketnya sendiri, dan dapat tuh. Kita nggak berdekatan, tapi bisa satu pesawat. Kamu tahu, aku senang sekali bisa jalan-jalan bersama kalian.”
“Syukurlah kalau begitu.”
“Tapi aku nggak bisa lama, aku akan segera berkemas,” kata Monik sambil berdiri.
Wini mengantarkannya sampai ke mobil, sambil bertanya-tanya dalam hati, benarkah Satria mengajaknya, sementara sebenarnya dia nggak begitu suka pada tabiat Monik yang suka kecentilan.
Tapi tampaknya semua memang harus terjadi. Jalan-jalan bersama Monik. Semoga semuanya baik-baik saja. Begitu harapan Wini.
Begitu Monik pergi, Wini segera mengabari Minar. Tapi ternyata Minar menanggapinya biasa saja.
“Syukurlah, semakin banyak teman kan semakin asyik,” kata Minar santai.
“Kamu belum tahu siapa Monik. Dia itu terkadang menyenangkan, tapi terkadang juga menyebalkan.”
“Menyebalkan atau tidak itu kan tergantung yang menerima. Kalau kita menerimanya biasa saja, pasti tidak terasa menyebalkan.”
“Ya ampun Minar, kamu belum tahu siapa dia.”
“Dia baik kok, sangat baik. Ketika aku mendapat hadiah ponsel waktu reuni itu, dia merangkulku erat sekali dan berkali-kali mengucapkan selamat.”
“Baiklah, kalau kamu menganggapnya begitu, semoga kamu tak akan kecewa nantinya.”
Wini menutup pembicaraan itu, dan terus menyesali keikut sertaan Monik esok hari.
“Minar belum pernah bergaul secara dekat, tak aneh dia tak merasa risih ketika mendengar Monik mau ikut. Coba saja nanti,” omel Wini sambil melanjutkan kesibukannya.
***
Ketika pulang kerja sore hari itu, Sutar membawa sebuah kopor berukuran sedang. Minar heran ayahnya membeli kopor.
“Pak, ini untuk apa?”
“Katanya kamu mau jalan-jalan ke Jakarta. Ini bisa untuk tempat pakaian kamu kan?”
“Ya ampuun, kan ada tas ransel yang dulu dipakai Minar ke sekolah? Mengapa Bapak membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak perlu?”
“Minar, ini bukan barang mahal. Bapak membelinya di tukang loak. Murah kok tidak sampai seratus ribu.”
“Benarkah? Tapi masih bagus.”
“Masih bagus dan murah, itu sebabnya bapak membelinya.”
“Bapak sangat memperhatikan Minar. Terima kasih ya Pak.” kata Minar sambil memeluk ayahnya.
“Bapak hanya punya kamu, apa kamu lupa?”
“Iya, Minar tahu.”
“Segera bersihkan, dan kemas barang-barang yang akan kamu bawa. Ini lebih mudah membawanya, tinggal ditarik, tidak berat.”
“Baiklah Pak, terima kasih. Akan Minar simpan dulu, sekarang saatnya melayani Bapak.”
“Kamu sudah menyediakan kopi untuk bapak, aku kira itu cukup, berkemaslah, supaya besok tidak tergesa-gesa.”
“Hanya beberapa potong pakaian saja, Minar kira tidak apa-apa. Bapak mau makan sekarang?”
“Tidak, makan nanti malam saja seperti biasanya.”
“Baiklah kalau begitu. Oh ya, Bapak tahu, besok itu ada tambahan satu teman lagi yang mau ikut ke Jakarta.”
“Benarkah? Siapa dia”
”Namanya Monika, panggilannya Monik, Memang sih, Minar tidak terlalu dekat sama dia, tapi Wini dan mas Satria sudah kenal baik.”
“Syukurlah, lebih banyak teman lebih rame kan?”
“Iya Pak.”
“Kamu senang?”
“Tentu saja senang.”
“Nanti akan bapak beri uang saku lagi untuk kamu.”
“Tidak Pak, bu Kirani sudah memberi banyak. Itu lebih dari cukup. Bukankah Minar sudah bilang sama Bapak kemarin?”
“Ya sudah, hati-hati membelanjakan uangmu.”
“Iya, Minar juga tidak akan membeli yang tidak perlu. Bapak mau oleh-oleh apa?”
Sutar tertawa.
“Oleh-oleh yang bapak inginkan adalah, kamu pulang dengan selamat tak kurang suatu apa, dan tentunya kamu senang bisa jalan-jalan.”
“InsyaaAllah ya Pak. Tapi MInar tidak bisa melayani Bapak untuk beberapa hari ini. Minar belum tahu akan berapa lama berada di sana.”
“Kalau bisa jangan lama-lama. Bukan apa-apa, kurang baik anak gadis meninggalkan rumah terlalu lama.”
“Minar akan segera pulang, mana mungkin Minar kerasan berpisah terlalu lama dengan bapakku ini?”
“Ya sudah, ngomong saja. Berkemaslah, bapak mau mandi dulu.”
***
Pagi itu Satria sudah bersiap. Murtono mengantarkan sampai ke teras.
“Masih lama, kamu tidak perlu tergesa-gesa,” kata Murtono.
“Soalnya Satria harus nyamperin dua teman lagi yang akan berangkat bareng.”
“Kalau begitu bapak antar saja. Mau nyamperin ke mana saja?”
“Tidak usah Pak, Satria sudah memanggil taksi.”
“Kalau tahu masih mampir-mampir, kan tadi lebih baik diantar bapak saja, tidak kelamaan.”
“Kasihan Bapak, kelamaan muter-muter. Biarkan saja, lebih baik naik taksi.”
“Baiklah, terserah kamu saja. Jangan lupa kabari bapak kalau sudah sampai, dan tolong tanyakan pada ibumu, kenapa nomor kontak bapak diblokir.”
“Oh, iya, nanti Satria tanyakan.”
“Kemungkinan besar bapak akan tetap menghubungi ibumu, soalnya teman bapak yang bapak tunggu sampai sekarang belum memberi jawaban. Entah bersedia membantu, atau tidak, bapak belum tahu.”
“Kalau terpaksa, rumah ini bisa dijual kan Pak?”
“Rumah ini?”
Bapak hanya sendirian, kalau nanti punya istri, juga hanya berdua. Beli rumah kecil, dan sisanya bisa buat bayar hutang, dan modal untuk kembali bangkit.
“Nanti kalau memang semua upaya tidak berhasil. Bapak masih merasa sayang rumah ini. Ini peninggalan almarhum kakekmu..”
“Ya sudah, terserah bapak saja.”
Satria pergi ketika taksi yang dipesannya sudah datang. Ia harus nyamperin Wini dan Minar, seperti janjinya.
***
Tapi dengan kesal, ketika ketiganya sudah sampai di bandara, Monik sudah ada di sana. Ia berjingkrak riang ketika melihat Satria dan teman-temannya.
“Syukurlah, akhirnya kita bisa jalan-jalan bersama,” katanya sambil menggandeng tangan Satria, yang kali itupun ditepiskannya.
Wini tak menyahut. Seperti juga Satria, dia juga kurang suka pada kebiasaan Monik yang kegenitan.
“Wini, aku dapat tempat duduk agak kebelakang. Nanti tukeran ya?” kata Monik tanpa sungkan.
“Tukeran apanya?” tanya Wini pura-pura tidak tahu.
“Aku yang duduk di sebelah mas Satria, ada yang akan aku bicarakan dengannya.”
“Nggak mau. Kenapa tukar-tukaran tempat, kena tegur baru tahu rasa kamu.”
“Kan sama saja, hanya tukar tempat.”
“Tukeran sama aku saja, Win,” kata Minar tiba-tiba.
“Haa, benarkah? Kamu baik sekali Minar,” kata Monik gembira.
“Nggak usah. Duduk sesuai tiketnya saja. Nanti kena masalah,” kata Satria dengan wajah muram.
“Sebenarnya bukan apa-apa, hanya nggak enak dekat orang yang nggak kenal. Padahal aku inginnya ngobrol sama mas Satria.”
“Kalau kamu nggak suka, berarti orang lain juga nggak suka dong.”
“Tapi_”
“Sudah, duduk sesuai tiket saja,” kata Satria yang tetap saja muram.
“Ya sudah, baiklah. Yang penting nanti di Jakarta bisa sama-sama,” akhirnya Monik mengalah ketika melihat wajah Satria tampak tak suka.
Ada rasa kurang senang di hati Monik, ketika ia melihat Satria sangat perhatian pada Minar. Ketika ia menyela, Satria pura-pura tak mendengarnya.
Tiba-tiba ponsel Satria berdering, dari ibunya.
“Ya Bu.”
“Kamu balik Jakarta kapan?”
“Ini sudah di bandara.”
“Baguslah, nanti langsung ke rumah ibu ya, Tomy pergi ke luar kota bersama teman-temannya.”
“Tidak bisa Bu, Satria tidak sendiri, tapi bersama teman-teman Satria.”
“Ada berapa teman kamu?”
“Du … eh … tiga,” katanya hampir melupakan Monik.
“Nggak apa-apa, bawa teman-teman kamu ke rumah, ada beberapa kamar kosong di rumah ibu.
“Satria mau pesan hotel saja untuk mereka.”
“Mengapa tidak di rumah kamu saja?”
“Mereka teman-teman perempuan, nggak enak kalau di rumah Satria.”
“Kalau begitu ke rumah ibu saja. Ibu sendirian nih.”
“Nanti Satria mampir saja sebentar, tapi biar mereka menginap di hotel. Mereka pasti sungkan kalau harus menginap di rumah ibu.”
“Masa sih sungkan, ibu senang melihat teman-teman wanita kamu, mereka pasti bisa menjadi teman ngobrol yang menyenangkan.”
“Kami mampir saja nanti. Maaf ya Bu.”
“Oh ya, bagaimana kabar ayahmu? Dia jadi menikah dengan perempuan itu?”
“Satria tidak tahu Bu.”
“Lama tidak menghubungi ibu, pasti sedang asyik dengan bakal istrinya yang kampungan itu.”
“Bapak bilang ibu memblokir nomor kontaknya.”
“Apa? Itu bukan aku. Coba kamu kirimin aku nomor ayahmu yang lain, aku akan menelponnya.”
“Ya Bu, baiklah. Sekarang kami harus siap. Maaf Bu.”
Satria menutup ponselnya, kembali mendekati teman-temannya dan bersiap untuk boarding.
***
Birah berteriak-teriak ketika melihat beberapa ekor tikus mati di dalam rumah. Di dapur, di ruang makan, di depan kamar mandi. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Sebenarnya Birah enggan menghubungi Murtono, karena beberapa kali ia mendapat sentakan kasar yang menyakitkan. Tapi ini masalah tikus mati yang ada disekitar rumah. Ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Murtono.
“Ada apa kagi?” benar, Murtono menyentaknya.
“Mas, tolong kali ini penuhilah permintaan aku. Datanglah segera.”
“Memangnya ada apa? Aku sedang menunggu seseorang yang akan menelpon.”
“Banyak tikus mati di rumah.”
“Apa kamu tidak bisa membuangnya?”
“Aku jijik Mas, tidak hanya satu. Beberapa. Tiga atau empat. Itu yang kelihatan. Tolong datanglah Mas. Tolong. Aku sampai tidak berani masuk ke rumah.”
“Baiklah, tunggu dulu.”
Birah merasa lega karena Murtono berjanji akan datang. Ia duduk di teras, menunggu, karena takut dan jijik melihatnya.
Tapi Birah kecewa, karena yang kemudian datang adalah simbok dan salah seorang tukang kebun.
Birah kesal bukan alang kepalang.
***
Besok lagi ya.
Matur suwun bu Tien..
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun. Salam sehat selalu katur bu Tien.
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
DeleteSalam sehat juga
⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐
ReplyDeleteAlhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 26_. sudah tayang.
Matur sembah nuwun
Salam sehat mbak Tien 🥰
Salam *ADUHAI*
🙏💞🩷
⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐
Sami2 bu Djoko
DeleteADUHAI deh
🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫
ReplyDeleteSyukron bu Tien, KaeSBe episode_26 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... 👍👍🌹
𝕸𝖔𝖓𝖎𝖐 𝖔𝖍 𝕸𝖔𝖓𝖎𝖐, 𝖏𝖆𝖉𝖎 𝖕𝖊𝖗𝖊𝖒𝖕𝖚𝖆𝖓 𝖎𝖙𝖚 𝖞𝖆𝖓𝖌 𝖆𝖓𝖌𝖌𝖚𝖓 𝖉𝖔𝖓𝖌, 𝖏𝖆𝖓𝖌𝖆𝖓 𝖐𝖊𝖈𝖊𝖓𝖙𝖎𝖑𝖆𝖓. 𝕰𝖒𝖆𝖓𝖌𝖓𝖞𝖆 𝕾𝖆𝖙𝖗𝖎𝖆 𝖒𝖆𝖚 𝖘𝖆𝖒𝖆 𝖑𝖔 ???
🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫
Matur nuwun mas Kakek
DeleteYrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Yangtie
Delete🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
KaeSBe_26 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien,
semoga Bu Tien &
kelg, sehat & bahagia
selalu. Aamiin.
Salam aduhai...😍🤩
🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah
ReplyDeleteLho lho tayang gasik ya ...
ReplyDeleteFii Amaanillah nggih Mbak Tien .. ☺️🌹🌹🌹🌹
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Susi
Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sdh tayang episode teranyar, , salam sehat dan tetep semangat inggih dariku dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam sehat juga
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah .Maturnuwun Bunda salam sehat serta semangat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun Mbak Tien sayang... kirain libur... ternyata Mbak Tien setia menghibur kita. Sekali lagi matur nuwun.. salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 jeng Ira
DeleteSalam sehat juga
Apa Murtono benar benar bangkrut ya, pertanda akan gagal punya istri lagi.
ReplyDeleteMonik jadi ikut ke Jakarta, mudah mudahan tidak ada kejadian apa-apa.
Minar yang lugu, tidak ada rasa benci kepada siapapun, hidupnya akan selalu tenang.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah ... trimakasih .... Bu Tien
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sehat2 selslu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Jebul tayang .. saya kira libur ba'da kurban... maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Salam aduhai hai hai
Sami2 ibu Endah
DeleteAduhai hai hai
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~26 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Wah kejutan ternyata dihari libur KSB tetap tayang..terima kasih ibuku sayang ... selamat hari raya Idul adha maaf lahir batin ya bu ...
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteMaaf lahir batin juga
Mtr nwn Bu Tien, sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 26 telah tayang
ReplyDelete8
Terima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Selamat hari Raya Idul Adha 1445 H - 17 Juni 2024 bagi Sahabat PCTK yang merayakan nya.
Minar, Wini, Monik, mirip 3 Dara yang sedang mencari cinta..😁😁💐
s centil Monik menyukai Satria, Satria biasa aja. Satria menyukai Minar. Minar seperti Wini, menganggap nya biasa nya 😁😁💐🌹💐
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien KSB 26 sdh mengudara
Semoga bu tien sehat2 selalu n tetap semangat ...... aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Arif
Matur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari, salam aduhai dari kota Pasuruan
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu dari Yk....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
ReplyDeleteSalam sehat bahagia juga
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
ReplyDeleteMatur nuwun pak Wedeye
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat, selalu bahagia. Aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 masMERa
DeleteWah, ga sabar banget nunggu kesempatan Murtono tahu kalau Minar anaknya Birah...gemess...😀😅
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏🙏🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteAlhamdulillah KSB - 26 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Selamat Hari Raya Idul Adha 1445 H
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Selamat Idhul Adha juga
Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteOke banget lanjuut
ReplyDeleteNuwun pak Widay
DeleteMatur nuwun bunda Tien meski hari raya idul adha masih tayang . SmgBunda Tien K sehat selalu
ReplyDeleteMatur nuwun sanget, Mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, nggih... 👍