M E L A T I 16
(Tien Kumalasari)
Laki-laki itu masih muda, dan gagah. Tapi tubuhnya sedikit tambun. Matanya melotot ketika melihat seorang wanita tergolek lelap di atas pembaringan. Ia berjalan mendekat.
“Heiii, kamu siapaaaa?” ia berteriak.
Teriakan itu ternyata cukup membuat Melati membuka matanya dengan berat.
“Jangan ganggu aku,” katanya sambil melambaikan tangan, dengan isyarat mengusir si pengganggu. Ia kembali menutup matanya.
“Apa kamu tuli? Kamu tidur di kamar aku!!” ia berteriak semakin keras.
Teriakan menggelegar itu membuka mata Melati terbuka lebih lebar.
“Tuan … tolong jangan ganggu aku, biarkan aku tidur.”
Walaupun mampu menjawab, tapi ia membalikkan tubuhnya memunggungi orang yang katanya si pemilik kamar.
Laki-laki pendatang itu merasa kesal. Ia rupanya baru datang dari jauh dan merasa lelah. Ia berjalan ke belakang, berteriak memanggil bibik pembantu.
Si bibik yang sudah tidur terbangun dengan kaget. Ia merasa mengenal suara itu, tapi itu bukan suara tuan Harjo. Terburu-buru dia keluar kamar, dan terkejut melihat siapa yang datang.
“Tuan muda Ramon, Anda datang? Kenapa tidak memberi kabar?”
“Di mana ayahku, dan siapa perempuan yang tidur di kamarku?” tanyanya dengan wajah kurang suka.
“Tuan Harjo, tadi pergi keluar dengan terburu-buru.”
“Siapa yang tidur di kamarku?”
“Tidur di kamar Tuan muda?” si bibik menjawab bingung.
“Kamu tidak tahu?”
“Perasaan kamar tuan muda tidak ada yang berani menempati. Setiap hari saya membersihkannya dan merapikannya.”
”Lihat sendiri.” kata Ramon sambil menarik lengan bibik dengan keras.
Si bibik terkejut. Melangkah sambil tersaruk-saruk karena sang tuan muda menarik lengannya keras sekali.
Begitu melongok ke ruang kamar tuan muda, bibik terkejut.
“Mbak Melati? Kok bisa tidur di sini?”
“Mbak Melati? Siapa dia?”
“Dia itu, pelayan tuan Harjo.”
“Pelayan ayahku? Seorang pelayan … kenapa berani tidur di kamar aku?” Ramon memelototkan matanya, dengan geram. Sebenarnya Ramon adalah majikan muda yang baik. Dia tidak sekasar dan sekejam ayahnya. Dia sudah lama tinggal di luar negri, dan jarang pulang setelah punya istri. Tapi si bibik tidak melihat istrinya datang bersamanya. Biasanya mereka menginap di rumah mertua Ramon.
“Hei, kenapa pelayan tidur di kamarku? Kenapa kamu bengong?”
“Dia itu … dia itu … pelayan … is … istimewa tuan,” jawab si bibik dengan ragu. Karena sesungguhnya dia juga tidak mengerti, Melati itu pelayan yang bagaimana, karena tuan Harjo memperlakukannya dengan sangat istimewa.
“Pelayan istimewa? Maksudnya gundik? Menjijikkan. Suruh dia keluar dari kamarku. Bapak masih suka menyimpan perempuan-perempuan beginian, kenapa tidak mencari istri saja, sehingga tidak mengotori rumah ini,” omel Ramon yang kemudian duduk di sofa sambil menyilangkan kaki. Ia ingin pergi saja ke rumah mertuanya, menyusul istrinya yang memang ingin menginap di sana, sementara dia ingin menginap di rumah orang tuanya sendiri karena ada yang harus dibicarakan. Tapi ia sungkan melakukannya. Tak tahu harus menjawab apa kalau nanti sang mertua menanyakannya.
Bibik pembantu melangkah masuk ke dalam kamar. Ia melihat Melati masih terlelap. Bibik menepuk kakinya pelan.
“Mbak Melati, mbak Melati, bangunlah. Kenapa Mbak bisa tidur di sini?”
“Mmmh, biarkan aku tidur dulu, jangan ganggu.”
Melati hanya bergerak pelan, tapi ia meraih guling dan memeluknya erat.
“Mbak, bangunlah, ini bukan kamar MBak. Ini kamar tuan Ramon. Ayo bangun, dan kembali ke kamar Mbak.”
Si bibik mengguncang-guncang tubuh Melati, karena disentuh perlahan seperti tidak merasa.
Melati menggeliat, guncangan yang keras sedikit membuatnya tersadar.
“Bu, ada apa?” tanyanya lirih.
“Bangunlah dulu. Kenapa Mbak tidur di sini?”
“Aku? Kenapa aku tidur di sini?”
“Ini bukan kamar Mbak Melati, lihatlah, kamar ini lebih luas.”
“Ini … kamar … siapa?” Melati melihat ke sekeliling, dan heran karena ia tak merasa memasuki kamar ini.
Melati bangkit dengan gugup. Ia mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Bukankah tadi ia memberikan jus jeruk kepada Harjo? Lalu … Harjo memaksa dia yang meminumnya. Melati menepuk dahinya keras-keras.
“Aku minum itu … itu … “
Lalu Melati terkejut. Kalau dia meminumnya, berarti dia kemudian tertidur, lalu apa yang terjadi? Harjo memasukkannya ke kamar ini? Ia memeriksa pakaiannya, masih utuh, luar dan dalamnya. Melati menghela napas lega, rupanya Harjo tidak melakukan apapun saat dirinya tidak sadar. Tak ada yang terasa beda, kecuali kepalanya yang terasa pusing.
“Ada apa Mbak? Ayo sekarang kembali ke kamar Mbak sendiri, ini kamar tuan Ramon.”
“Siapa tuan Ramon?” kata Melati sambil turun perlahan.
“Dia putera tuan Harjo, yang tinggal di luar negri. Baru saja dia datang, dan terkejut melihat mbak Melati tidur di sini.”
“Saya juga tidak tahu, mengapa saya tidur di sini.”
“Semalam mbak tertidur di sofa. Ketika saya membangunkan Mbak, tuan Harjo bilang, bahwa dia yang akan membangunkannya.”
“Kalau begitu … tuan Harjo yang membawa saya ke kamar ini …. “ kata Melati sambil sekali lagi memeriksa pakaiannya, dan merasakan apakah ada yang berubah dari tubuhnya.
“O, iya … pasti tuan Harjo. Tapi kenapa ya, di bawa ke kamar ini? Ya sudah, mbak kembali ke kamar sendiri dulu, saya akan membersihkan kamar tuan Ramon.”
Melati melangkah lunglai. Tertatih melangkah ke dalam kamarnya sendiri. Ketika ia melewati sebuah ruangan, ia melihat seseorang duduk di sofa, dengan kaki disilangkan, tapi kepalanya mendongak ke atas, bersandar pada sandaran sofa.
Ia tampak lelah. Melati melangkah perlahan, berusaha tak menimbulkan suara. Tapi kemudian Ramon merasa bahwa ada orang lewat di sampingnya. Seketika ia bangkit, dan menatap tajam Melati.
“Hei! Kamu!!”
Langkah Melati terhenti. Ia menatap orang yang memanggilnya, lalu mengangguk hormat.
“Bibiiik! Aku tidak mau memakai kamar itu lagi!” ia berteriak.
Si bibik segera keluar dan mendekat.
“Ya, Tuan Muda.”
“Aku jijik memakai kamar itu, karena Bapak sudah memakainya untuk berbuat zina.” katanya sambil menatap Melati dengan tatapan merendahkan.
Melati merasa tersinggung. Ia merasa bahwa sang tuan muda telah menganggapnya perempuan rendahan. Ia mengangkat wajahnya, dan menjawab dengan berani.
“Saya bukan perempuan rendahan seperti yang Tuan kira.”
Ramon tertawa mengejek.
“Kamu berada di sini, dan menjadi pelayan ayahku, pelayan istimewa, lalu merasa bahwa kau adalah wanita baik-baik? Lalu kamu tidur di kamar aku, yang pastinya bersama ayahku, dan tidak melakukan hal terkutuk bersamanya?”
“Saya bukan wanita semacam itu. Semalam saya tertidur, dan tiba-tiba berada di kamar itu. Bukan kemauan saya.”
“Baiklah, itu kemauan ayah aku, lalu kamu hanya ditidurkannya, kemudian ditinggalkannya?” Ramon tertawa terbahak-bahak.
Melati juga bingung, mengapa Harjo menidurkannya di kamar itu, dan kemudian meninggalkannya. Tapi dia sangat marah karena laki-laki anak Harjo menganggapnya sebagai perempuan rendah.
“Semua itu saya tidak tahu, Dan saya merasa, bahwa ayah Tuan tidak melakukan apa-apa terhadap saya. Entah di mana dia sekarang. Tapi sekali lagi saya bilang bahwa saya bukan perempuan rendahan seperti yang Tuan kira.”
Melati ingin meninggalkan Ramon, tapi sekali lagi Ramon menghentikannya.
“Heii, aku belum selesai bicara.”
Melati bukan perempuan lemah, kalau sekali lagi Ramon mengatakan hal yang merendahkan dirinya, maka dia tak akan segan menentangnya.
“Jadi mengapa kamu berada di sini dan diperlakukan istimewa oleh ayahku, kalau kamu bukan perempuan yang akan menjadi mainan di rumah ini?”
“Saya berada di sini karena sebuah perjanjian hutang, baru dua malam ini.”
Ramon mengangkat tubuhnya.
“Perjanjian hutang?”
Lalu Melati mengatakan asal mula dia berada di rumah itu. Dengan sejujur-jujurnya. Dia merasa tak mampu membayarnya, jadi dia terpaksa bersedia menjadi pelayan seperti permintaan Harjo.
“Benar, apa yang kamu katakan?”
“Saya gadis baik-baik. Saya bukan pembohong.”
“Berani sekali kamu bersedia mengikuti kemauan tuan Harjo. Kamu itu cantik, tidak mungkin tuan Harjo tidak menginginkan kamu,” kata Ramon tandas.
Melati menundukkan kepalanya. Ia merasa lega, Ramon bicara lebih lembut. Ia berharap, Ramon akan menegur ayahnya dan meringankan beban yang harus dipikulnya.
“Bagaimana kalau tiba-tiba kamu disuruh melayani ayahku itu?”
Melati tak bisa menjawab. Ia memang tak tahu, apa yang bisa dilakukannya kalau tuan Harjo melakukan hal buruk terhadap dirinya.
Tiba-tiba air matanya menitik.
“Entahlah. Apa daya saya? Saya tak punya uang untuk membayarnya,” katanya lirih dan memelas.
“Kecuali itu, saya dan ibu saya baru saja tahu, bahwa ayah saya yang sudah meninggal setahun lalu, meninggalkan hutang begitu banyak,” lanjutnya.
“Baiklah, istirahat di kamar kamu sekarang.”
“Bisakah Tuan muda membantu saya? Saya bukannya mau mengingkari hutang ayah saya, saya mau mencicilnya sekuat saya bisa. Tapi tuan Harjo tidak mau menerimanya.”
“Aku tidak tahu, apa aku bisa membantumu. Ayahku sangat keras kepala. Tapi aku akan mencoba bicara.”
Melati mengangguk. Rasa kantuk sudah hilang tak bersisa. Ia mengangguk hormat dan melangkah menuju kamarnya.
“Tuan Muda, Tuan memilih akan tidur di kamar mana?”
“Lanjutkan membersihkan kamarku.”
“Baik, Tuan Muda.”
***
Bibik pembantu menawarkan untuk membuatkan minuman untuk sang tuan muda, tapi Ramon menolaknya.
“Aku ingin segera tidur. Aku sangat lelah,” katanya sambil memasuki kamarnya.
Bibik mengangguk, dan merasa lega, sang tuan muda tidak lagi marah-marah seperti sebelumnya. Tak lama kemudian sang tuan muda mematikan lampu kamarnya, karena ia memang lebih suka tidur dengan ruangan gelap.
Tapi si bibik tahu, sebenarnya tuan muda sangat marah kepada ayahnya. Ia benci tabiat sang ayah yang suka bermain perempuan, bahkan terkadang sampai membawanya ke rumah. Tuan muda memang berbeda.
Bibik pergi kebelakang. Ketika melewati kamar Melati, ia melihat Melati duduk di tepi pembaringan.
“Kenapa tidak tidur Mbak, malam masih larut. Sebaiknya tidur dulu lagi.”
“Kantuk saya sudah hilang, Bu.”
“Untunglah tuan Ramon tidak terlanjur marah kepada mbak Melati. Dan mendengar mbak Melati cerita tadi, saya baru tahu kalau mbak Melati berada di sini karena masalah hutang. Saya ikut prihatin,” kata bibik sambil mengelus tangan Melati.
“Tidurlah Bu.”
“Baiklah, Mbak juga harus tidur.”
Melati mengangguk, lalu merebahkan tubuhnya. Tapi sampai kemudian bibik keluar dari kamarnya, dia belum lagi menemukan rasa kantuknya kembali.
Ia mencoba mengingat-ingat kejadian mulai saat dia minum jus itu karena dipaksa. Lalu Melati mengira-ira, tuan Harjo membawanya ke kamar terdekat dari tempat dia tertidur. Melati ingat, di sofa itu, dan kamar terdekat adalah kamar Ramon. Tapi Melati bersyukur, rupanya Harjo terburu-buru pergi sebelum melakukan apa-apa. Melati bergidik ngeri, membayangkan tuan Harjo memperkosanya saat dia tidak sadar. Berulang kali ia mengucap rasa syukur, dan sangat percaya bahwa Allah telah melindunginya.
***
Harjo pulang saat menjelang pagi, dalam keadaan mabuk. Ia telah mengeluarkan puluhan juta untuk mengantisipasi kejadian tawuran yang melibatkan anak buahnya. Banyak hal yang bisa terjadi, kalau sampai ia tak melakukan apa-apa. Interogasi yang memaksa anak buahnya bicara, dan sebagainya, bisa membuat dirinya terkena getahnya, dan masalah bisa berkepanjangan. Karena itu ia mengajak mereka minum-minum di sebuah bar, sebelum akhirnya ia pulang setelahnya.
Ia tidak memeriksa CCTV di rumahnya, malam itu, karena dia yakin semuanya akan baik-baik saja. Karenanya dia tidak tahu bahwa anaknya pulang dan siap memarahinya saat bertemu.
Begitu memasuki rumah, dengan terhuyung-huyung dia memasuki kamar, di mana tadi ia meninggalkan Melati dalam keadaan tidur lelap. Biarpun mabuk, ia masih ingat akan hasratnya yang tertunda gara-gara peristiwa malam itu. Ia mengunci kamar dan langsung melepaskan pakaiannya. Ia terus menyeringai, membayangkan bahwa ia akan menghabisi Melati malam itu juga.
Ia hanya mengenakan pakaian dalam, ketika naik ke atas pembaringan dan menindih tubuh yang terbaring diam.
Tiba-tiba Harjo terkejut, ketika seseorang melemparkannya sampai dia terjatuh di lantai.
“Aaauggghh!!”
***
Besok lagi ya.
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 16* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeletePak Wedeye matur nuwun
🌾🌻🌾🌻🌾🌻🌾🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 16 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien
yang baik hati.
Semoga Bu Tien tetap
sehat & smangaats.
Salam aduhai...😍🤩
🌾🌻🌾🌻🌾🌻🌾🌻
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien melati dah tayang
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah.... Yangtie juara disusul kung Latief, kung Wedeye dan uti Sari....
ReplyDeleteSelamat buat semuanya.
Matur nuwun bu Tien.....
Adzan 'isya sdh berkumandang.....
Pamit dulu lanjut traweh...... 🙏🙏
Matur nuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillaah, mtrnwn mb Tien, msh sempat menulis disela2 kesibukannya
ReplyDeleteKarena doa jeng dokter..
ReplyDeleteAlhamdulillah
Alhamdulillah.di ujung Ramadhan semoga Bunda tetap Sehat wal afiat
ReplyDelete.Melati perjalananmu tidak bisa diterka.hebat cerbungnya.Maturnuwun
Aamiin Yaa Robbal Allamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Aamiin Yaa Robbal Allamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun jeng Tien sehat selalu
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiiik
DeleteSami2 mbak Yaniiiik
DeleteMatur nuwun sanger mbak Tien....
ReplyDeleteSami2 ibu Kharisma
DeleteAlhamdulillah MELATI~16 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
This comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Yaa Robbal Allamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah, MELATI 16 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aamiin
DeleteTerima kasih ibu Uchu
Alhamdulillah, Melati selamat. Saya takut lho bu baca kelanjutan sewaktu Melati minum jus...untung masih mendapat perlindunganNya. Wah Ramon melempar ayahnya yang mengira ada Melati di situ. Ramai deh. Salam hangat penuh semangat katur bu Tien. Selamat menyambut Iedul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
ReplyDeleteMohon maaf lahir batin
Ladalah Harjo mau ngeloni anaknya yang sudah segede bapaknya. Sama sama bawa senjata, siapa takut... pukul saja biar jatuh.
ReplyDeleteSemoga Melati mendapat jalan keluar untuk melunasi hutang peninggalan ayahnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal Allamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah mbak Tienku sayang sudah sehat kembali.
ReplyDeleteHmmm...rasakno, Harjo dibanting Ramon! Kapokmu kapan mbah Harjo...
Hehee...kapok lombok
DeleteMatur nuwun jeng Iyeng
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 bu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda selalu sehat aamiin
Aamiin Yaa Robbal Allamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Terima kasih bunda Tien.. salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Sriati
DeleteAlhamdulillaah, ternyata tuan muda Ramon baik ya,, jd tokoh pembela
ReplyDeleteSenangnya Melati,,
Matur nuwun Bu Tien
Salam sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
Sami2 ibu Ika
DeleteTerima kasih Bu Tien, tungguin dari tadi... Eh muncul juga.... Matur suwun dr Bandung
ReplyDeleteSami2 pak Tugiman
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih ibu Reni
Hamdallah...cerbung Melati 16 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu nggeh Bunda. Bahagia bersama Keluarga di Sala. Salam Ramadhan penuh Berkah.
Semoga Harjo kena batu nya, krn msk kamar anak nya s Ramon langsung menindih nya. Kamplengi wolak walik wae ya Mon 😁😁
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih pak Munthoni
Alhamdulilah Melati 16 s sudah tayang, terima kasih bunda Tien Kumalasari, Semoga bu Tien selalu sehat, bahagia dan dalam lindungan Allah SWT, salam hangat dan aduhai bun....🩷🩷🌹🌹
ReplyDeleteNah rasain Harjo kena batunya
Smg Ramon bisa membebaskan melati dari rmh Harjo yg mengerikan
𝘼𝙡𝙝𝙖𝙢𝙙𝙪𝙡𝙞𝙡𝙡𝙖𝙝...
ReplyDelete𝙈𝙖𝙩𝙪𝙧𝙣𝙪𝙬𝙪𝙣 𝙢𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣...
𝙎𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩 𝙨𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪...
Sami2 pak Suprawoto Sutedjo
DeleteAlhamdulillah, smg sehat selalu ya Bu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Wkwk...geli juga membayangkan tuan Harjo terguling ke lantai akibat tendangan maut anaknya sendiri.😀😀😀 Bu Tien memang piawai mengolah kata dan alur cerita.
ReplyDeleteTerima kasih, bu...salam sehat.🙏🙏🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteHa..ha...rasain Harjo, kamu kena batunya. Sy geli membayangkan, duel antara anak & bapak...ha..ha..
ReplyDeleteBu Tien memang jempol.. sehat sll Bu Tien.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 Mas MdERa
DeleteAku kok tertawa sendiri mbayangkan Harjo terlempar dari tempat tidur untung belum perang anggar
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete𝘗𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯.
ReplyDelete𝘉𝘦𝘳𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨 𝘭𝘪𝘣𝘶𝘳 𝘭𝘦𝘣𝘢𝘳𝘢𝘯 1, 2 𝘚𝘺𝘢𝘸𝘢𝘭 1445-𝘏, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘦𝘱𝘪𝘴𝘰𝘥𝘦 17 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘱𝘢 𝘈𝘯𝘥𝘢. (𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘨𝘭 9, 10 𝘥𝘢𝘯 11 𝘈𝘱𝘳𝘪𝘭 2024 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘓𝘪𝘣𝘶𝘳)
𝘋𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘣𝘶 𝘛𝘪𝘦𝘯 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘥𝘩 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘮𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘴𝘶𝘬 𝘱𝘢𝘨𝘪 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘣𝘶 𝘛𝘪𝘦𝘯, 𝘰𝘱𝘦𝘯 𝘩𝘰𝘶𝘴𝘦 𝘥𝘪 𝘛𝘦𝘭𝘰𝘮𝘰𝘺𝘰 𝘔𝘢𝘨𝘦𝘭𝘢𝘯𝘨.
𝘐𝘯𝘴𝘺𝘢𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵, 12 𝘈𝘱𝘳𝘪𝘭 2024.
𝘋𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘭𝘶𝘮.
Duhhh...sedih ngk ketemu Melati
ReplyDeleteSemoga acara bu Tien lancar dan sukses..serta dianugerahi kesehatan dan kebahagiaan bersama keluarga.
ReplyDeleteBam's dan keluarga di Bantul menghaturkan " Selamat Hari Raya Idul Fitri 2445"
Mohon maaf lahir dan batin 🙏
1445
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
ReplyDelete