Friday, February 23, 2024

ADA CINTA DIBALIK RASA 25

 ADA CINTA DI BALIK RASA  25

(Tien Kumalasari)

 

Usman tersenyum penuh nafsu. Anjani membuka matanya dengan perasaan heran. Seperti mimpi ia berada di sebuah kamar, lalu ada bayangan laki-laki yang dibencinya, berdiri sangat dekat dengannya. Anjani mengucek matanya, lalu dia sadar bahwa itu bukanlah mimpi. Ia menjerit sekuat tenaganya ketika melihat bajunya yang tersingkap dan sebagian tubuh yang harusnya tertutupi menjadi terbuka.

“Aaaaaaaawww!! Tolooooong!”

“Heii, jangan berteriak. Tak akan ada yang mendengarmu. Kamar ini kedap suara.”

Anjani membetulkan bajunya, bangkit lalu beringsut mundur. Wajahnya pucat pasi.

Tak berhenti hanya menampakkan senyuman iblis,  Usman kemudian naik ke atas ranjang.

“Pergiiiiii!! Pergiiiiii!” Anjani menjerit-jerit.

Ia berhasil merosot ke sisi samping tempat tidur, kemudian berlari mengitari tempat tidur itu, menuju pintu.

Usman terkekeh melihat Anjani seperti kelinci kecil yang ketakutan.

“Mau lari ke mana kamu, kelinci kecilku? Akhirnya kamu tak akan bisa lepas dariku. Akhirnya kamu harus menyerah. Tak mungkin kamu mengabarkan berita kemesraan kita nanti ke mana-mana kan? Jadi satu-satunya jalan adalah menurut, dan semua aman.”

“Tolong hentikan, ayahku sedang dioperasi. Biarkan aku pergi.”

“Membiarkan kamu pergi? Hahahahhh… mana ada penangkap ikan melepaskan kembali ikan yang sudah dikailnya?”

Anjani merapat ke pintu, ia mencoba membukanya, tak berhasil. Tentu saja, pintu itu dikunci. Anjani merasa putus asa. Matanya mengitari ruangan, barangkali ada yang bisa dijadikan senjata. Tapi tak ada sesuatu yang diharapkan bisa menolongnya.

“Anjani, apakah aku tidak menarik, menurutmu? Memang benar sih, aku sudah agak tua. Tapi aku kan masih ganteng, masih gagah, dan perkasa.”

“Pergiiiii!”

Tapi Usman semakin mendekat. Melihat kelinci cantik ketakutan, justru Usman merasa mendapatkan mainan. Ia mendekat, dan Anjani berusaha menghindar, tapi Usman berhasil meraih bajunya, sehingga robek di bagian bahu dan dadanya. Serpihan baju itu dicium-ciumnya oleh Usman, sambil tertawa-tawa. Wajah Anjani semakin pucat. Pengaruh obat tidur masih menguasainya. Ia tak bisa bergerak leluasa. Ia menarik selimut yang ada di atas kasur untuk menutupi sebagian pundaknya yang terbuka.

“Anjani, apa yang harus kamu tutupi? Nanti juga aku akan bisa melihat semuanya.”

Anjani terus berteriak-teriak minta tolong, tapi Usman tak peduli. Anjani berada di dekat sofa. Sekali terkam, kelinci buruannya akan meringkuk dalam pelukannya. Usman melompat dengan cekatan, Anjani berusaha menghindar, tapi kakinya tersandung kaki meja yang ada di dekat sofa. Anjani terjungkal.

“Anjani, kamu tidak akan bisa terlepas, menyerahlah. Ini akan menyenangkan. Kamu belum mencobanya kan?”

Anjani berusaha bangkit. Kakinya yang sakit tak dirasakannya. Ketika Usman mendekat, Anjani mengayunkan kekinya ke arah bawah perutnya.

Usman berteriak kesakitan.

“Dasar gadis gila! Aku akan memberi kamu kenikmatan, tapi kamu menyakiti aku!”

Teriaknya sambil mengelus bagian bawah perutnya yang terasa nyeri.

Anjani mendapat kesempatan untuk bangkit. Sekali lagi ia menuju pintu, tapi pintu itu tetap terkunci.

“Tolooong … tolooong … “ jeritnya tanpa henti sambil menggebrak-gebrak pintu itu. Tak ada seorangpun yang mendengar, bahkan kalaupun ada, mana mau ia membukakan pintu? Erma ada di luar, duduk santai tak peduli suara gebrakan pintu. Ia berharap ayahnya bisa terhibur atas apa yang dilakukannya.

Usman mendengus kesal. Ketika rasa sakit itu mereda, ia bangkit, dan kali ini ia benar-benar tak ingin melepaskan buruannya.

Anjani yang ketakutan merasa lemas.

“Kalau sampai kamu menjamahku, lebih baik aku mati,” desisnya dengan suara bergetar.

“Hei, jangan dulu mati. Banyak kesenangan di dunia ini yang bisa kita nikmati,” katanya sambil melangkah pelan. Kaki Anjani gemetar. Ia tak lagi mampu untuk bergerak. Harapan untuk selamat dari kebuasan serigala berwajah manusia itu sudah pupus. Ia luruh kebawah dengan lemas. Usman terkekeh mendekati.

“Toloong, lepaskan aku,” katanya menghiba, sambil air matanya bercucuran. Berharap rasa belas kasihan Usman akan runtuh. Tapi Usman sedang dikuasai oleh nafsu iblis. Ia tak berhenti melangkah. Anjani memejamkan mata. Ia merasa dunianya sudah gelap. Ia benar-benar memilih mati.

Selangkah lagi Usman akan berhasil menubruk Anjani yang meringkuk di depan pintu, seperti tikus yang menunggu kucing melahapnya.

Tapi tiba-tiba pintu digedor sangat keras dari luar.

Usman terkejut. Ia menatap ke arah pintu dengan kening berkerut. Siapa berani mengganggunya? Mengapa Erma membiarkan ada orang menggedor pintu kamarnya? Gedoran di pintu semakin keras.

Anjani merasa lega ketika Usman urung menubruknya. Ia beringsut menjauh. Meraih kembali selimut penutup pundaknya yang tadi terjatuh. Lalu pintu di dobrak dari luar.

Usman terkejut. Ia melihat beberapa polisi berdiri di depan pintu.

“Ada apa … ada apa ini?” teriaknya marah.

Tapi dua orang polisi meringkusnya.

“Tolooong….” Anjani berteriak. Polisi heran karena ada perempuan di kamar itu.

Lalu tiba-tiba seorang laki-laki melompat ke dalam.

“Anjani?”

Anjani menghambur ke arah laki-laki itu dan menangis di dadanya.

“Jatmiko, untunglah kamu datang.”

“Aku mengantarkan polisi yang menggeruduk ke kantor, untuk menunjukkan rumah pak Usman. Tidak mengira kamu ada di sini. Apa yang dilakukan laki-laki jahat itu?” kata Jatmiko sambil menuntun Anjani keluar dari kamar. Selimut itu masih tersampir di pundaknya.

“Ini.. kenapa?”

“Bajuku di sobeknya di bagian pundak.”

“Aku antar kamu pulang,” kata Jatmiko yang kemudian berpamit pada polisi-polisi yang sudah memborgol Usman. Anjani juga melihat Erma ikut diborgol, mereka dimasukkan ke dalam mobil polisi.

***

Anjani terisak di sepanjang perjalanan pulang.

“Aku mengkhawatirkan bapak.”

“Nanti setelah kamu mengganti pakaian kamu, aku antarkan ke rumah sakit.”

“Bukankah kamu dinas ke luar kota?”

“Aku kembali karena ditelpon orang kantor bahwa polisi sedang memeriksa kantor dan mengobrak-abriknya.”

“Kamu datang kemari karena aku ada di rumah bandot tua itu?”

“Aku tidak tahu ada kamu. Aku bahkan terkejut melihatmu di kamar itu. Apa yang sudah dilakukannya?”

“Beruntung kalian datang. Dia belum melakukan hal yang sangat aku takutkan.”

“Syukurlah, aku jadi merasa lega. Tapi bagaimana kamu bisa berada di rumah pak Usman? Kamu menurut saja diajak olehnya?”

“Apa aku sudah gila? Mana mungkin aku sudi pergi bersamanya. Tadinya aku ketemu Erma di rumah sakit, aku sudah minta agar dia pergi, sebel mendengar dia bicara tentang ayahnya. Lalu dia memberi aku minuman dalam botol, aku meminumnya. Kecuali tidak enak menolak, aku juga agak haus. Setelah itu aku merasa sangat mengantuk. Mengantuk sekali sampai aku tak kuasa membuka mataku. Tapi aku masih agak setengah sadar ketika dia memapahku pergi, dan membawanya ke mobil. Lalu aku benar-benar tak bisa menahannya, lalu aku tidur sangat lama. Ketika aku terbangun, Usman sudah ada di dekatku.”

“Berarti di dalam minuman itu ada obat yang membuat kamu sangat mengantuk. Apakah botol yang diberikan masih bersegel?”

“Entahlah, aku membukanya begitu saja, tidak sadar masih bersegel atau tidak. Aku hanya ingin segera menjauhi gadis itu.Tapi mungkin benar, rasanya tidak bersegel, begitu gampang aku membukanya.”

“Kamu ceroboh. Dan tidak ada yang bertanya, saat kamu diajaknya keluar dari rumah sakit?”

“Entahlah, sepertinya ada yang bertanya, lalu Erma menjawabnya, entah apa jawabnya, aku sudah setengah tidur biarpun masih bisa melangkah.”

“Ya Tuhan, untunglah tidak terjadi apa-apa.”

Jatmiko menghentikan mobilnya di rumah Anjani, agar Anjani bisa berganti pakaian. Selimut itu masih tersampir di pundaknya, tapi kemudian dibuang oleh Anjani di keranjang sampah sebelum dia berganti baju.

***

Ketika Raharjo dan Nilam sampai di rumah sakit, dilihatnya Wijan sedang mondar mandir tak jelas. Nilam berlari mendekati dan memegang lengannya.

“Mas, kamu kenapa?”

“Ya ampun, kamu sama siapa?”

“Itu, sama bapak. Mana Anjani?”

“Itulah. Aku bingung sampai sekarang Anjani belum kelihatan batang hidungnya. Masa dia tak menunggui ayahnya operasi, sampai operasi itu selesai. Ini aneh, pasti terjadi sesuatu padanya.”

“Barangkali dia pergi membeli sesuatu.”

“Seharian?”

“Coba tanyakan pada satpam, apakah dia melihat Anjani keluar.”

“Ada apa?” tanya Raharjo ketika sudah mendekat.

“Anjani dari pagi menghilang,” jawab Nilam.

“Kamu sudah menelponnya?”

“Berkali-kali Wijan menelpon. Tidak aktif. Sekarang Wijan mau bertanya pada satpam, apa dia melihat Anjani keluar.”

“Baiklah, sebaiknya ditanyakan. Tapi bagaimana dengan pak Marjono?”

“Sudah selesai operasinya, sekarang ada di ruang observasi,” jawabnya sambil bergegas menuju keluar. Ia kemudian merasa bodoh. Kenapa tidak bertanya sejak tadi, malah kebingungan menyusuri rumah sakit yang luasnya minta ampun.

Tapi satpam yang bertugas siang sudah pulang, sedangkan yang ada, tidak tahu menahu tentang seorang gadis cantik yang digambarkan oleh Wijan dan Nilam. Ia belum lama piket, dan belum banyak pasien maupun pengunjung yang datang serta pergi.

“Tampaknya ini sebuah kejahatan. Sebaiknya lapor polisi,” kata Raharjo.

Tapi ketika semua meributkan hilangnya Anjani, tiba-tiba Anjani muncul bersama Jatmiko.

Nilam langsung menyemprotnya.

“Kamu dari mana? Enak saja pergi tanpa pamit, membuat semua orang kebingungan. Apa kamu tidak prihatin disaat ayahmu dioperasi, kemudian kamu pergi berduaan?”

Wajah Wijan langsung muram, melihat Anjani datang bersama Jatmiko.

Tapi tanpa mempedulikan pertanyaan mereka dan rasa gusar di wajah-wajah mereka, Anjani langsung bergegas melangkah masuk. Air matanya bercucuran.

“Bagaimana keadaan bapak?” ujarnya diantara isak.

Wijan mengejarnya. Mereka berbicara sambil berjalan ke arah ruang operasi.

“Bapakmu sudah ada di ruang observasi.”

“Operasinya sudah selesai?”

“Sudah sejam yang lalu. Kamu mengapa meninggalkannya?”

“Aku hampir bunuh diri kalau sampai itu terjadi.”

“Apa maksudmu?”

“Aku mau ketemu dokternya dulu,” kata Anjani yang langsung mencari dokter yang mengoperasi ayahnya.

Jatmiko yang mengikuti bersama Raharjo dan Nilam segera menceritakan semua yang terjadi pada Anjani.

Nilam menutup mulutnya karena kaget. Tak mengira Anjani mengalami peristiwa yang begitu mengerikan. Ia menyesal telah menyemprot Anjani dengan keras, begitu Anjani menginjakkan kakinya di lobi rumah sakit.

Wijanpun merasa menyesal setelah Nilam mengulang lagi cerita Jatmiko tentang yang terjadi pada Anjani.

“Mengapa anak pak Usman melakukan semua itu? Aku mendengar hari ini perusahaan Usman sedang diperiksa,” kata Raharjo.

“Benar Pak, tapi pak Usman sudah ditangkap. Karena polisi memburu ke rumahnya dan saya harus mengantarkannya itulah, maka Anjani terlepas dari perbuatan jahat pak Usman.

“Jadi nak Jatmiko ini karyawan di perusahaan pak Usman?”

“Benar Pak, tapi setelah kejadian ini, entahlah nanti, bagaimana nasib saya,” kata Jatmiko sambil tersenyum getir.

Sementara itu Wijan sudah menyusul Anjani, dan menunggunya di luar ruang dokter. Ketika Anjani keluar, Wijan segera menyambutnya.

“Anjani, aku minta maaf karena telah berpikir yang tidak-tidak. Sama sekali aku tidak mengira bahwa kamu baru saja mengalami kejadian yang sangat mengerikan.”

“Iya Mas, tidak apa-apa. Wajar kalau semua orang mengira bahwa saya lalai dan mengacuhkan keadaan bapak.”

“Bagaimana kata dokter?”

“Hasilnya sih baik, mudah-mudahan tidak ada komplikasi atau hal lain yang membuatnya harus tinggal di ruang ICU untuk beberapa waktu.”

“Sudah ketemu bapak?”

“Belum, bapak belum sadar, saya akan menungguinya.”

“Akan aku temani,” kata Wijan.

“Jangan merepotkan. Saya sudah menyusahkan banyak orang.”

“Tidak, siapa yang repot? Bukankah aku sudah berjanji untuk menemani kamu?”

Anjani melongok ke arah depan, melihat Jatmiko asyik berbincang dengan Nilam. Barangkali menceritakan tentang kejadian yang dialaminya, sedangkan Raharjo tampak berjalan mendekati.

“Bapak belum sadar?”

“Belum Pak. Terima kasih banyak, Bapak sudi datang kemari. Ini sebuah perhatian yang sangat berarti bagi kami, sedangkan saya belum menjadi karyawan Bapak, tapi Bapak sudah bersusah payah meluangkan waktu Bapak yang pastinya sangat berharga.”

“Jangan pikirkan, saling memperhatikan itu kewajiban setiap persaudaraan. Kamu, biarpun belum menjadi karyawan, tapi sudah dekat dengan anak-anakku, bukan?”

Anjani tersenyum haru.

“Tapi mungkin kami tidak bisa lama, semoga bapak segera membaik. Kalau ada waktu aku akan kemari lagi," kata Raharjo sambil menepuk bahu Anjani.

“Bapak pulang dulu saja bersama Nilam, saya masih akan di sini sebentar,” kata Wijan.

 Raharjo tersenyum mengerti. Nilam tak bereaksi. Ia menyalami dan memeluk Anjani sambil berpamitan.

“Semoga pak Marjono segera membaik,” bisiknya ketika memeluknya.

“Terima kasih Mbak.”

Raharjo mengajak Nilam pulang, sementara Wijan masih menemani Anjani.

Sementara itu Jatmiko tiba-tiba juga ikutan berpamit pada Anjani, yang dijawabnya dengan tatapan kecewa.

“Aku akan mengantarkan Nilam dulu,” katanya yang membuat hati Anjani semakin kuncup. Rasa cemburu membakarnya, tapi dia berusaha menahannya. Bukan saatnya memanjakan hati dengan elusan cinta dari laki-laki yang digilainya, karena ia lebih memikirkan keadaan ayahnya.

“Duduklah saja di sini. Biarkan mereka pulang,” kata Wijan.

Anjani mengangguk, lalu mereka duduk berdampingan.

“Mengapa mas Wijan memilih menemani aku? Hari sudah sore, pasti mas Wijan lelah.”

“Tidak masalah kalau aku lelah, atau bahkan hari sudah semakin gelap. Karena cinta mengalahkan segalanya.”

“Apa?”

***

Besok lagi ya.

 

62 comments:

  1. Replies
    1. Smg sht sll dan bahagia bersama kelg

      Delete
    2. Alhamdulillah ACeDeeR_25 sdh tayang.
      Terima kasih bu Tien..... Bakda maghrib baru masuk rumah Tropodo.
      Sehat terus dan terus sehat ya Budhe ......

      Delete

  2. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 25 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
  3. Sugeng ndalu Bunda Tien.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..25 telah tayang. Matur nuwun

    Waduh...Anjani msk dalam jebakan Batman. Semoga Anjani dapat mengatasi masalah nya dan tidak terjadi apa apa

    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta..Salam sehat selalu 🤲❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  4. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah , Terima kasih bunda semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~25 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  9. 🌸🩷🌸🩷🌸🩷🌸🩷
    Alhamdulillah 🙏🌸🦋
    ACeDeeR_25 sdh hadir.
    Suwun nggih Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga sehat2 selalu
    bersama kelg tercinta.
    Salam aduhai...😍🤩
    🌸🩷🌸🩷🌸🩷🌸🩷

    ReplyDelete
  10. Hahaha .... Wijan sudah mengatakan cintanya. Maju teruuuuss... Jangan takut wijan... Pepet terus. Buktikan... Makasih bunda tayangannya salam sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah ACDR sdh tayang .... trimakasih bu Tien .... srmoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah Anjani selamat dari kebuasan Usman. Hebat, Wijan mulai berani menembak Anjani..wah serba ribet. Anjani cinta sama Jatmiko tetapi Jatmiko citanya sama Nilam, Nilam cintanya sama Wijan,,, apakah cinta bisa dialihkan? Tunggu episode lanjutan. Nuwun bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat . Cerita yang bikin pinisirin + girigitin.Cinta memang mengalahkan segalanya. 👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Tegaaang dan akhirnya legaa... org baik sllu ada pertolongan baik... terima kasih Mbu tien, seht sllu bersma keluarga trcnta

    ReplyDelete
  15. Ladalah... Usman dijemput polisi, seperti yang kusebut di PCTK group w.a. Mungkinkah Estiana segera dijemput pula, mengingat dia adalah otak kejahatan.
    Usman dijerat dua kejahatan, menyangkut Perusahaan dan percobaan perkosaan, tentu saja kalau ada yang melaporkan.
    Wijan harus aktif mendekati Anjani, Jatmiko dengan Nilam. Begitu sudah pas.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Waah...makin seru nih...Jatmiko tampil sebagai pahlawan, tapi Wijan sudah berani menyatakan cintanya kepada Anjani...😀

    Terima kasih, bu Tien. Salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  17. Cerita Bu Tien memang susah ditebak..
    Matur nuwun, salam sehat dan bahagia dari Yk....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien
    Salam sehat wal'afiat semua 🤗🥰

    Tdk semudah itu untuk beralih ke Wijan , krn Anjani msh mengharap Jatmiko,. Jd ingat teman kecil yg msh sepupu krn Kel tdk setuju sy dekat , akhirnya kami pisah , tp seperti Anjani tdk semudah itu untuk melupakan kebahagiaan ketika bersama.
    Aduhaiii sekali 😍

    ReplyDelete
  19. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  20. # Tidak masalah kalau aku lelah, atau bahkan hari sudah semakin gelap. Karena cinta mengalahkan segalanya.”..
    Uhuuiii....😍😍

    Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏
    Sehat selalu kagem bunda..

    ReplyDelete
  21. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Sri

    ReplyDelete
  22. Wao..
    Wijan jatuh cinta sejak pandangan pertama.
    Begitu ada kesempatan langsung tembak ditempat.
    Hmm
    Anak muda, takut kelaen hati,
    lumayan, sudah nggak perlu musik atau rayuan yang rumit berbunga bunga, tinggal minta penegasan aja tapi ini cukup membesarkan hati dan masih ada pilihan mau jadi atasan apa bawahan.
    Hèh.. apaan tuh, gitu aja minta penjelasan.
    Katanya transparan.
    Ya pesan aja agar peristiwa barusan jangan diketahui bapaknya biar tidak terguncang, effec nya mengganggu pemulihan.
    Ya pastilah.
    Begitu sadar tahu itu putranya pak Raharjo, jadi ini teman masa kecilmu yang kamu ceritakan.
    Wijan mengakui kalau teman kuliah, beda angkatan.
    Yang diatas menarik ngangkat yang dibawah gitu.
    Padaké kuli panggul.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada cinta dibalik rasa yang ke dua puluh lima sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Berani juga wijan mengutarakan cinta.
    Terima kasih mbak Tien.
    Didoakan semoga mbak Tien sehat selalu. Amin

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, sehat selalu mbakyu🥰

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien atas tayangan *ACDR 25*
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah... secara gak sengaja Jatmiko menyelamatkan Anjani.
    Terimakasih Bunda Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  29. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

ADA MAKNA 36

  ADA MAKNA  36 (Tien Kumalasari)   Wahyu menatap Reihan tak berkedip. Ucapannya sedikit mengejutkan. Ia meraba apa yang diinginkan sang adi...