Tuesday, January 2, 2024

BUNGA UNTUK IBUKU 31

 BUNGA UNTUK IBUKU  31

(Tien Kumalasari)

 

 

Simbok mengibaskan tangannya ke arah Bejo, ketika melihat bahwa Bejo terus menatap dompet itu, seperti orang bingung.

"Jo, memang simbok tidak bilang sama kamu tentang dompet itu. Simbok khawatir, kamu tertarik mengambilnya, karena ada uangnya yang cukup banyak. Pasti yang punya orang kaya. Hanya saja, simbok tidak berani memakainya, karena itu bukan milik kita. Jadi pesan simbok, kamu jangan sekali-sekali punya keinginan untuk mengambil barang-barang itu. Itu bukan milik kita. Kalau kamu bisa, antarkan saja kepada pemiliknya. Mengerti Jo?” kata simbok wanti-wanti, dengan suara lemah.

Bejo mengangguk. Lalu menyimpan kembali dompet itu ke dalam kaleng, tapi uang simpanan simbok ditaruhnya diatas bangku yang terletak di samping tempat simbok berbaring.

“Simpan saja uang simbok itu, mengapa kamu taruh di situ?”

“Aku akan membawa simbok berobat. Uang itu akan Bejo gunakan untuk membeli obat.”

“Emoh Jo, simbok nggak mau. Simbok ini sudah tua, diobati juga tidak ada gunanya. Simbok hanya berpesan untuk kamu Jo, biarpun kamu orang tidak punya, jangan sampai melakukan hal buruk dan tidak terpuji. Cari pekerjaan kalau kamu tidak mau berjualan sayur dari kebun simbok, dan cari istri supaya kamu tidak sendirian. Tidak semua perempuan hanya mau pada orang yang punya uang. Ada yang memilih pemuda baik-baik, yang jujur, yang setia, yang sayang sama istri. Kamu itu kan sebenarnya ganteng Jo, coba simbok lihat. Ah, mata simbok ini kan sudah kabur Jo, tapi sejak masih awas dulu, simbok tahu kalau kamu itu ganteng seperti almarhum bapakmu,” kata simbok panjang lebar.

Bejo tak menjawab, dia yakin simboknya butuh obat, tapi harus dibawanya ke rumah sakit. Bejo tidak tahu di mana rumah sakitnya, pokoknya simbok harus dibawanya berobat. Apalagi ketika ia memegang dahinya simbok, terasa sangat panas. Ia mendekati simbok dan berbisik di telinganya.

“Mbok, ayo Bejo antar simbok berobat,” katanya sambil meraih uang yang tadi ditaruhnya di bangku, dimasukkannya ke dalam saku.

“Nggak mau Le, biar saja. Kalaupun simbok  meninggal, biarlah di rumah saja.”

“Simbok tidak akan meninggal, ayo, biar Bejo gendong.”

Dan tanpa menunggu jawaban simbok, Bejo langsung menggendong simboknya, dibawanya keluar dari rumah, menuju ke jalan raya. Meskipun dari rumah ke jalan itu cukup jauh, tapi Bejo tetap menggendong simboknya. Di jalan, Bejo tidak tahu, di mana letak rumah sakitnya. Ketika ada orang lewat, Bejo bertanya dimana rumah sakit terdekat.

“Oh, agak jauh dari sini Mas, tapi nanti ada angkutan lewat sini, sampeyan naik saja, dan minta turun di rumah sakit, begitu.”

“Terima kasih Pak.”

Bejo masih menggendong simboknya, yang untunglah segera ada angkot lewat. Seperti dikatakan oleh orang tadi, Bejo bilang minta diturunkan di rumah sakit.

***

Bejo turun dari angkot, dan melihat bahwa di depannya memang ada sebuah rumah sakit. Bejo melangkah masuk, tanpa ragu. Berbekal uang tabungan simbok di sakunya, ia ingin agar simboknya sembuh.

Bejo duduk di bangku tunggu ketika simbok dibawa ke ruang pemeriksaan. Simbok tak bicara apapun saat Bejo menggendongnya. Barangkali juga simbok pingsan, entahlah. Bejo gelisah menunggu, dan berdoa semoga simboknya mendapat pertolongan dan sembuh.

***

Rusmi dan Baskoro sudah kembali ke rumah, dengan membawa sejumlah uang. Mereka bergandengan tangan dengan mesra ketika memasuki rumah, dan melupakan semua kekecewaannya, karena membawa sejumlah uang yang diharapkan bisa dipergunakan untuk modal berdagang.

“Kalau perlu, perabot di rumah yang tidak diperlukan dijual saja semuanya, biarlah rumah ini kosong tak berperabot.”

“Aku sependapat denganmu. Kita kosongkan rumah ini, dengan menjual semua perabot. Hanya itu yang bisa kita jual. Lalu kita mencari rumah yang lebih kecil. Untuk sementara ngontrak dulu juga tidak apa-apa. Daripada kita tinggal di rumah bagus tapi tidak punya modal cukup untuk berdagang.”

“Aku akan segera mencari pembeli. Barang bagus pasti banyak yang berminat,” kata Baskoro sambil membuka pintu rumah.

Tapi sebelum pintu itu terbuka, dua orang berseragam polisi tiba-tiba sudah ada di depan teras.

“Selamat siang,” kata salah satu diantaranya.

Baskoro dan Rusmi membalikkan tubuhnya.

“Bapak mencari siapa ya?”

“Apakah ini rumah ibu Rusmini?”

“Ya, rumah saya.”

“Dan Bapak ini adalah Bapak Baskoro?”

“Be … benar,” Baskoro mulai gemetar. Apalagi Rusmi.

“Kami mendapat perintah untuk menangkap penghuni rumah ini, yang bernama Ibu Rusmini, dan Bapak Baskoro.”

Degg.

Jantung keduanya serasa melompat keluar.

“Aaap..pa, salah saya?”

“Ini surat penangkapannya. Tuduhannya adalah percobaan pembunuhan."

“Ti.. tidak … tidak … saya tidak …” kata Rusmi dan Baskoro bersahutan.

"Bapak dan ibu bisa memberikan keterangan di kantor. Sekarang harus ikut kami.”

Lalu kedua polisi itu memborgol tangan keduanya, yang berteriak-teriak memelas. Tapi kedua polisi itu tak peduli. Diluar, sebuah mobil mengangkut tahanan telah bersiap menunggu.

***

Bejo masih berkomat-kamit membaca doa, ketika tiba-tiba seorang wanita setengah tua lewat, kemudian menatapnya tak berkedip. Ia bahkan masih menoleh ketika sudah berjalan menjauh. Bejo merasa risih. Apakah ada yang aneh pada dirinya, sehingga ada yang menatapnya seperti itu? Memang sih, Bejo hanya memakai celana kombor sebatas lutut, dan baju kaos dekil. Apakah itu memalukan? Bejo kemudian mengacuhkannya, dan kemudian menatap ke arah pintu ruang UGD yang  masih tertutup. Tapi tiba-tiba, wanita yang tadi melewatinya dan terus menerus menatapnya, lalu kembali dan mendekatinya.

“Ini … ini  … pak Raharjo bukan?” tanya wanita itu.

“Apa? Saya Bejo.”

“Kok Bejo sih, ini pak Raharjo kan? Ini saya bibik Pak, bibik pembantu bapak.”

Bejo kebingungan. Ia punya pembantu? Wanita didepannya pasti bermimpi.

“Bibik?”

“Iya, saya bibik Pak. Kok Bapak ada di sini? Kok Bapak berpakaian seperti ini?”

“Bibik salah orang, saya ini Bejo, anaknya mbok Supi. Saya sedang mengantar simbok saya berobat, tuh, masih di dalam.”
Lalu wanita itu melongo. Dia memang bibik, bekas pembantu keluarga Raharjo. Dia sedang membezoek saudaranya yang dirawat di rumah sakit itu, dan heran melihat orang yang mirip majikannya. Tapi karena ternyata dia bernama Bejo, anaknya mbok Supi, kemudian bibik pun berlalu, walau merasa heran karena si Bejo sangat mirip dengan majikannya. Lagipula bagaimana mungkin pak Raharjo berpakaian seperti itu?

Bejo tak lagi memikirkan wanita yang salah alamat itu. Ia sedang gelisah menunggu simboknya yang masih ada di dalam sana. Tak sabar menunggu, ketika ada seorang perawat keluar dari ruangan itu, Bejo memburunya.

“MBak, bagaimana simbok?”

“Maksudnya, mbok Supini?”

“Iya.”

“Saya justru keluar sedang mencari keluarganya, Bapak keluarganya?”

“Iya, saya anaknya.”

“Pak, ketika di bawa kemari, bu Supini sudah parah. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain,” kata perawat itu, prihatin.

“Apa? Simbok meninggal?” Bejo berteriak, kemudian menghambur ke dalam, merangkul simboknya dan menangis sesenggukan.

“Kenapa simbok pergi? Kenapa simbok meninggalkan Bejo sendirian? Bangun Mbok, Bejo akan bersama siapa kalau Simbok meninggalkan Bejo? Bejo bingung Mbok, Bejo sendirian,  Simbok tega. Ternyata apa yang simbok katakan tadi adalah pesan terakhir simbok.”

Rasa haru menyelimuti seluruh ruang, karena mereka melihat laki-laki itu menggendong simboknya yang sakit, lalu kehilangan harapan untuk melihat simboknya sembuh. Apa boleh buat. Manusia berusaha, tapi Allah Yang Maha Kuasa penentunya.

***

Pemakaman mbok Supini dilakukan bersama tetangga terdekat, yang sebenarnya mereka heran karena laki-laki itu mengaku anak Supini bernama Bejo. Padahal Bejo sudah dikuburkan beberapa bulan yang lalu. Tapi karena Bejo tetap mengaku Bejo, mereka kemudian menganggap bahwa Supini memiliki anak yang lain.

Bejo kembali ke rumah simbok yang tiba-tiba terasa lengang mencekam. Biarpun dia anaknya simbok, tapi dirinya masih merasa asing  di rumah itu. Kemarin masih ada simbok yang menemaninya, memintanya mencari sayur untuk dijual, atau mengomelinya saat dia pergi terlalu lama karena takut kehilangan, dan sampai akhir hayatnya simbok masih saja membisikkan kata-kata bijak dalam kehidupan. Benar-benar perempuan dusun yang berhati bersih.

Pagi hari itu Bejo bersih-bersih rumah  simbok, juga halaman disekitarnya. Dia menemukan celana panjang yang sobek di sana sini, dan baju yang tak karuan bentuknya. Rupanya saat dia memancing dan hanyut, dia memakai pakaian itu. Bejo meraihnya, karena baju dan celana itu masih tersampir di sebuah ranting pohon, kemudian membuangnya di tempat sampah. Tapi ketika melihat sepatu sebelah yang ada di sudut rumah, Bejo merasa sayang untuk membuangnya.

“Padahal sepatu hanya sebelah, untuk apa aku menyimpannya?" 

Ketika tangannya sudah meraih sepatu itu dan ingin membuangnya, ia seperti mendengar suara memanggil dari dalam rumah.

“Jo!”

Bejo meletakkan sepatu itu kembali, lalu masuk ke dalam rumah. Tak ada siapa-siapa di sana. Bejo masuk ke kamar simbok, kosong, tentu saja. Bukankah simbok sudah pergi tiga hari yang lalu?

Tiba-tiba Bejo melihat kaleng usang yang berada di kolong. Bejo meraihnya, lalu membukanya. Ia kembali melihat dompet itu, dan membuka-buka isinya. Ia ingat pesan simbok, jangan sekali-sekali mengambil uang itu, karena itu bukan milik kita. Kalau bisa, antarkan kepada pemiliknya.

Bejo mengelus dompet itu, apakah ada petunjuk tentang dompet itu milik siapa? Bejo membukanya lagi, lalu melihat ada kartu-kartu yang entah kartu apa. Tapi tiba-tiba Bejo tahu, itu adalah kartu bank.  Bejo heran, bagaimana dia bisa tahu bahwa itu adalah kartu bank, sebangsa ATM, begitu, padahal dia selamanya kan orang desa miskin anaknya mbok Supi? Entahlah. Kepala Bejo tiba-tiba terasa sangat pusing. Ia bersandar pada dinding bambu kamar simbok, memijit-mijit kepalanya.

Lalu tiba-tiba ia menemukan sebuah kartu berwarna biru, ada fotonya, tapi foto itu telah pudar, tak jelas foto siapa. Ada namanya. Sambil memincingkan mata Bejo mencoba mengeja kata demi kata yang tertulis. Ia tidak tahu, dulu simbok menyekolahkannya sampai kelas berapa, tapi nyatanya dia bisa membaca,

“Raharjo. Haaa … Raharjo itu kan sebuah nama yang disebutkan wanita itu … yang ketemu waktu aku mengantar simbok ke rumah sakit? Siapa dia, dan bagaimana aku mencari wanita itu. Namanya saja aku tidak tahu, lalu kenapa dia di sana, aku juga tidak menanyakannya. Tapi malah aku yang dikira Raharjo. Mungkin ini yang dimaksud? Kelihatannya pemilik dompet ini orang kaya, dan wanita itu pembantu dari pak Raharjo. Pastilah orang yang punya pembantu itu kaya. Apakah ada hubungannya? Dan kalau ada, bagaimana aku menghubungkannya?”

Bejo terus bergumam. Dan kepalanya semakin berdenyut sakit. Akhirnya dia tertidur di ranjang simbok.

***

Bejo terbangun ketika gelap menyelimuti gubug simbok. Rupanya hari mulai malam. Bejo berdiri, lalu keluar dari kamar dengan meraba-raba.

Rasa pusing sudah banyak berkurang, tapi perutnya melilit karena seharian belum terisi. Ia ingat tadi merebus jagung, yang diambilnya dari kebun. Tangannya meraba-raba dan menemukan korek api diatas meja. Ia menyalakannya dan mencari lampu minyak di sudut ruangan.

Kelap-kelip lampu itu membuat ruangan menjadi lebih terang. Walaupun samar, Bejo masih bisa melihat jagung rebus itu di atas meja. Bejo meraihnya, lalu memakan dua buah sampai habis.

Malam itu Bejo  tidur dengan perasaan yang tidak menentu. Tentang nama Raharjo di kartu itu, tentang wanita yang  mengaku bibik pembantu Raharjo, semuanya terasa gelap.

Pagi harinya, ia kembali membuka dompet itu. Bukan karena uangnya, tapi karena kartu bertuliskan nama Raharjo itu. Bukankah itu Kartu Penduduk?

Bejo sendiri tak tahu, apakah dia punya kartu penduduk atau tidak. KTP nya simbok juga tidak diketemukannya, entah di mana.

Bejo bersimpuh di lantai tanah, kembali memegangi dompet itu dan membaca kembali kartu biru kusam itu.

“Pasti ada alamatnya,” gumam Bejo.

Bejo kembali mengeja hurup demi hurup, dan menemukan alamat di sana.

"Aduh, bukan di sini tempatnya. Solo kota yang jauh dari sini."

Bejo teringat pesan simbok tentang kepemilikan dompet itu, dan tiba-tiba tergugah hatinya untuk mencari alamat yang tertera. Biarpun hurupnya terputus-putus, tapi pasti akan ada kejelasannya, Bejo bisa bertanya-tanya. Lalu hari itu dia bertekad mencari alamat yang kurang jelas tersebut, dari kota yang bisa terbaca.

***

Kegigihan Bejo untuk bertanya-tanya, akhirnya menemukan alamat tersebut. Sebuah rumah besar yang sangat bagus, dan membuat Bejo takjub.

“Tuh kan, ini rumah orang kaya. Rumahnya saja bagusnya bukan main. Tapi kok gerbangnya digembok? Pergi kemana pemiliknya ya?

Bejo sedang menoleh ke sana-kemari lalu melihat seorang tukang sampah sedang mendorong gerobagnya.

“Pak, mohon tanya Pak, ini rumah pak Raharjo ya?”

Tukang sampah itu menatap Bejo sangat lama.

“Kok laki-laki kumuh ini mirip pak Raharjo ya?” kata batinnya. Tentu dia mengenal pak Raharjo, karena setiap hari membersihkan sampah di sekitar perumahan itu.

“Pak, Bapak tahu tidak, ini rumah siapa?” tanya Bejo lagi, yang merasa risih karena tukang sampah itu terus menatapnya.

“Ini rumah pak Raharjo, tapi sudah berbulan bulan pak Raharjo mengalami kecelakaan. Entah meninggal atau tidak, belum ada kabarnya.”

“Apa rumah ini kosong?”

“Kosong, tiga hari yang lalu istrinya ditangkap polisi, bersama selingkuhannya,” kata pak tukang sampah yang tampaknya tak suka pada istri Raharjo.

“Oh, gitu ya, ada anaknya?”

“Anaknya pada kabur entah kemana. Saya tidak begitu paham, hanya dengar-dengar saja,” kata tukang sampah sambil berlalu.

Bejo mengeluh dalam hati. Sia-sia dia jauh-jauh datang ke rumah itu. Lalu Bejo pun pergi, mencari kendaraan untuk pulang kembali ke rumah simbok.

***

Besok lagi ya. 

72 comments:

  1. 🍄🍁🍄🍁🍄🍁🍄🍁
    Alhamdulillah...
    BeUI_31 sdh hadir.
    Matur nuwun nggih..
    Semoga Bu Tien sehat,
    tetap smangats dan
    bahagia selalu.
    Salam aduhai 😍🦋
    🍄🍁🍄🍁🍄🍁🍄🍁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oalaah Bejo...Bejo...sakno dirimu Jo...Prihatin deh dgn kondisimu...Kira2 ketemu dgn siapa yaa stl ini? Tambah seru n penisirin...

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah ... sudah ada kemajuan nih Bejo. Berani pergi ke kota, mencari alamat 'seseorang' yang ada di KTP. Untuk ingat jati dirinya sendiri mungkin harus mengalami kejadian yang cukup ekstrim.
      Bagaimana ya, terlanjur jual barang berharga diciduk polisi. Untuk bekal tidur di hotelkah..
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  3. Alhamdulillaah dah tayang makasih Bunda salam sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Langit dan Bumi.

    Bunga Untuk Ibuku 31 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat, selalu Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala.
    Aamiin

    Mantab...Pak Raharjo..Bejo..bisa ketemu Bibik.

    Selamat datang di rumah Prodeo ya Bu Rusmi dan Baskoro..😁😁

    Salam Kejora dan Aduhai dari Jakarta nggeh Bunda Tien

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda , salam Seroja

    ReplyDelete
  7. Makin pinisirin critanè pakBejo....

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien Selalu sehat

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~31 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....aamiin.

    ReplyDelete
  11. Maaf Bu Tien...... tiap kali mengetik "matur" kok jadinya "dewasa".

    ReplyDelete
  12. Hampiir ketemu... makin penasaran sekali menunggu part... semoga ada org lain yg menganjarkn bejo ke kantornya pk Raharjo....mmbaca seakan berhnti bernapas...he
    Terima kasih Mbu Tien... sehat sllu nersama keluarga trcnta

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah matur nuwun bu Tien 🤗😍 salam sehat wal'afiat selalu
    Penasaran,,,,,🤩

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bu Tien. Moga2 Bu Tien selalu sehat bahagia sejahtera bersama keluarga tercinta.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah Bunga Untuk Ibuku- 31 sdh hadir
    Semakin penasaran lanjutan ceritanya..
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbak' Aalamiin
    Salam Aduhai Bunda🙏

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Bunga Untuk Ibuku ke 31 sudah hadir.
    Terima kasih bunda Tien cantik. 🌹🌹🌹
    Semoga tetap sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    ‌Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin 🤲🤲

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien, semoga panjenengan dan keluarga sehat dan bahagia selalu
    🤲

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah... tayang gasik. Ikut deg2seer niih bacanya. Matur nuwun bunda Tien, sehat2 sllu njih

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah BUI sdh tayang terima kasih bunda.. smg bunda Tien sll sehat dan bahagia... salam hangat dan aduhai...

    Selamat datang di hotel prodeo rusmi dan baskoro.. pak raharjo sabar ya ..sebentar lagi ingatannya pulih...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  22. Malah dadi wayang golèk, maksudé?!
    Ya saling mencari, jadi golèk golèkan, prosès penyidikan sudah berjalan rupanya, nggak jadi jualan mie ayam sama bakso ya..
    Itu tadi di wa ada fotonya ; jual mie ayam dan bakso deket perempatan jalan.
    Hé hé hé hé hé ..
    Itu gambar temon di kuliner lokal, oh jadi hoak ya.
    Ya iya lah biar ramé, malah mau dijadikan drama satu babak lho.
    Iya pada bingung siapa yang jadi rusmi, siapa jadi hasti, dan siapa yang berperan sebagai baskoro, pada tuding-tudingan..
    Terus, ya malah babak belur; wong pada tarik ulur hé hé hé hé...
    Ada lagi nich; nanti di angkot yang menuju pinggiran kota, bakalan kêtemu lagi orang yang menyebut Bejo sebagai Rahardjo, malah nggak mau lepas; inginnya ngikut sampai digubuk derita si Bejo Rahardjo.
    Nah penjelasan Genah-genahan Penduduk Setempat ; itu yang bikin tersadar kalau dia bejo yang silaen.
    Kaya orang batak ya, canggih ya..
    Memang pencarian gps, cukup membantu, apa tå;
    Ya Gunakan Penduduk Setempat untuk cari tahu; itu lebih utama. Pasti benernya.
    Nggak kaya orang yang sok canggih, berakhir di tuntun mobil dhèrèk.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga untuk ibuku yang ke tigapuluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Hehee..
    Aamiin pak Nanang
    Selalu crigis dan aduhai

    ReplyDelete
  24. Rupanya mbok Supini yg menyelamatkan pak Raharjo. Tapi pak Raharjonya amnesia
    Penasaran gimana kelanjutannya.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah B U I , 31 sudah tayang
    Semoga bunda Tien selalu sehat bahagia bersama keluarga tercinta.
    Salam aduh hai dari Banjarmasin

    ReplyDelete

  26. Alhamdullilah
    Bunga untuk ibuku 31 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  27. Bagaimana nasib Bejo besok bertemu dengan siapakah?
    Bagaimana kabar Wijan, Nilam dan Hasti? Kalau Baskoro dan Rusmi pasti masuk hotel prodeo. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii...

    ReplyDelete
  28. Terimakasih Bu Tien B U I 31 dah tayang salam sehat semangat

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah...
    Maturnuwun mbak Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  30. Terimakasih... Bu Tien . Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  31. Terimakasih Bu Tien, salam sehat selalu 🙏🌹

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... Aamiin YRA

    ReplyDelete
  33. Wah, jadi ingat kisah Cinderella ya...nantinya sepatu sebelah jadi penguak rahasia kalau disejajarkan dengan yg sebelah lagi di tangan Wijan. Btw, penasaran jg dgn umur pak Raharjo, mungkin masih semuda Bejo yg asli ya...karena itu penduduk desa tidak curiga, walaupun heran pastinya. Nggak sabar nunggu endingnya, tapi senang dgn panjang cerbung dan berbelit misteri. Semoga si Bejo ketemu si bibik lagi ya...🤭

    Terima kasih, ibu Tien sayang...salam sehat selalu.🙏🙏🙏😘😘😀

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 13

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  13 (Tien Kumalasari)   “Kamu tidak menjawab pertanyaanku, Tangkil? Apa yang kamu lakukan di sini?” Tangkil...