BUNGA UNTUK IBUKU 10
(Tien Kumalasari)
Mendengar kakaknya memarahi Wijan dengan kata kasar, Nilam ikut naik pitam. Ia mendekati sang kakak dan menarik tangannya.
“Kenapa Mbak Hasti begitu jahat sama mas Wijan? Memang kenapa kalau mas Wijan punya ponsel baru?”
“Kamu anak kecil tahu apa? Minggir. Bodoh kalau kamu selalu membela dia,” kata Hasti sambil mengibaskan tangan Nilam.
“Yang bilang pada bapak bahwa Mbak ingin menukar ponsel itu aku. Bukan mas Wijan.”
“Kamu?”
“Iya, aku. Aku dengar ketika Mbak menelpon mas Wijan,” kata Nilam dengan berani.
“Dasar anak bodoh. Kamu jahat kepada kakak kamu sendiri.”
“Mbak Hasti yang jahat. Aku tidak mau membela yang jahat.”
“Sudah … sudah … jangan ribut, nanti bapak sama ibu mendengar, kalian akan dimarahi. Kalau mau menukar ponsel aku_”
“Jangan. Jangan mengalah sama mbak Hasti, dia akan semakin menindas, nanti.”
“Dasar anak bodoh. Dia itu bukan siapa-siapa.”
“Dia itu saudara kita, karena ayahnya juga ayah kita.”
“Diam, bodoh! Awas nanti aku bilang sama ibu atas kelakuan kamu itu,” kata Hasti yang kemudian beranjak pergi. Wijan menatapnya sedih. Bukan karena ponsel itu, tapi karena melihat saudara tirinya selalu jahat kepada dirinya. Wijan selalu bertanya, apa salahku? Belum ada jawab yang ditemukannya. Ia merasa sudah sangat patuh dan menuruti apa kata mereka, mengapa selalu salah dan dianggap buruk?
Nilam mendekatinya dengan tersenyum manis.
“Jangan sedih. Aku akan selalu membela mas Wijan.”
Wijan mengelus kepala adik tirinya dengan sayang. Kalau tidak ada Nilam, barangkali dunia akan menjadi semakin gelap baginya, karena ia jauh dari kasih sayang.
“Ayo lanjutin, nanti aku mau memetik mawar. Satu untuk mas Wijan, satu untuk aku,” katanya riang, seolah tak terjadi apa-apa yang menyakiti kakak tirinya. Nilam hanya ingin menghiburnya. Tapi ketika ia benar-benar akan memetik mawarnya, Wijan mencegahnya.
“Jangan dipetik. Biarkan mekar di tempatnya. Kalau dipetik, dia akan lebih cepat layu.”
“Benarkah? Tapi aku ingin memetiknya, untuk aku dan untuk mas Wijan.”
“Baiklah, untuk kamu dan untuk aku, kita titipkan saja di pohonnya. Biar dia merawatnya lebih lama.”
Nilam tersenyum. Kepada bunga saja Wijan juga menyayanginya. Benar-benar kakak yang luar biasa. Kasih sayangnya semakin besar kepadanya. Kasih sayang yang entah dari mana datangnya, yang membuatnya tak rela Wijan disakiti. Wijan yang baik, yang lembut dan penuh kasih sayang. Hanya dia yang ditemukannya di rumah ini. Bahkan bukan dari ibu kandungnya, serta kakak kandungnya sendiri, yang tak pernah memberikan kasih sayang begitu manis dan lembut.
“Nilaaam.”
Sebuah teriakan dari jendela kamar ibunya terdengar. Nilam menoleh dan wajahnya berubah murung ketika melihat tangan ibunya melambai. Pasti kakaknya sudah mengadu, dan sekarang dia akan dimarahinya.
“Cepat ke sana, ibu memanggil kamu,” kata Wijan.
Nilam yang sudah siap mengambil kembali selang airnya, terpaksa meletakkannya, dan melangkah ke dalam rumah.
Ia melihat ayahnya duduk sendirian di ruang tengah. Nilam dengan manis menyapanya.
“Bapak kok sendirian?”
“Iya, duduk sini, temani bapak.”
“Sebentar, ibu memanggil Nilam,” kata Nilam yang terus naik ke atas tangga, menuju ke kamar ibunya yang ada di lantai atas. Dari sana tadi sang ibu memanggilnya.
Ia membuka pintu kamarnya pelan, dan melihat sang ibu sedang bersama kakaknya.
“Ibu memanggil Nilam?”
“Dengar. Ibu tidak suka kamu membela Wijan,” kata ibunya sebelum Nilam kemudian disuruhnya duduk di depannya.
“Apa maksud ibu? Mas Wijan selalu di salahkan, padahal dia tidak bersalah. Mengapa ibu dan mbak Hasti sangat membencinya?”
“Bukan membencinya. Dia memang orang lain bagi kita.”
“Kalau orang lain, mengapa kita hidup di sini? Bukankah mas Wijan bagian dari keluarga ini?”
“Bodoh. Dia memang anak dari suami ibu, tapi dia bukan anakku, dan juga bukan saudara kamu.”
“Memangnya kalau bukan saudara, maka kita harus membencinya?”
“Kenapa kamu bisa berkata begitu? Apa dia sudah meracuni kamu?”
“Meracuni bagaimana? Nilam hanya membela yang tidak bersalah. Mbak Hasti selalu menindasnya. Dia begitu baik dan penurut, apa yang salah? Dia bahkan tidak pernah punya niat jahat. Racun apa yang dimiliki dia untuk meracuni Nilam?”
“Heh, anak kecil ini, bagaimana bisa bicara sepintar ini?” sambung Hasti sambil menjewer kuping Nilam.
Tentu saja Nilam berteriak kesakitan.
“Aduuh, sakit , tahu.”
“Dengar Nilam, kamu boleh saja berbaik-baik pada dia, tapi satu pesan ibu, jangan suka mengadu kepada ayah kamu. Kakakmu kena marah karena kamu mengadukannya tentang ponsel itu. Ya kan?”
“Memang mbak Hasti keterlaluan kan?”
“Sejak kapan kamu berani membantah kata-kata ibumu? Baiklah, dengar kata ibu. Jangan sekali-kali mengadu apapun pada ayahmu.”
Terdengar langkah menjauh dari depan pintu. Hasti terkejut. Ia segera membuka pintunya, tapi tak melihat siapapun di sana.
“Ada apa?” tanya Rusmi.
“Seperti ada suara di balik pintu, ternyata tidak ada,” jawab Hasti sambil kembali duduk.
“Apakah Nilam juga harus menutup mulut ketika melihat ibu bersama seorang laki-laki?”
“Apa?” Rusmi berteriak. Tapi Nilam sudah berdiri dan melangkah menuju pintu.
Hasti menarik tangannya.
“Kamu bilang apa?”
“Lepaskaaan! Atau aku benar-benar mengadu pada bapak,” pekik Nilam.
Hasti melepaskannya.
“Anak itu benar-benar berbahaya.”
“Mengapa dia tadi berkata begitu?”
“Ibu pergi sama siapa? Dan Nilam melihatnya?”
Rusmi hanya mengangkat bahu.
“Kamu turunlah, dengarkan, apa Nilam mengadu sesuatu pada ayahmu.”
***
Nilam turun dari tangga dan melihat ayahnya masih duduk di ruang tengah sambil mengotak atik ponselnya.
“Bapak,” kata Nilam sambil menggelendot manja. Baginya, Raharjo adalah ayah pengganti yang baik. Dia sangat melindungi, dan mengasihi ibu dan anak-anaknya.
Raharjo mengelus kepala Nilam.
“Ada apa ibu memanggil kamu?”
Mulut Nilam hampir saja terbuka untuk mengatakan sesuatu, tapi ia teringat pesan Wijan bahwa dia tak perlu mengatakan apa-apa tentang ibunya yang sedang bersama seorang laki-laki. Karena itulah Nilam diam.
“Ibu memarahi kamu?”
“Tidak. Hanya menyuruh Nilam segera mandi,” kata Nilam berbohong.
“Iya nih, Nilam belum mandi. Ayo mandi sana, bau lhoh,” canda ayahnya.
“Benarkah?” Nilam mencium ujung lengan bajunya.
Raharjo tertawa. Nilam masih kanak-kanak. Gadis yang baik, yang diharapkan akan terus menjadi baik. Itulah yang terbaca oleh Raharjo, melihat keseharian Nilam.
“Tidak, bapak hanya bercanda.”
“Tadi Bapak bilang bau,” cemberut Nilam.
“Bau wangi kok.”
Nilam terkekeh, kemudian berlari meninggalkan ayahnya.
Raharjo tersenyum, dan ketika itulah ia melihat Hasti berdiri di tangga .
Raharjo melihatnya sekilas, kemudian kembali memegangi ponselnya. Rupanya ada yang belum selesai dilakukannya karena kedatangan Nilam.
“Bapak, mau Hasti buatkan minum?” tiba-tiba kata Hasti. Raharjo mengangkat kepalanya, menatap Hasti sekilas, kemudian menunduk lagi ke arah ponselnya.
“Tidak, tadi sudah diberikan bibik.”
“Hasti minta maaf ya Pak,” tiba-tiba Hasti mendekat. Raharjo kembali mengangkat kepalanya, menatap anak tirinya.
“Untuk apa?”
“Memang tadi sebenarnya Hasti yang minta tukar ponsel.”
“O, tidak apa-apa. Bapak perlu memberi dia ponsel, karena berharap bisa berkomunikasi setiap saat. Kalian, kamu dan ibumu sudah ada, tapi Wijan kan belum.”
“Iya, benar. Hasti minta maaf kalau tadi ingin menukar ponsel Wijan, karena menganggap Wijan masih kecil.”
“Wijan sudah besar. Dia sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Nanti kalau Nilam sudah SMA, barangkali bapak juga akan membelikannya.”
Hasti mengangguk, tapi senyum yang diperlihatkannya tampak tidak tulus. Raharjo membiarkannya ketika Hasti pamit untuk mandi.
***
Pagi hari itu anak-anak sudah berangkat ke sekolah dan kuliah. Raharjo sedang berkutat dengan mobilnya yang susah untuk distarter. Ia kemudian keluar dari mobil dan mendekati istrinya yang sedang mengantarkannya di teras.
“Bu, sepertinya aku harus membawa mobil ibu."
”Apa? Memangnya mobil Bapak kenapa?”
“Agak rewel tuh. Beberapa hari yang lalu sudah dibawa ke bengkel, tapi sepertinya belum bener juga.”
“Dibawa ke bengkel lagi saja.”
“Ya, nanti aku suruhan orang kantor untuk mengurusnya. Sekarang aku pinjam mobil kamu dulu.”
“Lhoh Pak, aku nanti akan ada acara sekitar jam sebelas an.”
“Masih jam sebelas kan? Setelah sampai di kantor, aku suruhan orang mengantarkan pulang, kemudian biar dia menelpon bengkel sekalian.”
“Tapi bener lho ya, segera dikirim pulang.”
“Iya, jangan khawatir."
Rusmi mengambil kunci mobil, dan menyerahkannya kepada suaminya.
“Aku juga akan membawa mobil itu ke tukang cuci mobil, nanti.” kata Rusmi.
Raharjo tak menjawab, ia langsung mengambil mobilnya yang ada di gudang, dan mengeluarkannya, langsung dibawanya berangkat ke kantor.
Rusmi baru saja masuk ke kamarnya, ketika tiba-tiba ponselnya berdering.
“Hei, pagi-pagi sudah menelpon? Sudah sangat kangen ya?” sambut Rusmi dengan riang ketika melihat siapa yang menelpon.
“Bu, aku sedang bergegas ke kantor nih, hampir telat.”
“Iya, kenapa menelpon?”
“Aku cuma mau bilang, tolong sembunyikan, jacket aku ketinggalan di mobil.”
“Apa?” Rusmi berteriak keras sekali.
“Kok berteriak, tolong selamatkan jacket itu, takutnya ketahuan pak Raharjo.”
“Kamu memang gila Bas, kenapa bisa ketinggalan?”
“Yah, namanya ketinggalan, berarti ya tidak sengaja. Kenapa berteriak?”
“Masalahnya, pagi ini mobilnya dibawa suami aku,” kata Rusmi masih dengan berteriak.
“Apa?” kali ini Baskoro yang berteriak.
“Kenapa kamu begitu bodoh, Bas!”
“Celaka kalau pak Raharjo melihatnya.”
“Ada apa Mas, kok berteriak?” terdengar suara perempuan dari seberang sana. Rupanya Suri heran mendengar suaminya pagi-pagi sudah berteriak saat menelpon.”
“Tidak, tidak apa-apa. Ya sudah, aku mau berangkat kerja,” katanya, yang kemudian tak mempedulikan lagi pada Rusmi yang masih memegangi ponselnya dengan tangan gemetar, lalu begitu saja menutupnya.
“Bagaimana Baskoro ini, jacket pakai di lepas segala. Bagaimana nanti kalau dia tahu, lalu bertanya tentang jacket itu?”
Rusmi yang merasa tidak tenang, berjalan mondar mandir di kamar sambil memikirkan jawaban apa yang akan dikatakannya kalau suaminya bertanya.
***
Suri heran ketika melihat sang suami kelihatan seperti orang kebingungan. Katanya harus buru-buru kerja, tapi malah mondar mandir saja di dalam rumah.
“Mas kenapa sih? Dari tadi seperti orang bingung begitu?”
“Jacketku … jacketku …”
“Jacketnya di mana? Perasaan ketika turun dari mobil kemarin itu, Mas tidak mengenakan jacket deh."
“Ya, itulah yang aku pikirkan?”
“Kalau ketinggalan di mobil ya tinggal nanti bertanya pada yang punya mobil, apa jacket mas ketinggalan di situ, apa tidak. Gitu saja kok repot.”
“Dasar bodoh!”
“Yah, kok Mas kasar begitu. Aku cuma mengingatkan, malah dibilang bodoh.”
“Kamu itu tidak tahu apa-apa,” katanya sambil menghampiri motor yang sudah disiapkannya di depan.
“Kalau sampai pak Raharjo tahu, mati lah aku,” gumamnya miris.
“Orang aneh!” hanya itu yang dikatakan Suri, ketika sang suami akhirnya pergi dengan sepeda motornya.
Suri masuk ke dalam rumah, siap belanja ke pasar karena kemarinnya diberi uang lumayan banyak oleh sang suami, tanpa sadar bahwa sang suami sedang ketakutan saat ini.
“Semoga yang dikatakannya benar, akan menambah uang belanja sehingga aku tak perlu kebingungan mencukupi semua kebutuhan,” gumam Suri, istri penurut yang tak pernah menuntut itu.
***
Sementara itu Raharjo yang sedang mengendarai mobil istrinya merasa aneh. Pewangi yang ada di dalam mobil, terkalahkan oleh bau tak sedap yang entah dari mana datangnya. Ia heran kepada istrinya. Kenapa wajahnya yang cantik terawat, tidak bisa merawat mobil yang dimilikinya dengan baik.
Lalu Raharjo teringat bahwa tadi istrinya mengatakan ingin mencuci mobilnya.
Ketika turun di halaman kantornya, tak terlihat satpam menyambutnya lalu membawakan tas kerjanya sampai masuk ke dalam ruangan kantornya seperti biasa. Pasti karena mobil yang dipakainya bukan mobil biasanya, dan belum seorangpun tahu bahwa yang dipakai adalah mobil istrinya.
Raharjo turun, dan barulah salah seorang satpam berlari menyambutnya.
“Maaf, Pak. Saya tidak tahu bahwa ini mobil Bapak,” kata satpam sambil terbungkuk hormat, lalu meminta tas kerja yang dibawa Raharjo.
“Ini mobil istriku,” jawabnya sambil tersenyum.
“Oh, saya tidak tahu.”
“Tolong bawa mobil ini ke tempat cucian mobil, buat agar wangi dan menyegarkan,” perintah Raharjo sambil memberikan kunci mobilnya, lalu masuk ke dalam ruangan.
Tapi saat masih ada di lobi, pak Rangga tampak berlari-lari mengejarnya.
“Bapak pakai mobil baru?”
“Itu mobil istriku,” jawab Raharjo sambil tersenyum, lalu berjalan berdampingan dengan orang kepercayaannya.
“Sepertinya saya pernah melihat mobil ini.”
“Di mana? Istriku suka jalan ke mana-mana, temannya banyak.”
“Di depan kantor itu. Saya melihat Baskoro turun dari dalam mobil itu.”
Pak Raharjo tertegun. Ditatapnya pak Rangga dengan heran.
***
Besok lagi ya
π·ππ·ππ·ππ·π
ReplyDeleteAlhamdulillah
BeUI_10 sampun tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Semoga Bu Tien
tetap sehat dan
smangats selalu.
Salam Aduhai πΈπ¦
π·ππ·ππ·ππ·π
Aamiin,
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Wah tambah seruu...Se pandai2nya menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium jg baunya...Kelakuan buruk Bu Rusmi dan Baskoro cepat atau lambat segera terkuak...
DeleteSelamat ya sprinterku, selalu juara 1
DeleteSelamat malam Budhe Tien, terima kasih episode ke: 10 Bunga Untuk Ibuku yang semakin rame, bakal rame nih keluarga Raharjo.....
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam tahes ulales dari bumi Arema Malang tak lupa selalu Aduhaaiii π❤️
Sami2 jeng Lina.
DeleteSalam selalu sehat
Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endah
DeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Sami2, ibu I ndrastuti
DeleteAamiin.
ReplyDeleteTerima kasih jeng In
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Sami2 ibu Salamah
DeleteAlhamdulillah BUI 10 sudah tayang, terimakasih bu Tien, dalam sehat dari mBantul π€²π
ReplyDeleteHallooww Bams, sami2, salam sehat juga
DeleteAamiin Allahumma Aamiin, matur nuwun pak Munthoni
ReplyDeleteSami2 Yangtie
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
Deletealhamfulillah binda semakin sehat, membalas semua kometar dari pecinta kejora pagi Aamiin Yaa Rabb semoga sehat selalu
DeleteAlhamdulillah.
DeleteTerima kasih ibu Nanik
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulilah, matur nuwun mbakyuku sayang, sampun tayang episode 10, salam sehat dan tetep semangat inggih wassalam dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteTerima kasih jeng Sis.
DeleteSalamsehat selalu
Maturnuwun Bunda..B U i makin hebat
ReplyDeleteSami2 pak Harty
DeleteBu Tien selalu bisa bikin gemes... ceritanya bikin baper..
ReplyDeleteSehat selalu bu.. π₯°π₯°π
Aamiin
DeleteTetima kasih ibu Wening
Alhamdulillah...maturnuwun mbak Tienku.
ReplyDeleteWah...deg-degan aku bacanya. Pelan-pelan akan terbuka kedok Rusmi yang menyembunyikan kebusukan. Sudah zalin pada anak tirinya, berkhianat pula. Ugh....
Nah... mulai ada tanda" yang menarik, mobil baru yang bau apek. Juga 'laporan' bawahannya yang menyinggung nama Baskoro.
ReplyDeleteMungkin Hasti dianggap oleh pak Raharjo cuma melakukan kenakalan anak biasa, entah bagaimana nanti lain waktu.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Terima kasih Mbu Tien... semakin penasaran pert berikutnya yg makin Aduhai.... sehat sllu bersama keluarga
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien π€π₯°
Baskoro,, jaketmu baunya...π ,.
Waduh Pak Rangga ,,,bisa ketahuan atau bgm ya ,,,
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
Salam aduhaiii πππ❤️
Sami2 ibu Ika.
DeleteSalam sehat dan Aduhai
Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~10 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin.
DeleteSami2 pak Djodhi
Terimakasih Bu Tien... π
ReplyDeleteSami2 Prisc21
DeleteAlhamdulillah ... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin.
DeleteSami2 ibu Tutus
Alhamdulillaah tayang bunda, rupanya jaket belum jadi saksi.. mulus akal bulus rus... Makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkad
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 10 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin.
ReplyDeleteMatur nuwun, sami2 pak Wedeye
Matur nuwun Mbak Tien Bunga Untuk Ibuku 10 sudah hadir. Semoga kejahatan Rusmi dan Hasti segera terkuak... Gemes ngeliatnya.
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 jeng Ira
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien .. πΉπΉπΉπΉπΉ
Pengen *njitak* Rusmi ..orang kok nggak ber-Syukur π
ReplyDeleteHehee...
DeleteJangan galak2 jeng Susi
Terima kasih bu Tien ... B U I ke 10 sdh tayang ... Makin seru nih ceritanya ... Semoga bu Tien & kelrg bahagia dan sehat selalu ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Enny
Alhamdulillah ... Sesudah op mata , bu Tien makin semangat berkarya dan balas comment PCTK satu satu ... Terima kasih bu ... Love you .
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteB U I KE 10 sdh tayang
Terima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Aamiin Allahumma Aamiin.
DeleteMatur nuwun pak Arif
Makin seru nih...kalau sudah mulai ketahuan yg belang-belang...nggemesin. Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.πππ
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat selalu njih Bu....
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2ibu Reni
Alhamdulillah.... Maturnuwun bu Tien. Selalu sehat nggih
ReplyDeleteWijan knp kok lembut amat hatimu sabar juga ngalah pd siapa ajah
ReplyDeleteNilam gadis kecil yg begitu polos juga baik hatinya, sehingga Hasti tak bisa berkelit lagi, akal bulus utk memiliki ponsel punya Wijan
Gagal deh dan akhirnya malu juga
Wow itu mobil pak Raharjo jadi firasat buruk bagi bu Rusmi kalee
Sementara pak Raharjo msh dgn polosnya pula cuma mencium bau kerbau brgkli dlm mobil tuh
Istrinya setiap kali dandan cantik trnyt kok merawat mobil juga gak becus
Jacket oh jacket jadikan itu petunjuk utk pak Raharjo agar supaya perselingkuhan nya dgn Baskoro segera terungkap
Pak Raharjo kesel trus dicerai jadi gembel bersama Hasti
Pak Rangga ayolah cerita yah kmrn yg anter Baskoro dgn si hijau lumut
Makin seru nih
Hadeeh bikin penasaran banget seh
Yuuk kita tunggu aj lanjutannya
Sabar sabar sabar deh
Sehat selalu doaku ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin
ReplyDeleteSami2 ibu Hestri
Aamiin
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
Makin seru aja ceritanya, terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteSehat selalu yunda Tien...
ReplyDeleteAamiin,
DeleteTerima kasih ibu Anie
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSelalu sehat dan bahagia bersama keluarga...
Aamiin
DeleteSami2 ibu Erni
Hyo kamu ketahuan Basloro..rasain dipecat ndombong ntr...π π
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...ππ
Sudah semakin sehat njih bun..
Alhamdulillah, atasdoa ibu, saya sehat.
DeleteTerima kasih ibu Padmasari
Jejak Bu Rusmi...sedikit demi..sedikit, akan ketahuan. Pak Rangga tahu, suatu saat melihat dari mobil hijau lumut tsb keluar lah Baskoro.
ReplyDeleteJejak lainnya adalah, bahwa mobil yang akan di cuci tsb, di dalam nya terdapat jaket Baskoro yang bau prengus.
Pak Raharjo pasti bertanya, ada apa antara istrinya dengan Baskoro. Tentu nya ada api asmara dong...he...he.
Biar tdk penasaran yuk kita tunggu, cerbung selanjut nya.
Salam hangat nan Aduhai dari Cipinang Muara Jatinegara Jkt
Matur nuwun pak Munthoni
DeleteSalam hangat paling aduhai dari Solo
Penasaran apa reaksi pak Raharjo dengar cerita dari pak Rangga orang kepercayaannya... terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai selalu...
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Komariah
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun Bu Tien ππΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Alfes
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2, KP LOVER
DeleteAlhamdulillah Bunga Untuk Ibuku - 10 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tie, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin