Saturday, October 14, 2023

BERSAMA HUJAN 16

 BERSAMA HUJAN  16

(Tien Kumalasari)

 

Andin membiarkan sang ayah menjauh, untuk menerima telpon dari temannya. Andin berdebar-debar, apakah teman ayahnya yang bernama pak Tijab itu sangat mengharapkan dirinya agar jadi menantu? Bagaimana kalau ayahnya akan tetap memaksanya? Bagaimanapun Andin tak akan berani melangkah. Kemarin-kemarin, saat dirinya belum tahu bahwa ternyata dia hamil, dia sudah sangat ingin menolaknya, apalagi sekarang. Bagaimana kalau sampai Luki mengetahui keadaannya lalu protes kepada ayahnya, lalu ayahnya akan sedih karena musibah yang menimpanya?

Andin perlahan mendekati ayahnya yang sedang menelpon, ia berdiri di balik pintu, agar bisa mendengarnya dengan jelas.

“Benar Mas, aku juga sudah bicara sama Andin, tapi kan dia harus menyelesaikan kuliahnya dulu…. tidak bisa begitu Mas, Andin juga belum mau memikirkan masalah perjodohan…. bukan aku menolak, dan Andin juga belum mengatakan kalau menolak, dia bilang ingin fokus pada kuliahnya dulu. Saya harap mas Tijab mengerti. Baiklah, oh … minggu depan? Hari Minggu … oh .. ya, Minggu depan, iya Mas, sekalian tugas? Tidak apa-apa, benar, biar saling mengenal satu sama lain, bagus sekali Mas …. ada di rumah, nanti aku suruh dia menunggu di rumah, biar bisa ketemu. Oh, tidak bersama Mas Tijab? Sendirian? Ya, tentu saja … tidak  apa-apa Mas, saya senang … baik … baiklah … terima kasih Mas … wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”

Andin sudah menjauh dari dekat pintu, tapi ia sudah mendengar sebagian pembicaraan inti itu. Ia senang ayahnya tidak langsung mengatakan setuju. Rupanya sang ayah masih teringat ketika dirinya menolak halus, dengan alasan kuliah lebih utama. Mana tahu Andin apa yang dipikirkan ayahnya, karena sang ayah bersikap biasa saja.

“Dari pak Istijab,” kata pak Harsono sambil duduk di dekat Andin.

“Bicara soal perjodohan lagi?”

“Ya, pastinya, tapi aku tidak berani mengatakan ‘iya’. Bukankah kamu masih ingin memikirkan kuliah kamu lebih dulu?”

“Benar Pak, terima kasih Bapak bisa mengerti.”

“Bapak selalu bisa mengerti apa yang kamu inginkan. Kamu tahu, bapak sangat mencintai kamu. Bapak tak ingin kamu kecewa dan terluka,” katanya lembut sambil mengelus kepala anak gadisnya, dan berusaha menahan air mata yang ingin membasahi pelupuknya.

Andin menyandarkan kepalanya di dada sang ayah. Masing-masing menutupi derita demi membahagiakan satu dan lainnya. Dan tangis itu membuncah, tapi hanya di dalam dada.

“Saya ambil minum dulu untuk Bapak,” kata Andin sambil berdiri. Ia melangkah ke dapur sambil mengusap setitik air matanya, sementara demikian juga dengan pak Harsono. Ia meraih tissue yang tersedia di meja, dan mengusap matanya.

Semuanya seperti mimpi. Harapan yang selalu menjadi mimpinya, tiba-tiba menipis menjadi serpihan mimpi yang entah akan apa nanti jadinya hidup sang anak. Akankah dia menemukan suami yang bisa menjaga dan mencintainya, sehingga kalau sewaktu-waktu Allah memanggilnya, ia bisa memejamkan mata dengan perasaan tenang?

Pak Harsono sedang mengusap lagi matanya, ketika Andin datang dengan membawa segelas wedang jahe.

“Bapak kenapa?” tak urung Andin curiga.

“Oh, ini … nggak tahu kenapa, mata bapak seperti kemasukan debu,” jawab pak Harsono sekenanya.

“Debunya masih terasa mengganjal?”

“Tidak … tidak. Wah, harum sekali wedang jahe buatan kamu.”

“Minuman ini menghangatkan, dan bisa melegakan tenggorokan.”

“Iya, kamu benar. Sering-sering meminum wedang jahe juga bagus untuk kesehatan. Iya kan?” kata pak Harsono sambil menyeruput wedang jahenya.

“Kurang manis ya Pak?”

“Tidak, ini sudah pas. Gula batu bukan?”

“Iya, Pak,” kata Andin yang ikut-ikutan menyeruput minumannya.

***

Sore itu Kinanti pergi menemui dokter Faris dengan diantar Aisah.. Agak trenyuh sang dokter melihat perutnya yang membuncit, tapi laki-laki yang melakukannya tak mau bertanggung jawab. Dokter Faris heran, kenapa dia mendapatkan asisten yang semuanya perempuan korban keganasan nafsu laki-laki tak bertanggung jawab. Dan laki-laki itu hanya satu satunya, yaitu yang bernama Romi. Geram rasanya mengingat apa yang dilakukannya, apalagi salah satu yang tertimpa musibah itu adalah gadis yang dicintainya.

“Bagaimana Mas? Apakah akan mulai sekarang?” tanya Aisah.

“Apakah Andin masih sakit? Kamu sudah menengoknya?”

“Belum Mas, barangkali masih minggu depan, soalnya jadwalku padat sampai empat hari ke depan.”

“Kalau bisa ya telpon saja, kalau kamu sudah longgar.”

“Kenapa tidak Mas saja yang menelponnya?”

“Aku khawatir dia sungkan. Sebenarnya ingin sih.”

“Telpon saja Mas, sekedar menanyakan kesehatannya. Atau kapan dia mulai bekerja.”

“Baiklah. Tapi maksud aku, kalau Kinanti mulai bekerja saat Andin sudah masuk kerja, kan dia bisa mengajarinya.”

“Iya juga sih.  Lalu bagaimana? Oh ya Kinanti, apa kamu sudah keluar dari pekerjaan kamu?”

“Sebenarnya sampai akhir bulan ini, tapi kalau Dokter mau, saya bisa mulai sekarang juga.”

Dokter Faris menimbang-nimbang. Dia memang membutuhkan asisten, tapi harus mengajarinya dari awal seperti dulu dia melakukannya pada Andin. Kenapa ya, waktu itu dokter Faris sangat bersemangat, tapi saat menerima Kinanti rasanya biasa-biasa saja? Apakah cinta sudah merambah di hatinya sejak pertama kali melihat Andin?

“Ya sudah Mas, kalau begitu Kinanti aku tinggal di sini dulu, barangkali Mas harus menunjukkan apa yang harus dilakukannya.”

“Baiklah.”

Lalu dengan sekilas dokter Faris memberitahu apa yang harus dilakukan ketika ada pasien mendaftar, seperti dulu kepada Andin.

Kinanti melakukannya sambil mengucapkan syukur, karena dia akan bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, dan juga bayi yang dikandungnya.

***

Malam itu Andin sudah berada di kamarnya. Hari memang masih belum terlalu malam. Tapi sang ayah yang kelihatan capek sudah masuk juga ke dalam kamarnya, jadi Andin bersiap untuk tidur, agar besok bisa bangun pagi-pagi, karena dia akan mulai masuk kuliah.

Tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Dari dokter Faris. Dia tak ingin mengangkatnya, tapi merasa berdosa, karena sang dokter sudah berbuat banyak untuk dirinya.

“Assalamu’alaikum, Dokter.”

“Wa’alaikumu salam, Andin. Kamu sudah tidur?”

“Baru mau tidur.”

“Bagaimana kesehatan kamu?”

“Saya sudah sangat baik. Besok akan mulai kuliah.”

“Syukurlah. Apakah kamu juga siap untuk kembali bekeja?”

“Saya ….”

Andin ragu-ragu menjawabnya. Ada rasa ingin bekerja, tapi sungkan bertemu dokter gantengnya, tapi kelihatannya dokter Faris membutuhkannya.

“Tapi kalau kamu masih merasa berat untuk bekerja, tidak apa-apa. Kamu harus sehat dulu, dan kuat untuk kembali bekerja.”

“Baiklah, saya akan memikirkannya.”

“Kamu tidak boleh terpaku pada kejadian di masa lalu. Hidup terus berjalan, dan kamu berhak menentukan apa yang harus kamu lakukan.”

“Terima kasih, Dokter.”

Ketika ponsel itu telah ditutup, Andin termenung agak lama. Ia tak ingin mengecewakan dokter Faris, yang telah menyelamatkannya.

***

Pak Harsono sudah selesai sarapan, dan bersiap untuk berangkat ke kantor. Andin juga bersiap untuk berangkat kuliah.

“Kamu benar-benar siap untuk masuk kuliah?”

“Iya Pak, takut tidak bisa mengejar ketertinggalan Andin selama beberapa hari tidak kuliah.”

“Baiklah, hati-hati dan jangan memaksakan diri.”

“Nanti sore Andin juga mau masuk bekerja, Pak,” kata Andin hati-hati, karena sebenarnya sang ayah melarangnya.

“Kamu? Benar-benar mau bekerja?”

“Iya Pak.”

“Baiklah, kalau itu membuatmu senang, hanya pesan bapak, jangan sampai kamu kecapekan.”

“Iya, Andin mengerti, Pak.”

Sang ayah sudah berangkat, dan Andin segera menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya, ketika sebuah sepeda motor memasuki halaman. Apakah ayahnya kembali? Tapi itu bukan suara sepeda motor ayahnya.

Andin melangkah keluar kamar dan melongok ke halaman. Betapa terkejutnya ketika ia melihat dokter Faris turun dari sepeda motor. Andin bergegas menyambut. Ia masih saja berdebar setiap kali menatap dokter ganteng itu.

“Dokter, kok naik sepeda motor?”

“Ini sepeda motor yang biasa kamu pakai. Pakailah lagi.”

“Tapi Dokter ….”

“Kita berboncengan ke rumah sakit dulu, apa kamu akan terlambat?”

“Tidak, tapi ….”

“Kamu tinggalkan aku di rumah sakit, lalu bawalah motornya ke kampus.”

Andin termangu. Mengapa dokter Faris begitu repot mengantarkan motor untuknya.

“Apa nanti saya harus menjemput dokter di rumah sakit?”

Dokter Faris tertawa.

“Tidak. Banyak mobil di rumah sakit, nanti mereka akan mengantarkan aku. Bawa saja motornya pulang.”

Andin tersenyum sungkan, tapi dokter Faris mengangguk memaksa.

Pagi itu ia ke rumah sakit dulu untuk mengantar dokter Faris. Debarnya semakin kencang ketika ia duduk hampir merapat di belakang dokter majikannya. Ia meletakkan tasnya di depan dada, sehingga dia tidak harus bersinggungan dengannya.

***

 Aisah sudah mengendarai motornya, dan hampir keluar dari halaman rumahnya ketika tiba-tiba bu Rosi menghentikannya.

“Aisah, tunggu sebentar, Nak.”

Aisah turun dari sepeda motornya, agak kesal karena ibu Romi menghentikannya. Tapi ia berusaha ramah, karena mereka tetanggaan.

“Ya Bu, ada apa?”

“Kamu itu ke mana saja, berkali-kali aku datang kemari, selalu saja nggak ketemu. Ini aku kesini pagi-pagi, hampir saja kamu sudah pergi lagi.”

“Ya, mau ke kampus, Bu.”

“Begini Ais, minggu depan itu kan Romi mau menikah.”

Aisah tak menampakkan wajah terkejut. Ia sudah tahu, tapi dia tak peduli.

“Aku mau minta tolong, agar kamu mau menjadi pendamping penganten. Kalau orang jawa namanya patah.”

“Patah kan biasanya anak kecil Bu?”

“Ini aku membuat acara sendiri. Biar saja berbeda. Kalau anak kecil kan susah diatur. Aku ingin pendampingnya nanti gadis-gadis seusia kamu. Coba cari satu lagi teman kamu. Ini malah Romi yang mengusulkan agar kamu yang mendampingi.”

“Tapi saya minta maaf Bu, saya besok mau pergi.”

“Bukan besok, masih minggu depan.”

“Saya perginya lebih dari seminggu, mungkin sepuluh hari atau lebih.”

“Ya ampun, apa tidak bisa ditunda, saya minta tolong Ais. Memang terkesan terburu-buru, tapi aku berhari-hari mencari kamu tidak ketemu.”

“Sungguh saya minta maaf Bu, saya tidak bisa merubah rencana saya. Masih banyak gadis cantik teman Romi yang lain.”

“Kita kan bertetangga Ais, aku pikir kamu tidak keberatan.”

“Soalnya bersamaan dengan keperluan lain yang tidak bisa saya tunda Bu, minta maaf. Sekarang saya permisi, hampir terlambat,” katanya sambil kembali menaiki sepeda motornya.

Bu Rosi menatapnya kecewa. Ia membiarkan saja ketika Aisah menganggukkan kepalanya kemudian berlalu menjauh.

Bu Rosi pulang dengan perasaan kesal. Banyak gadis cantik, mengapa harus Aisah? Pikirnya. Ia agak kesal kepada Elisa yang begitu bersemangat dan ingin segera menikah, padahal keluarga ingin agar Romi menyelesaikan kuliahnya terlebih dulu.

***

Aisah baru saja memarkir sepeda motornya, ketika melihat Andin memasuki area parkir itu.

“Andin!”

Setengah berlari Aisah mendekatinya.

“Kamu sudah sehat?” katanya sambil merangkul sahabatnya.

“Ya, aku baik-baik saja.”

“Syukurlah. Mas Faris menyuruh aku menengok kamu, tapi belum sempat juga. Acaraku padat, aku ngebut nih, supaya segera selesai.”

“Iya, aku tahu. Tak apa-apa. Aku doakan kamu segera selesai.”

“Demikian juga doa untuk kamu.”

“Banyak yang aku ingin cerita, tapi belum sempat juga. Aku benar-benar tak berani mengganggu kesibukan kamu.”

“Terima kasih atas pengertian kamu Ndin. Oh ya, cerita sebentar nih ya. Tadi bu Rosi menemui aku.”

“Bu Rosi itu ….”

“Ibunya si brengsek itu. Dia minta aku menjadi pendamping pengantin. Aku ogah lah, enak aja.”

“Alasan kamu apa?”

“Aku bilang besok mau pergi agak lama. Aduh, tapi aku harus benar-benar tak ada di rumah nih.”

“Tidur di rumah aku saja.”

“Boleh?”

“Tentu saja boleh. Besok ya. Aku senang ada temannya.”

“Sip lah, nanti aku pulang dulu, menyiapkan baju-baju dan buku, lalu aku harus kabur dari rumah sampai perhelatan itu selesai.”

“Baiklah. Ayuk, aku sudah terlambat.”

Kedua sahabat itu berpisah dengan wajah riang. Aisah senang bisa menemukan tempat untuk ‘sembunyi’ dan Andin senang akan mendapat teman.

***

Perhelatan itu sudah usai. Tentulah perhelatan yang megah dan mewah karena keduanya adalah anak keluarga kaya.

Elisa begitu bahagia karena keinginannya tercapai. Ia tak usah khawatir tentang kandungannya yang tanpa diketahui siapa ayahnya, karena ia sudah menemukan laki-laki yang bisa menjadi ayah anaknya dengan begitu mudah.

Malam itu Romi dan Elisa kelelahan, terkapar di tempat tidurnya dengan wajah letih, karena seharian melayani tamu yang tak henti-hentinya.

Elisa lebih dulu terlelap, dengan pakaian tidur yang teramat tipis. Romi yang terbangun di tengah malam itu tanpa sengaja merangkulnya dan mendekatkan tubuh istrinya ke tubuhnya sendiri. Tapi Romi merasa agak aneh. Ia meraba perut istrinya pelan. Dan terus merabanya, sehingga Elisa pun terbangun.

Ia menggeliat dengan malas.

“Romi, besok saja ya, aku sangat lelah.”

“Aku hanya heran, kenapa perut kamu agak membuncit?”

Elisa terkejut bagai disambar petir. Ia menjauhkan tubuhnya dari tubuh sang suami, dan menyingkirkan tangannya.

***

Besok lagi ya.

 

52 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah BeHa_16 sdh tayang.....
      Terima kasih bu Tien....

      Delete
  2. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Terimakasih Bu Tien B H 16 sudah hadir menemani kita semua di malam Minggu .
    Andin ..Andi ... Km sangat menjaga perasaan ayah km , begitu juga Ayah terhadap anaknya .
    Semoga dr Faris mau menjadikan istri .semoga masa depan mu bahagia ,

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...Maturnuwun bu Tien, barakallah.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien senantiasa sehat2 n selalu dalam lindungan n bimbingan Allah SWT

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien.
    Sehat selalu ..

    ReplyDelete
  9. 🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊
    Alhamdulillah
    "Bersama Hujan" 16
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai 🦋💐
    🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah Andin cantiq banyak yg naksir nih, semoga dapat yg terbaik dan bs membahagiakan Andin.
      Elisa beneran ketahuan Romi kalo sdg hamil...Gimana nih jawaban Elisa...
      Penisirin nunggu kelanjutannya. Sabar menanti aja deh sampai hr Senin...Matur nuwun Bu Tien. Sehat2 selalu nggih..🙏

      Delete
  10. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~16 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah bersama hujan telah tayang..terima jasih bu Tien semoga ibu sll sehat dan dlm lindungan Allah SWT..
    Salam hangat dan aduhai untuk bundaku ..

    Rasain romi... terimalah istrimu yang setipe dgmu

    ReplyDelete
  12. Sugeng daluuu mbak Tien....
    Matur Nuwun sapaannya...
    Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat bahagia dan panjang usia.....
    Salam Aduhai dr Surabaya

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah Bersama Hujan 16 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  14. Syukurlah kalau Andin dan dokter Faris masih berkomunikasi dengan baik. Sekarang tambah Kinanti akan menjadi sahabat senasib. Bagaimana kalau rame" menggugat Romi.
    Baru tau ya, Elisa sudah hamil... sayang sudah terlanjur jadi istri yang sah. Nah segera saja 'diusut sampai tuntas ' mungkin dengan tes.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Mbu Tien.. nanam kejahatan akan mulai muncul akibatnya... seruuu... sehat sllu brsama keluarga trcnta

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari sampun tayang episode 16 salam sehat sll dan tetep semangat , wassalam..

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah ...Bersama Hujan dah tayang terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu dan semangat...
    Heeeem Romi dah curiga pada Elisa yg perutnya membuncit

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah akhirnya bisa hadir disini..
    T kasih bunda Tien..Bersama Hujan sdh hadir....
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  19. Senin pasti seru.. ada perang pasangan pengantin baru, Elizabeth ketahuan belangnya. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai selalu.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah Andin sdh hadir, Trimakasih bunda, smg sehat selalu, salam dari Bantul DIY

    ReplyDelete

  21. Alhamdullilah
    Bersama Hujan 16 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  22. Terima kasih bu Tien ... Bersama Hujan ke 16 sdh hadir ... Smg bu Tien & kelrg bahagia n sehat selalu ... Salam Aduhai
    Tambah seru ceritanya ... Rasain kamu Romi , dapat barang bekas dan basi ...

    ReplyDelete
  23. Matur nuwun Bu Tien....salam sehat selalu dari Yk.

    ReplyDelete
  24. Hamdallah.. Bersama Hujan 16 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Dengan bantuan dr Faris, Andin dan Kinanti sebaiknya memperkarakan Romi ke Polisi.

    Di malam pertama Romi curiga dengan perut Elisa yng sdh mulai membuncit..bakalan ada prahara nih antara Romi dan Elisa..😁😁

    Salam Hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah Bersama Hujan 16 sudah hadir.
    Terima kasih bunda Tien cantik. 🌹🌹🌹
    Semoga tetap sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    ‌Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin 🤲🤲

    ReplyDelete
  26. Waaaa....Romi kena batunya, bakal ada gonjang ganjing nich.
    Mtr nwn Bu Tien. Salam seroja.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, BERSAMA HUJAN(BH)16 telah tayang , terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  28. BERSAMA HUJAN 16

    Wah pak Harsono bingung untung bs berkelit dgn alasan Andin
    hrs selesaikan kuliahnya dulu

    Kinanti udah mulai belajar kerja di tempat Dokter Faris

    Tp untuk perasaan Dokter Faris tak seperti dgn Andin, bgtu ketemu udah ada getar2 cinta

    Bu Rosi kecewa krn Aisah gak mau jd pendamping manten

    Wow ini dia bontotnya si perut udah mulai membuncit dan Romi udah merasakan kok ada yg aneh

    Wow penasaran bngt nih
    Tp ttp hrs sabar seh menanti bsk

    Sehat selalu bunda Tien
    Ttp semangat dan ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah Bersama Hujan sdh tayang
    Romi oh Romi
    Moga bu Tien sehat sll nggih
    Aduhaii

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah...
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga bunda sehat" selalu dan tetap ceria bahagia...
    Aamiin 🙏🙏
    .

    ReplyDelete
  31. Nah..lho ketahuan perut pengantin wanita udh membuncit..
    Semoga Romi tahu istrinya bukan hamil krn dia..
    dan mau bertanggung jwb thd Kinanti, yg terusir dr kelg krn ulah Romi...
    Tambah penasaran...hrs sabar nunggu bsk senin lanjutannya...
    Terimakasih bunda Tien..
    Salam teraduhai dr sukabumi

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah menikmati cerbung nya , maakaciiih bunda cantik...sehat selalu.

    ReplyDelete
  33. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien 🤗🥰
    Salam sehat wal'afiat

    Mantab,,,,makin seruuuu
    1. Elisa ketahuan Romi nih tp bgm selanjutnya tunggu besok
    2. Aisah sepertinya berjodoh dg anak nya pak Istijab ,...
    4. Andin dg dr Faris saja
    Aduhaiiiii se kali bu Tien bikin penasaran 🥰

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah "Bersaa Hujan 16" sdh hadir, Matursuwun Bu Tien, smg sehat selalu, salam dari Bekasi Timur

    ReplyDelete
  36. Trm ksh bu Tien, smg selalu sehat. Salam Seroja..

    ReplyDelete
  37. Wah...wah...speechless.🤭

    Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏🙏🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  38. Romi dan Elisa spt tumbu dapat tutup. Biarlah ke dua2nya menikmati hasil buah di masa lalu mereka.
    Setelah hujan akan timbul pelangi indah, demikian juga nasib Andin. Itupun tergantung bagaimana ibu Tien menguraikannya.
    Nggak sabar menunggu epidode yg selsnjutnya.
    Selamat malam

    ReplyDelete
  39. Terimakasih Bu Tien... Ceritanya mengalir dengan enak. Salam sehat selalu untuk Bu Tien.

    ReplyDelete
  40. Hari minggu jadi penantian panjang...

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 18

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  18 (Tien Kumalasari)   Kinanti bangkit dari tempat duduknya, berharap kalau sewaktu-waktu Guntur bangun, tak ...