SEBUAH PESAN 62
(Tien Kumalasari)
Bu Rahman mengusap air matanya.
“Bu, kamu tidak usah malu untuk mengakui kesalahan. Kamu juga tidak usah malu untuk meminta maaf. Tidak semua manusia itu bisa melangkah dengan mulus dalam meniti kehidupan ini. Ada saatnya aku bisa mengerti apa yang sebenarnya kamu rasakan, tapi ada saatnya ketika aku juga merasa lelah untuk memahami isi hati kamu. Banyak proses yang harus dilalui untuk mencapai sebuah titik. Itu bukan masalah saat kita menyadarinya."
Bu Rahman menangkap sebuah pesan seperti yang dikatakan suaminya. Banyak proses yang harus dilalui untuk mencapai sebuah titik.
“Maksudnya, akhirnya aku bisa mengerti adanya sebuah kebenaran yang aku ingkari selama ini, bukan?”
“Benar. Aku bersyukur kamu bisa mencapainya. Yakinkan pada diri kamu bahwa kamu adalah seorang ibu yang sangat memikirkan nasib putrimu, sehingga melupakan sebuah nilai luhur seorang manusia dalam menghadapi orang lain. Bahwa menyakiti itu salah, bahwa membuat orang terluka itu tidak benar, bahwa merasa diri benar itu juga salah.”
“Aku sangat menyesal.”
“Jangan menyesal karena menyadari bahwa Damian bisa menjadi penolong kita, atau karena Damian ternyata punya harta yang kamu tidak mengetahui sebelumnya. Damian orang yang sederhana. Aku mengakuinya sejak kamu menganggapnya dia miskin, dan karena itu aku mempercayakan anak bungsu aku pada tangannya.”
“Aku sungguh merasa bersalah. Tapi benar, perasaan itu muncul karena dia menjadi penolong bagi keluarga kita. Apakah itu salah? Aku merasa bahwa Damian menganggap aku baik pada dia, setelah mengetahui bahwa dia banyak uang.”
Pak Rahman tertawa kecil.
“Memangnya, kalau iya, kenapa? Bukankah itu benar?”
Bu Rahman menelan ludahnya.
“Aku sangat malu. Lalu apa yang harus aku lakukan? Tetap membencinya agar aku tidak dianggap mata duitan?” tanya bu Rahman dengan perasaan resah.
“Jangan begitu, abaikan semua alasan, karena berbuat baik adalah keharusan.”
Bu Rahman kembali mengusap air matanya yang masih saja menetes.
“Ya sudah, biarkan semua berlalu, mari menapak ke jalan lurus yang ada di depan kita. Kamu harus berjuang untuk sehat, aku akan berjuang bersama anak dan menantu untuk menegakkan perusahaan yang hampir roboh ini. Jangan lagi menangis, agar rasa sakit segera berlalu dari hati kamu."
Bik Sarti mengetuk pintu, lalu masuk ketika pak Rahman menyuruhnya masuk. Dia membawa nampan berisi makanan, dan sepiring kecil obat-obatan.
“Saatnya nyonya makan dan minum obat,” katanya sambil meletakkan nampan yang di bawanya ke atas nakas.
“Bawa keluar lagi saja, Sarti, aku mau makan di ruang makan bersama tuan.”
“Baiklah, Nyonya,” jawab bik Sarti dengan mata berbinar.
***
Raya yang semakin merasa sehat, dengan tekun dan penuh perhatian melakukan pembenahan di kantor perusahaan ayahnya. Beberapa personal yang kurang kompeten dipindahkan ke divisi lain. Semuanya dalam pengawasan ketat. Uang yang keluar masuk harus sepengetahuan Raya atau Damian yang hanya mendampingi sang istri. Damian tidak sepenuhnya memegang perusahaan itu. Ia hanya membantu istrinya, karena istrinya lebih berhak untuk menggantikan kedudukan ayahnya. Pak Rahman hanya sesekali datang, mengontrol dan membenahi mana yang kurang benar. Tapi Raya harus diacungi jempol karena dia benar-benar bisa menguasai situasi hanya dalam beberapa bulan saja, walau dia juga sambil mengawasi salon miliknya. Pengalaman di perusahaan ayahnya, memberi pelajaran baginya agar tidak terlalu mempercayai karyawan tanpa pengawasan. Tumpukan uang bisa membuat orang lupa segalanya.
Pak Rahman sangat puas atas kerja anak dan menantunya. Bu Rahman yang perlahan bisa menata batinnya, mulai menaruh perhatian pada keluarga Damian. Ia juga bisa menyapanya dengan manis.
Sementara itu kandungan Raya sudah semakin membesar, Damian tak tega membiarkannya sibuk di kantor sendirian. Disaat senggang dia membantu istrinya di kantor, dan menyuruhnya istirahat saat sang istri merasa lelah.
***
Di hari Minggu itu Damian sedang bersantai bersama istrinya. Damian menatap wajah istrinya yang tampak lelah.
“Besok saatnya aku kontrol kandungan.”
“Akan aku antar kamu."
Akhirnya Damian sudah berhasil menyelesaikan kuliahnya, dan menunggu saat wisuda, sehingga ia bisa sepenuhnya menggantikan tugas sang istri di perusahaan.
“Kata dokter, bulan depan saatnya anak kita lahir,” kata Damian sambil mengelus perut sang istri.
“Iya benar, gerakannya sudah semakin kencang.”
“Aku bermaksud membuat satu kamar lagi di rumah ini, bagaimana menurutmu?”
“Sudah ada dua kamar, kan?”
”Kalau anak kita lahir, harus ada kamar yang lebih luas. Bagaimana kalau kamar almarhum bapak kita benahi, atau kita buat agak besar, supaya lebih nyaman saat kamu menyusui atau merawat bayi?”
“Terserah kamu saja. Lakukan mana yang terbaik.”
Maka dalam waktu sebulan kamar adik bayi sudah selesai. Kamar yang lebih luas, jendela yang agak besar, agar lebih mudah udara masuk ke dalamnya. Damian dan Raya sudah menyiapkan segala peralatan bayi, yang ditata di kamar itu dengan apik, Ada almari pakaian bayi, box bayi yang lucu, dan tempat tidur yang lebih besar dari tempat tidur ayah dan ibunya di kamar sebelah. Damian juga membuat pintu yang tersambung dari kamarnya sendiri ke kamar bayi, agar ia bisa segera datang saat mendengar anaknya menangis.
Raya merasa puas. Banyak yang dibenahi di rumah yang tadinya sederhana itu. Damian tak segan mengeluarkan uang demi anak yang masih dalam kandungan istrinya. Ia harus merasa nyaman tinggal di rumah orang tuanya.
***
Bik Sarti yang seperti biasa mengantarkan buah dan sayuran untuk Raya, hari itu datang bersama bu Rahman.
Damian dan Raya segera menyambutnya dengan gembira.
“Perut kamu sudah besar, wajah kamu kelihatan berkilat-kilat. Sepertinya beberapa hari lagi kamu akan melahirkan,” kata bu Rahman.
“Benarkah Bu? Ini juga sudah sering kenceng-kenceng, begitu.”
“Apa lagi yang kamu butuhkan? Ibu akan membantu menyiapkannya.”
“Sepertinya sudah, coba Ibu lihat di kamarnya."
Raya mengantarkan ibunya melihat kamar bayinya, yang sudah disulap menjadi kamar yang nyaman, dengan perlengkapan yang sudah memadai.
“Ibu akan membelikan kereta bayi ya?” kata bu Rahman dengan wajah berseri.
“Apakah itu perlu untuk bayi yang baru lahir Bu?” kata Raya.
“Tidak apa-apa Bu, terima kasih sekali kalau ibu mau membelikannya sekarang. Terkadang anak bayi juga harus dibawa jalan-jalan untuk menghirup udara segar,” kata Damian yang tidak ingin mengecewakan ibu mertuanya.
Wajah bu Rahman berseri. Senang rasanya diijinkan ikut andil dalam mempersiapkan kebutuhan cucunya yang akan lahir.
“Nanti aku akan mengajak Sarti jalan-jalan, untuk melihat-lihat. Ya Sar?” kata bu Rahman kepada bik Sarti yang sedang memasukkan buah-buahan ke dalam kulkas setelah mencucinya, lalu menata sayuran di atas meja.
“Ada apa Bu?”
“Nanti kita jalan-jalan untuk melihat-lihat kereta bayi.”
“Sekarang Bu?”
“Setelah dari sini, langsung saja.”
“Baiklah,” kata bik Sarti dengan gembira. Ia melihat rumah Raya dan Damian sudah jauh lebih bagus. Rupanya demi menyambut kehadiran si buah hati, Damian kemudian merenovasi rumahnya juga sambil membenahi kamar untuk si bayi.
Walau tidak semewah rumahnya sendiri, bu Rahman melihat rumah Damian sudah lebih pantas dan nyaman.
“Kamu baru memperbaiki rumah kamu?”
“Iya Bu, demi menyambut kedatangan cucu ibu nanti,” kata Damian dengan riang.
“Ya sudah, ibu mau pergi dulu.”
Damian meraih tangan ibu mertuanya dan menciumnya, lalu bu Rahman tiba-tiba memeluknya dan berbisik di telinga Damian.
“Terima kasih atas semuanya, dan maafkan ibu ya.”
Damian tertegun, sudah berkali-kali ibu mertuanya mengucapkan itu. Bahkan setiap ketemu. Damian sudah melarangnya, tapi bu Rahman tetap melakukannya.
“Ibu, jangan berkata begitu lagi. Ini kewajiban saya, dan saya tidak pernah menganggap ibu bersalah. Jangan lagi ibu mengucapkan itu ya,” bisik Damian lembut sambil membalas pelukan ibu mertuanya.
Bu Rahman melepaskan pelukan itu, lalu membalikkan tubuhnya, berjalan mendekati mobil yang menunggunya, sambil mengusap air matanya yang tak pernah bisa ditahannya.
***
Hari itu Kamila dan suaminya datang dari Jakarta, dengan membawa anaknya yang sudah agak besar. Mereka sedang berada di rumah sakit, karena Raya akan melahirkan.
Si kecil Adena, sudah belajar berjalan dengan berpegangan pada sesuatu. Lucu sekali. Tapi kedua orang tua dan nenek serta kakeknya sedang merasa gelisah karena Raya belum juga melahirkan, walau sudah dua jam berada di ruang bersalin.
Damian apa lagi. Ia mondar mandir di pintu ruang bersalin itu dengan wajah gelisah. Baru tadi pagi Raya mengeluh perutnya sakit, dan kenceng-kenceng. Ia bahkan sudah mengeluarkan sedikit darah. Damian segera melarikannya ke rumah sakit. Keluarga Rahman berikut keluarga Abi yang memang kebetulan datang berkunjung, segera menyusul ke rumah sakit.
Adakah debar yang lebih kencang dari saat menunggu kelahiran sang buah hati? Kata hati Damian berkali-kali.
Tiba-tiba seorang perawat keluar.
“Bagaimana suster?” tanya Damian begitu melihatnya.
“Bapak Damian?”
“Ya.” debar hati Damian semakin kencang.
“Bapak diijinkan masuk untuk menunggui istri Bapak.”
“Oh, baiklah.”
Tanpa menunggu dua kali, Damian masuk. Ia melihat sang istri sedang mengejan. Peluh bercucuran di wajahnya. Damian mendekat. Mengusap wajahnya dengan talapak tangannya.
“Ray, kuat ya Ray.”
“Dam, sakit Dam …”
“Tidak, sebentar lagi anak kita lahir,” kata Damian sambil memegangi tangan istrinya yang berkeringat.
Dokter memberi aba-aba agar Raya kembali mengejan.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, tuh, kepalanya sudah kelihatan.”
“Ayo Ray, kamu kuat,” Damian terus memberinya semangat.
“Sedikit lagi Bu, ayo …” sang dokter terus memberi semangat.
Lalu tiba-tiba Raya menghembuskan napas lega. Rasa sakit itu sudah hilang, seorang bayi diangkat , masih berlumuran darah, memekik nyaring, menggema memenuhi ruangan.”
“Wouwww… ganteng sekali…” teriak dokter dan bidan yang menangani, serentak.
Damian melonjak kegirangan. Diciumnya sang istri bertubi-tubi.
“Terima kasih Ray, terma kasih telah melengkapi kebahagian kita…"
Dan lengking itu terdengar menggema sampai diluar, membuat keluarga pak Rahman serentak berdiri mendekat ke arah pintu.
Abi menggendong Adena yang berteriak-teriak kegirangan. Barangkali hati kecilnya merasa bahwa ada kehadiran saudaranya yang akan menemaninya bermain nanti.
Pintu terbuka, Damian keluar dengan berlinangan air mata.
“Bagaimana Dam?” tanya mereka serempak.
“Alhamdulillah, sudah lahir, ganteng seperti saya," katanya sambil bercanda. Lalu semua orang memeluknya untuk memberi selamat.
Gema tangisan bayi adalah gema bahagia, yang menghapus semua kegelisahan yang melanda.
***
Hari itu Damian di wisuda. Pak Rahman dan bu Rahman hadir, bersama Raya dan bayinya, yang diberinya nama Alvin Satria.
Hari itu adalah hari kebahagiaan yang lebih lengkap. Damian yang berhasil meraih gelar keren, Sarjana Tehnik, serta kehadiran anak laki-lakinya yang bernama Alvin Satria. Lalu rasa nyaman dan damai menghiasi hati mereka masing-masing.
Untuk mencapai sebuah titik, banyak proses yang harus dilalui. Titik itu adalah bahagia yang didamba.
***
Besok lagi ya.
TAMAT
Suara yang tak begitu keras itu terasa seperti menusuk dan merajang-rajang katinya. Laki-laki tampan yang adalah suaminya, yang baru sehari menikahinya, menghardiknya dengan kejam.
“Kamu harus tahu, bahwa aku tidak mencintai kamu. Jangan berharap banyak dengan pernikahan ini,
Terdengar pintu dibanting, dan gadis itu terguling di lantai. Pingsan.
Hai, cerita apa pula ini BUNGA TAMAN HATIKU
Tungguin ya.
________________________
Yeess
ReplyDeleteAlhamdulilah
DeleteCerita yg manis
Ditunggu cerita baru Bunga Taman Hatiku.
Alhamdulillah EsPe-62 Pamungkas, sudah tayang.
DeleteUntuk pertama kalinya buat Yangtie jadi juaranya. Selamat buat Yangtie, ya.
Terima kasih buanyak bu Tien dengan kesibukan hari ini di Kraton Solo dalam rangka WILUJENGAN ADEKING NAGARI, jam setengah lima masuk rumah dengan sedikit pusing, leyeh-2 sebentar trus ambil laptop ngetik episode terakhir..... demi kepuasan para pembacanya.
Terima kasih bu Tien, kami semua mendoakan semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan sehat selalu, tetap berkarya. Kami tunggu cerbung barunya "Bunga Taman Hatiku."
Wah telat
ReplyDeleteAlhamdulillah... sdh selesai... luar biasa sekali.... terima kasih Mbu Tien.... semoga sehat sllu bersama kelauarga
ReplyDeleteTerima kasih tamat ya
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terima kasih mbak Tien 🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sangu malming
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah sudah tayang SP 62 yang kunanti. Terimakasih Mbak Tien yang selalu aduhai. Semoga selalu sehat. Salam dari Pirwokerto.
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH PESAN~62 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.. Aamiin yra..🤲
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah , Terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien..
ReplyDeleteSP 62 sudah tayang ...
Sehat selalu Bun...
Bahagia bersama keluarga tercinta ❤️
Aduhai selalu ...
Berkah Dalem Gusti 🙏🛐
Alhamdulilah..
ReplyDeleteEmak kyk bgitu mah dibuang saja hahaha...sebel, kesel ...kasihan d jadinya ditertawakan suaminya _*maluku taruh dimana nih muka*_ rasain emak kok sengit banget huhuhu....btw matur nuwun inggih mbakyuku Tienkumalasari sayang,
ReplyDeletetadi ditungguin ndak nongol² sekarang udh banyak d yg coment salamku dari Cibubur ya, wassalam... 😃😃🫰🫰🤪😬
Sampuun tomaat... tooobat nggih bu.
ReplyDeleteMaturnuwun sanget sll membuat kami menanti seratan panjenengan.
Alhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah happy end ..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
makin seru crita nya...bu Rahman senang bisa ikut andil neli dorongan bayi....salam aduhai
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊
ReplyDeleteAlhamdulillah eSPe 62
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Semoga sehat selalu &
smangats berkarya...
🦋 Salam Aduhai 🦋
🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊
Matur nuwun bunda.,
ReplyDeleteAlhamdulillah.... terimakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah, akhirnya Alvin Satria menutup cerbung EsPe.
ReplyDeleteSemoga jadi anak sholeh yaa, dan mengikuti jejak kebaikan dan prilaku santun ayahmu... ☺☺☺☺
Alhamdulillah ....cerita-cerita bunda Tien selalu memberikan inspirasi kehidupan yang baik..terimakasih ..semoga sehat selalu ..
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bunda SP hri ini tamat..slm Seroja dan tetap aduhai unk bundaqu..selamat MLM dan slmt istrhat🙏😘🌹💜
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteAkhir yg manis 🥰🥰
Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Siap menunggu kehadiran
# BUNGA TAMAN HATIKU#
🥰🥰😍
Akhir bahagia, seluruh keluarga besar Rahman, berkumpul menunggu kehadiran cucu yang ke dua.
ReplyDeletePerusahaan mulai menggeliat bangkit dari katerpurukan.
Kamila senang ibunya sudah berubah bahkan terlihat lebih bersemangat, kehadiran cucunya yang ke dua Alvin Satria.
Cerita yang menginspirasi
Baiklah nunggu bunga taman hatiku, lhaiya tidak cinta kok gelem nglakoni.
Duwé anak manèh
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Sudah paripurna kisah sebuah pesan di episode ke enam puluh dua.
Sehat sehat selalu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih Bu Tien. saya tunggu kisah kisah berikutnya.
ReplyDeleteMaturnuwun mbk Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah semua berakhir bahagia,Bu Rahman sdh sadar diri sdh tdk ada yg nyebelin lagi
Nunggu cerita berikutnya Taman bunga Hatiku
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Sebuah Pesan kehidupan ,, bajwa hidup ini berproses , pada akhir nya kita yg menentukan baik buruknya
Sangat Aduhaaii bu Tien mantab
In syaa Allaah Bunga Taman Hatiku ditunggu , Selamat beristirahat bu Tien 🙏😊
maaf lahir bathin
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cerbung yang mengesankan
ReplyDeleteAlhamdulillah ahirnya menyadari dan mallu
ReplyDeleteTrmksh mb Tien...indah pd wktnya ... Damian lulus Raya melahirkan anak lelaki yg sehat dan ganteng. Bu Rahman sdh sadar bhw sikapnya salah. Smg stlh ini kehidupan Damian dan Raya samawa till jannah.
ReplyDeleteDitunggu bunga di taman hatiku. Slm aduhai dan slm seroja selalu utk mb Tien. Aamiin.
Matur nuwun, Mbak Tien.
ReplyDeleteAduhai ceritanya. 👍👍👍
Alhamdulilah...
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien SP sdh tamat..
Damian dan Raya Happy Ending..
Bu Rahman dan pak Rahman juga tampak berbahagia setelah kelahiran cucu laki" dari Raya..
Segala komplik dan kekhawatiran yg terus melanda bu Rahman membuat pembacanya tambah penasaran sampai akhir cerita..
Selamat malam bunda Tien,
selamat beristirahat..
Semoga bunda sehat selalu
dan tetap semangat utk berkarya..👍🥰❤️💪💪
Nah, bener kan sudah tamat...karena cerita sudah mencapai klimaksnya. Tapi rasanya kok kuliah Damian cepat sekali selesai ya, dikebut berarti.😀 Dan rahasia Abi tetap aman, tak perlu diungkap...ibu Tien piawai mengemasnya, sehingga Abi tetap menjadi "menantu sempurna, tanpa cela" di mata bu Rahman ya...salut!👍
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien, ditunggu karya berikutnya yg pasti tidak kalah asyiknya. Salam sehat selalu.🙏😘😀
Alhamdulillah....matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien.
Alhamdulillah akhirnya tamat juga
ReplyDeleteHadeeh mbok Rahman yg udah sadar dari pingsannya
Trnyt hrs dgn cara bangkrut baru sadar
Yah sering berjalannya waktu fakta akan bicara dan terlihatlah siapa Damian sebenarnya
Dan akhirnya TAMAT deh
Horee...horêé...horéé
ADUHAI
Cuthel sudah ....
ReplyDeleteKita sdh gak bisa lagi mengumpat kare ke egoisan bu Rahman ....
Terima kasih bunda Tien..tamat sudah Damian
ReplyDeleteSiap menunggu yg baru ...salam sehat ya Bunda
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda Tien untuk SP nya.
Semoga Bunda sehat selalu bersama keluarga...
Terimakasih banyak Bu Tien atas cerbungnya....sehat2 selalu Ibu 🙏🙏🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien untuk SP nya.
Semoga Bunda sehat selalu
Sampai 62 episode termasuk agak panjang. Yang tidak termasuk tokoh atau figuran memang tidak perlu diceritakan mendetail.
ReplyDeleteSelalu meninggalkan kesan 'selalu berbuat kebaikan '. Tidak merendahkan orang lain.
Setia menunggu Bunga Taman Hatiku.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun Bu Tien, dengan senang hati menunggu Bunga Taman Hatiku. Semoga Ibu sekeluarga tetap sehat, aamiin.
ReplyDeleteTrima kasih ibu Tien untuk episode yg 61.
ReplyDeletePak Timan, ayahnda Damian, adalah sosok figure yg luar biasa, yg mana seorang diri dpt mendidik anak menjadi orang yg bertanggung jawab dan juga takut akan Allah.
Saya percaya, rahasia Damian yg memp.uang begitu banyak akan teruaraikan sehingga semua kel.besar Rahman akan lebih hormat kepada Damian dan juga Raya.
Saya akan menunggu cerita BUNGA DITAMAN HATIKU, dengan tidak sabar, tapi dg hati yg berbunga bunga.
Salud untuk ibu Tien, selamat pagi dan sampai jumpa lagi.
Maturnuwun bu Tien... Sulit sekali buka web Dr semalam. Sehat selalu Nggih bu
ReplyDeleteAlhamdulillah....cerita Sebuah Pesan selesai dg happy end . Terimakasih Bu Tien semoga sehat walafiat jasmani rohani ekonomi agar selalu berkarya dan menginspirasi pembaca .
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien atas tayangan cerbungnya SEBUAH PESAN yg .... sdh Tamat ..... yg banyak mengajarkan pesan2 moral ....yg membuat kita pembacanya pada gemes , nggak sabar selalu menunggu episode berikutnya
Kami tunggu cerita berikutnya "BUNGA DITAMAN HATIKU"
Semoga bu tien beserta keluarga senantiasa diberikan kesehatan, bimbingan, dan perlindungan dari Allah SWT ..... Aamiin yra
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteAkhir yg bahagia.
Ditunggu Bunga Ditaman Hatiku.
Salam hangat selalu aduhai.
Banyak yang mempertanyakan kenapa masa kuliah Damian cepat sekali.
ReplyDeleteTernyata bila diikuti dengan cermat normal dengan percepatan karena memang dia pandai.
***
Damian kuliah ketika Raya belum hamil.
Bahkan sudah kuliah saat Karmila diwisuda.
Saat itu ketahuan sedang ber bincang² dengan salah satu profesor doktor salah satu dosen universitas ternama. Yang diakui sebagai pelanggan bengkelnya.
Saat Raya melahirkan, Adena anak Karmila dengan Abi sudah besar.
Jadi pantaslah bila Raya melahirkan, Damian diwisuda.
Tetapi memang pada akhir cerita nampak percepatan yang sedikit dipaksakan.
Karena pada intinya : *Sebuah Pesan* sudah disampaikan oleh Pak Rahman kepada bu Rahman serta pembaca setia dimanapun berada.
***
*“Bu, kamu tidak usah malu untuk mengakui kesalahan. Kamu juga tidak usah malu untuk meminta maaf. Tidak semua manusia itu bisa melangkah dengan mulus dalam meniti kehidupan ini. Ada saatnya aku bisa mengerti apa yang sebenarnya kamu rasakan, tapi ada saatnya ketika aku juga merasa lelah untuk memahami isi hati kamu. Banyak proses yang harus dilalui untuk mencapai sebuah titik. Itu bukan masalah saat kita menyadarinya."*
Bu Rahman menangkap *sebuah pesan* seperti yang dikatakan suaminya. *Banyak proses yang harus dilalui untuk mencapai sebuah titik.*
Ini inti dari ceritera idola kita ibu Tien Kumalasari.
Kita nantikan kisah berikutnya yang lebih greget dan mampu meng aduk² emosi para pembaca setia.
BUNGA DITAMAN HATIKU 🙏🙏
Koreksi : Karmila diwisuda, seharusnya Raya diwisuda.
ReplyDeleteRasabya masih belum puas banget atas kebahagiaan, keberhasilan Raya dan Damian, sebagai bos baru di perusahaan.....
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien sudah menghibur kami para usia lanjut
Tks Bu Tien Smg Slalu Seht
ReplyDeleteAlhamdulillah..selesai sudah satu kisah... Terimakasih buat ibu Penulis...ditunggu kisah berikutnya...
ReplyDeleteSalam sehat dan tetap semangat dari Rewwin...🌿
Alhamdulillah sdh tamat.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien Kumalasari, smoga sehat wal afiat. Ditunggu kisah selanjutnya 🌹
Terimakasih mbakyu, alhamdulillah... Happy menghibur, salam sehat selalu
ReplyDeleteTerima kasih ibu Tien, Cerbungnya sangat bagus, setiap episode membuat penasaran dimana banyak pembelajaran hidup sehingga ingin terus mengikuti cerita ini hingga akhir...
ReplyDelete