Monday, August 21, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 12

 BUNGA TAMAN HATIKU  12

(Tien Kumalasari)

 

Bu Sardono menatap anaknya, yang tampak ingin mengatakan sesuatu, ia mengira Satria akan menentangnya, dan Bu Sardono khawatir suaminya akan marah.

Pak Sardono menatap langit-langit, siap menyemprotkan kata keras seandainya Satria masih akan menentangnya. Padahal siapa gadis yang akan dijodohkan belum terpikirkan oleh mereka. Tapi yang penting adalah kesanggupan Satria, baru mereka akan memikirkannya.

“Apa jawabmu?” tanya pak Sardono, tandas.

“Kamu boleh saja tidak menceraikan istri kamu, tapi kamu harus memiliki keturunan, dan itu akan kamu dapatkan kalau kamu memiliki istri lain. Soalnya Ristia sudah kelihatan bahwa dia tak bisa melahirkan seorang anak,” sambung bu Sardono.

“Atau kamu akan memeriksakan istri kamu lagi?”

Satria diam. Ia teringat, sejak setahun setelah menikah dan belum ada tanda-tanda Ristia hamil, dia pernah memaksa Ristia untuk memeriksakan kemungkinan untuk dia bisa melahirkan anak. Itupun ia harus memaksanya. Dan nyatanya dokter hanya geleng-geleng kepala.

“Tidak usah. Sudah pernah diperiksa, Ristia memang mandul."

“Ibu ingat. Hasilnya adalah Satria sehat. Jadi Satria  tetap harus memiliki istri lagi,” kata bu Sardono.

Dan tiba-tiba saja. Pak Sardono dan istrinya merasa lega ketika melihat Satria mengangguk.

“Baiklah.”

“Bagus, kalau begitu ibu akan mencarikan jodoh yang baik untuk kamu. Yang bisa menjadi istri idaman, bisa melayani suami dan tidak suka berburu kesenangan di luaran.”

Satria menghela napas panjang, sebelum akhirnya menjawab.

“Satria sudah punya pilihan.”

Pak Sardono menatap Satria tajam.

“Jadi kamu sudah punya pilihan? Apakah dia cantik? Maksud ibu, cantik luar dalam. Jangan hanya luarnya saja cantik, tapi tidak bisa menjadi istri teladan, yang tahunya hanya bersenang-senang.”

“Ya, Satria yakin, dia baik.”

Tapi tiba-tiba terdengar mobil memasuki halaman.

“Tuh, istri kamu baru datang, Dia berangkat pagi-pagi, katanya mau berenang ke pantai bersama teman-temannya,” kata bu Sardono kesal.

Satria bergeming. Ia tetap duduk dan tak ingin menyambut istrinya walau hanya di tangga teras.

Ia justru berdiri.

“Satria akan bicara sama Ristia.”

“Bisa kamu katakan, siapa pilihan kamu?”

“Nanti saya katakan setelah berbincang dengan Ristia,” kata Satria sambil beranjak ke dalam, membuat Ristia berteriak kesal karena ia belum sampai menginjakkan kaki di teras, suaminya sudah masuk terlebih dulu.

“Maaas, tungguin aku dong,” teriaknya setengah berlari. Ia bahkan lupa memberi salam kepada kedua mertuanya yang menatapnya tak senang.

Satria langsung naik ke atas, dan masuk ke dalam kamarnya. Ristia mengikutinya masuk, kemudian menghambur ke pelukan suaminya yang duduk menyilangkan kaki di sofa.

“Mas jangan marah ya, aku tadi mengantarkan Silvia jalan ke pantai, kemudian makan di sana dulu sebelum pulang. Kami lama tidak ketemu. Kamu harap maklum ya?” terang Ristia sambil terus memeluk suaminya.

“Mandi dulu sana, aku mau bicara,” kata Satria dingin. Sesungguhnya dia kesal karena Ristia pulang dengan jarak yang sangat lama dari kepulangannya.

“Tapi jangan marah ya, biasanya kamu tak akan marah kalau aku sudah mengatakan apa sebabnya,” Ristia merajuk.

“Mulai besok kamu tidak boleh pergi ke mana-mana,” kata Satria tanpa memandang ke arah istrinya yang masih bergayut di lehernya.

“Apa?” Ristia melepaskan pelukannya, menatap suaminya dengan mata terbelalak.

“Mandi sana, aku mau bicara,” kata Satria sambil mendorong pelan tubuh istrinya.

Ristia berdiri dengan kesal. Ia beranjak ke kamar mandi kemudian menutupkan pintunya dengan keras.

Satria menghela napas. Ia merasa bahwa ia harus memberi pelajaran kepada Ristia. Tiba-tiba saja ia merasa salah telah memilih Ristia. Salah telah membiarkannya melakukan apa saja tanpa bermaksud menegurnya. Salah begitu memanjakannya dan tak pernah menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah tidak pantas bagi seorang istri. Satria heran karena ia baru merasakannya sekarang. Setelah bertahun-tahun menjadi suami istri yang hanya melakukan kesenangan dan menganggap bahwa dirinya telah membuat istrinya bahagia.

“Kenapa aku baru menyadarinya?” gumamnya sambil meletakkan kepalanya di sandaran sofa.

Apakah ini karena Nijah? Nijah yang setiap pagi dengan rajin bersih-bersih rumah, mengepel lantai, menyirami tanaman, lalu membuat sarapan, mengatur meja makan untuk sarapan para majikan, melayani saat makan, memasak, dan banyak hal yang membuatnya takjub karena belum pernah melihat istrinya melakukan salah satu dari itu semua. Benarkah Nijah yang telah membuka hatinya bahwa sudah selayaknya seorang istri melayani suaminya, bukan hanya di atas ranjang tapi juga melayani semua kebutuhannya?

“Apakah aku jatuh cinta pada Nijah? Semua ini diawali, bukan karena kecantikannya, tapi karena perilaku dan apa yang sudah dilakukannya. Selayaknyakah aku memiliki istri Nijah?" gumamnya pelan.

Satria terkejut. Ia tahu tadi hampir mengatakan di hadapan kedua orang tuanya tentang wanita yang diinginkannya, dan itu adalah Nijah.

Satria mengusap wajahnya kasar. Bagaimana kalau ayah ibunya marah dan menganggapnya punya keinginan yang tidak pantas?

Tapi sudah sebulan ini Nijah selalu merayapi jiwanya, membuatnya tak mampu melupakannya. Bahkan disaat berdua bersama sang istri, ia merasa bahwa yang dicumbuinya adalah Nijah. Astaghfirullah. Satria menjadi gelisah. Ia masih menyandarkan kepalanya ketika terdengar Ristia keluar dari kamar mandi. Ristia yang hanya berbalut handuk dari dada sampai ke paha, seperti biasa dia melakukannya. Tapi kali ini Satria bergeming di tempatnya. Ia bahkan menutup matanya.

Ristia yang kesal mencoba menggodanya, ia mendekat, tapi Satria mendorong tubuhnya pelan.

“Berpakaian yang benar, aku mau bicara.”

Ristia ternganga. Ia merasa, sikap suaminya akhir-akhir ini telah berubah. Walau tak kentara, tapi perubahan itu ada. Ristia tak begitu merasakannya, karena memang hanya setiap malam ia bisa berduaan dengan sang suami.

Ristia masih berdiri di depan suaminya, dengan posisi menantang, tapi Satria memejamkan matanya sambil kepalanya masih terletak di sandaran sofa.

Ristia membalikkan tubuhnya, mengambil baju ganti dan mengenakannya.

Ia menyisir rambutnya, dan memoles wajahnya dengan riasan yang tak begitu tebal, karena dia berada di rumah dan tak pergi ke mana-mana.

Lalu Ristia duduk di samping suaminya, mengusiknya dengan gelitik nakal, membuat Satria mengangkat kepalanya, duduk dengan tegak, sambil menyingkirkan tangan istrinya.

Ristia termangu. Ia ingat apa yang dikatakan suaminya sebelum menyuruhnya mandi, bahwa ada yang ingin dikatakannya. Ristia menunggu, duduk diam dengan menahan rasa kesal di hatinya.

“Mau bicara apa?” tanyanya dengan mulut cemberut.

“Aku tadi sudah mengatakan, bahwa mulai besok, kamu tidak boleh pergi seenaknya, apa lagi setiap hari,” katanya tanpa menatap ke arah istrinya.

“Apa maksudmu, Mas?”

“Tiba-tiba aku merasa, bahwa kamu tidak melakukan kewajiban kamu dengan baik.”

“O, aku tahu. Mama sudah mengata-ngatai aku dan kamu termakan oleh hasutan mama, ya kan?”

“Bukan, aku merasakannya sendiri.”

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku punya segudang kegiatan yang harus aku jalani setiap hari. Aku harus tampil seksi dan cantik di hadapan kamu, dan karenanya aku harus rajin senam serta merawat diri. Aku juga punya kegiatan bersama teman-teman aku. Hanya kegiatan biasa. Apa kamu mengira aku berselingkuh? Apa kamu mengira kalau aku pergi pasti bersama teman laki-laki?”

“Tidak. Bukan itu. Aku hanya ingin, kamu menjadi istri yang baik, yang bisa melayani suami, juga bisa mengurus rumah tangga.”

“Mas, sejak dulu aku kan sudah minta sama kamu, agar kamu tinggal terpisah dari orang tua. Maksud aku, adalah supaya tidak ada yang mengganggu rumah tangga kita, tidak ada yang selalu ikut campur dalam urusan rumah tangga kita.”

“Kamu itu tinggal di sini bersama keluarga aku, tidak pernah melakukan apapun. Lalu kalau punya rumah sendiri, bagaimana nanti ujud rumah kita? Berantakan karena tidak pernah dibersihkan. Bagaimana kamu harus memasak untuk suami kamu?”

“Ya ampun Mas, kamu kan punya uang untuk membayar pembantu? Mengapa seorang nyonya tidak boleh hidup enak dengan dilayani oleh pembantu?”

“Baiklah, kamu tampaknya keberatan dengan itu semua.”

“Tentu saja aku keberatan Mas.”

“Aku mau menikah lagi.”

“Apa?” kali ini Ristia berteriak sangat keras. Matanya membulat dan berkaca-kaca. Tak percaya bahwa suaminya akan mengatakan hal yang tak pernah dibayangkannya.

“Coba kamu ulangi perkataan kamu, Mas,” katanya gemetar.

“Aku mau menikah lagi.”

“Maaas!!” Ristia mengamuk, memukul dada suaminya dengan tangan dikepalkan, mendorongnya sehingga Satria terjengkang.

“Hentikan Ristia!!”

“Aku tidak percaya kamu mengatakan itu. Kamu punya pikiran semacam itu dari mana? Mama atau papa yang menyuruhmu? Apa kamu tidak mencintai aku lagi?”

“Bapak dan ibu ingin punya cucu.”

Ristia luruh dalam tangis. Satria sebenarnya merasa iba. Tapi ia harus melakukannya. Dan itu karena Nijah, perasaan yang belum berani diungkapkannya.

“Mas tidak mencintaiku lagi, Mas akan menceraikan aku?”

“Bukan aku tidak mencintai kamu lagi. Aku hanya ingin kamu berubah. Kalau kamu berubah menjadi istri yang baik, kamu akan tetap menjadi istri aku.”

“Dan Mas tidak akan menikah lagi?”

“Aku tetap akan menikah, demi mendapatkan keturunan. Maafkan aku, Ristia.”

***

Pagi hari itu Satria mengatakan kesanggupannya untuk menikah lagi, tapi ia belum berani mengatakan siapa wanita yang diinginkannya. Ia harus menjajagi perasaan ayah ibunya, seandainya memiliki menantu yang tidak sederajat. Bisakah mereka menerima, atau menolak?

“Kamu sudah punya pilihan?” tanya sang ayah. Saat itu mereka berada di meja makan, sedang sarapan sebelum Satria dan ayahnya berangkat ke kantor. Seperti biasa Ristia tidak ikut berbincang di ruang makan, setiap pagi.

Satria menyendok nasi goreng udang yang dibuat Nijah.

“Enak sekali,” gumamnya setelah hampir menghabiskan sepiring yang diambilnya.

“Kamu tidak menjawab pertanyaan bapak,” kesal sang ibu.

“Oh, apa tadi? Pilihan? Ada.”

“Apakah dia cantik?” sambung ibunya.

“Cantik sekali.”

“Pintar?”

“Pintar mengatur rumah tangga.”

“Bagus sekali,” kata sang ayah.

“Berpendidikan ?”

“Pendidikan budi pekerti, pastinya ya, karena dia sangat santun. Tapi pendidikan yang Bapak maksud adalah sekolah? Kuliah? Tidak sama sekali.”

“Apa maksudnya tidak sama sekali?” sambung ibunya lagi.

“Buta hurup?” sang ayah penasaran.

“Tidak. Dia bisa membaca dan menulis, tapi tidak bersekolah tinggi.”

“Apa dia gadis? Atau janda?" Sambung ayahnya lagi.

Satria menahan senyumnya, ketika bayangan gadis yang ada di dalam benaknya itu muncul.

“Satria, dia gadis, atau janda?” ulang ayahnya.

“Eh, gadis dong Pak,” Satria buru-buru menjawabnya.

“Di mana gadis itu? Bawa kepada Bapak sama ibu,” kata bu Sardono.

“Sabar dulu, Bu. Satria belum bicara sama dia, apakah dia mau menjadi istri Satria, atau tidak.”

“Masa anakku yang ganteng dan mapan akan ditolak?”

“Satria kan sudah punya istri.”

“Kamu tidak berniat menceraikan istri kamu? Kamu kan sudah bicara sama istri kamu? Dia menolak? Atau bersedia menerima?”

“Belum jelas dia mau menerima atau tidak. Tapi Satria sudah mengatakan semuanya, dan berharap dia akan berubah.”

Pembicaraan itu berhenti, begitu mereka selesai sarapan. Pak Sardono dan Satria bersiap segera berangkat ke kantor, dengan mobil masing-masing, meninggalkan bu Sardono yang termangu dengan angan-angan, seperti apakah gadis yang dipilih anaknya.

***

Sudah agak siang ketika Ristia muncul di ruang makan itu. Dia tampak belum mandi, dan rambutnya sedikit awut-awutan. Matanya sembab. Rupanya dia menangis semalaman.  Tak ada teriakan meminta minuman, tapi bibik yang sudah tahu Ristia duduk di sana, segera menyiapkan segelas kopi susu yang kemudian diantarkan oleh Nijah dengan perasaan tegang. Ia tahu, selalu ada ucapan tak enak setiap kali melihat Nijah mendekat. Nijah sebenarnya enggan melayaninya, tapi tak enak kalau menolak permintaan bibik.

Nijah meletakkan minuman itu di depan Ristia, dengan sangat hati-hati. Pernah suatu ketika, entah sengaja atau tidak, Ristia mendorong baki yang baru saja diletakkan di meja, sehingga minuman itu tumpah. Untung gelasnya tidak jatuh dan pecah.

“Minumnya, Non,” katanya pelan.

Nijah heran Ristia tidak bereaksi. Nijah menatapnya sekilas, melihat wajahnya yang pucat dan matanya sembab. Ingin Nijah menanyakan sesuatu, tapi ditahannya. Belum tentu niat baiknya diterima dengan senang hati. Bisa-bisa malah di dampratnya seperti biasa.

Nijah mundur ke belakang. Tapi kemudian harus kembali lagi karena bibik sudah menyiapkan roti bakar oles selai kacang kesukaannya.

Nijah pun meletakkannya dengan hati-hati.

“Roti bakar selai kacang, Non.” Nijah mengatakannya, karena sering kali Ristia minta yang lain.

Tapi Nijah heran ketika tiba-tiba Ristia menangis, meletakkan kepalanya di meja makan. Nijah terpaku di tempatnya berdiri.

***

Besok lagi ya.

44 comments:

  1. ๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹
    Alhamdulillah BTH 12
    telah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    Sehat2 trs nggih Bu
    Salam Aduhai ๐Ÿฆ‹๐Ÿ’
    ๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹๐Ÿ‡๐Ÿ‹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah BeTeHa_12 sdh tayang....
      Matur nuwun, bu Tien
      Salam sehat dan tetap semangat......
      Selamat jeng Sari Oesman juara 1...... disusul jeng Susi Herawati..tetanggaan.....

      Delete
    2. Td mb Nani bilang jam 7 tayang, jd deh jaga gawang...tรจng jam 7 beneran sdh tayang...๐Ÿ‘๐Ÿ˜๐Ÿฆ‹

      Delete
  2. Syukron nggih Mbak Tien ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun mb Tien ....
    Mojok dulu ah .....

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Waah, nampaknya tema poligami muncul lagi di cerbung ibu Tien nih...๐Ÿ˜…

    ReplyDelete
  6. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    ๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  7. Terima kasih bu Tien,
    Ristia kyknya memang mending diceraikan saja, biar digantikan Nijah๐Ÿ˜„

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, dah tayang, makin seru bikin penasaran aja Bunda Tien.

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bu Tien... gasik le nginjen meniko...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat selalu ๐Ÿค—๐Ÿฅฐ

    ReplyDelete
  11. Terima kasih bu tien bunga taman hatiku eps 12 sdh tayang, nah satria baru mulai nyadar melihat perilaku istrinya yg gak sopan n kasar dibandingkan dg art yg sopan... mulai cinta nih yeee

    Smg bu tien sekeluarga sll sehat salam hangat dan aduhai untuk bunda tien .

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah BungaTaman Hatiku sudah tayang

    ReplyDelete
  14. Apa keputusan Ristia bahwa suaminya akan nikah lagi? Bersedia dimadu atau minta cerai?
    Bagaimana dengan Nijah, maukah dia jadi istri Satria...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ristia lg binguuung pak Latief..
      dia sedang menuai apa yg sdh ditabur..
      Satria bukan type suami mata keranjang, tp dg hadirnya Nijah bs membuka matanya & bersikap tegas sbg kepala keluarga thd Ristia. Bu Tien sgt piawai dlm mengaduk perasaan pembacanya..

      Delete
    2. Ya mb Hermina, bisa jadi Ristia marah kpd Nijah, mungkin minta cerai dengan minta biaya hidup yang banyak...

      Delete
  15. Alhamdulillah BeTeHa dah tayang trnyt udah bnyk yg jaga gawang

    Mksh bunda Tien trnyt juga bikin penisirin bingitzs deh

    Bgmn dgn Ristia tentunya makin stres aj deh
    Berani lg ma mertuanya
    Hadeeh ayo Satria segera tentukan pilihanmu meskipun ada bbrp kendala
    Perjuangkan demi cucu klrg Sardono

    Sehat selalu bunda Tien dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari sayang sudah tayang BTH epsd 12, salam kangen dari Tanggamus Lampung

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah..... Terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...
    Mojok dlu aah...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah..... semoga mbak Tien sehat selalu....

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dalam lindungan n bimbingan Allah SWT

    ReplyDelete
  21. Matur suwun BTH 12 sdh tayang ...Salam sehat kagem bu Tien & keluarga...๐Ÿ™๐Ÿ™๐ŸŽŠ๐ŸŽ‰

    ReplyDelete
  22. Satria nekad juga nih mau nikah dg neng Nijah..
    tambah penasaran.. apkh Ristia bs berubah jd istri yg baik utk suaminya..
    dan menantu yg baik utk ibu bpk mertuanya yg sdh sepuh..
    Semoga bunda Tien selalu Sehat, sejahtera dan berbahagia .. ๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah BTH-12 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  24. Hamdallah BTH 12 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, cerbung Bunga Taman Hatiku mulai memikat hati. Semoga Ibu beserta Keluarga di Sala tetap Sehat wal Afiat dan bahagia selalu, Aamiin

    Satria mulai terbebas dari Ikatan Suami Takut Isteri...he..he .

    Ristia kena shock therapy, krn Satria mau nikah lagi

    Pak Sardono dan Bu Sardono.. penasaran siapa gadis yang di maksud Satria

    Alur cerita mulai bergerak cepat...๐Ÿ˜๐Ÿ˜

    Salam Merdeka dan Salam Aduhai dari Jatinegara - Jkt

    ReplyDelete
  25. Huh Satria
    Bikin ortu penasaran, eh Nijah juga penasaran lho; kenapa si non mata sembab sambil nunduk di meja, karena beberapa aturan baru; yang bikin shock apalagi memberikan seorang anak untuk kelanjutan dinasty Sardono mendatang, yang dia tahu Ristia mandul.
    Bagaimana mau memulai perubahan masih belum dipikirkan, bingung juga mulai darimana, biasa tiap hari keluar rumah berbagai alasan; hiling.
    Sampai dipemikiran nya cari kambing hitam; ini musthi gara gara kemaren sampai nyonya besar memarahi dan itu karena menabrak Nijah.
    Ini pasti, ada anak baru yang buat gara gara.
    Mulailah ada rasa nggak suka sama Nijah bahkan membencinya.
    Waduh mulai nich kejahilan Satria minta nomor telpon Nijah.
    Jadi bebas bicara, namanya juga ingin tahu jawabannya, apakah mau sama pria beristri seperti dia, anak lugu ya gitu terus tanya non Ristia gimana.
    Itu kemauan orang tua, maunya punya cucu, jadi tahu Ristia mandul.
    Gimana tuh Nijah mau enggak, lagi lagi menganggap dirinya enggak patut mendampingi Satria.
    Satria kan disuruh mencari calon istri kalau belum nanti dicarikan ibunya, bila sudah ada pilihan nanti dibantu ibunya agar segera selesai artinya jadi mau diperistri Satria.
    Waduh gimana; ibu angkatnya saja bibik, Nijah memerlukan pertimbangan ke bibik yang sudah dianggap ibunya.
    Nyonya besar apalagi sejak pertama bertemu berkenan menerima, apalagi merasa cocok, walau awalnya cuman mengetes Biran; coba kalau anaknya disini mau alasan apalagi untuk mendapatkan utangan.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga taman hatiku yang ke dua belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah BTH 12 sdh tayang, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat bahagia selalu

    ReplyDelete
  27. Terimakasih Bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Terima ksih bundaqu .slm sht sll๐Ÿ™๐Ÿ˜˜๐ŸŒน

    ReplyDelete

SUJUDKU

SUJUDKU (Tien Kumalasari) Menunggu bedug bertalu,  saat kidung dari sorga berkumandang merdu,  kubasuh luka dan noda,  agar sujud dan sembah...