Monday, July 31, 2023

SEBUAH PESAN 57

 SEBUAH PESAN  57

(Tien Kumalasari)

 

Bu Rahman masih memegang ponselnya, dan masih meletakkannya di depan telinganya. Ia mendengar teman arisannya masih berkata-kata, tapi dia tidak meresponnya. Sang teman memuji-muji salon milik Raya dengan penuh kekaguman.

“Masih baru, tapi pelanggannya sudah banyak. Soalnya kata mereka, Raya selalu ramah kepada semua pelanggan, dan setiap sore suaminya juga ada di salon itu, berbincang dengan para karyawannya dengan hangat dan menyenangkan. Mbakyu juga tidak mengundang ketika mereka menikah sih, kata para karyawan salon, suami Raya ganteng sekali dan sangat royal. Sering memborong bakso keliling, untuk para karyawan dan pelanggan yang kebetulan masih ada di salon.”

Bu Lusia panjang lebar mengoceh, Bu Rahman mendengarkan sambil merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Uang siapa yang dipergunakan untuk mendirikan salon? Butuh modal yang bukan main untuk itu semua.

“Mbakyu, Mbakyu masih di situ? Kok diam saja aku mengoceh tidak karuan?”

“Oh, eh … iya, sebenarnya aku ini sedang sakit, ini lagi digosokin minyak angin oleh pembantu aku.”

“Mbakyu sakit? Ya sudah, maaf kalau begitu. Aku mengganggu ya? Cepat sembuh ya, minggu depan kita ketemuan kan?”

Bu Rahman juga tidak menjawab ucapan terakhirnya. Matanya nanar menatap langit-langit kamar.

“Ini sudah rata, Nyonya, mau dipijit sekalian?”

“Boleh, sebentar saja, aku ingin segera tidur.”

“Baiklah.”

“Jadi salon itu milik Raya …” gumamnya perlahan.

“Tuh, benar kan kata saya? Namanya juga salon Raya. Pasti punya non Raya. Nyonya harus senang dong.”

“Tidak, aku justru sedih.”

“Mengapa Nyonya? Non Raya jadi pengusaha salon, bukankah itu menyenangkan?”

“Coba kamu pikir Sar. Mendirikan salon itu butuh uang yang bukan main banyaknya. Dari mana Raya mendapatkannya? Kalau hanya tabungan Raya, untuk beli salah satu alat pengering rambut saja tidak akan cukup.”

“Pastinya tuan Damian yang membelikannya, membiayai semuanya.”

“Nah, Damian kan? Tidakkah kamu berpikir, dari mana uangnya? Aku yakin Damian berhutang ke mana-mana, membuat Raya ikut menanggungnya.”

“Nyonya, kalau benar berhutang, orang yang punya uang itu tidak sembarang mau menghutangkan kepada sembarang orang lhoh.”

“Biarpun reyot, kan dia punya rumah?”

“Nyonya, kalau boleh saya bicara, sebaiknya Nyonya tidak terlalu banyak memikirkan non Raya. Saya kira non Raya sudah hidup tenang dan bahagia. Kalau Nyonya terlalu banyak pikiran, akibatnya Nyonya bisa sakit.”

Dan bu Rahman sadar, bahwa sekarang dadanya bertambah sakit. Seperti ada yang menindihnya. Bik Sarti khawatir, melihat wajah nyonya majikannya seperti menahan sakit.

“Nyonya, saya akan menelpon tuan ya?”

“Tidak, gosok lagi saja, di sini, di dada kiri ini,” keluhnya.

Bik Sarti menggosoknya lagi. Perasaan khawatir mulai mengganggu dirinya.

“Saya ambilkan minuman hangat ya Nyonya,” kata bik Sarti tanpa menunggu jawaban nyonya majikannya, langsung keluar kamar. Ia menuju dapur untuk membuat teh hangat, tapi ia juga sambil meraih ponselnya, dan menelpon tuan Rahman, dan mengatakan bahwa sang istri sakit.

Bik Sarti membawa masuk teh hangatnya ke dalam kamar, dan meminta agar sang Nyonya meneguknya perlahan.

“Sudah, tinggalkan saja aku, tolong selimuti aku, lalu kamu boleh pergi,” kata bu Rahman sambil memejamkan mata.

Bik Sarti keluar dengan perasaan khawatir. Ia berharap tuan majikannya segera pulang dan memastikan, apakah istrinya akan dibawa ke rumah sakit, atau memanggil dokter.

***

Belum begitu siang, Maksum masih menunggu dagangannya. Ada perasaan bersyukur ketika seorang yang baik hati memberikannya uang untuk berobat istrinya. Ia berjanji, setelah dagangannya habis, akan membawa sang istri ke rumah sakit.

“Semoga dengan ini, istriku akan kembali pulih,” gumamnya.

Dagangan tinggal sedikit. Maksum bermaksud menutup warungnya dan segera mempersiapkan sang istri untuk dibawa ke rumah sakit.

Tapi belum selesai dia berkemas, sebuah mobil berhenti. Maksum berdebar. Ia seperti mengenal mobil itu. Seorang wanita turun dengan wajah masam. Maksum segera tahu, dia adalah Hanna. Pasti dia akan memarahinya karena pasti maksud jahatnya gagal total setelah dia mengatakan semua perbuatannya kepada Ani.

“Jangan tutup dulu!” hardik Hanna.

Maksum berhenti berkemas. Sekarang dia berhadapan dengan wanita yang membuatnya terjerumus ke dalam aksi kejahatan.  Tapi keberanian tiba-tiba saja muncul. Ia sudah mempersiapkan jawaban kalau wanita cantik itu marah-marah.

“Kamu tahu, mengapa aku datang kemari? Kamu tahu bahwa aku sangat marah sama kamu,” hardiknya.

“Ya, maaf Non.”

“Kamu sadar kesalahan apa yang kamu lakukan, bodoh?! Mengapa kamu mengatakan semuanya kepada orang lain, sementara aku sudah membayar mahal untuk kamu?”

“Saya minta maaf. Saya berterus terang, karena gadis yang tadinya saya foto itu melihat saya dan mencurigai saya. Dari pada memikul beban, lebih baik saya berterus terang.”

“Bodoh! Dan aku menanggung malu karenanya. Bukan hanya itu, semuanya jadi barantakan. Keinginanku gagal total.”

Maksum diam.

“Sekarang kembalikan uang aku,” katanya sambil  menadahkan sebelah tangannya ke arah wajah Maksum.

“Apa?”

“Kembalikan uang aku. Aku nggak mau rugi. Kalau berhasil sih, berapapun uang yang kamu minta pasti aku berikan. Tapi ini gagal total dan membuat aku sangat malu karena ketahuan.”

Maksum terkejut. Tapi ia ingat membawa uang pemberian Damian. Lebih baik uang itu dikembalikan, dari pada dia terbebani dengan dosa yang telah diperbuatnya.

Maksum membuka keresek yang sudah diikat, lalu mengambil uang dari keresek itu, sebanyak dua juta. Uang itu diulurkannya kepada Hanna dengan wajah penuh kesal.

“Ini uang non Hanna, saya bersyukur bisa mengembalikannya. Semoga dengan demikian saya tidak lagi terbebani oleh dosa Sampeyan.”

Hanna terkejut. Ia tak mengira Maksum benar-benar bisa mengembalikan uangnya. Hanna menerimanya, dan menghitungnya. Sudah benar, dua juta.

Lalu maksum melanjutkan membenahi sisa dagangannya. Merapikan bangku bekas dia berjualan, dan karena sibuknya, ia bahkan tak tahu, wanita bernama Hanna itu sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya.

***

Dengan penuh harapan, Maksum membawa sang istri ke rumah sakit. Sungguh ia bersyukur karena ketemu orang sebaik Damian. Orang yang menjadi korbannya.

“Bu, ayo ke rumah sakit. Ada orang baik yang akan membiayai pengobatan kamu.”

Bu Maksum yang tak berdaya, hanya bisa mengangguk. Maksum menyiapkan baju bersih untuk istrinya, lalu memanggil taksi.

Sang istri yang sebenarnya heran karena sang suami tampak gagah dengan akan membawanya ke rumah sakit. Tapi ia tak bisa menanyakan apapun.  Obat yang diminum belum sepenuhnya membuatnya pulih,. Mulutnya masih perot, dan tidak bisa bicara, karenanya dia menurut saja ketika sang suami mengangkatnya dan membawanya masuk ke dalam sebuah taksi.

***

Pak Rahman sudah memanggil dokter, begitu dia sampai di rumah dan melihat keadaan sang istri.

Tapi rupanya dokter menyarankan agar bu Rahman dibawa saja ke rumah sakit. Ada pemeriksaan yang harus dijalaninya, karena sang dokter menghawatirkan jantung bu Rahman  yang tampaknya bermasalah.

Jadi, mau tak mau bu Rahman harus dibawa ke rumah sakit.

“Ya ampun Pak, aku mau dirawat di rumah saja, aku kan tidak sakit berat, hanya merasa sesak sedikit, tadi sudah digosok minyak angin sama Sarti, sebentar lagi sudah pasti sembuh.”

“Ibu itu bukan anak kecil lagi, jadi tolong turuti nasehat dokter. Sopir sudah aku suruh menyiapkan mobilnya, ayo  bersiap. Perlu ganti baju tidak?”

“Mana aku kerasan tidur di rumah sakit.”

“Ya tidak ada orang yang kerasan tidur di rumah sakit. Tapi ada beberapa pemeriksaan yang harus Ibu jalani, sehingga jelas penyakitnya, jelas pula pengobatannya."

Bu Rahman bangkit, dan perlahan mencari baju di almari, pak Rahman membantunya.

“Kamu itu jangan banyak pikiran. Hal yang seharusnya kamu lepaskan, ya sudah lepaskan saja. Urus saja apa yang menjadi urusan kamu.,” omel pak Rahman.

“Namanya juga anak. Tetep saja orang tua kepikiran.”

“Memangnya mereka itu ada apa? Hidupnya tenteram, bahagia. Apa yang ibu susahkan? Aku kan sudah bilang, kalau ibu terus-terusan membebani pikiran dengan hal yang seharusnya tidak ibu pikirkan, nanti ibu akan sakit. Hati tak puas, tubuh akan menjadi sakit. Percayalah.”

Bu Rahman diam. Perlahan mengganti bajunya, karena memang dia merasa lemah. Dan dalam melangkah ke luar rumah untuk menghampiri mobil yang sudah menunggu saja, pak Rahman harus menuntunnya.

***

Raya sedang berada di salon, dan kebetulan sedang ada pelanggan yang harus dilayani ketiga karyawannya, ketika ponsel Raya berdering.

Raya mengangkatnya, ternyata dari bapaknya.

“Bapak? Ada apa Pak?”

“Kamu lagi di mana?”

“Di salon.”

“Bisa kah kamu minta ijin sebentar? Bapak akan menjemput kamu segera.”

“Bisa Pak, Bapak mau mengajak ke mana?”

“Ibumu ada di rumah sakit.”

Raya terkejut.

“Ibu sakit? Sakit apa?”

“Baru saja masuk, kata dokter yang tadi aku panggil ke rumah, ada masalah dengan jantungnya. Tapi harus diperiksa secara lengkap di rumah sakit.”

“Baik Pak, saya akan ke sana. Rumah sakit mana?”

“Kamu tunggu bapak saja, sekalian bapak pulang untuk mengambil baju ganti ibumu.”

“Oh, baiklah, Raya akan menunggu.”

Raya berpesan kepada para karyawannya, bahwa dia akan pergi ke rumah sakit. Ia sedang ke belakang ketika pak Rahman masuk ke dalam salon.

“Selamat siang,” sapa pak Rahman.

“Selamat siang Pak, maaf, ini salon khusus untuk wanita, jadi_”

“Iya, saya tahu kok. Saya akan menjemput karyawan yang bernama Raya.”

Karyawan yang mendengar saling pandang, karena Raya disebutnya karyawan. Ia tidak tahu siapa yang datang sebenarnya.

“Pak, ibu Raya bukan karyawan. Dia pemilik salon ini,” kata salah seorang karyawan sambil menghentikan kegiatannya.

Pak Rahman terkejut. Ia belum mendengar bahwa salon itu milik Raya. Menurut sang istri, Raya bekerja di salon yang namanya Salon Raya.

Pak Rahman ingin menjawab, ketika Raya tiba-tiba sudah keluar.

“Bapak sudah menjemput, ayo kita pergi. Aku pergi dulu ya Mbak,.. ini, ayah saya sudah menjemput,” katanya kemudian kepada karyawannya.

Pak Rahman ingin mengatakan sesuatu, tapi Raya segera menariknya keluar. Ia ingin segera tahu keadaan ibunya.

Tapi sepeninggal Raya dan ayahnya, para karyawan kasak kusuk karena heran. Mengapa ayahnya sendiri tidak tahu bahwa Raya adalah pemilik salon, bahkan ayahnya mengira Raya adalah karyawan.

“Berarti ibu Raya tidak berterus terang kepada orang tuanya bahwa dia pemilik salon ini, dan mengaku hanya sebagai karyawan,” kata salah satunya.

“Iya, kenapa ya, bu Raya?”

Tapi kasak kusuk itu berhenti karena ada pelanggan lain yang datang.

***

Pak Rahman nyamperin Raya dulu sebelum pulang untuk mengambil baju istrinya. Ia melakukannya, karena tiba-tiba sopirnya pamit karena istrinya mau melahirkan.

“Ray, bapak terkejut ketika mendengar bahwa kamulah pemilik salon itu.”

“Maaf, Pak. Saya memang belum mengatakan semuanya pada Bapak ataupun ibu.”

“Ibumu khawatir dengan keadaan ini.”

“Apa yang ibu khawatirkan?”

“Banyak hal tentang kamu dan Damian. Damian kuliah, lalu kalian bisa ke Jakarta pulang pergi dengan naik pesawat, dan sekarang ternyata kamu memiliki salon kecantikan.”

“Apa yang ibu khawatirkan?" Raya mengulangi pertanyaannya.

“Ibumu selalu menganggap, dari mana Damian mendapat duit segitu banyak. Ibumu khawatir uang itu didapat dari meminjam, atau menggadaikan rumah, atau apalah, karena setahu kami, Damian kan tidak punya apa-apa. Wajar saja kalau orang tua khawatir, hanya saja, ibumu memang agak berlebihan.”

“Raya tahu, ibu mengira kami mendapatkan uang dari sesuatu yang tidak wajar, tidak terpuji, atau apalah, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya.”

“Bapak tidak sepenuhnya menyalahkan ibumu, walau terkadang menjengkelkan. Mengapa kamu tidak berterus terang saja tentang semua itu, supaya orang tua tidak khawatir.”

Raya menghela napas.

“Raya mengerti, apa yang dikatakan ibu itu, terbawa oleh rasa tidak sukanya kepada Damian.”

“Benar.”

“Dan itu sebabnya Damian tidak ingin berterus terang tentang uang itu. Tapi Bapak harus percaya, bahwa Damian tidak akan melakukan hal yang buruk, yang menyimpang dari kebenaran. Damian orang baik, yang tidak ingin menyombongkan diri atas apa yang bisa dilakukannya. Pada suatu hari nanti, Damian pasti akan mengatakannya.”

“Bapak mengerti.”

Mobil pak Rahman berhenti di halaman rumahnya, dan bik Sarti yang sudah mendapat perintah untuk menyiapkan baju ganti untuk bu Rahman, sudah menyiapkannya di teras, dalam sebuah kopor kecil.

***

Ketika pak Rahman dan Raya sampai di rumah sakit, segera bergegas ke ruang rawat, dimana bu Rahman ditinggalkannya seorang diri.

Tapi betapa terkejut mereka, ketika melihat bu Rahman tidak sendiri. Ada Damian di samping tempat tidurnya, sedang memijit kakinya, sedangkan bu Rahman memalingkan muka.

***

Besok lagi ya.

 

 

42 comments:

  1. Alhamdulillah SP 57
    udah tayang

    Mojok yuuuk mojok biar tau kelanjutan nya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah sdh tayang 19:54 WIB
      Juaranya yang nunggu gawang sejak bakda maghrib tadi... Berhasil dia balapan..... pada jam yang sama ada :
      1. Jeng Sari Oesman Bekasi;
      2. Jeng Hermina Sukabumi;
      3. Jeng Sri Maryati Pondokgede Bekasi;
      4. Jeng Padmasari Malang;
      5. Ditutup oleh akung Latief Sragentina.

      Dibuka lagi akung Hadi Sudjarwo TangSel, 19:55
      Cak Herry Pur Sorbejeh;
      Sapaan Bunda Tien pada pukul 19:55, selanjutnya 19:56 rombongan Jeng Aniek, jeng Tri......

      Selamat malam bu Tien.....Semakin gayeng critanya
      Ketemu nggak ya mereka nanti sama pak Maksum dan istrinya yang diberi uang Damian 15 jiti untuk perawatan istrinya ??

      Delete
  2. 🌾🎍🌾🎍🌾🎍🌾🎍
    Alhamdulillah eSPe 57
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga sehat selalu &
    smangats berkarya...
    πŸ¦‹ Salam Aduhai πŸ¦‹
    🌾🎍🌾🎍🌾🎍🌾🎍

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang

    ReplyDelete
  4. Salam sehat
    Salam aduhai .....
    Terima kasih mbak Tien, yang dinanti nanti sudah tayang.

    Salam Nusantara
    Merdeka ..... !πŸ’ͺ

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah.
    Maturnuwun Ibu Tien...sehat selalu buat Ibu Tien...

    ReplyDelete
  6. Kurang apa menantu seperti Damian coba...
    Msi kurang wae to bu.Rahman...πŸ˜‰πŸ˜‰

    Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™

    Salam sehat selalu dari kota Malang.πŸ₯°πŸ₯°

    ReplyDelete
  7. Hamdallah Sebuah Pesan ke 57 telah tayang. Mature Nuwun nggih Bu Tien. Semoga Ibu beserta Keluarga selalu Sehat wal Afiat, Bahagia dan selalu di Rahmat ti Allah SWT
    Aamiin 3 X YRA

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Sebuah pesan 57 nya
    Soga sehat selalu dan bahagia bersama dengan keluarga

    ReplyDelete
  9. Alhamdl bunda Tien terima kasih, salan sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, SP 57 sudah hadir , makin menggemaskan melihat sikap Bu Rahman , semoga beliau sakit dan masuk rumah sakit , setelah kembali ke rumah menyadari bahwa menantunya adalah orang yang baik dan menyayangi anaknya luar biasa .

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..sehat selalu..πŸ™

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah Damian sdh tayang..
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga sehat" dan berbahagia selalu..
    Salam ADUHAI dari Sukabumi

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien.
    Semoga kita semua dalam kondisi sehat wal afiat Aamiin 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah SEBUAH PESAN~57 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.. Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  17. alhamdulillah ... terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat bahagia selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun bu Tien sugeng ndalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  21. Alaahh.... Bu rahman bakal kewalat, biar sujud d kaki damian.. kapan yah
    Makasih bunda sallam sehat dan terus berkarya

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien
    Salam sehat wal'afiat, bahagia selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  23. Kepikiran terus ya.. uangnya dari mana..
    Waktu kecil sudah tau waktu maen bersama temen temen; uangnya dari raja..
    Kasihan sampai dalem mikirnya; si cantik putri bungsu masalahnya, yaa namanya ibu, kepikiran terus donk..
    Rupanya tadi ada yang ngasih tahu, kalau Bu Rahman dirumah sakit, jadi langsung pergi ke rumah sakit; jadi mengganti kerjaan mbok Sarti jadi tukang pijit; ya paling beraninya dikaki, nggak kemana mana juga.
    Paling sampai tungkak; tuh pertigaan, eh sekarang jadi perempatan, jl Tamansiswa, ya kalau di Yogya.
    Tuh Damian, kasih tahu sana sama nyonya biar tenang, cantik cantik nanti bisa merot lho, kebanyakan mikir uang melulu, takut ngutang seeh.
    Biar lega; kan ngasih uangnya sebelum pergi kepengulu.
    Tujuan memiliki usaha juga dijelasin; Raya belajar menjadi manager, sesuai faknya.
    Pemberitahuan asal usul dana itu; jadi donk, masak ditunda terus, penasaran terus sama aja menyiksa kan.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Sebuah pesan yang ke lima puluh tujuh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah Sebuah Pesan 57 sudah Aku nikmati. Walau kaget karena Damian sudah menemani Bu Rahman. Matur nuwun mbak Tien, semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien, salam dari Yk ...

    ReplyDelete
  26. Suwun² nembe saget buka hp, mbakyu Tienkumalasari epsd 57 sampun tayang, salam kangen dari Cibubur, JakTim

    ReplyDelete
  27. Sehat Selalu Bu Tien, terima kasih, selalu aku tunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  28. Damian memang luar biasa...
    Tapi Mbak Tien lebih luar biasa lagi...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  29. Bu Rahman menuai hasil dari perilaku buruknya yg selalu berfikiran negatif terhadap Damian.
    Makasih mba Tien.

    ReplyDelete
  30. sepertinya damian segera nitip uang di bagian administrasi ini .....

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah eps 57 sdh tayang . Aduhh saya sampe mules nunggu2 ditayangkan eps 57 sambil ngebayangin kelanjutannya. Matur suwun Bu Tien.. sehat2 selalu dan semangatπŸ™πŸ‘πŸ½

    ReplyDelete
  32. Terima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  33. Manusang, ibu Tien sayang. Salam sehat...πŸ™πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...