Saturday, July 29, 2023

SEBUAH PESAN 56

 SEBUAH PESAN  56

(Tien Kumalasari)

 

Raya masih terus mendengarkan apa yang Ani katakan, dan membuatnya terus terpana. Ani menceritakan semuanya, menceritakan apa yang dibicarakannya dengan laki-laki yang sampai sekarang dia lupa tidak menanyakan siapa namanya.

“Ya Tuhan, Hanna … begitu jahatnya dia, sementara aku ingin berbaik-baik padanya, walau aku tahu dia menyukai suamiku,” gumam Raya.

“Ibu tadi mengatakan tentang foto itu?” tanya Damian setelah Raya memberikan kembali ponselnya.

“Iya, aku hampir tersulut emosi. Maaf Dam. Aku tahu kamu tak seburuk itu.”

"Raya, bagaimana keputusan kamu? Sudah kamu katakan semua pada suami kamu?” tiba-tiba bu Rahman muncul di depan pintu.

Raya menoleh ke arah ibunya, menggelengkan kepalanya.

“Tidak Bu, mas Damian suami yang baik, dia tidak menghianati Raya, kami akan terus bersatu dan saling mencintai.”

“Ya ampun Raya! Kamu gampang sekali terbujuk oleh rayuan dia. Bahkan bukti nyata yang kamu lihat tidak juga bisa merubah kebodohan kamu?” kata bu Rahman dengan nada tinggi.

"Foto itu rekayasa yang dibuat Hanna, untuk memisahkan kami Bu.”

“Apa kataku tadi. Ada orang yang ingin merusak hubungan dan rumah tangga Raya bersama Damian,” tiba-tiba saja pak Rahman muncul. Barangkali kesal dengan nada tinggi yang diperdengarkan istrinya.

“Aku tidak mengerti, sungguh aku tidak mengerti,” bu Rahman memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.

“Hanna menyuruh orang untuk membuat foto-foto saat Damian bersama teman kuliahnya. Itu foto bukan saat mereka berpelukan. Ani hampir jatuh ketika bertabrakan di depan pintu kelas, lalu mas  Damian menahan tubuhnya dengan memegangi pundaknya. Ibu lihat buku berserakan di bawah bukan? Buku-buku itu terjatuh ketika mereka hampir bertabrakan,” terang Raya.

“Itu alasan yang dibuat suami kamu kan?”

“Bukan. Ani bertemu dengan orang suruhan Hanna, yang menceritakan semuanya. Apa perlu kami membawa orang itu ke hadapan Ibu supaya Ibu percaya?” tantang Raya yang kesal melihat sikap ibunya.

“Sudah … sudah, tidak usah membawa siapa-siapa untuk membuktikannya. Bikin malu saja. Ya sudah, sekarang kalian pulanglah,” perintah pak Rahman.

“Damian juga dikirimi foto seperti itu di ponselnya. Ibu mau lihat?” Raya mengambil lagi ponsel Damian, menunjukkan foto serupa kepada ibunya. Bu Rahman hanya melirik sekilas.

“Bagaimana Bu, apakah kami harus mencari orang itu, atau membawa Hanna kemari?”

“Tidak Ray, sudah. Kalian pulang saja, jangan memperpanjang masalah yang memang dibuat oleh orang lain untuk memisahkan kalian. Teruslah hidup rukun, semoga kalian selalu bahagia,” kata pak Rahman dengan sabar.

Bu Rahman membalikkan tubuhnya, masuk ke dalam rumah. Berbagai perasaan memenuhi dadanya. Mungkin saja malu, atau kecewa karena harapan yang tadinya muncul, sirna tiba-tiba. Harapan untuk memisahkan Raya dan Damian, yang dianggapnya telah mengecewakannya.

“Ya sudah Dam, ayo kita pulang,” ajak Raya sambil berdiri, kemudian menarik tangan suaminya.

Keduanya menyelami tangan pak Rahman. Raya mencari-cari ibunya yang sudah tak kelihatan lagi.

“Sudah, biarkan saja ibumu, nanti aku yang akan bilang bahwa kalian sudah pulang. Barangkali memerlukan waktu untuk menenangkannya,” kata pak Rahman sambil menepuk bahu Damian.

***

Hari minggu siang itu Damian dan Raya duduk santai di rumah. Kalau hari Minggu, Raya juga tidak ke salon, meskipun salon tetap buka. Masing-masing merenungkan apa saja yang menimpa mereka, sejak pernikahan sampai bisa membentuk sebuah keluarga yang tenang dan saling pengertian.

Segala cobaan hinaan bahkan sindiran menyakitkan, dan caci maki yang mereka terima, terasa lebih menguatkan mereka untuk tetap berangkulan erat dalam mengayuh kehidupan.

“Apa yang kamu pikirkan Dam?” tanya Raya.

“Aku ingin mencari orang suruhan Hanna.”

"Mau kau apakan dia? Dia hanya orang tak punya yang tertarik melakukan apa yang Hanna suruh, karena dia butuh uang.”

“Tidak akan aku apa-apakan, hanya ingin ketemu saja."

“Aku ikut. Aku tak mau kalau sampai kamu menghajarnya karena kemarahan kamu. Bukan dia yang bersalah, bukan?”

“Benar, bukan dia yang bersalah.”

“Lalu apa?”

“Dia kan hanya penjual gorengan, sementara sekarang istrinya sakit. Dari mana dia dapat uang? Laki-laki itu hanya tukang bersih-bersih atau apa lah, kalau ada tetangga membutuhkan tenaganya.”

“Lalu ….”

“Akan kita beri dia uang.”

“Dam, itu benar?” mata Raya berbinar. Suaminya begitu sempurna. Dia ganteng, baik, sabar, penuh kasih sayang., Bukan hanya kepada dirinya, tapi juga kepada orang lain, dan peduli kepada penderitaan orang.

“Tentu saja. Kalau mau besok pagi saja, sebelum aku berangkat kerja.”

“Nggak apa-apa, aku ke salon agak siangan.”

***

Ternyata pada pagi keesokan harinya, penjual gorengan itu tetap ada. Damian ingat laki-laki itu, yang menagih uang tagihan ke rumah Hanna.

“Mau gorengannya dong. Dua puluh ribu,” kata Damian tiba-tiba, mengejutkan laki-laki itu.

Melihat Damian, dia tampak terkejut dan ketakutan.

“Mengapa Bapak menatap saya seperti itu? Apa menurut Bapak, saya ini hantu?” canda Damian.

Tukang gorengan itu sudah mengatakannya kepada Ani, dan dia yakin bahwa laki-laki ganteng yang menjadi salah satu ‘korbannya’ juga sudah diberi tahu.

 “Saya … saya minta maaf … sungguh saya menyesal …” ucapannya mirip sebuah rintihan, membuat Damian dan Raya merasa iba.

“Mengapa Bapak minta maaf, kami hanya ingin membeli gorengan. Ini uangnya,” kata Damian sambil memberikan uang dua puluh ribu.

“Saya mau yang pisang, sama tahu isi, sama ubi jalar,” kata Raya.

“Nama Bapak siapa?”

“Ss … saya … Maksum.”

“Oh, Pak Maksum ya? Baiklah, itu tadi, pesanan istri saya, dan itu uangnya.”

Maksum mengambilkan gorengan yang dipesan dengan tangan gemetar. Ia membayangkan, setelah dia melayani pesanannya, barangkali laki-laki ganteng itu akan menghajarnya.

“Nama saya Damian, dan ini istri saya, Raya.”

“Oh, iy … iya …” kata Maksum, masih dengan tangan gemetar.

“Mengapa Sampeyan yang jual gorengan? Biasanya istri Sampeyan kan?”

“Ya itulah, istri saya masih belum sembuh juga. Saya merasa, ini akibat dari perbuatan saya. Saya sangat bodoh, ngiler uang dua juta yang belum pernah saya pegang, tapi imbasnya adalah istri saya sakit. Harusnya dia dirawat, tapi saya tidak kuat membayarnya. Kalau nanti pak Damian menghajar saya, saya tidak lagi bisa jualan. Kami akan kelaparan,” kata Maksum sambil membungkus gorengan pesanan Raya.

Damian tertawa.

“Apa Pak Maksum mengira bahwa saya akan menghajar Pak Maksum?”

“Saya sudah bersalah. Dosa saya besar.”

“Pak Maksum tahu? Hanna itu ingin agar saya bertengkar dengan istri saya, bahkan mengharap kami akan bercerai. Tapi Bapak lihat, kami baik-baik saja kan?”

“Iyy … ya. Orang baik dilindungi Allah. Orang jahat mendapat hukuman.”

“Itu bukan hukuman, tapi peringatan, agar kita tahu apa yang salah dalam apa yang kita lakukan.”

Maksum mengangguk. Perlahan rasa takutnya hilang, melihat sikap Damian dan istrinya yang sangat manis.

“Bawalah istri Bapak ke rumah sakit, supaya segera bisa disembuhkan. Karena penanganan di rumah sakit lebih baik dari pada dirawat sendiri di rumah.”

“Mana mungkin saya membawa istri saya agar dirawat?” kata Maksum sambil tersenyum pahit.

“Bawa saja, dari pada sakitnya terlalu lama. Ini uang untuk berobat,” kata Damian sambil memberikan uang sebanyak limabelas juta.

Maksum gemetar menerimanya.

“Ti … tidak … ini tidak mungkin … saya … saya …”

Lalu Maksum mengucapkan terima kasih berkali-kali.

“Kalau masih kurang, carilah istri saya di salon Raya, saya beri alamatnya nanti,” lanjut Damian sambil meraih tangan istrinya, diajaknya pergi. Tak sampai hati dia melihat kesedihan di mata Maksum, dan ucapan terima kasih yang diucapkannya bertubi-tubi.

***

 Sore hari, bu Rahman melamun di teras, memikirkan kegagalannya memisahkan Raya dan Damian. Lalu ia merasa, terkadang dirinya keterlaluan.  Tapi kemudian disusul oleh perasaan tak puas. Betapa gundah dan tak tenteramnya hatinya, ketika mengentaskan anak bungsunya. Tidak seperti ketika menikahkan Kamila dan Abi, yang begitu terlepas dan mapan, maka puaslah hatinya.

Mengapa Raya ini berbeda? Mengapa pilihannya sangat mengganggu hidupnya? Bu Rahman menyandarkan kepalanya di kursi teras. Ia merasa sangat pusing.

Lalu tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di halaman. Bu Rahman mengira mobil suaminya, ternyata bukan.

Bu Rahman melongok ke halaman, menunggu siapa yang datang.

“Tante.” sebuah teriakan terdengar. Bu Rahman menghela napas panjang. Ternyata Hanna. Ia masih ingat penuturan Raya kemarin, bahwa Hanna lah yang menyuruh seseorang untuk membuat foto Damian dan teman wanitaya.

Bu Rahman bergeming, tetap duduk di kursinya.

“Tante sedang apa?”

Sesungguhnya Hanna ingin tahu, bagaimana reaksi keluarga Raya setelah menerima foto yang dikirimkannya melalui Maksum. Tapi ia pura-pura tidak mengerti., dan bersikap seperti tak terjadi apa-apa. Ia duduk di depan bu Rahman, meletakkan sebungkus kue-kue yang dibelinya di jalan.

“Tante, saya bawa kue-kue. Enak nih, Tante pasti suka,” katanya sambil tersenyum. Bu Rahman hanya menatap bungkusan itu sekilas.

“Tante, mengapa Tante seperti sangat bersedih? Apa yang sedang tante pikirkan? Saya dengar mbak Mila telah melahirkan. Pasti senang dong. Cucu selalu membuat orang tua senang."

Hanna tak perlu menceritakan bahwa dia pernah menjenguk anak Kamila, ia hanya memancing-mancing, dan ia juga sebenarnya ketemu bu Rahman saat itu. Tapi Hanna terus saja mengoceh. 

" Ya kan Tante? Tapi terkadang memang ada saja yang membuat kecewa. Semoga tante bahagia dengan kedua putri tante yang sudah menikah. Ya kan Tante?”

Bu Rahman menatap Hanna dengan perasaan tidak senang. Ia merasa Hanna sedang memancing-mancing, karena dia juga ketemu ketika Hanna bersama Rosa menjenguk bayi Kamila. Tapi bu Rahman tak peduli, yang dirasakannya adalah Hanna telah mempermalukannya.

“Mengapa kamu begitu ceroboh?” katanya sengit.

Hanna terkejut. Mengapa sikap bu Rahman seperti sangat tidak bersahabat.

“Maksud Tante?”

“Kamu menyuruh orang yang tidak berguna. Kamu membuat foto yang akhirnya hanya mempermalukan saya.”

Degg.

Hanna tersentak. Rupanya bu Rahman sedang berbicara tentang foto yang dikirimkannya. Bagaimana dia bisa tahu kalau dirinya yang berbuat? Siapa mengatakannya? Apa Maksum membocorkan semuanya pada bu Rahman? Mengapa mempermalukannya? Apa Damian dan Raya mengerti semuanya, dan bahkan tahu bahwa  dirinya yang melakukannya? Celaka kalau begitu.

“Tante, mengapa Tante mengatakan bahwa Hanna adalah_”

“Kamu menyuruh orang, dan orang itu mengatakannya kepada orang yang kamu fitnah. Kamu ceroboh dan bodoh!”

“Yaaah, benarkah?”

“Kamu bodoh, menyuruh orang sembarangan.”  omel bu Rahman.

Kata-kata bu Rahman itu menunjukkan bahwa sebenarnya bu Rahman mendukungnya, hanya saja menganggap dirinya ceroboh, karena rencana yang seharusnya sudah jadi itu ternyata bocor.

“Jadi benar kan, kamu yang menyuruh orang itu?”

“Iya, Tante. Maaf. Bocor ya? Jadi Damian dan Raya sudah tahu?”

“Sudah tahu, jadi kamu tanggung sendiri saja akibatnya.”

Hanna pulang dengan perasaan tak menentu. Alangkah malu ketika Damian sama Raya sampai tahu. Masih adakah muka untuk bertemu mereka?

***

Hari itu setelah pak Rahman berangkat ke kantor, bu Rahman memanggil bik Sarti ke kamarnya. Bu Rahman tampak terbaring di ranjang dengan wajah pucat.

“Ada apa Nyonya? Nyonya sakit?”

“Tolong minyak angin di atas meja itu Sarti,” katanya sambil menunjuk ke arah meja. Bik Sarti mengambilnya, kemudian mendekat ke ranjang. Ia sudah tahu kalau sang nyonya majikan minta di pijit.

“Dipijit Nyonya, tapi saya belum masak.”

“Tidak apa-apa, nggak usah dipijit, tolong gosok dada dan punggungku. Rasanya kok seperti sesak sekali untuk bernapas.”

“Nyonya terlalu banyak pikiran,” kata bik Sarti sambil membuka baju nyonya majikannya. Ia memegangnya dan merasa panas.

“Badan Nyonya panas sekali.”

“Tidak panas, aku hanya merasa sesak saja. Cepat gosok dan jangan banyak komentar,” cela bu Rahman sambil menelungkupkan badannya.

Bik Sarti menggosok seluruh punggungnya.

“Agak ditekan Sar, seperti kalau memijit itu.”

“Katanya sesak, nanti tambah sesak?”

“Tidak usah terlalu keras. Na, begitu. Sekarang bagian dada,” kata bu Rahman sambil tertelentang.

“Nyonya ini benar-senar sakit. Apa saya harus menelpon tuan?”

“Jangan, tidak usah. Nanti setelah digosok kan merasa hangat, lalu sembuh.”

Tiba-tiba ponsel bu Rahman berdering.

“Dari siapa itu.”

“Nggak usah diangkat ya Nyonya, nanti Nyonya terganggu.”

“Eeh, diangkat saja, siapa tahu penting.”

Bu Rahman meraih ponselnya, sementara bik Sarti terus menggosok dada, bahkan sampai ke ulu hati dan perutnya.

“Hallo, jeng Lusia? Ada apa jeng?” sapa bu Rahman setelah membuka ponselnya.

“Saya hanya ingin memarahi mbakyu.”

“Memangnya kenapa?”

“Ternyata Raya punya salon kecantikan, kalau tahu begitu saya pasti ke situ terus.”

“Apa?”

“Saya tadi coba-coba mampir ke situ, ini Mbak, hanya ingin membersihkan muka. Ada salon Raya, saya kok baru tahu. Ramainya bukan main, dan pelayanannya bagus. Saya sangat cocok Mbak. Lha ternyata itu milik Raya, Mbakyu kok nggak pernah bilang. Tahu begitu dari kemarin-kemarin saya ke situ."

“Oh, Raya kan hanya karyawan disitu.”

“Mbakyu ini suka merendah. Semua karyawan bilang kalau salon itu miliknya Raya, bagaimana sih.”

Bu Rahman tertegun. Salon itu milik Raya? Ia tiba-tiba merasa bahwa dadanya semakin sesak.

***

Besok lagi ya.

58 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang

    ReplyDelete
  2. Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sang Juara komennya gak cuman 1 kali, sampai 3 kali lho.
      Terima kasih bu Tien salam SEROJA

      Delete
  3. Hamdallah SP ke 56 telah tayang. Terima Kasih nggeh Bu Tien, semoga Ibu beserta Keluarga di Solo tetap Sehat wal Afiat dan Bahagia selalu. Selamat berakhir pekan nggih Bu. Aamiin

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun bunda Tien.

    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...terimakasih bunda

    ReplyDelete
  7. Wow juara bu Guru Susi Herawati

    Alhamdulillah eSPe 56 udah tayang
    Yuuk mojok dulu
    Penasaran kan bgmn muka mbok Rahman stlh Raya dan Damian tau bgmn photo itu bs di kirim

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bu Tien
    Salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah...Tks banyak bunda Tien..
    Salam ADUHAI..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  10. Kalau saya bilang, sukurin... Itu kasar banget ya bu Tien? 🀭🀭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehee .. nggak lah.. umpatan yang tidak kasar malah..
      Niuwun jeng dokter

      Delete
  11. Maturnuwun bu yien SP 56 sudah tayang.πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah udah tayang, terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah, matur nuwun inggih mbakyu Tienkumalasari sayang, epsd 56 sampun tayang, salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  14. Bu Tien matur nuwun SP56 sdh tayang

    ReplyDelete
  15. Terima kasih bu Tien, nah bu Rahman harusnya senang Raya bisa punya salon. Sesak nya nanti hilang kalau bu Rahman bisa menghilangkan kebenciannya........

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah SEBUAH PESAN~56 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.. Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.. terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdullilah..terima ksih bunda sp nya SDH tayang..slm sehat dan slm aduhai sll unk bundaquπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉπŸ’œ

    ReplyDelete
  19. Matur suwun ibu Tien
    Salam tahes ulales Dan tetap Aduhaiii πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  20. Sekarang siapa yg kena wirangnya. Trima kasih Ibu Tien, ceritanya unik sekali.
    πŸ‘❤πŸ‘❤πŸ‘❤

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien, salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  22. Bu.Rahman makin cemut² ni...
    Emang enak punya hati iri dengki srei..tumpek blek ??
    Marai ludira inggil wae..πŸ˜†πŸ˜†

    ReplyDelete
  23. Terima bunda Tien SP 56 yg ditunggu sudah tayang.
    Sehat selalu bunda ...
    Bahagia bersama keluarga tercinta ❤️
    Salam aduhai ...
    Berkah Dalem Gusti πŸ™πŸ›πŸ˜‡

    ReplyDelete
  24. Alhamdulilah sudah tayang SP 56
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  25. Terima kasih, ibu Tien sayang...salam sehat ya...maaf belum bisa komen2, kelewat beberapa episode, efek pindah rumah.πŸ€­πŸ˜€

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah. Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  28. Nyesek dadanya ya mak, kebanyakan dhuwit pelit lagi; nyesek tuh dada.
    Tanya lagi dari mana tuh dhuwit, pasti dari arisan tante tante sosialita nyuruh bikin salon buat grup sendiri khusus, huh kok disamain kaya grup wa aja.
    Bolehkan
    Yaah tambah nggak bisa nanggapin telepon bu Lusi. Yang ingin ngucapin selamat sama anak temennya, cukup sukses usahanya; customer nya banyak.
    Aduh hp maknya terjatuh eman eman hp mahal dijatuhin ribut dikamar itu terdengar lawan bicaranya, heboh deh mbok Sarti.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Sebuah pesan yang ke lima puluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  30. Wah... jantung an ini si nyonya besar..🀣🀣
    Trima kasih bu Tien . Sehat selalu😘😘

    ReplyDelete
  31. Terima kasih Bu Tien, banyak pelajaran yg bisa diambil dari kisah ini.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah SP-56 sdh hadir
    Terima kadih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  33. Trimakasih Bu Tien .... salam sehat selalu .

    ReplyDelete
  34. Matur nuwun Bu Tien, mugi Ibu dalah keluargo tansah pinaringan kasarasan...aamiin.

    ReplyDelete
  35. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah sudah saya nikmati. Terimakasih Mbak Tien, semoga selalu sehat. Salam dari kota Keripik Putwokerto

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, terimakasih, salam sehat... Mbakyu

    ReplyDelete
  38. 🌹🌸🌹🌸🌹🌸🌹🌸
    Alhamdulillah eSPe 56
    sudah tayang...
    Ketinggalan belum komen 😊
    Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga sehat selalu &
    smangats berkarya...
    πŸ¦‹ Salam Aduhai πŸ¦‹
    🌹🌸🌹🌸🌹🌸🌹🌸

    ReplyDelete
  39. Terimakasih Bu Tien . Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  40. Nah kan Bu Rahman semakin malu. Suuzon terus sih.
    Mudah²an Bu Rahman menyadari kekeliruannya. Bertobat.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu, aduhai

    ReplyDelete
  41. manusang bu Tien Sebuah Pesan eps 56 sudah tayang dan isinya secara perlahan akan menyampaikan.
    1 Raya sukses mengelola salon dan bahagia dg pekerjaannya
    2. Kapan (eks Tk kebun) Damian Wisuda
    3 kapan Damian dan Raya mengunjunginsaudaranya di Amrik
    kita tunggu saja kepuawaian bu tien mengelola 3 pesan
    Gapailah cita²mu, kunjungi saudaramu dan bahagiakan anaku
    kita tunggu saja dg sabar lanjutan ceritanta...salam Aduhai

    ReplyDelete
  42. Tampaknya Hanna masih akan terus melakukan usaha untuk memisahkan Damian dan Raya.
    Akal bulus apa lagi yang akan dilakukan, kita tunggu saja, besok lagi ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  43. Matur nuwun... Bu Tien... Selanjutnya sangat dinanti...

    ReplyDelete
  44. Terimakasih Bu Tien yang tidak pernah lelah menuliskan cerbung buat kami,
    sehat2 selalu ya Bu....salam aduhaaaiiiiii

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...