Saturday, July 1, 2023

SEBUAH PESAN 33

 SEBUAH PESAN  33

(Tien Kumalasari)

 

Acara  lamaran itu akhirnya selesai. Ketika Damian berpamit pada Raya, ia mengatakan sesuatu dengan pelan, tapi ia yakin bahwa pak Rahman dan bu Rahman pasti mendengarnya.

“Non, maafkan saya, karena hanya bisa memberikan cincin imitasi yang tidak ada harganya Pada Non. Maaf ya Non.”

Raya menatap kekasihnya dengan mata berbinar.

“Dam, apapun yang kamu berikan untuk aku, adalah sangat berharga bagiku. Tak ternilai,” katanya yang dibalas dengan senyuman paling manis oleh Damian. Raya terpesona menatapnya. Alangkah tampan calon suaminya. Agak nekat Raya, ketika berlama-lama memandangnya, membuat Damian tersipu kemudian  beralih menyalami pak Rahman dan bu Rahman.

“Aku percayakan kelak anak bungsuku, untuk kamu jaga dan kamu cintai dengan sebanyak cinta yang kamu miliki.”

“Akan saya jaga seperti menjaga permata yang sangat berharga,” balas Damian sambil tersenyum, sementara bu Rahman justru membuang muka. Ia hanya mengangguk ketika Damian menyalaminya.

Kamila sangat senang melihat sang adik begitu bahagia. Ia bergerak sangat lincah dan begitu ramah menyalami keluarga Agus, yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Tapi sikap bu Rahman yang tampak tak suka, kemudian menjadi perbincangan diantara Agus dan keluarganya, yang ikut mengantarkan Damian.

“Aku terkejut melihat sikap calon ibu mertua kamu Dam. Begitu kelihatan kalau dia merendahkan kamu,” kata Agus.

“Sudah lumrah kalau aku di rendahkan, karena aku kan memang orang rendahan.”

“Tapi tidak seharusnya dia mengucapkan kata-kata menghina yang didengar oleh banyak orang. Harusnya dia sungkan.”

“Ya, aku juga kaget tadi.”

“Tapi ayahnya sangat baik, dia menyalami kami dengan wajah ramah dan kata-kata yang hangat, seperti menyalami teman sejawat.”

“Hanya itu yang membesarkan hati aku, Gus.”

“Dan tentunya cinta sang putri kepada nak Damian, pastinya,” sambung ayah Agus.”

Damian tertawa.

“Sungguh beruntung nak Damian,” sambung ibunya. Pasti nanti akan ada pesta meriah diadakan oleh keluarga itu, soalnya nak Raya kan putri bungsu mereka yang akan dirayakan pernikahannya dengan pesta yang paling meriah,” kata ibu Agus menyambung kata-kata suaminya.

“Tidak Bu, non Raya sudah minta bahwa kami hanya akan menikah di KUA saja. Dan itu juga atas permintaan saya.”

“Apa mereka mau?”

“Kami sudah sepakat, pastinya mereka akan melakukannya sesuai permintaan kami berdua.”

“Ya sudah, kita doakan saja ya Pak, Bu, agar Damian berbahagia dengan pilihannya.”

“Aamiin,” kata ayah dan ibu Agus hampir bersamaan.

***

Melihat sikap ibunya yang belum juga luluh, walau ayahnya sudah dengan jelas merestuinya, Raya sangat sedih. Begitu tamu-tamunya pulang, ia segera menemui ibunya yang sudah masuk ke dalam kamar.

“Bu, maafkan Raya ya,” katanya sambil memeluk ibunya.

“Mengapa meminta maaf?”

“Raya telah mengecewakan Ibu. Ibu harus tahu, Raya sangat mencintai Damian, dan Raya yakin, Damian akan menjadi suami yang baik bagi Raya. Raya akan bahagia menjadi istrinya..”

Bu Rahman mendorong tubuh Raya pelan.

“Kamu tahu, bahwa seoramg ibu akan melakukan hal terbaik bagi anaknya? Kamu tahu, ibu sangat menghawatirkan kamu? Selama ini kamu hidup berkecukupan, tidak pernah kekurangan, apa yang kamu inginkan pasti kesampaian, lalu apa yang menunggu kamu setelah menikah nanti? Hidup seperti apa yang akan kamu hadapi? Apakah kamu pernah membayangkannya?”

“Raya sudah tahu apa yang akan Raya lakukan. Raya mengerti bahwa Raya tidak akan hidup berlimpah kesenangan seperti ketika hidup di dekat Ibu dan bapak, tapi Raya akan bahagia.”

“Raya, bahagia itu adalah apabila apa yang kita inginkan bisa kesampaian.”

“Dan Raya menginginkan Damian,” kata Raya sambil kembali memeluk ibunya.

Bu Rahman menampakkan wajah cemberut. Raya menjatuhkan tubuhnya di lantai, lalu menelungkupkan kepalanya di pangkuan sang ibu.

“Ibu, tolong restui Raya, ya Bu,” isaknya.

Tak urung hati bu Rahman runtuh.  Ia tidak mengatakan apapun lagi, tapi mengelus kepala anaknya.

“Tolong beri Raya restu Ibu.”

“Ibu ingin kamu benar-benar hidup senang,” akhirnya kata sang ibu.

“Raya berjanji, akan hidup senang dan bahagia,” kata Raya sambil berdiri, kemudian sekali lagi merangkul ibunya, lalu beranjak keluar dari kamar itu.

Bu Rahman tampak mengusap setetes air matanya yang kemudian runtuh.

“Aku tak ingin melihat kamu sengsara,” bisiknya sambil mengusap air matanya.

***

“Raya, aku mencari kamu ke mana-mana. Rupanya kamu dari kamar ibu,” kata Kamila yang tampaknya sudah bersiap akan pergi.

“Mbak kembali hari ini juga?”

“Sore ini kami harus kembali, karena mas Abi selalu berangkat ke kantor pagi-pagi. Aku tak ingin tergesa-gesa saat menyiapkan semuanya sebelum dia berangkat kerja.

“Istri yang baik,” puji Raya sambil memeluk kakaknya.

“Kamu juga harus bisa menjadi istri yang baik.”

“Akan aku lakukan.”

“Damian sangat tampan ya. Itu yang membuat kamu sangat mencintai dia?”

“Bukan hanya itu. Dia itu sangat baik, begitu santun dan menghormati aku. Dia juga tidak begitu saja menerima cinta aku. Aku harus menangis siang dan malam saat dia minta agar aku melupakan dia. Tapi aku tidak bisa. Semakin dia menyuruh aku pergi, semakin aku jatuh cinta,” kata Raya berterus terang.

Kamila tertawa.

"⁸Kamu tadi ngapain di kamar ibu? Ibu memarahi kamu?”

“Tidak. Aku yang mendatangi ibu, dan manangis di pangkuannya, mohon agar ibu merestui hubungan aku.”

“Dan ibu merestuinya? Kelihatan sekali bahwa ibu tidak suka sama Damian.”

”Ibu tidak mengatakan bahwa beliau merestui, tapi ibu akan mendoakan aku untuk kebahagiaan aku.”

“Semoga semakin hari, hati ibu akan semakin luluh. Yuk ke depan, mas Abi sudah menanti, tuh.”

“Aku akan mengantarkan Mbak dan mas Abi ke bandara.”

“Kamu kan jarang nyetir, biar kami naik taksi saja.”

“Eeh, jangan meremehkan Raya, ya. Walaupun jarang membawa mobil, tapi aku bisa nyetir dengan canggih, tahu.”

“Benar?”

“Ayolah, tunggu aku sebentar, aku akan mengambil kunci dan mengeluarkan mobil aku,” kata Raya yang memang sesungguhnya memiliki mobil sendiri walau jarang sekali dipakainya.

***

Setelah pulang dari rumah Raya itu, Damian tidak langsung pulang. Ia pergi ke rumah Agus, dan menanyakan apa saja yang diperlukan saat dia menikah nanti.

“Kamu hanya akan mengurus surat-surat di kelurahan kamu. Katakan bahwa kamu akan menikah, maka semua yang harus kamu selesaikan pasti mereka sudah memberi tahu.”

“Baiklah, aku mengerti. Lalu apa?”

“Apa kamu akan memberikan serah-serahan?”

“Apa tuh?”

“Biasanya laki-laki yang menikah akan membawa serah-serahan, yang berujud kain, baju, perhiasan, uang, dan sebagainya,”

Damian hampir mengatakan bahwa dia akan mampu menyiapkan semuanya, tapi diurungkannya. Ia tak ingin apa yang akan diberikannya hanya akan menimbulkan cibiran di hati keluarga pak Rahman, terlebih ibunya.

“Aku tidak akan membawa apapun, mana aku mampu? Apalagi hanya sebulan waktu yang diberikan tuan Rahman.”

“Ya sudah, tidak apa-apa. Aku kan hanya mengatakan kebiasaan yang terjadi, tapi kalau tidak mampu juga tidak apa-apa.”

“Aku kan juga harus menghemat uang aku, untuk keperluan aku kuliah nantinya.”

“Benar, itu bukan keharusan. Semua tergantung kemampuan.”

“Baik, lalu apa lagi?”

“Apa kamu juga tidak akan memberikan mas kawin?”

“Mas kawin itu apa saja?”

“Kalau mas kawin biasanya hanya seperangkat alat shalat.”

“Nah, itu saja, tidak begitu mahal kan?”

“Tidak mahal, paling hanya duaratusan ribu, cukup.”

“Syukurlah, lalu apa?”

“Itu sudah cukup, kalau kamu menanyakan selanjutnya apa, aku tidak bisa menjawabnya. Tapi mungkin kamu akan membawa istri kamu honey moon keluar negri?” canda Agus, membuat Damian terbahak-bahak.

 “Jangan mengejek dong Gus, kamu seperti tidak tahu siapa aku.”

“Maaf, aku hanya bercanda. Pokoknya aku senang, dan katakan saja kalau kamu butuh bantuan.”

“Iya, aku kan hanya hidup sendiri dan tidak punya siapa-siapa, jadi aku sangat berharap kamu bisa membantu aku.”

“Siap, katakan saja apa yang kamu perlukan.”

“Besok aku mau minta tolong orang untuk mengecat rumahku. Tidak mahal kan mengecat rumah?”

“Tidak mahal, tetanggaku ada, nanti aku bilang sama dia, kapan dia ada waktu untuk mengecat rumah kamu. Kamu siapkan saja catnya, atau biar besok pagi-pagi sebelum kamu berangkat kerja, dia datang ke rumah kamu dan melihat mana yang akan di cat.”

“Baiklah, terima kasih banyak ya Gus, semoga tidak butuh banyak, rumahku kan kecil. Aku hanya ingin agar rumahku tidak kusam.”

“Baner, masa rumah pengantin baru kok kusam? Tapi apa kamu akan langsung membawa istri kamu pulang ke rumah kamu?”

“Ya iya lah Gus, namanya istri ya harus dibawa pulang.”

“Siapa tahu, kamu diminta tinggal di rumah mertua kamu.”

“Enggak lah Gus, aku nggak mau. Kalau dia mau menjadi istri aku, ya harus mau tinggal di rumah aku.”

“Baiklah. Lakukan saja yang terbaik. Aku mendukung apapun keputusan kamu.”

***

Sore itu ketika bik Sarti menyiapkan minuman sore untuk majikannya, dilihatnya wajah sang nyonya masih tampak keruh. Ia heran, mengapa ia belum juga bisa menerima keadaan, sementara suaminya bisa.

“Bik, nggak ada pisang goreng?” tanya pak Rahman.

“Ada,Tuan, saya sedang menggorengnya.”

“Bagus, sudah lama aku tidak makan pisang goreng. Setiap hari roti … roti … roti melulu.”

“Kemarin kebetulan nyonya  membeli pisang untuk digoreng, ini tadi sudah sangat matang, pasti enak dan manis, Tuan,” kata bik Sarti sambil bergegas ke belakang, karena dia memang sedang menggoreng pisang.

“Kalau ada pisang, kenapa tadi tidak dihidangkan tamu-tamu yang datang, Bu?” tegur pak Rahman kepada sang istri, yang sejak tadi diam.

“Mereka itu kalau pisang pasti sudah sering makan. Itu sebabnya ibu beli bermacam roti untuk hidangan,”

“Ya jangan begitu, memangnya pisang tidak pantas untuk dihidangkan?”

“Orang kampung pasti lebih suka roti daripada pisang,” jawab bu Rahman sambil tersenyum sinis.

“Ibu itu jangan suka merendahkan orang lain. Apa bedanya orang kampung dengan orang gedongan? Mereka juga manusia, makanannya sama.”

“Beda dong Pak, masa sih, makanan orang kampung sama orang gedongan bisa sama?”

“Ibu selalu begitu deh. Hanya karena tidak suka sama Damian, jadi uring-uringan begitu. Restui dong anak ibu, agar hidupnya bahagia.”

“Aku sudah bilang, akan mendoakan Raya agar menemukan kehidupan yang layak dan baik.”

Ketika itu ponsel pak Rahman berdering, dari Kamila.

“MIla, sudah siap berangkat kamu?”

“Sudah Pak, Raya baru saja kembali. Mohon doa restu ya Pak, sama Ibu juga.”

“Ya, hati-hati Nak, jangan lupa kamu datang saat adik kamu menikah nanti.”

“Iya dong Pak, pasti. Masih sebulan lagi, kami akan mengatur waktunya.”

“Baiklah. Ibu mau bicara?” tanya pak Rahman kepada istrinya. Tapi bu Rahman menggeleng.

“Ibu juga akan terus mendoakan kamu, katanya,” kata pak Rahman untuk menyenangkan hati putrinya.

Ia menutup pembicaraan dengan Kamila, sambil menahan rasa kesal kepada sang istri.

***

Damian sampai di rumah, lalu melihat-lihat keadaan rumahnya, mana yang harus dibenahi. Ia melihat ada atap bocor dan cat yang mengelupas. Ia akan berusaha membuat rumahnya tampak bersih dan nyaman untuk dilihat. Biarlah rumahnya tetap seperti itu, bukankah Raya sudah tahu kalau calon suaminya hanyalah laki-laki miskin?
Tak begitu banyak ia mengeluarkan uang untuk membenahi rumahnya nanti. Lalu ia masuk ke dalam kamarnya. Kecil, tapi bersih. Kasurnya adalah kasur tua yang entah sudah berapa puluh tahun umurnya. Haruskah diganti dengan busa yang empuk untuk persiapan menikah nanti?

Damian tersenyum, membayangkan pengantin baru yang akan tidur di kamar sempit, lalu tidur berdesakan. Mengapa tidak? Bukankah tidur berdesakan akan lebih romantis? Tapi Damian tak ingin mengganti kasurnya dengan kasur busa. Raya pasti merasa aneh kalau tiba-tiba dirinya punya banyak uang. Kejutan cincin berlian yang calon ibu mertuanya menyebutnya imitasi saja sudah membuatnya gerah. Tidak usah diganti, biarlah begini. Raya harus tahu bahwa tidur di kasur yang tidak lagi empuk tetap akan terasa nikmat bagi pengantin baru.

Diam-diam Damian tersenyum, ketika membayangkan ulah Raya nanti kalau sudah berada di kamarnya yang sederhana ini..

Tiba-tiba ponsel Damian berdering, dengan sigap Damian mengangkatnya, karena dari Raya.

“Dam, aku membawa mobil, baru kembali dari mengantarkan mbak Mila dan mas Abi ke bandara. Aku ke rumahmu ya, setengah jam lagi aku sampai,” kata Raya yang tak sempat dijawabnya karena Raya segera menutupnya.

Damian bergegas ke kamar mandi. Ia belum sempat mandi sejak kepulangannya, lalu menunggu sang kekasih hati di teras.

Tapi satu jam sudah berlalu, dan Raya belum juga tampak batang hidungnya.

***

Besok lagi ya. 

50 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun Mbak Tien sayang. Salam sehat Aduhai selalu.

      Delete
    2. πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘
      🌹🌹🌹🌹🌹🌹

      Selamat malam Bunda Tien
      Matur nuwun..

      Semoga Bunda sehat selalu
      Aamiin

      Salam ADUHAI dari Kalimantan


      πŸ’œπŸ’™πŸ’šπŸ’›❤

      Delete
  2. Alhamdulillah...maturnuwun.bu Tien

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  4. Mohon maaf, berhubung ada masalah teknis, malam ini baru acara syukuran lamaran..... dan InsyaAllah Senin acara akad nikahnya.....

    Ada apa ya Raya kok blm datang juga ? Padahal waktu telepon bilang 30 menit lagi nyampe ke rumah Damian.
    Mudah-2an tidak terjadi apa-apa terhadap Raya.....
    Hanya karena sedang dalam perjalanan dari Babar Layar 30 ke Jl. Slamet Riyadi 286 Hotel Dana menghadiri undangan bu Erni..
    Sampai ketemu hari Senin malam, apapun itu yang terjadi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Raya moga kamu gak kenapa napa yah
      Sabar ajah,pastinya Damian juga kepikiran nih

      Doaku ttp baik2 ajah
      Penasaran juga nih
      Tunggu bsk Senin apa yg akan terjadi terserah bunda Tien aj deh

      Mksh bunda Tien yg jelas ttp sehat dan ADUHAI

      Delete
  5. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien...
    Sugeng Dalu, mugiya ibu tansah pinaringan sehat wal afiat...
    Aamiin Yaa Mujibassailiin...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah SP-33 sdh hadir
    Terima kadih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  8. Waduh, ikut deg-degan dengan Damian nih, bu...🀭 Semoga Raya bisa datang walaupun terlbat ya, tunggu nanti Senin malam.πŸ˜€ Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  9. Waduh apa ada halangan ya janji setengah jam kok 1 jam msh bel sampai Raya ke rumah Damian ???...Salam sehat utk bu Tien.πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah sebuah pesan sdh tayang ...terima kasih bu tien..semoga ibu sehat selalu ..salam hangat dan aduhai...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah bisa masuk dan komen lagi, terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah SEBUAH PESAN~33 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien beserta keluarga tetap sehat .. Aamiin..🀲

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun. Sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  14. Ikut deg-degan juga, non Raya tidak segera tiba. Mudah mudahan hanya rintangan kecil saja.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Halah apa yg terjadi dengan raya?
    Mudah" han tak tetjadi apa apa

    ReplyDelete
  16. Sugeng Dalu Bu Tien... Matur Sukseme SP seri 33 sdh tayang, Salam Sehat Selalu, Salam Aduhai
    . Aamiin

    ReplyDelete
  17. 🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
    Alhamdulillah eSPe 33
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat2 slalu yaa Bu..
    Smangats berkarya trs.
    πŸ¦‹ Salam Aduhai πŸ¦‹
    🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat penuh barakah, aamiin....

    ReplyDelete
  19. Alhamdulilah...
    Tks banyak bunda Tien..
    Damian sdh tayang.. pdhl sdg menghadiri undangan..
    Semoga bunda selalu sehat dan berbahagia.. Aamiin.. πŸ™πŸ™πŸ₯°❤️

    ReplyDelete
  20. Ada apa dengan Raya.. janji datang 30 menit tetapi sampai 60 menit belum nongol, semoga Raya baik-baik saja. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah semoga Bu Tien Sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Raya kecelakaan?...
    Mbak Tien mau merusak kebahagiaan Raya dan Indo itu?....
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  23. Alhamdulilah sudah tayang SP 33
    Terimakasih bunda Tien, semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah SP 33 sudah tayang
    Matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  25. Terimakasih Mbak Tien, alhamdulillah sudah SP 33 Sudah ku nikmati. Salam sehat selalu 'tuk Mbak Tien dan keluarga.

    ReplyDelete
  26. Terimakasih ...Bu Tien. Ya ...nunggu Senin baru tahu apa yg terjadi dg Raya

    ReplyDelete
  27. Semoga tidak terjadi sesuatu pada Raya..πŸ˜₯

    Matur nuwun bunda Tien..
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  28. Kenapa ya dg Raya. Mudah2an tdk terjadi sesuatu.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  29. Wow beli nasi bungkus, sekalian camilan, buat biar lebih asyik menikmati kebersamaan sambil menikmati indahnya rembulan yang bersinar meremang menyinari gelapnya malam.
    Kaya waktu indekost yaa.
    Nggak apa-apa bagus ada getar dawai yang berirama senada.
    Indekos
    Lama lama indekis.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Sebuah pesan yang ke tiga puluh tiga sudah tayang
    Sehat sehat selalu
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ,πŸ™

    ReplyDelete
  30. Puji Tuhan, hubungan Damian - Raya sudah meningkat, sudah lamaran. Bulan depan sudah akan melangsungkan pernikahan di KUA.
    Namun ada apa pulang dari bandara antar kakaknya, yg mestinya 30 menit sampai rumah Damian, ini sdh 1 jam belum datang juga, semoga hanya karena jalan macet atau mobil mogok. Semoga cinta kalian berdua semakin mekar berseri...

    Matur nuwun ibu Tien, cerita yg menggemaskan. Monggo lanjut...

    ReplyDelete
  31. Terima kasih Bu Tien..... Semoga ga terjadi hal yang kurang baik terhadap Raya.... kasihan Damian

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...