Monday, June 12, 2023

SEBUAH PESAN 16

 SEBUAH PESAN  16

(Tien Kumalasari)

 

Kamila menatap adiknya lekat-lekat. Nama Damian yang disebutnya membuatnya bertanya-tanya. Ada apa antara Raya dan Damian? Apakah benar dugaannya, bahwa ada hubungan khusus diantara keduanya?

“Raya, mengapa Damian?”

“Apa?” tiba-tiba Raya terkejut sendiri atas apa yang baru saja diucapkannya.

“Apakah semalam kamu bersama Damian?”

“Aku ….”

Raya Benar-benar tak bisa menjawabnya. Ia tak mungkin membohongi kakaknya lagi, jadi ia memutuskan untuk berterus terang.

“Ya.”

“Jadi benar, antara kamu dan Damian … ada … hubungan cinta?”

“Tidak, bukan begitu … tapi ….”

“Raya... kamu sudah dewasa, dan aku adalah kakak kamu. Ada baiknya kalau kamu berterus terang saja sama aku. Apakah Damian, laki=laki yang membuat kamu jatuh  cinta?”

“Salahkah orang jatuh cinta?”

“Tidak … tapi … kamu dan Damian ….”

“Karena aku putri bungsu keluarga Rahman Utomo, dan Damian hanyalah seorang tukang kebun?”

“Jadi itu benar?”

“Tak ada yang bisa Raya lakukan, kecuali mengangguk, lemah.”

“Ya Tuhan, Raya … kamu cari perkara,” sesal Kamila.

“Apa Mbak tidak suka, aku mencintai dia?”

“Bukan aku, Jangan bicara tentang aku, tapi bicaralah tentang bapak sama ibu. Entah apa yang terjadi kalau mereka mendengar bahwa putrinya jatuh cinta kepada tukang kebun.”

“Dia tidak mencintai Raya,” bisik Raya lirih.

“Dia bilang begitu? Mungkin dia hanya takut.”

“Dia hanya tahu diri.”

“Tapi dalam hati dia juga cinta sama kamu kan?”

“Entahlah, dia bilang hanya sayang sama aku.”

“Apa bedanya cinta sama sayang?”

“Apa Mbak memarahi aku karena hal itu?”

“Entahlah, aku hanya takut terjadi huru hara akibat cinta tersembungi ini.”

“Tapi Damian akan pergi.”

“Pergi bukan halangan untuk memadu cinta,” kata Kamila yang kemudian keluar dari kamar Raya. Membiarkan Raya resah karena perasaannya sendiri.

***

Kamila mendekati Damian yang sedang mengumpulkan daun kering, yang kemudian dikumpulkannya ke dalam tong sampah.

“Damian ….”

Damian menghentikan pekerjaannya, menoleh heran ke aran Kamila, yang berjalan pelan mendekatinya.

“Ya Non?”

“Apa kamu memasukkan motor Raya ke bengkel?”

Damian tertegun. Apakah Raya mengatakannya kepada Kamila tentang kedatangan Raya ke rumahnya?

“Kamu tidak usah takut. Raya sudah mengatakan semuanya.

Damian mengangguk, khawatir akan mendapat marah.

“Baiklah, nanti siang kamu boleh mengambilnya. Bawa saja uang ini, kalau kurang kamu  boleh menelpon aku.”

Damian menerima uang itu dengan berdebar, Apakah Raya mengatakan semuanya tentang diri mereka?

“Kamu mencintai Raya?” tiba-tiba Kamila berterus terang, tanpa merasa ragu untuk menembaknya langsung.

Damian terkejut. Wajahnya langsung memerah, bagai kepiting direbus. Lalu ia menundukkan wajahnya.

“Maaf Non,” katanya sambil merangkapkan tangan.

“Mengapa minta maaf, jatuh cinta itu bukan dosa, selama kita bisa menempatkannya di tempat yang semestinya.”

“Saya tidak berani, dan itu sebabnya saya memilih pergi, berhenti dari pekerjaan saya di sini,” kata Damian berterus terang.

“Baiklah, aku mengerti. Nanti ambillah sepeda motornya.”

“Baik,” jawab Damian sambil menatap punggung Kamila yang berjalan menjauhinya. Ada rasa khawatir di hati Damian. Kalau Kamila sudah tahu, apakah kedua majikannya juga sudah tahu? Ingin sekali rasanya, bulan segera berakhir sehingga dia bisa langsung kabur di tempat yang membuatnya panas dingin.

***

“Raya belum bangun? Apa dia sakit?” tanya pak Rahman saat makan pagi tanpa kehadiran Raya.

“Agak anget, tapi tidak panas. Nanti Mila suruh dia minum obat setelah sarapan. Bibik juga baru menyiapkan sarapan untuk dibawa ke kamarnya,” kata Mila.

“Kehujanan sampai basah kuyup semalam,” sambung bu Rahman.

“Kemana dia?”

“Ke … rumah temannya,” sahut Mila yang tak ingin mengatakan apapun tentang hubungan Raya dan Damian. Toh Damian akan pergi, sehingga tak akan ada huru hara yang ditimbulkannya.

“Sudah kamu tanya, sepeda motornya di bengkel mana? Nanti suruh sopir mengambilnya,” kata bu Rahman lagi.

“Sudah Mila suruh Damian. Biar nanti dia yang mengambilnya.”

“Dia tahu tempatnya di mana?”

“Raya sudah memberi tahu.”

Kemudian mereka makan sambil berdiam diri.

“Oh ya, apa sudah mendapatkan tukang kebun baru?”

“Aku sudah pesan sama tetangga. Katanya ada.”

“Syukurlah. Kalau bibik semua yang mengerjakan, kasihan dia. Halaman ini kan sangat luas, harus ada yang khusus menanganinya,” kata pak Rahman.

“Abi masih di sini?” tanya pak Rahman kemudian kepada Kamila.

“Masih. Minggu depan dia ke Jakarta lagi.”

“Harus kamu tekan dia supaya menepati janjinya. Setahun itu menurut bapak, sangat lama.”

“Nanti Mila bicara lagi,” jawab Kamila singkat.

Diam-diam Kamila membenarkan apa yang pernah dikatakan Raya. Mendapatkan suami sibuk, akan sering membuatnya kesepian. Tapi dia sangat mencintai Abi. Dia akan melakukan apa saja demi Abi, biarpun terkadang telinganya terasa risih mendengar ayahnya mencela tak henti-hentinya.

***

Sore itu Abi datang ke rumah, Kamila mempersilakannya duduk dengan wajah berseri-seri.  Tapi baru saja Abi duduk,  ponselnya berdering, dan Abi segera mengangkatnya.

“Ya, ada, di rumah teman. Ada apa? … Oh, masih minggu depan, yang di sini belum selesai urusannya. Apa? Kalau sakit ya bawa ke dokter saja, mana mungkin, aku tidak bisa. Tetap minggu depan. Ya, tentu, dua hari lagi. Jangan konyol, minggu depan ya minggu depan. Sudah.”

Abi menutup ponselnya dengan wajah muram.

“Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa, orang kantor.”

“Siapa yang sakit?”

“Orang kantor.”

“Dia minta mas segera datang?”

“Iya, manja amat.”

“Perempuan?”

“Oh … bukan … bukan … laki-laki, sekretaris aku laki-laki.”

“Laki-laki bisa manja ya.”

“Minta ditemani, karena ada tamu yang ingin bekerja sama. Sudah, aku tidak ingin suasana bersama kamu menjadi terganggu.”

Kamila tersenyum manis.

“Apa kita akan pergi keluar?”

“Tidak apa-apa. Tapi udara mendung. Kalau hujan bagaimana?” tanya Abi.

“Bukankah Mas membawa mobil?”

“Oke, baiklah, kamu sudah siap?”

“Aku ganti pakaian dulu sebentar,” kata Mila sambil masuk ke dalam rumah dengan langkah riang.

Setelah Kamila masuk, Abi mengambil ponselnya, menulis sesuatu. Tampaknya dia sedang mengirim pesan singkat, entah kepada siapa. Dia masih menulis ketika Kamila keluar dengan pakaian cantik, yang menambah kecantikan wajahnya, diikuti sang ibu. Abi buru-buru menutup ponselnya, kamudian menyimpannya kembali di saku bajunya,

“Mau pergi ke mana?” tanya bu Rahman ramah.

“Hanya jalan-jalan Bu.”

“Hati-hati, udara mendung. Ibu kira sebentar lagi pasti hujan.”

“Baik Bu.” tubuhnya bak peragawati, berharap Abi akan memujinya, tapi ternyata Abi hanya tersenyum menatapnya mesra.

“Apakah aku cantik?” kesal tidak mendengar pujian, Kamila memancingnya.

“Kamu kan selalu cantik,” jawabnya singkat sambil berdiri kemudian mencium tangan calon ibu mertuanya.

Lalu ia mendahului melangkah keluar dari teras, diikuti Kamila dengan perasaan sedikit kesal.

Bu Rahman hanya geleng-geleng kepala, kemudian masuk ke dalam rumah setelah bayangan mobil Abi tak kelihatan lagi.

Ketika melewati kamar Raya, dilihatnya bik Sarti baru keluar dari kamar Raya.`

“Masih belum mau ikut makan di ruang makan ya Bik?”

“Belum Nyonya, tampaknya masih lemes.”

“Apa badannya masih panas?”

“Tidak begitu panas, cuma anget, seperti kemarin. Tapi saya bilang, sebaiknya ke dokter, tampaknya tidak mau.”

“Dia itu susah sekali kalau diajak ke dokter. Tapi kita lihat saja sampai besok, kalau masih belum bisa bangun, meskipun tidak panas, aku akan memaksanya ke dokter.”

“Iya Nyonya, sebaiknya kalau masih sakit juga harus dipaksa.”

“Atau kalau enggak, biar nanti ayahnya memanggil dokter langganan saja.”

“Iya Nyonya, saya kebelakang dulu,” kata bik Sarti sambil beranjak ke belakang.

Bu Rahman masuk ke kamar Raya, mendapati anak bungsunya masih tidur dengan berselimut sampai ke dada.

“Kamu masih sakit?”

“Enggak Bu, hanya sedikit pusing. MBak Mila sudah memberikan obat.”

“Kalau sampai besok kamu belum sembuh juga, kami akan membawamu ke dokter. Atau kalau enggak, ayah kamu akan memanggil dokter langganan ke rumah.”

“Raya kan hanya masuk angin, kenapa harus membawa-bawa dokter?”

“Kamu tuh selalu bandel ya kalau disuruh ke dokter,” omel ibunya sambil memegang kening anaknya.

“Ini memang tidak panas, tapi anget. Dan itu berarti badan kurang sehat. Biar ibu ambil thermometer dulu.”

“Jangan Bum,  nggak usah. Nanti setelah tidur juga pasti Raya akan sembuh.”

“Hmh, ya sudah, terserah kamu saja,” kata bu Rahman kesal, sambil meninggalkan kamar Raya.

Raya diam saja. Ia bukan sekedar sakit. Ia sedang merasa tertekan. Ada yang diinginkannya tapi tak yakin dia bisa mencapainya.

***

Damian sudah menemui Agus di bengkel, dan sudah membawa surat lamaran. Tapi kebisaannya tentang mesin masih memerlukan belajar banyak.

“Tidak apa-apa Dam, kita sudah berkawan lama, kamu akan menjadi pembantuku terlebih dulu, supaya bisa lebih banyak belajar. Aku yakin kamu bisa, karena kamu itu kan pintar. Dulu juga kamu sebenarnya ingin jadi insinyur mesin kan?”

“Hanya cita-cita. Boleh dong punya cita-cita. Tapi semuanya masih jauh dari jangkauan. Aku Ingin tekun bekerja terlebih dulu. Biaya kuliah tidak murah. Mana mungkin aku bisa.”

“Tak ada yang tak mungkin, kalau kita berusaha mencapainya. Semoga kamu berhasil. Teruslah menekuni pekerjaan ini, yang kebetulan punya teman aku.”

“Iya, aku siap menekuni pekerjaan aku, semoga tidak mengecewakan.”

“Ngomong-ngomong ketika aku ke rumah kamu itu, ada tamu cewek cantik, pacar kamu ya?”

“Oh itu … bukan.”

“Sepertinya wajah kamu berbinar ketika dia datang.”

Damian tertawa lirih.

“Kamu bisa saja. Itu putri bungsu dari majikan aku. Masa aku pacaran sama anak majikan sih?”

“Siapa tahu. Cinta itu bisa datang pada siapa saja. Pada bidadari dari Kahyangan juga boleh.”

Damian tertawa, kemudian berpamit dari sahabatnya. Ia siap memulai pekerjaan baru, dan berharap bisa melupakan mimpinya tentang bidadari anak bungsu majikannya.

***

Abi tidak suka jalan-jalan di keramaian, makanya ketika ingin makan, ia selalu memilih sebuah rumah makan yang ada di pinggiran kota.

Hanya jalan berdua, saling menatap, tak ada ucapan romantis, dan itu cukup bagi Kamila. Yang penting dia tahu bahwa Abi mencintainya, dan bersedia menikahinya walau dengan janji satu tahun lagi.

Mereka sudah selesai makan ketika tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

“Aduh, hujan. Mana mobil parkirnya agak jauh,” gerutu Abi.

“Memang sekarang lagi musim hujan. Lagian kita berangkat tadi memang sudah mendung kan?”

“Iya sih.”

“Ya sudah, ditunggu sebentar lagi saja, Atau kita bisa pinjam payung dari pemilik restoran,” kata Kamila yang segera berdiri mendekati parapelayan yang sedang menunggu pesanan pelanggan.

“Boleh pinjam payung?” tanya Kamila.

“Waduh, sebentar ya Mbak, masih dipakai tuh. Nanti kami akan ke sana setelah selesai. Biasanya sih, ada layanan payung di sini.”

Kamila kembali ke mejanya, dimana Abi masih duduk termangu.

“Tunggu sebentar, payungnya masih dipakai.”

“Harusnya ada layanan payung, kalau hujan-hujan begini,” gerutu Abi.

“Sabar sebentar Mas.”

Ketika pelayan membawa payung untuk memayungi keduanya, Abi yang tak sabar sudah berlari ke arah mobil, Kamila terpaksa mengikutinya.

Hujan memang tidak sederas tadi, tapi tetap saja curahan air dari langit masih mampu membasahi tubuh mereka.

Abi duduk dibelakang kemudi, Kamila di sampingnya.

“Aduh, basah nih.”

“Mas Abi sih, tidak mau menunggu payungnya datang. Kedinginan nih aku.”

“Kita mampir di toko baju, beli seperangkat baju yang kering.”

“Bagaimana kalau kita langsung pulang saja? Kenapa harus beli baju sih.”

“Kamu bilang kedinginan, nanti kalau masuk angin bagaimana? Aku juga kedinginan nih.”

Kamila tak bisa menolak ketika Abi menghentikan mobilnya di sebuah toko pakaian.

“Kamu di sini dulu, biar aku membeli semuanya.”

“Bagaimana Mas bisa memilih pakaian untuk aku?”

"Aku pasti bisa lah, nggak suka aku, kalau ada orang, apalagi laki-laki, yang menatap tubuhmu yang basah kuyup seperti itu,” kata Abi yang tetap saja turun sendirian.

Kamila tak bisa membantah. Ia duduk menunggu di mobil, menahan dingin yang menusuk dari baju basah yang dipakainya.

Abi sudah kembali dengan dua buah bungkusan besar, lalu melemparkannya begitu saja ke jok bagian belakang.

“Kita harus ganti pakaian,” kata Abi.

“Di mana?”

“Aku akan mencari hotel terdekat. Kita berada jauh dari rumah, tak mungkin menunggu sampai kita sampai di rumah.”

“Apa? Hotel?”

Kamila terkejut, dan Abi benar-benar menghentikan mobilnya di sebuah hotel.

“Kamu di sini dulu, biar aku memesan kamar,” kata Abi yang langsung turun dari mobil.

***

Besok lagi ya.

42 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah....
      Matur nuwun bu Tien.
      Segeng dalu sugeng aso salira, mestinya masih capek.... Setelah 3 hari 2 malam mengikuti acara Jumpa Fans ke 4 di Jakarta.

      Delete
  2. Alhamdulillah SP 16 udah tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  3. πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒ
    Alhamdulillah eSPe 16
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    πŸ¦‹ Salam Aduhai πŸ¦‹
    πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒ

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.. Dr td Ngintip akhirnya nongol juga... Mkaasih Ibu... Sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang

    ReplyDelete
  6. Terima kasih, bu Tien cantiik... sudah sampe Solo lagi, yaa.. sukses acara JF4 nya, yaa

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah lanjutannya sudah tayang.
    Matur nuwun..πŸ™
    Salam sehat penuh semangat dari Rewwin...🌿

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  9. Walah... mau ganti pakaian saja di hotel, bahaya ni...
    Damian sudah pindah kerja, tapi hatinya pasti belum pindah.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah sp 16 sdh tayang ..terima kasih bun ....wah kok abi sikapnya mencurigakan ya... semoga saja aman ... met malam bu tien, salam hangat ..aduhai dan salam sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah sdh tayang SP 16.. trimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  12. Maturnuwun bu Tien yg sll nyempatkan nyerat lanjutan cerbung nya.. sg dalu, sg istirahat bu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah stlh bbrpa hari tdk tayang.. kangen dng Damian

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah....matur nuwun ibu

    ReplyDelete
  15. Kena lho Mil, disamber buaya; itu orang pura pura prefek, tapi amburadul.
    Maen sosor pada hal udah keduluan sekretaris nya; di samber.
    Mr Rudet itu urusanΓ© bundet, pura pura sayang bikin melayang, lha mau nyrimpet gitu alasan takut sakit, udah mulai pengenalan hunian untuk bernyaman nyaman, jangan jangan ngaku ngaku kΓ₯yΓ₯, waduh, harapan tinggal harapan, orang tua dirumah harap harap cemas.
    Nah lho ketahuan ganti pakaian bau toko lagi.
    Ortu kan selalu waspada bener nggak ini orang, bawa anak orang; hari hampir malam mau hujan lagi.
    Alasan hujan; pulang pagi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Sebuah pesan yang ke enam belas sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda .selamat malam & istirahat sesudah JF 4 Jakarta.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillaah yg d intip" dah tayang makasih bunda salam sehat

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah SEBUAH PESAN~16 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien beserta keluarga tetap sehat .. Aamiin..🀲

    ReplyDelete
  19. Terima kasih, ibu Tien...maaf tidak sempat berjumpa di Jkt. Semoga ibu sehat2 saja ya...πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete
  20. Wah jangan² yg telpon ini si WIL nich?
    dan Waduh bahaya klo ke Hotel...
    alamak..🀱
    Apa bisa seperti Damian dan Raya tdk terjadi sesuatu?
    Kita tunggu episode berikutnya..
    Matur nuwun bunda Tien..πŸ™πŸ™

    kita tunggu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien..
    Semoga Lelah Panjenengan jadi Lillah Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat barakah, aamiin...

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Sebuah Pesan 16 sudah tayang, Terima kasih bunda Tien, selamat beristirahat

    ReplyDelete
  24. Terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu.
    Mohon maaf, saya tdk bisa menemui mbak T'ien, waktu mbak datang jakarta.

    ReplyDelete
  25. Orang kaya kalau mengganti baju saja pesan kamar hotel. Kalau kita cukup dalam mobil saja ya....
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah ...Salam sehat selalu utk bu Tien & keluarga.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah akhirnya yang ditunggu hadir. Terimakasih Mbak Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah
    Terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  29. Terima ksih SP nya bunda .slm sehat sll dan tetap aduhai unk bundaπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ

    ReplyDelete
  30. Terimakasih...mbak Tien.Apa yg akan terjadi dg Kamila....ya harus sabar menunggu

    ReplyDelete
  31. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...