CINTAKU BUKAN EMPEDU
14
(Tien Kumalasari)
Aliyah mencoba menegakkan tubuhnya, berusaha
melepaskan pegangan Alfian.
“Hati-hati,” kata Alfian lagi.
“Bagaimana Non, sakit ya?”
“Kaki saya masih sakit, jadi ….”
“Sebaiknya istirahat saja dulu, Bu Lusia, besok masih
ada waktu. Saya akan memanggil dokter agar mengobati kaki Aliyah.”
“Baiklah. Tapi Non sangat cerdas, dia bisa menguasai
semua yang saya ajarkan. Hanya terkendala kakinya yang terluka.”
“Baiklah, terima kasih. Ada waktu lagi besok sehari,
semoga semuanya menjadi baik.”
Bu Lusia pamit pulang, sementara Aliyah diminta Alfian
agar duduk di sofa. Alfian segera menelpon dokter, agar datang saat itu juga.
“Mengapa memanggil dokter? Nanti juga pasti sembuh.
Mbak Farah sudah mengobatinya,” protes Aliyah.
“Dokter akan memberikan obat luka dan untuk mengurangi
rasa sakitnya. Saat pernikahan nanti, aku harap kamu sudah bisa berjalan dengan
baik,” kata Alfian yang segera duduk di depan Aliyah.
“Kamu lelah?”
“Sedikit, tapi tidak apa-apa. Tapi Tuan, apakah uang
bu RT sudah diberikan?”
“Sudah, kamu tidak usah khawatir. Dan jangan memanggil
aku ‘tuan’.”
“Bukankah semua orang memanggil ‘tuan’?”
“Tidak untuk kamu. Kamu boleh memanggil Alfi saja."
“Apa? Masa memanggil nama Tuan begitu saja.”
“Kok tuan lagi sih. Panggil aku Alfi, atau mas Alfi.
Lebih manis kan?”
“Rasanya kok tidak enak.”
“Lama-lama kamu akan terbiasa. Dan itu memang
seharusnya. Masa memanggil suaminya ‘tuan’, aneh kan?”
“Suami hanya pura-pura, setelah menikah saya akan
pulang. Saya sudah bilang itu sejak tadi, kan?”
“Nanti kita akan memikirkannya lagi. Yang jelas, saat
ini kamu harus menurut apa kataku.”
“Tuan, makan malam sudah siap,” kata Farah dari arah
ruang makan.”
“Nah, saatnya makan malam. Setelah makan, kamu boleh
tidur. Kamu butuh istirahat. Eh, tidak, kita harus menunggu dokter Ardi
terlebih dulu, dia akan datang setengah jam lagi. Ayo sekarang kita makan,”
Alfian ingin menarik tangan Aliyah, tapi Aliyah sudah berdiri sendiri.
Luka di telapak kakinya terasa nyeri, sehingga dia
berjalan terpincang-pincang.
Alfian ingin menuntunnya, tapi lagi-lagi Aliyah
menolaknya. Alfian mengalah, ia terpaksa hanya berjalan di sampingnya saja.
Diruang makan, Farah sudah menunggu. Ia menyiapkan
kursi untuk tuan gantengnya, dan juga untuk nona Aliyah.
“Silakan Non. Lakukan seperti pagi dan siang tadi, ya.”
“Akan saya coba.”
Farah senang. Aliyah cepat mengerti, seperti apa yang
dikatakan bu Lusia kepada Alfian.
Mereka makan tanpa berkata-kata, karena Aliyah sudah
mengerti apa yang harus dilakukan saat makan bersama calon ‘suami’nya.
Tepat setelah selesai makan, dokter yang dipanggil
Alfian sudah datang. Alfian segera mengajak Aliyah menemui sang dokter, agar
kakinya diperiksa serta diberi obat.
“Oh, lukanya cukup dalam, tapi untunglah sudah
diobati. Pasti sakit kalau dibuat berjalan,” kata dokter Ardi.
“Berilah obat supaya segera pulih, dan juga penghilang
rasa sakit, dok.” Kata Alfian.
“Baiklah, akan aku buatkan resepnya. Semoga besok
sudah berkurang rasa sakitnya.”
Alfian memanggil Kirman, setelah dokternya pergi.
“Man, antarkan kami keluar.”
“Baik, saya siapkan mobilnya," jawab Kirman
"Aliyah, jangan tidur dulu
ya, kita akan pergi sebentar.”
“Kemana, malam-malam begini?”
“Aku lupa belum membelikan cincin untuk kamu.”
“Apa? Cincin? Saya tidak mau. Saya tidak minta
apa-apa, sudah saya katakan sejak awal kan?” protes Aliyah.
“Aliyah, kamu tidak boleh membantah. Ganti baju kamu.”
“Apa? Bukankah ini baju bagus?”
“Itu baju rumahan. Ganti sana. Biar Farah membantu
kamu,” kata Alfian sambil beranjak kekamarnya, setelah memanggil Farah agar
menunjukkan baju yang pantas untuk bepergian.
Aliyah memasuki kamarnya, yang sejak siang sudah
ditempatinya. Kamar yang bagus, dengan perabot yang sangat indah. Ia membuka
almari, dan matanya terbelalak ketika almari itu sudah penuh dengan pakaian.
Entah yang mana yang harus dipakainya, Aliyah menjadi bingung.
“Non mau memakai baju yang mana?”
“Sebenarnya yang aku pakai ini sudah sangat bagus kan?
Mengapa mas Alfi meminta agar aku menggantinya?”
“Non, ini baju rumahan.”
“Sebagus ini? Aku kira aku memakainya, karena disuruh oleh
bu Lusia.
“Bukan disuruh bu Lusia, tapi memang itu baju yang
tidak pantas dipakai bepergian. Nah, ini saja Non. Warna biru muda, dengan ikat
pinggang warna hitam, dan kembang-kembang kecil di bawahnya. Lihat, indah kan?”
“Ya Tuhan, apakah ini tidak berlebihan? Ini pasti
sangat mahal.”
“Non, kalau tuan Alfi sudah memilih, tidak ada yang
terlalu mahal. Dia memesan banyak baju, dengan warna pilihannya. Lihat,
semuanya bagus kan. Yang ini, untuk kalau Non bepergian, yang ini untuk di
rumah, dan untuk tidur.”
Aliyah geleng-geleng kepala. Semua pakaian ada yang
pantas dipakai kapan, dan saat sedang apa. Ia diam saja ketika Farah membantu
mengenakannya.
Farah juga memoleskan bedak tipis di wajah Aliyah,
mendandaninya dengan polesan yang tidak menyolok, karena Aliyah sudah sangat
cantik, dengan kulit bersih sempurna.
Agak risih sebenarnya bagi Aliyah, karena harus
didandanin seperti anak kecil. Tapi dia tidak lagi banyak protes. Alfian selalu
menekankan setiap kata-katanya, bahwa dia tidak boleh banyak protes. Dan selama
dua hari itu, Aliyah sudah mulai terbiasa dengan perintah—perintah Alfian, dari
yang harus makan, harus tidur, dan sekarang harus ikut bepergian.
Alfian terpana ketika melihat Aliyah keluar dari
kamarnya. Tangannya sudah gatal ingin menggandengnya, tapi Alfian harus
bersabar. Besok lusa dia sudah akan boleh melakukan apa saja, karena Aliyah
sudah menjadi istrinya.
Ketika mengajak Aliyah keluar, Aliyah segera tahu
jalan keluar dari rumah itu. Tapi untuk apa, sekarang dirinya bukan lagi
pesakitan yang harus melarikan diri, tapi seorang nona yang sedang dimanja dan
diagungkan di rumah itu. Aduhai. Berkali-kali Aliyah merasa seperti mimpi.
***
“Man, nanti mampir ke apotik dulu, ini resepnya,
langsung taruh saja dan bilang minta dikirim ke rumah, ya.”
“Baik, tuan,” jawab Kirman seraya menerima resep yang
diulurkan Alfian, ketika dalam perjalanan pergi.
Setelah Kirman menyerahkan resepnya, Alfian segera
menyuruhnya pergi ke toko emas langganan. Aliyah memang harus ikut, karena cincin
yang dipakai harus sesuai dengan jari tangannya. Sebenarnya dia sudah
memberikan Narita cincin dan semua perhiasan lengkap, seperti yang diminta
Narita. Tapi Narita membawanya kabur. Alfian teringat kembali kelakuan Narita,
dan merasa kesal. Beruntung sudah ada Aliyah, yang tampaknya akan segera bisa menduduki
singgasana hatinya. Semoga. Harap Alfian dalam hati. Sungguh Alfian merasa
sudah jatuh cinta setelah malam itu. Malam ketika menyadari bahwa Aliyah bukan
Narita.
“Sudah sampai, tuan,” kata Kirman menegur, karena Alfian diam saja.
Alfian terkejut. Rupanya dia melamun, sampai tak sadar
sudah sampai di tujuan.
“Baiklah, ayo kita turun, Aliyah.”
Aliyah turun, ketika Kirman membukakan pintu untuknya.
“Biarkan aku menggandeng kamu, karena kakimu kan masih
sakit. Lihat, kita harus naik tangga, sakit kakimu akan mengganggu jalanmu,”
kata Alfian sambil mengulurkan tangannya.
“Tidak apa-apa, biarkan saya jalan sendiri.
Pelan-pelan pasti bisa.
Alfian tak bisa memaksa, jadi dia hanya berjalan di
sampingnya, dan menjaganya kalau sampai Aliyah tersandung atau apa. Tapi Alfian
bersyukur, Aliyah bisa memasuki toko dengan lancar.
Tapi Aliyah terkejut melihat Alfian memilihkan cincin
bermata berlian, yang membuat mata Aliyah silau.
“Tuan_”
“Jangan ‘tuan’ dong.” Alfian memotong ucapan Aliyah.
“Mm.. mas, yang biasa saja. Itu, mahal bukan?”
“Kamu tidak boleh protes.”
Dan Aliyah akhirnya menurut ketika Alfian mengenakan
cincin itu di jarinya.
“Pas kan? Atau terlalu longgar”
“Tidak, sudah pas.”
“Baiklah.”
Dan Aliyah sangat kesal ketika Alfian juga membeli
seperangkat perhiasan untuknya. Ia tak ingin diberi apapun, dia sudah
mengatakannya.
“Aliyah, seorang pengantin harus tampil cantik, dengan
perhiasan yang indah,” kata Alfian ketika melihat wajah Aliyah yang tampak
kesal.
“Baiklah, tak apa, nanti setelah selesai, aku akan
mengembalikan semuanya,” kata batin Aliyah, yang akhirnya diam saja.
Orang kaya semuanya harus beli, padahal hanya untuk keperluan sesaat. Tetangga kampung yang juru rias pengantin, punya perhiasan imitasi satu kotak, yang dipakaikan pada pengantin yang mempergunakan jasanya. Aliyah pernah mengikuti neneknya, ketika majikannya punya hajat menikahkan anaknya. Tapi mereka tidak ribet beli perhiasan, semuanya disediakan oleh sang juru rias. Gampang kan, repot jadi orang kaya,” batin Aliyah terus menerus dalam perjalanan pulang.
***
Dari obat yang diberikan dokter, pada keesokan
harinya, rasa nyeri dikakinya sudah banyak berkurang. Aliyah bisa berlatih
berjalan dengan lebih aman dan nyaman.
Malam hari itu, perias pengantin telah datang. Aliyah
merasa menjadi seperti seorang putri raja. Dia dimandikan, dikeramasi dan
diguyur wangi-wangian yang membuatnya agak pusing. Selamanya Aliyah belum
pernah mempergunakan yang namanya minyak wangi.
Ia juga sudah mengepas pakaian yang besok dipergunakan
untuk acara akad nikah, Untuk pakaian resepsi, beda lagi.
“Ya Tuhan, alangkah berat pakaian ini,” kata Aliyah.
Farah yang selalu mendampinginya sangat kagum melihat
kecantikan Aliyah. Ia lebih cantik dari Narita, karena wajahnya lebih lembut,
matanya bersinar bagai sepasang bintang. Senyumnya sangat teduh dan benar
seperti apa yang dikatakan Alfian, senyum itu menghanyutkan.
“Nona sangat cantik. Besok pasti lebih cantik,” puji
Farah.
“Mbak Farah bisa saja,” kata Aliyah tersipu.
Sebenarnya Aliyah sangat letih. Tapi ia harus melakukan banyak hal, seperti
melatih bersikap seperti diajarkan oleh bu Lusia. Kembali mengulang cara
berjalan, bahkan dengan sepatu hak tinggi yang besok pagi akan dipergunakan.
Aliyah selalu berkata kepada dirinya, bahwa dia harus
sabar. Ia akan menuruti apa kemauan mereka, hanya karena ingin menolong mereka.
Setelahnya, dia bertekat akan segera pulang kembali ke rumahnya, melakukan
kesehariannya seperti semula, dan yang paling penting adalah mencari pekerjaan.
***
Karena kepergian Narita, maka akad nikah diadakan di
rumah Alfian, tanpa tamu umum yang diundang. Hanya dihadiri oleh tetangga dekat.
Aliyah merasa heran, karena dalam akad nikah itu, yang disebutkan bukan nama
Narita, tapi Aliyah. Bagaimana mereka bisa mendapatkan data dirinya sehingga semuanya
ada? Aliyah lupa. Keluarga Candra adalah keluarga kaya dan terpandang, yang
dengan mudah bisa mendapatkan semua surat yang diperlukan, termasuk surat kartu
penduduk Aliyah yang saat berangkat ke pasar kehilangan dompetnya.
“Saya nikahkan Alfian Satria Kusuma bin Candra Atmaja,
dengan Aliyah binti Nurdin, dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan
perhiasan emas sebanyak 50 gram emas.”
Lalu Alfian menjawab lantang.
Aliyah tersentak. Dari mana mereka menemukan data
dirinya, bahkan nama ayahnya yang sudah lama dilupakannya karena saat orang
tuanya meninggal, dia masih kecil, lupa dia ketika itu umur berapa.
Aliyah merasa lemas. Ia mengira yang menikah adalah
Narita, bukankah dia hanya sebagai pengganti? Tapi saat ini akulah yang
menikah. Pikir Aliyah yang tanpa bisa berbuat apa-apa, dan tersentak lagi
ketika mendengar suara banyak orang berteriak “SAH”.
Ketika kembali ke kamarnya yang sudah dihias indah,
Alfian menuntunnya. Setengah sadar dia melangkah, lalu tiba-tiba terhuyung dan langsung
ambruk di atas tempat tidur yang wanginya jangan ditanya, membuat Aliyah
bertambah pusing.
“Aliyah, kamu mengapa?” tanya Alfian lembut, sambil
mebelai kepalanya.
Aliyah melepaskan tangan Alfian.
“Kamu sudah sah menjadi istri aku, mengapa tidak boleh
menyentuh kamu?” protes Alfian lembut.
“Bukankah aku hanya sebagai pengganti? Mengapa namaku
yang disebut, mengapa bukan Narita?” kata Aliyah lemas.
“Aliyah, mana mungkin aku menikahi Narita. Dia sudah
mengecewakan aku. Kalau yang menikah adalah aku dan dia, dia bisa kembali dan
menuntut banyak hal, karena statusnya adalah istri aku. Aku juga tidak mau
langsung menceraikannya, karena tuntutan nama baik keluarga. Jadi mohon
mengertilah, Aliyah.”
“Saya tidak mengerti, saya bingung.”
“Aliyah, aku mencintai kamu,” bisik Alfian di telinga
Aliyah, membuat Aliyah gemetar.
“Bukankah … Tuan_”
“Panggil namaku, tanpa tuan,” sanggah Alfian.
“Bukankah … Mas Alfi hanya mencintai Narita? Beberapa hari
sebelum ini Mas masih mengatakan itu.”
“Cinta itu bercampur aduk dengan rasa benci aku. Saat
ini, aku mencintai kamu, Aliyah.”
“Aku ini siapa, Tuan,”
"Kok tuan lagi, memanggilku?"
" Aku ini siapa?"
“Kita akan bicara nanti. Sekarang istirahatlah, biar
Farah melayani kamu. Nanti malam adalah resepsi kita, kamu harus tampil segar,
Aliyah. Tolong jangan begini,” pinta Alfian memelas, membuat Aliyah trenyuh,
dan tak mampu berbuat apa-apa.
***
Resepsi itu sudah diadakan, begitu meriah dan penuh
warna. Aliyah berhasil menguasai dirinya, dan tampil anggun di samping Alifian,
karena Alfian yang sangat dekat dengannya, selalu membisikkan kata-kata untuk
membuatnya bersemangat. Aliyah sungguh mulia, ia tak ingin membuat keluarga
Candra malu karena tingkahnya. Itu sebabnya dia bisa menguatkan hatinya untuk
berdiri di samping Alfian, dengan anggun dan mempesona.
Sementara itu, beberapa pasang mata yang melihat acara
perhelatan di televisi, terhenyak melihat Aliyah bersanding dengan Pangeran
kerajaan bisnis yang sangat terkenal.
Pinto merasa hatinya bagai di remas-remas.
Tapi ada sepasang mata lain yang menatap televisi
dengan amarah yang menyala.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDelete❤❤πΉπΉπππ
DeleteAlhamdulillah CeBeE_14 sdh tayang. Terima kasih Bu Tien.... Nderek mangayu bagyo Aliyah sudah SAH menjadi istri Alfian.....
Bu Tien memang OYE & ADUHAI...... πΉπΉπΉ
Matur nuwun mbk Tien...
DeleteAlhamdulillah sudah selesai lembur baca sampai CBE 14
Alhamdulillah
ReplyDelete〰️ππΊπ¦πΊπ〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 14 sdh
hadir. Telat buka HP.
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats. Salam Aduhai
〰️ππΊπ¦πΊπ〰️
Mature nuwun jeng Tien
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMtrnwn mbak
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu sdh datang
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat .....
Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteTak ulangi tadi kelebihan ,,e
matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteSlmt mlm bunda Tien..terima ksih CBE nya..slm seroja dan tetap aduhai bundaπππΉ❤️
ReplyDeleteKalau Pinto bisa menyadari keadaannya, tapi siapa ya yang marah, apa pak RT, apa Narita?
ReplyDeleteJawabnya: besok lagi ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulilah..dah hadir..suwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien .. Semoga kita semua sehat AamiinπΉπΉπΉπΉπΉ
Aliyah jadi pengantin pengganti...jadi ingat kisah yang viral belum lama ini, salut kepada ibu Tien yang menuliskannya dari sisi berbeda. Mantap!πππ
ReplyDeleteAlhamdulilah.. Aliyah sdh tayang..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Selamat mlm dan selamat beristirahat..
Semoga bunda sehat" selalu..
Semoga Aliyah..bs mencintai Alfiannya..
Salam Aduhai utk bunda..πππΉ
Pandangan marah tuh pasti Narita.......
ReplyDeleteKena batunya tuh .....
Terima kasih Bu Tien
Salam sehat selalu
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatunuwun, salam sehat selalu...
alhamdulillah
ReplyDeleteMenyesalkan Narita akhirnya...?
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...π
Salam Sehat Selalu...
Makasih bunda tayangannya, mampus narita menyesal dia
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien
ReplyDeleteNarita apa pak RT ya yg marah.
ReplyDeletePastinya Narita nyesal ya.
Makasih mba Tien.
Sehat selalu,semakin aduhai
Terimakasih Bunda Tien...CBEsudah hadir..salam sehat n Aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSemoga ibu Tien tansah pinaringan sehat Aamiin π
Hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, cerbung lanjutannya, salam aduhaai dari Cibubur inggih
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien... Salam sehat dan semangat
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-14 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, semoga bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE sudah tayang. Trm ksh bu Tien. Salam Seroja
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tienq sayang ...
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu
Terima kasih bu tien cerbungnya. Salam sehat
ReplyDelete