Saturday, March 18, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 47

 

SETANGKAI BUNGAKU  47

(Tien Kumalasari)

 

Semalaman Pratiwi merenungi apa yang terjadi pada hari-hari yang dilaluinya belakangan ini. Seperti mimpi rasanya ketika menyadari bahwa dia adalah calon menantu keluarga Luminto. Apakah ini nyata? Berkali-kali dicubitnya lengannya, dan terasa sakit. Berarti ini bukan mimpi. Lalu dia bertanya pada dirinya, benarkah ini tulisan dalam suratan takdirnya? Dari hidup berkekurangan, jatuh bangun mengais rupiah demi rupian untuk keluarganya, lalu semuanya akan berakhir? Kemudian Pratiwi menyadari, betapa elok dan indahnya saat-saat dimana dia menghitung uang, bisa menyisihkannya untuk sekolah adiknya, dan itu adalah jerih payahnya, tetesan keringatnya. Ini tak tergantikan.

Lalu dia bayangkan saat dia menadahkan uang dari penghasilan suami yang kaya raya, tanpa setetes keringat pun yang mengaliri tubuhnya. Senyum puas karena tak perlu berjerih payah? Tidak. Tak ada yang lebih manis dari meneteskan keringat kemudian mencecap hasilnya, dan berpuas diri bisa mencukupi kebutuhan ibu dan adiknya.

Lalu pagi hari itu Pratiwi sudah pergi ke pasar, kemudian menggelar dagangannya. Gadis cantik sederhana itu kemudian menata dagangannya, saat pagi masih remang, dan kemudian terkejut ketika setangkai mawar merah sudah tergeletak diantara tumpukan sayur.

Pratiwi menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu melihat punggung Ardian menjauh menuju jalan raya. Pratiwi meraih mawar itu, dan membaca tulisan yang tergantung dengan pita indah di tangkainya.

Setangkai bungaku, untuk gadis yang selalu aku impikan.

Pratiwi mencium lembut bunga itu, dan seperti sebelumnya, wangi lembut terasa menusuk hidungnya, meresap kedalam sanubarinya.

“Ya Allah Sesembahanku, inikah cinta?” bisiknya pelan.

“Aduuh, pagi-pagi sudah mendapat kiriman bunga,” Pratiwi terlonjak. Salah seorang pelanggan telah datang, lalu menggodanya sambil tersenyum cerah.

“Dari pacar ya? Romantis sekali,” lanjut ibu itu.

“Silakan Bu, masih segar sayur-sayurnya,” kata Pratiwi sambil meletakkan bunganya di dalam kotak tempat sayur yang sudah kosong, setelah sayurnya di tata di meja dagangannya.

“Iya. Kebetulan nih, ada sayur kenikir.”

“Iya Bu, kemarin-kemarin nggak ketemu.”

“Kenikir ini sehat, dan konon bisa menyembuhkan kanker,” kata ibu itu sambil memilih beberapa ikat kenikir.

“Aduuh, ada kenikir. Aku mau dong,” tiba-tiba ada ibu-ibu lain yang sudah datang.

“Sayuran sedap, baunya wangi segar. Aku juga mau, sama sambal pecelnya ada Wi?”

“Ada bu, silakan.”

Dan Pratiwi segera tenggelam dalam kesibukannya melayani pembeli.

***

Ardian memasuki rumah, dan Roy sudah menyambutnya dengan ucapan mengganggunya.

“Ya ampun, yang mau jadi pengantin, pagi-pagi sudah ngelayap kemana?”

“Reseh!” kata Ardian yang terus berlalu, menuju ke arah kamarnya.

“Eh, tunggu dulu. Nih, pagi-pagi ada tukang kirim bunga, memberikan nota dan kembaliannya nih,” kata Roy sambil mengulurkan selembar nota dan lembaran uang.

“Apa?”

“Dia bilang, tadi lupa menyerahkannya, karena kamu buru-buru masuk ke rumah.”

“Oh, iya. Trim’s,” katanya sambil menerima nota dan uang tersebut.

“Hei, dari mana pagi-pagi buta sudah ada toko mengirim bunga kemari?”

“Aku pesan sejak semalam,” kata Ardian sambil masuk ke kamar dan menutup pintunya, sekali gus menguncinya dari dalam, untuk menghentikan ledekan adiknya yang pasti akan lebih panjang.

Roy berdiri mematung di luar kamar kakaknya. Merasa heran, kakaknya yang selalu ragu dalam mengutarakan cinta, tiba-tiba menjadi se romantis itu. Bagaimana ya, cara belajar romantis? Kok aku tidak bisa? Pikirnya.

“Roy, kenapa kamu senyum-senyum di situ?” tegur Ratna yang sedang membawa nampan berisi coklat susu untuk seisi rumah.

“Tidak apa-apa Bu,” jawab Roy sambil mengikuti ibu Ratna, dan membantu meletakkan cangkir-cangkir di meja ruang tengah, dimana setiap pagi keluarga selalu bersantai sebelum bersiap untuk menjalankan aktifitas kesehariannya.

"Bu, apakah dulu bapak juga romantis terhadap Ibu?” tanya Roy sambil duduk didepan Ratna.

“Apa? Mengaoa kamu bertanya begitu?” tanya Ratna sambil tersenyum.

“Cuma bertanya saja. Barangkali Roy bisa menirunya,” kata Roy enteng.

“Kamu ini aneh-aneh saja.”

“Cuma bertanya saja. Barangkali Ibu masih ingat, bagaimana ketika bapak jatuh cinta sama Ibu.”

“Bapakmu itu sangat romantis.”

“Oh ya?”

“Ketika dia jatuh cinta sama ibu, setiap hari ibu dikirimin seikat bunga.”

“Wauuuw, pantesan,” seru Roy.

“Pantesan bagaimana?”

“Ardian rupanya meniru sifat bapak.”

“Bapakmu sangat nekat saat mencintai ibumu ini. Saingannya banyak, tapi dia begitu bersemangat, dan akhirnya menang.”

“Nah, itu seperti Roy. Kalau sifat romantisnya, menurun pada Ardian,” kata Roy sambil meneguk coklat susu nya.

“Kok tiba-tiba kamu bicara soal sifat bapak?” tanya Sasmi yang datang kemudian, sambil meletakkan ubi goreng di meja.

“Nah, ini ibu Sasmi, pasti Ibu juga sependapat dengan ibu Ratna, tentang sifat bapak kan? Maksud Roy, saat bapak jatuh cinta.”

“Kamu nih ada-ada saja.”

“Iya tuh, anakmu, pagi-pagi sudah mengorek rahasia ayahnya. Nggak tahu, mimpi apa dia semalam.” Kata Ratna.

“Ini lho Bu, kata ibu Ratna, bapak itu dalam bercinta, sangat berani, dan juga romantis. Sifat nekatnya dalam merebut contanya itu sama seperti Roy. Tapi Roy tidak bisa romantis seperti bapak. Nah, yang meniru sifat romantisnya itu Ardian,” terang Roy.

“Hei, ngapain bapak dibawa-bawa?” tanya Luminto yang sudah rapi, lalu duduk diantara mereka.

“Pagi tadi, Ardian sudah memesan bunga, yang pastinya segera diantarkan ke rumah Pratiwi,” kata Roy.

“Heiii! Ngapain kamu buka-buka rahasia aku?” teruak Ardian yang juga segera muncul.

“Benar, Ardian, kamu pagi-pagi sudah mengirim bunga ke rumah Pratiwi?”

“Ada-ada saja,” sungut Ardian sambil duduk, kemudian menyeruput minumannya.

“Nggak usah malu, Bapak juga begitu kok, sahut Roy membela diri.

“Tahu dari mana kamu?” tanya ayahnya.

“Ibu Ratna yang bilang, dan ibu Sasmi juga tidak membantah kok. Iya kan Bu?” Roy masih mengoceh, sambil menyomot ubi gorengnya.

“Pagi-pagi sudah rame nih. Tapi sedih, kalau kalian sudah pada menikah, dan meninggalkan rumah ini,” kata Sasmi sendu.

“Orang hidup itu ya begini ini. Punya anak, membesarkan, mendidik, kalau sudah punya pasangan lalu melepaskan … ini kodrat kan Bu. Setelah itu, tugas orang tua hanyalah mendoakan bagi kebahagiaan anak, semoga mulia, dunia akhirat,” kata pak Luminto.

“Aamiin,” sahut semuanya. Tapi mengingat kata perpisahan, tak urung ada rasa yang berbeda juga. Bahagia, tapi sedikit sendu.

***

Susana menanggapi dengan suka cita, ketika siang itu Pratiwi mengatakan tentang niat keluarga Luminto, semalam.

“MasyaAllah, ini sangat indah, Tiwi. Aku bahagia untuk kamu.”

“Sebenarnya Tiwi takut,” kata Tiwi pelan.

“Kenapa? Mas Ardian sangat mencintai kamu.”

“Mbak kan tahu, aku ini siapa, orang tuaku, keluargaku, sebenarnya kan tidak pantas kalau harus berdampingan dengan keluarga Luminto.”

“Mengapa begitu? Mereka sudah menerimanya, mengakuinya, lalu merengkuh kamu dengan segala keikhlasan mereka, berarti tidak ada batas diantara perbedaan status sosial itu. Jalani semuanya dengan penuh rasa syukur. Aku selalu mendukung kamu, dalam susah dan bahagia.”

“Terima kasih Mbak, lalu bagaimana dengan mas Bondan?”

Susana terdiam. Dia bisa menyemangati Pratiwi, tapi dirinya sendiri masih berada dalam kebimbangan. Rasa takut menghadapi apa yang akan dilaluinya, masih menghantuinya. Masa silamnya yang kelam, penuh dosa, membuatnya selalu merasa rendah diri.

“Mas Bondan mencintai Mbak. Dia sudah tahu semuanya tentang Mbak. Apa yang Mbak ragukan?”

“Bagaimana dengan keluarganya? Bukankah keluarga itu penting?”

“Iya sih, tapi belum tentu ada penolakan dari mereka. Tampaknya mereka bersimpati pada Mbak, buktinya, pak Juwono dengan suka rela mau mendonorkan darahnya untuk Mbak.”

“Sebagai manusia, ya. Mungkin dia bisa melakukannya. Tapi sebagai calon menantu, akan banyak yang dipertimbangkan.”

“Baiklah, kita tunggu saja. Sekarang, Mbak harus sembuh terlebih dulu. Nanti setelah sembuh, kita lanjutkan pembicaraan kita tentang bisnis yang akan Mbak lakukan. Aku tetap bersedia membantu.”

“Pratiwi, kamu sudah akan menjadi wanita kaya, aku kira kamu tidak perlu berdagang lagi .”

“Mengapa Mbak? Walau aku menikah dengan orang kaya, aku tidak mau bergantung pada uang mereka. Aku tetap akan berjualan.”

“Benarkah?”

“Itu benar. Kalau mereka malu punya keluarga tukang sayur, berarti mereka bukan pilihan Pratiwi.”

“Anak baik. Itu sebabnya aku selalu menyayangi kamu seperti saudara, Tiwi. Karena kamu juga aku bisa mengerti, bagaimana susahnya hidup, dan bagaimana cara mengentaskan sebuah penderitaan batin.

***

 Beberapa hari setelah keluarga Luminto datang, Pratiwi masih melewati kesehariannya dengan berdagang sayur. Dan setiap hari pula setangkai mawar selalu datang mengawali saat dia berjualan. Mawar merah yang wangi lembut, yang diberikan dengan cara yang unik. Diletakkan begitu saja, kemudian di pemberi pergi tanpa mengucapkan apapun. Ketika Pratiwi menyadari ada bunga di antara barang dagangannya, selalu dilihatnya hanya punggung tegap seorang laki-laki, melangkah meninggalkannya.

Tapi lama-lama Pratiwi merasa gemas juga. Pagi itu ia menunggu, dan begitu Ardian meletakkan setangkai mawar, Pratiwi dengan cepat menyapanya, membuatnya urung melangkah pergi.

“Mas Ardian …” panggilnya lembut.

Ardian membalikkan tubuhnya, menatap kekasih hatinya dengan pandangan mesra.

“Mengapa selalu terburu-buru?” lanjutnya.

Ardian tersenyum. Pratiwi menatapnya, dan baru menyadari betapa menarik wajah laki-laki yang akan menjadi suaminya. Begitu ganteng, dengan tatapan lembutnya, yang membuatnya berdebar sangat keras.

“Ya …?”

“Kenapa sih, selalu terburu-buru pergi?”

“Sesungguhnya … aku takut.”

“Apa? Memangnya aku menakutkan?”

“Takut pemberian aku kamu tolak.”

“Bunga ini?” kata Pratiwi sambil meraih setangkai mawarnya, lalu menciumnya lembut.

“Kamu suka?”

“Sangat suka, dan lebih suka lagi kalau Mas mau membantu aku berjualan.”

“Apa?” Ardian sangat terkejut.

“Nggak mau? Apa Mas malu berjualan sayur seperti aku?”

“Tidak, tentu saja tidak. Baiklah, aku akan membantu kamu.”

“Benar?”

“Apa kamu akan selamanya berjualan sayur?”

“Memangnya kenapa?”

“Walau sudah menjadi istri aku?”

“Kalau Mas mengijinkan, aku akan tetap berjualan.”

“Kalau tidak?”

“Aku harus menurut apa kata suami aku, tapi aku akan kecewa,” kata Pratiwi bersungguh-sungguh.

Ardian tersenyum. Ucapan Pratiwi yang lembut, terasa seperti sebuah ancaman. Ia tak ingin istri yang dicintainya kecewa. Ia harus bahagia, dan dia akan menuruti semua kemauannya. Baiklah, berjualan sayuran? Itu tidak buruk. Ia akan menurutinya dengan caranya. Misalnya, membuatkan lokasi yang lebih baik, mencarikan pembantu agar pekerjaan sang istri bisa lebih ringan.

“Baiklah, siapa takut?”

“Tiwi, sayur kemangi ada kah?” tiba-tiba seorang ibu muncul dan siap berbelanja.

“Ada Bu, ini. Mau berapa ikat?”

“Satu saja, sama daun slada. Mentimun? Aku mau membuat lalapan, dan ikan goreng.”

“Ada semua Bu, silakan memilih,” kata Pratiwi sambil menyiapkan plastik keresek pembungkus, tapi Ardian meminta keresek itu, dan membantu si ibu memasukkan belanjaannya ke dalam keresek.

“Ini siapa?”

“Eh, kok Pratiwi dibantu orang ganteng,” kata ibu-ibu yang lain yang baru datang.

“Saya calon suami Pratiwi Bu,” kata Ardian mantab.

“Oh, calon suami? Ya ampuun, ganteng banget.”

Lalu beberapa ibu yang lain datang, dan bergunjing tentang calon suami Pratiwi, sehingga lama sekali baru pada memilih sayur yang ingin mereka beli.

Ardian dengan wajah cerah membantu Pratiwi, bahkan ikut memilihkan sayur untuk para pelanggan. Pratiwi tersenyum senang. Ia hanya ingin menguji calon suaminya. Benarkah dia mau memperistri seorang tukang sayur. Apakah dia merasa jijik karena baunya? Atau nggak suka karena ada kotoran tanah diantara sayuran yang digelar. Ternyata tidak. Pratiwi mulai merasa, bahwa suratan takdirnya sudah bicara. Ini adalah kehidupannya yang akan datang, bahagia ditemani suami yang mencintainya.

***

Susana sudah boleh pulang. Ia tetap meminta agar Pratiwi mengijinkannya pulang ke rumah. Tentu saja Pratiwi mengijinkannya. Di rumahnya, Susana hanya sendirian. Sehabis sakit pasti ia masih butuh bantuan. Pratiwi tak tega membiarkannya.

Ia sudah bersiap meninggalkan rumah sakit, dibantu Pratiwi, dan sangat terkejut ketika semua biaya selama dia dirawat sudah terbayar.

“Susana,” tiba-tiba seseorang memanggilnya.

“Mas Bondan? Mengapa Mas melakukannya?”

“Jangan dipikirkan, yang penting kamu segera bisa pulang dan beristirahat.”

Lalu Susana terkejut, ketika melihat ayah dan ibu Bondan juga datang bersama Bondan. Susana mendekat. Ia belum mengucapkan terima kasih setelah mendengar bahwa pak Juwono telah mendonorkan darahnya. Ia  menyalami dan mencium tangannya.

“Pak Juwono, saya mengucapkan terima kasih. Karena Bapak, saya masih hidup sampai sekarang,” katanya tanpa melepaskan tangan pak Juwono yang ditempelkan di dahinya.

“Aku melakukannya, demi calon menantu aku.”

Susana terkejut, sehingga tanpa sadar melepaskan tangan pak Juwono. Tapi ia tak mampu berkata apa-apa. Semuanya seperti mimpi.

“Susana, Bondan sudah memilih kamu, berarti kamu gadis baik dan kami akan merestuinya,” kata bu Juwono.

Susana meraih tangan bu Juwono, menciumnya lembut, lalu meneteslah air matanya.

“Saya … merasa tidak pantas,” isaknya.

“Kamu harus melupakan masa lalu kamu, dan detik ini adalah kehidupan baru kamu, mencadi calon menantu aku.”

“Horeee….” Tiba-tiba Ratih berteriak senang. Ia datang bersama Roy yang menjemput Ratih.

“Hiih, brisikkk!” sergah Bondan. Tapi kali ini wajah Bondan tampak berseri-seri. Dengan restu kedua orang tuanya, Susana tak tampak menolak. Ia tahu, perilaku baik akan membasuh semua noda.

***

Ketika di pelaminan duduk sepasang pengantin, aroma bahagia menebar di seluruh ruangan. Pratiwi dandan begitu cantik, dengan pakaian Jawa yang anggun. Ia bagaikan Dewi Ratih yang baru turun dari Kahyangan. Disampingnya adalah Kamajaya, Dewa pasangan Ratih yang tersenyum bahagia, dan tak pernah melepaskan pegangan tangannya pada Sang Dewi.

Tiba-tiba datang tamu yang membuat mereka terkejut. Bondan dan Susana, dengan perut yang mulai membuncit. Ya, karena Bondan menikah beberapa bulan sebelum Pratiwi dan Ardian ke pelaminan, lalu mereka tinggal di Jakarta.

“Selamat ya,” bisik Susana sambil mencium sahabatnya.

“Aku sudah hampir punya keponakan nih?” kata Pratiwi riang.

“Iya, Tiwi. Kamu harus segera menyusul ya?” jawab Susana.

“Ayo, cepat memberi ucapannya, gantian aku, soalnya kedua mempelai ingin kita segera pulang. Tahu sendiri kan?” Itu ucapan Roy yang menggandeng Ratih. Mereka akan menyusul kemudian. Ardian meninju bahu adiknya pelan, tapi mulutnya menyunggingkan senyuman.

“Cepat menyusul, dan belajar menjadi romantis,” kata Ardian meledek adiknya.

Semarak malam yang tak akan terlupakan, karena cinta sudah berlabuh di muara masing-masing. Adakah yang lebih indah dari cinta yang bersambut?

***

TAMAT DULU YA.

 

 

________________

Seorang gadis cantik bersimpuh dihadapan laki-laki yang dengan kejam menjambak rabutnya.

“Kamu merasa bahwa kamu bisa menghilang dengan membawa semua hartaku? Biar kamu merubah tatanan rambutmu, Biar kamu pura-pura menjadi pelayan sekalipun, aku tak akan bisa melupakan kamu. Aku akan membalasnya, dan akan kembali mengambil milik aku.”

“Tolong, lepaskan aku, aku bukan Narita, aku tidak mengenalnya.

Dan laki-laki itu menghempaskan tubuh ramping itu sehingga si gadis terjerembab ke lantai.

 

Yuk, tungguin, CINTAKU BUKAN EMPEDU.----------------


55 comments:

  1. Akhirnya.... luar biasa sll... terima kasih Mbu Tien....

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir

    ReplyDelete
  3. 🍒🌿🍒🌿🦋🌿🍒🌿🍒
    Alhamdulillah SB 47 telah
    tayang.Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga tetap sehat dan
    smangat. Salam ADUHAI...
    🍒🌿🍒🌿🦋🌿🍒🌿🍒

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun sangets Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga selalu sehat.....aamiin

    ReplyDelete
  7. Salam sehat, bu Tien...matur nuwun.🙏😘😘

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah....matur nuwun bu tien..
    Menunggu cerbung selanjutnya...🥰🥰🥰

    ReplyDelete
  9. Owalaah...baru nyadar kalau sudah tamat to...ditunggu judul barunya.😀🌹

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah akhir yg bahagia...🥰🥰

    Matur nuwun bunda Tien....🙏🙏

    Sabar menanti cerita terbaru...

    Salam Sehat Selalu..

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun Bu Tien sugeng ndalu sugeng rehat..
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~47 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  15. Nah... sudah tamat. Semoga semua pasangan menjadi keluarga yang Sakinah, Mawadah dan Rohmah.
    Sabar menunggu Cintaku Bukan Empedu.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. @mang Idih salam kenal, dupi mang Idih dmn di Bandungna?

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien ..semoga kita semua sehat Aamiin 🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  18. Wilujeng wengi(Selamat malam) semua sdr PCTK tercinta, selamat beristirahat tidur nyenyak!

    ReplyDelete
  19. Turnuwun Bunda Cerbung yg ADUHAI semoga selalu Sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Siap menunggu *CINTAKU BUKAN EMPEDU*

    ReplyDelete
  21. Lho nggak jadi ke rumah Tiwi, Susana langsung rawat jalan di dampingi Bondan.
    Wis dikukup sisan waé, takut Susana ngilang ya ndan.
    Kalau pergi bingung mencarinya, itu masuk rumah orang langsung balik nama gimana nyarinya.
    Malah cepat sembuh nya kalau sehari hari di dekat sang kekasih.
    Ardian sudah jadikan Pratiwi sebagai pasangan hidupnya, sempat juga jadi iklan penyemangat ibu ibu belanja di warung kecil nya.
    Hmm di plonco dulu sebelum resmi jadi suami Pratiwi.
    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku sudah tamat, berbalut kebahagiaan di hati mereka berdua.
    Wow cintaku bukan empedu; bakalan lebih dalam lagi nich.
    Urusan jeroan masalahnya.
    🙏

    ReplyDelete
  22. Terimakasih.. Bu Tien judul yang baru kok bombastis banget

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rakhmat & barokahnya buat bu tien seklg, nikmat sehat & bahagia bersama kelg tercinta ..... aamiin yra

    ReplyDelete
  24. Mau ending koq hampir jam 10 malam baru ditampilkan. Yowis nerimo wae karo sing nggawe lakon.... Boyok nganti pegel le ngenteni....😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang nulis boyoknya lebih pegel lagi, Abah. Heheee

      Delete
  25. Terima kasih bu Tien....sudah tamat.
    Salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  26. TAMAT.... semua hepi matur nuwun bunda Tien, menunggu episode baru

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat semua ya🤗🥰
    TAMAT , senangnya mereka bahagia

    Seperti nya lebih seru nih
    CINTAKU BUKAN EMPEDU
    ditunggu 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  28. Maaf Bunda baru bisa komen sekarang, terima kasih

    ReplyDelete
  29. Ending nya selalu dipaksakan. Padahal ceritanya banyak yang bagus untuk diikuti

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dn bahagia
    selalu bunda Tien.
    Menunggu, CINTAKU BUKAN EMPEDU . .

    ReplyDelete
  31. terima ksih bunda SB sdh tamat..ditunggu cerbung baru berikutntlya..bunda yg sht terus y .slm seroja dan aduhai 🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  32. Di Tanggulangin ada tukang pijet boyok Bu Tien.....

    Dikirim ke Solo ya tukang pijet nya....

    Pakai gojek...😁😁😁😁😁😁

    ReplyDelete
  33. Alhamduillah.....matur nuwun buTien
    salam sehat n salam aduhai

    ReplyDelete
  34. Terimakasih Bunda Tien, salam sehat bahagia selalu....

    ReplyDelete
  35. Sugeng dalu mbakyu. Nueun sewu badhe nyuwun priksa, kapan "Cintaku Bukan Empedu" badhe kawiwitan? Nuwun
    Salam taklim katur mas Tom

    ReplyDelete
  36. Lagi menunggu Cintaku bukan empedu

    ReplyDelete
  37. "Yaumul Milad" unk Bundaqu TIEN KUMALASARI..

    🥀🥀🥀🥀🥀🥀

    🌹*Barakallahu fii umrik*  -  Semoga diberikan Sisa Usia yang barokah dan bermanfaat ..
    🌹 *Barakallahu fii badani* - Semoga selalu mendapatkan  kesehatan yg prima..
    🌹*Barakallahu fii rizky* - Semoga selalu dicukupkan rezeki yang halal..
    🌹 *Barakallahu fii dunya wal akherat* - Semoga dilimpahi kebahagiaan bersama keluarga tercinta ..Keselamatan..Lindungan..oleh Allah SWT di dunia dan akhirat ..

    Aamiin ..Aamiin..Aamiin Yaa Robbal aalamiin..🤲🤝🥰🎂🎁🎊🎈🥳🎉😍

    ReplyDelete
  38. Selamat ulang tahun bunda Tien Kumalasari moga sehat sll, panjang umur, dimudahkan semua urusannya dan bahagia bersama keluarga tercinta. Aamiin

    ReplyDelete
  39. Selamat ulang tahun bu Tien Kumala....
    Semoga sehat selalu......
    Diparingi sisa umur yang Barokah.....
    Dimudahkan segala urusannya........
    Semakin dicintai dan dirindukan semua karya karyanya...
    Senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala....

    Aamiin....

    ReplyDelete
  40. Sehat slalu buk, menginspirasi utk penulis abal2 seperti kmi buk 😊 semangat menulis, slalu menunggu karya ibu tien 😊🥰

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 42

CINTAKU JAUH Di PULAU SEBERANG  42 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut, sekaligus tersipu. Ia melihat Listyo turun dari mobil dan menghampirin...