SETANGKAI BUNGAKU 46
(Tien Kumalasari)
Pratiwi tertegun. Ia hanya menatap kearah kegelapan, dan bayangan laki-laki tampan itu sudah hilang entah kemana.
“Siapa tamunya, Tiwi?” tanya yu Kasnah dari dalam.
Pratiwi melangkah masuk, lalu menutup pintunya dan menguncinya.
“Siapa?”
“Tidak ada siaa-siapa Bu,” jawab Pratiwi.
“Ibu kok mencium wangi mawar ya?”
Pratiwi terkejut. Ia masih menggenggam batang mawar yang tadi diberikan Ardian kepadanya. Ia menciumnya, dan aroma wangi lembut menyentuh hidungnya.
“Ini Bu, sebenarnya ... tadi ... ada mas Ardian datang kemari.”
“Lhoh, mana sekarang?”
“Sudah pergi, hanya memberikan setangkai mawar ini, lalu pergi lagi.”
Pratiwi mengulurkan setangkai mawar itu kepada ibunya. Yu Kasnah menciumnya.
“Hm, wangi yang lembut. Wanginya mawar.”
“Iya.”
“Apa kamu tahu, apa artinya pemberian bunga ini?”
“Entahlah Bu.”
“Bagaimana perasaan kamu, ketika dia memberikan bunga ini?”
“Tiwi berdebar-debar,” jawab Pratiwi tersipu.
Yu Kasnah tersenyum.
“Tampaknya, mas Ardian benar-benar jatuh hati sama kamu.”
“Apa yang harus Tiwi lakukan? Sungguh, Tiwi sangat takut.”
“Tapi kamu senang kan?”
“Tiwi hanya berdebar-debar.”
“Ibu tidak bisa mengatakan apa pun, semuanya terserah kamu, dan seperti katamu tadi, terserah suratan akan membawamu.”
“Bukankah doa terbaik seorang ibu adalah untuk anaknya?”
“Tentu saja Nak.”
“Doa itulah yang akan membesarkan hati Pratiwi, dan memantapkan niat di setiap langkah kaki.”
“Sekarang tidurlah, semoga hari esok adalah hari yang baik bagi kehidupan kamu.”
“Aamiin. Tapi Tiwi membersihkan meja makan dulu, dan mencuci perabot kotor.
“Baiklah, ibu ke kamar dulu. Ini, mawar untuk kamu, kamu yang harus menyimpannya sebelum layu.”
“Aku antar dulu, ibu ke kamar.”
“Tidak usah, ibu bisa sendiri, selesaikan pekerjaan kamu, lalu istirahatlah.”
Pratiwi beranljak kebelakang, meletakkan mawar itu di atas meja di dalam kamarnya, kemudian pergi ke ruang makan, membersihkan sisa makanan dan mencuci piring-piring kotor.
Besok dia harus bangun pagi-pagi,, belanja ke pasar, dan kembali berdagang sayur.
***
Ketika Susana membuka matanya, tercium olehnya wangi bunga yang sangat lembut. Ia menoleh ke samping dilihatnya setangkai mawar merah jambu. Terletak tepat di samping bantalnya.
Susana meraih bunga itu, dan menciumnya. Ketika perawat datang untuk mengukur tensi, Susana mengacungkan mawar itu, seakan bertanya dari mana datangnya.
“O, itu, bu Susana, seorang pasien dari ruang VVIP datang kemari, hanya untuk meletakkan sekuntum mawar itu,” terang sang perawat.
“Dia pakai kursi roda?”
“Biasanya datang dengan kursi roda, tapi tadi pagi sudah bisa berjalan sendiri.”
“Dia mengatakan apa?”
“Tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengangguk, lalu meletakkan bunga itu, kemudian dia pergi.”
Susana berdebar. Ia tahu, yang dimaksud sang perawat adalah Bondan. Ada perasaan aneh menyelimuti hatinya tiba-tiba. Penolakannya terhadap Bondan, bukan karena dia tak suka, tapi karena dia merasa rendah di mata Bondan. Mengapa Bondan tampaknya tak mau berhenti? Sungguh Susana takut, ada pertentangan di keluarga Bondan, ada penyesalan di hati Bondan di kemudian hari. Semuanya membuatnya risau
Ia masih menggenggam tangkai mawar itu, lalu menciumnya, menikmati harumnya, mencecap wanginya cinta yang terselip di dalamnya.
“Seandainya waktu bisa diputar kembali. Sayangnya waktu terus saja berjalan, tak akan pernah mundur, dan kenyataan yang bagaimana pun harus diterimanya.
“Mbak Susaan!” teriakan nyaring itu mengagetkannya. Tiba-tiba saja muncul lah gadis cantik dengan wajah cerah, membawa bungkusan yang tak begitu besar.
“Ratih?” sapa Susana dengan tersipu malu, karena dia sedang menciumi setangkai mawar yang dikirim oleh Bondan, dan tidak diketahui datangnya kapan.
“Aduuh, cantik sekali bunganya. Mbak Susan suka ya, kelihatan tuh, dicium-cium terus,” canda Ratih.
Susana segera meletakkan mawar itu di meja, disamping tempat tidurnya.
“Dari siapa hayoo ...” goda Ratih.
“Kamu pagi-pagi sudah sampai di sini sih?” tanya Susana mengalihkan pembicaraan.
“Iya, mas Bondan mau dibelikan nasi liwet, ini aku juga membawa untuk Mbak,” kata Ratih sambil meletakkan bungkusan itu di atas piring, yang dibawanya bersama bungkusan itu.”
“Wah, nasi liwet?” mata Susana berbinar.
“Mbak suka?”
“Sudah lama pengin makan nasi liwet, sini, aku makan sekarang,” kata Susana bersemangat.
“Biar aku suapin saja. Susah makan sambil tiduran, kan ini ada kuahnya,” kata Ratih yang segera membuka bungkusan tu.
“Aduh, kok disuapin sih, aku bisa makan sambil tidur miring.”
“Jangan, pokoknya jangan. Biar aku suapin. Kalau mas Bondan, tadi sudah bisa makan sendiri,”
Susana berdebar mendengar nama Bondan di sebut.
“Ayo.... aaak ...” kata Ratih meminta agar Susana membuka mulutnya.
Susana terpaksa menuruti kemauan Ratih, makan nasi liwet disuapin. Tapi ada perasaan lain yang dirasakan Susana. Sikap Ratih. Begitu manis, begitu ramah, seakan sudah kenal lama, dan akrab, dan hangat. Pokoknya semuanya membuat Susana takjub. Ini luar biasa, yang semula sinis nyinyir, sekarang menjadi begitu mempesona baginya.
Susana menghabiskan sebungkus nasi liwet yang dibawa Ratih.
“Mau nambah? Aku bawain dua nih,” kata Ratih.
“Tidak, aku sudah kenyang.”
“O, takut gendut ya? Gandut juga kan mas Bondan suka,” ledek Ratih. Dan ini lebih mengejutkan Susana.
“Apa?”
“Jangan pura-pura. Mas Bondan jatuh cinta sama Mbak Susan, kan?”
“Tidak, itu bohong.”
“Itu benar.”
“Jangan diteruskan, aku tidak berani.”
“Kalau tidak berani, nanti Ratih antar, bagaimana?” canda Ratih, membuat Susana tertawa.
“Aku serius. Aku bukan gadis yang pantas untuk mas Bondan. Jadi jangan lagi mengatakan itu,” kata Susana dengan wajah serius.
“Terserah kalau Mbak tega.”
“Tega bagaimana sih?”
“Kalau Mbak menolak, lalu mas Bondan jadi sakit, bagaimana?”
“Ya enggak lah, masa begitu saja jadi sakit?”
“Mbak Susan tidak tahu ya, mas Bondan itu gampang sekali patah hati. Kalau keinginannya tidak tercapai, kata ibu lhoh ini, dia langsung jatuh sakit.”
“Masa?”
“Iya, coba saja tanya sama ibuku, nanti kalau ketemu.”
Susana terpana, menatap Ratih yang tampak bicara dengan sungguh-sungguh.
Tiba-tiba terdengar dering pesan singkat di ponsel Susana. Susana membukanya, dari Pratiwi.
“Mbak, maaf ya, aku tidak bisa ke sini siang ini, karena di rumah mau ada tamu, aku harus mempersiapkan segalanya.”
“Tamu siapa?”
“Katanya keluarga pak Luminto.”
“Haaa? Melamar?”
Tapi koment Susana tidak terjawab. Barangkali Pratiwi juga sambil sibuk menjual dagangannya.
“Ada apa?” tanya Ratih ketika melihat Susana senyum-senyum setelah membaca pesan itu.
“Keluarga Luminto mau datang ke rumah Pratiwi. Apa yang terpikir oleh kamu Tih?”
“Melamar?”
“Nah, itu, barangkali. Aku berdoa untuk kebahagiaan Pratiwi yang baik hati,” gumam Susana.
“Aku juga,” balas Ratih.
***
Roy, bahkan Ardian tidak mengerti, ketika sore itu ayah ibu mereka mengajak ke rumah yu Kasnah. Mereka disambut oleh yu Kasnah dan Nano, yang berdandan sangat rapi, tapi Pratiwi tidak kelihatan. Ia sibuk di belakang, membuat minuman dan menyiapkan camilan yang memang sudah disediakan sejak siang harinya. Itu pula sebabnya, Pratiwi tidak datang menemui Susana di rumah sakit. Sang ibu yang meminta.
Yu Kasnah tampak gugup menerima kedatangan tamu agung yang tadinya sangat tidak disangka-sangkanya. Pak Luminto dan kedua istrinya menyalami yu Kasnah dengan hangat, diikuti Roy dan Ardian.
“Saya sangat terkejut dan juga bangga, di rumah saya yang gubug ini, kedatangan tamu-tamu agung yang sangat terhormat. Saya tidak tahu, apa yang pantas saya lakukan untuk penyambutan. Mohon dimaafkan,” kata yu Kasnah agak gemetar.
“Yu, mengapa berkata begitu? Kami ini orang-orang biasa, bukan orang yang istimewa, apalagi terhormat. Bukan Yu, jangan berlebihan begitu, kita kan sudah lama kenal, dan sudah seperti keluarga?” kata pak Luminto, membuat perasaan yu Kasnah menjadi lebih adem.
“Iya sih ... tapi ....”
“Begini Yu, kedatangan kami sebenarnya kan hanya ingin menyambung apa yang dikatakan istri-istri aku, kemarin sore.”
Ardian dan Roy saling pandang.
Lalu Pratiwi keluar, membawa gelas-gelas berisi teh hangat, dan beberapa piring camilan.
Roy menyentuh kaki Ardan dengan kakinya, membuat Ardian memelototinya,
“Nah, ini Pratiwi, baru keluar. Duduk di sini saja, Tiwi, dengarkan kami bicara,” kata Ratna.
“Iya, jangan kemana-mana lagi,” sambung Sasmi sambil menyentuh lengan Pratiwi.
“Duduklah, Tiwi,” sambung yu Kasnah.
Pratiwi duduk, menundukkan wajahnya, tak berani menatap tamu-tamunya. Telapak tangannya sudah berkeringat, Diremas-remasnya sendiri.
“Pratiwi, kamu seperti ketakutan begitu?” tanya Sasmi.
Pratiwi mengangkat wajahnya, Mencoba mengulaskan senyuman tipis.
“Kalau sudah disiapkan, silakan diminum Pak, Bu, Mas Ardian, Mas Roy,” kata yu Kasnah.
Semuanya segera meraih gelas yang ada di depannya masing-masing, menghirup teh hangat wangi buatan gadis cantik yang membuat semua perhatian terfokus padanya.
Ardian hanya mencuri-curi pandang sekilas, menahan deburan yang memukul-mukul keras dadanya. Tak ada yang menjawab ketika ia bertanya kenapa menemui yu Kasnah. Ayahnya dengan tegas hanya mengatakan, ikut saja. Semua harus ikut. Jadi tak lagi Ardian berani bertanya, apalagi Roy.
“Yu, kami tidak bisa lama-lama merepotkan yu Kasnah di sini,” kata pak Luminto kemudian.
“Tidak repot kok Pak," kata yu Kasnah.
“Baiklah, ayo kita nikmati kue yang dihidangkan Pratiwi ini, sambil aku bicara ya,” kata pak Luminto sambil meraih sebuah kue serabi yang dihidangkan.
“Begini Yu, kemarin kan kedua istriku itu sudah bicara. Sekarang aku ikut kemari bersama mereka, untuk meyakinkan yu Kasnah, bahwa kami serius, ingin merengkuh keluarga yu Kasnah ini menjadi keluarga aku,” lanjut pak Luminto setelah menghabiskan makanannya.
Yu Kasnah terdiam. Dia sudah tahu apa maksud pak Luminto. Demikian juga Pratiwi. Ardian dan Roy kembali saling pandang.
“Dan sore ini, saya ingin mendapat kepastian, bahwa apa yang sudah kami utarakan itu, bisa diterima oleh keluarga ini.”
“Ya Allah, Ya Tuhanku. Saya seperti mimpi ketika sejak kemarin bu Ratna dan bu Sasmi datang kemari. Untuk itu saya sudah bicara dengan Pratiwi. Tapi sekali lagi saya mohon, agar Bapak dan keluarga memikirkannya sekali lagi, karena sebuah perjodohan bukan barang mainan. Sekali melangkah, harus dijalani seumur hidup dengan penuh tanggung jawab,” kata yu Kasnah dengan suara masih sedikit bergetar.
Roy dan Ardian terkejut. Perjodohan? Tapi tak sepatah katapun mereka ucapkan. Ardian menunduk dengan perasaan mengaduk-aduk jiwanya. Sungguh ini diluar perkiraannya, bahwa kedatangan orang tuanya adalah untuk berbicara tentang perjodohan. Pratiwi dengan dirinya? Jangan-jangan dengan Roy.
“Untuk kesekian kalinya, saya mengatakan, bahwa saya bukan orang yang pantas menjadi keluarga pak Luminto. Keadaan saya dan anak-anak saya, Bapak dan Ibu-ibu sudah mengetahuinya. Nak Ardian juga sudah sangat tahu. Jadi saya mohon, agar dipikirkan sekali lagi apa yang Bapak-Ibu inginkan ini. Jangan dikira saya akan bersorak gembira karena anak saya mendapat perhatian dari putra Bapak, sungguh sebenarnya saya dan juga Pratiwi, sangat takut.”
Ardian berdebar. Jadi dirinya? Ayah ibunya datang melamar Pratiwi untuk dirinya? Ada harapan melintas, ketika Pratiwi tampak menundukkan wajahnya sambil meremas-remas jarinya. Semoga itu bukan penolakan.
“Baiklah Yu, akan aku tegaskan sekali lagi, bahwa kami sudah mengerti keadaan yu Kasnah bagaimana. Kami tidak akan menyesalinya, dan Ardian sudah mantab dengan pilihannya. Bukan begitu, Ardian?”
Ardian menatap ayahnya.
“Jawab Ardian, apa kmu benar-benar mencintai Pratiwi?”
“Dengan .. dengan sepenuh hati saya, Pak,” kata Ardian mantab. Membuat Roy kemudian mengacungkan ibu jarinya
“Sekarang yu Kasnah tanyakan pada Pratiwi, apakah dia mau menerima anakku menjadi suaminya?”
“Tiwi, ini masalah serius. Jawabanmu adalah hidupmu. Turutilah tulisan yang tertoreh dalam suratan, seperti apa yang kita bicarakan semalam,” kata yu Kasnah.
“Bu, Tiwi harus jawab apa?” jawab Pratiwi gemetar.
“Jawab, bahwa kamu menerima cinta mas Ardian, begitu Tiwi,” kata Roy tiba-tiba.
“Apakah kamu menolaknya?” tanya yu Kasnah lagi.
“Ti ... tidak ...” jawaban Pratiwi ini seperti ketika pagi merekah, lalu sang surya memancarkan sinar emasnya, membuat bumi kemudian menjadi hangat dan terang benderang.
Ardian ingin menghambur ke arah Pratiwi, tapi Roy memegang lengannya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteπ·πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah SB_46 sdh tayang.....
Hore..... Lamaran diterima....
Ikut bahagia....
πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉπ·
Yesss
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteπ΅⚘π΅⚘π¦⚘π΅⚘π΅
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 46 telah
tayang.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga tetap sehat dan
smangat. Salam Aduhai...
π΅⚘π΅⚘π¦⚘π΅⚘π΅
Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 46 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Turnuwun Bunda
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien SB_46 sdh tayang.. ..
ReplyDeleteJawab, bahwa kamu menerima cinta mas Ardian, begitu Tiwi,” kata Roy tiba-tiba.
“Apakah kamu menolaknya?” tanya yu Kasnah lagi.
“Ti ... tidak ...” jawaban Pratiwi ini seperti ketika pagi merekah, lalu sang surya memancarkan sinar emasnya, membuat bumi kemudian menjadi hangat dan terang benderang.
Ardian ingin menghambur ke arah Pratiwi, tapi Roy memegang lengannya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Pratiwi menerima lamaran....
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien salam sehat selalu
Matur nuwun Bu Tien, smoga panjenengan & kel. slalu sehat dan bahagia
ReplyDeleteAhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Yessss.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...ππ
ReplyDeleteMantaff
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun, salam sehat selalu...
Stugeng Dalu...
Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdullilah yg ditgu2 sdh hadir..yerima ksih bunda Tien..slmt mlm dan slmt istrhat..salam sht dan tetap aduhai sllπππΉ❤️
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
alhamdulillah
ReplyDeleteyeeee..... lamarannya diterima...
ReplyDeleteTinggal ijab qabul deh..
πππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~46 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Alhamdulilah, terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSelamat malam, ibu Tien. Salam sehat selalu. Terima kasih sudah setia menulis kisah-kisah indah untuk para penggemar cerbung ibu...ππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah... matur nuwun mbak Tien....π
ReplyDeleteTinggal ortu Bondan yang belum pasti. Tapi Ratih sudah dapat menerima Susana dengan tulus.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Ending nya yang jelas ada 3 pasang pengantin baru :
Delete1. Ardian dgn Pratiwi;
2. Roy dgn Ratih, dan
3. Bondan dgn Susana
Semoga ketiga pasangan tersebut berbahagia, dalam rumah tangganya.....
Makasih bunda tayangannya is the best
ReplyDeleteLah kayake udah mau tamat apa ya.....trims Bu tien
ReplyDeleteSemoga akhir yg bahagia
ReplyDeleteAlhamdulillah SB- 46 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto, Wirosobokemislegi, Trie Cahyo Wibowo,
Terima kasih atas sapaannya mbak Tien... Salam sehat selalu...
DeleteSalam sehat selalu utk bu Tien dan keluarga.πππ
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah, terima kasih bu tien .. wah sepertinya hampir tamat nih .... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah,, matur nuwun bu Tien sehat wal'afiat semua π€π₯°
ReplyDeleteSenang nya Adrian ,,,
Sabar menunggu besok ,,,,
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien , Alhamdulillah
ReplyDeleteTerlambat bacanya... tpi yesss... mantaaap.... tinggal satu lagi dr susan..... terima kasih Mbu Tien ...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga semua berakhir bahagia
Bener Roy
ReplyDeleteTuh, coba kalau nggak kamu tangkap lengan Ardian; bakalan mengejar-ngejar Pratiwi, kaya pilem india sambil nyanyi lagu ndang dut.
Susana masih di suasana heran sampai segitunya perhatian Ratih padanya yang masih harus beristirahat dan tidak boleh banyak bergerak, sambil menceritakan kebiasaan Bondan kalau tidak tersampaikan maksud hatinya, bisa sampai jatuh sakit berkepanjangan, bahkan terselip pesan; ibu nya Bondan akan menjenguk,
sayang harus menunggu jawaban pesan dari Pratiwi, ya mungkin juga lamaran, karena selama ini Susana melihat nya Ardian begitu perhatian pada Pratiwi, walau waktu itu dia menolak bahkan tertawa ketika ditebak Susana bahwa Ardian pacarnya.
Tebakan melamar itu di Amin ni Ratih dengan di sertai doa semoga lancar.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke empat puluh enam sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
...πΏ
ReplyDeleteMbak T'ien, Pratiwi ada dimana?
ReplyDeletePratiwi baru luluran menyambut sang pujaan hati mas Ardian... Sabar... Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk dimnpun beradaπ€
ReplyDelete