Monday, March 6, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 36

 

SETANGKAI BUNGAKU  36

(Tien Kumalasari)

 

Walau begitu, Susana kemudian menganggukkan kepalanya, kemudian menyalami ayah dan ibu Bondan yang ditanggapi dingin.

“Ratih ….” Sapanya kepada Ratih, tapi Ratih hanya tersenyum tipis.

“Mbak Susana ….”

Susana yang tahu diri kemudian berpamit pada Bondan.

“Mas Bondan, aku pamit dulu ya, sudah ada keluarga Mas,” katanya sambil tersenyum.

“Susan … terima kasih … Bawalah mobil aku.”

“Tidak. Aku akan naik taksi saja,” kata Susan yang kemudian berlalu setelah sekali lagi mengangguk kepada semuanya.

Ibunya menatap tajam Bondan.

“Sedekat apa kamu sama dia? Sampai kamu suruh dia membawa mobil kamu?” tanyanya.

“Apa maksud ibu? Dia menolong Bondan dengan memanggil ambulans, lalu membawakan mobil Bondan. Kasihan kalau dia pulang sendirian malam-malam. Bukankah Bondan harus berterima kasih?” kesal Bondan.

“Bagaimana keadaan kamu?” tanya ayahnya.

“Bondan selamat karena Susana,” jawab Bondan yang masih ingin membela Susana dengan menunjukkan kebaikan yang diberikannya.

“Itu kan salah kamu. Mengapa juga kamu pergi menemui dia?”

“Kalau tidak datang ke sana, pasti kamu tidak akan celaka.”

“Apakah tindakan yang dilakukan dia dengan memanggil polisi sehingga Sony kembali tertangkap, juga tidak akan membuatnya punya arti?” Bondan masih memprotes sikap tidak suka keluarganya terhadap Susana.

“Baiklah. Berhenti berdebat tentang dia. Bapak tadi bertanya, bagaimana keadaan kamu?”

“Badan Bondan sakit semua, tapi tidak apa-apa.”

Tiba-tiba ponsel pak Juwono berdering. Pak Juwono menjauh dari tempat Bondan berbaring, dan membuka ponselnya.

“Ya … ada apa? Tidak … kan aku sudah bilang bahwa aku tidak tahu menahu…. Baiklah, aku mengerti … kamu kan orang tuanya. Aku ikut prihatin… pastilah kamu terkena imbasnya … kamu? Tentu saja, kamu terlibat dalam pelarian itu … yaaah, itu resiko kamu, aku hanya ikut mendoakan yang terbaik. Tidak … Sony harus menerima ganjarannya … bukan mensyukuri, aku menyesal tidak bisa membantunya. Apa? Tidak mungkin. Memang benar, kita adalah sahabat melebihi saudara, tapi kamu sedang berurusan dengan yang berwajib. Lebih baik menyerah, supaya semuanya segera selesai. Jangan begitu, aku tidak mau ikut campur. Ini kriminal. Sungguh, jangan libatkan aku. Uang? Aku tidak mau walau kamu memberikan seluruh harta kamu. Tidak mau. Tolong menyerahlah, cepat atau lambat kamu juga pasti akan tertangkap. Ya Tuhan, mana mungkin aku mensyukuri kejadian ini? Jangan salahkan Bondan, sungguh dia tidak menjebaknya. Hanya kebetulan saja dia berada di tempat itu. Aku tidak tahu, entahlah. Itu ursan mereka.  Aku sedih, aku prihatin kamu harus terlibat. Aku harus mengakui bahwa kamu memang bersalah. Sudah, aku sudah mengatakan pendirian aku. Benar, sahabat, tapi aku tidak mau terlibat dengan masalah hukum. Aku tidak akan tenang, Semoga semuanya segera selesai. Sekali lagi maaf.”

Juwono menutup ponselnya. Wajahnya tampak keruh.

“Kenapa lagi dia?”

“Dia jadi buron, karena membantu anaknya melarikan diri, walau secara tidak langsung. Anak buah yang tertangkap pasti juga menyebut namanya. Kan dia yang menyuruh?”

“Lalu apa yang diinginkannya dari Bapak?”

“Dia minta aku membantu. Menghubungi pengacara, dan menyogok polisi, uangnya dia akan menyediakan. Dia juga akan membayarku dengan nilai yang fantastis.”

“Bapak mau?”

“Ya enggak lah Bu, apa aku sudah gila? Aku ingin hidup tenang, jangan dikotori oleh perbuatan yang menyimpang dari kebenaran.”

“Bapak benar. Lebih baik kita tidak terlibat apapun.”

“Ya sudah, jangan memikirkan dia, lebih baik fokus pada kesehatan anakmu.”

“Dia itu kalau keinginannya belum tercapai, pasti akan terus berusaha. Pasti dia akan membujuk Bapak lagi.”

“Ponsel sudah aku matikan.”

“Syukurlah.”

“Ada apa?” tanya Bondan yang sedari tadi diam, bahkan kepada Ratih.

“Ayah Sony ingin agar bapak membantu,” jawab pak Juwono.

“Membantu bagaimana?”

“Ya membantu dalam perkara pelarian Sony dan apa yang dilakukannya. Dia ingin bapak menyogok polisi. Pokoknya uang tidak dijadikannya masalah, dia ingin anaknya bebas dan dia tidak mau ditangkap.”

“Wah, Bapak bisa kena.”

“Tidak, bapak tidak mau ikut campur. Sudah, sekarang sakitmu bagaimana?”

“Tidak apa-apa. Hanya luka memar.”

“Aku akan bicara sama dokter tentang keadaan kamu.”

***

Hari sudah malam ketika Susana mengetuk pintu rumah. Nano yang membukakannya.

“Maaf, aku mengganggu ya. Apa ibu dan kakakmu sudah tidur?”

“Ibu sudah masuk ke kamarnya, mbak Tiwi masih jaga. Tuh dia baru saja dari belakang.”

“Ya sudah Nano, kamu tidurlah,” kata Susana sambil mengelus kepala Nano, yang kemudian beranjak ke kamarnya.

Pratiwi mendekati Susana.

“Baru dari rumah sakit, Mbak?”

“Ya, tapi aku sudah pulang untuk mengambil baju-baju aku. Apa aku mengganggu, datang hampir tengah malam begini?”

“Tidak. Ayo masuklah ke kamar. Kamar kita sudah rapi,” kata Pratiwi.

Susana tersenyum, Pratiwi menyebut kamarnya dengan sebutan ‘kamar kita’.

Mereka memasuki kamar Pratiwi, dan Susana meletakkan tas nya di lantai.

“Besok akan saya tata almarinya, biar baju Mbak Susana bisa dimasukkan ke situ.”

“Tidak usah Tiwi, biar di dalam tas saja.”

“Bagaimana keadaan mas Bondan?”

“Tidak terlihat luka di luar, yang tampak hanya memar. Tapi besok akan diperiksa lebih lanjut, barangkali ada luka di dalam.”

“Tadi aku sudah menghubungi Ratih.”

“Iya, aku meninggalkannya ketika keluarga mas Bondan datang.”

“Bapak sama ibunya?”

“Bapak ibunya, juga Ratih.”

“Mereka pasti cemas.”

“Pasti lah, mendengar anaknya terluka.”

“Dia tidak menyalahkan Mbak Susan kan?”

“Kami belum sempat berbicara, begitu mereka datang, aku langsung pamit. Mas Bondan pasti bisa menceritakan semuanya.”

“Mereka tidak bertanya?”

“Tidak. Aku kan sudah bilang bahwa aku langsung pulang. Wajah mereka tampak tak bersahabat, jadi aku sungkan.”

“Tak bersahabat bagaimana? Pasti karena mereka mencemaskan anaknya."

“Entahlah, sepertinya mereka tidak suka sama aku.”

“Pasti hanya perasaan Mbak saja.” 

“Semoga saja begitu. Tapi kalaupun tak suka, aku bisa maklum. Aku tidak sejajar dengan mereka.”

“Ah, Mbak Susan ada-ada saja. Sekarang sudah malam, Mbak istirahat saja, ceritanya dilanjutkan besok ya.”

“Baiklah, maaf aku mengganggu kamu.”

“Tidak apa-apa Mbak, aku senang mempunyai teman berbincang. Tapi sekarang lebih baik Mbak istirahat. Pasti Mbak sangat letih.”

“Tidak letih sih. Tapi baiklah, Sekarang aku mau ganti baju dulu ya.”

***

Ratih tidak mau pulang ketika ayah ibunya sudah pulang. Ia sangat menyayangi kakaknya, dan tak ingin membiarkan kakaknya sendirian di ruang rawat.

“Mengapa kamu tidak mau pulang?”

“Kamu kan tidak ada temannya? Apa mau menyuruh Susana tidur di sini?”

“Kamu kok kelihatan jutek begitu sih.”

“Aku ini ya Mas, sungguh tidak suka kalau Mas dekat sama Mbak Susana.”

“Sesungguhnya apa dosa dia sehingga kamu tidak menyukainya? Dia pernah mengganggu kamu? Menyakiti kamu?”

“Dia berpotensi untuk menyakiti Mas.”

“Kok bisa.”

“Suatu hari nanti, Mas akan merasakannya, dan kecewa, dan sakit.”

 “Kamu membuat kepalaku sakit.”

“Aku hanya ingin yang terbaik untuk Mas.”

“Jangan mengaturku,” kesal Bondan.

“Aku ingin mencegah Mas jatuh cinta sama dia.”

Bondan memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Ia masih merasa sakit, dan ucapan Ratih membuatnya bertambah sakit.

“Lebih baik kamu pulang saja,” katanya kemudian ia memejamkan matanya.

“Mas itu kakak aku, aku sayang sama Mas, jadi aku tidak ingin Mas menemui hal-hal yang tidak baik.”

Bondan terdiam, berusaha menutup kuping dengan sebelah tangannya, karena sebelahnya lagi terikat dengan selang infus.

Ratih pun diam. Ia kemudian menuju ke arah sofa, dan berusaha tidur. Hari sudah semakin malam, tapi Ratih belum bisa terlelap. Ia yakin sang kakak menaruh perhatian besar pada Susana, dan itu membuatnya was-was. Ratih bahkan merasa lebih senang kalau kakaknya dekat dengan Pratiwi. Hanya saja Ratih tahu, bahwa Ardian juga tertarik pada Pratiwi.

“Mbak Pratiwi luar biasa. Dia gadis sederhana, tapi begitu unik dan menarik. Kebaikan hatinya, bukan hanya membuat aku kagum, tapi juga membuat mas Ardian suka, bahkan mas Bondan juga sebelumnya suka. Tapi mengapa mas Bondan sepertinya sudah berpaling dari perasaan yang dia rasakan sebelumnya?” kata batin Ratih sebelum kemudian dia terlelap ketika pagi mulai menjelang.

***

Pagi-pagi sekali Susana sudah bangun, dan setelah membersihkan diri, dia ikut Pratiwi ke pasar. Banyak bawaan Pratiwi, terutama yang berupa sayuran. Tapi ada juga ikan dan bumbu-bumbu yang biasanya diperlukan oleh ibu-ibu yang tinggal di kampungnya.

Susana juga membantu Pratiwi menata dagangannya. Atas ide Susana, Pratiwi menambahkan makanan jajanan pasar yang menarik, dan itu juga diserbu pembeli, membuat Pratiwi harus berterima kasih atas bantuan Susana.

Sudah dua hari ini Pratiwi berjualan, dibantu Susana yang ikut melayani pembeli dengan ramah dan hati penuh suka cita.

Ternyata asyik berjualan sayur ya. Berbaur dengan ibu-ibu yang belanja, dengan banyak celoteh cerita yang terkadang membuatnya tersenyum. Ia baru tahu, bagaimana seru nya kalau ibu-ibu sudah bergosip atau bergunjing. Tapi juga sering kali mereka bercanda. Saling mengolok dan terkekeh bersama.

Ini berbeda kalau orang berdagang baju atau lainnya. Pembeli tidak selalu kompak, karena selera dalam memilih baju tidak selalu sama. Tapi sayuran, mereka sering kali kompak dalam memilih. Kalau barang tinggal sedikit, tak jarang mereka berebut.

Belum banyak yang membeli dagangan Pratiwi, tapi setidaknya sudah ada yang tahu, lalu memberi tahu tetangga atau teman lainnya. Sehingga di hari ke dua ini pembeli sudah lebih banyak. Apa lagi dengan adanya Susana yang membantu, banyak yang kemudian tertarik, ingin melihat teman berjualan Pratiwi yang kabarnya cantik menarik.

Ketika sedang asyik berjualan itu, tiba-tiba ponsel Pratiwi berdering. Susana menggantikan melayani pembeli, sementara Pratiwi menerima panggilan telpon itu.

“Ratih?” sapa Pratiwi ketika mengangkat ponselnya.

“Mbak Tiwi lagi di mana?” tanya Ratih dari seberang.

“Aku lagi berjualan. Ada apa?”

“Oh, sudah mulai berjualan sayur?”

“Iya Ratih, mau bagaimana lagi. Ternyata inilah dunia aku. Bagaimana keadaan mas Bondan? Kamu sudah menemuinya kan?”

“Aku tidur di rumah sakit.”

“Oh, ini masih di rumah sakit?”

“Aku mau pulang dulu, kemarin nggak bawa baju. Sebetulnya nanti setelah pulang, mau nyamperin Mbak, akan aku ajak ke rumah sakit. Sayang Mbak sudah mulai berjualan.”

“Nanti kalau selesai, aku mau ke sana.”

“Kalau selesai, kabari aku ya Mbak, biar aku samperin. Karena rumah Mbak Ratih kan jauh dari rumah sakit.”

“Tidak usah, Ratih. Ada mbak Susana, nanti aku akan ke rumah sakit sama dia.”

“Apa? Mengapa ajak Mbak Susana?”

“Dia tidur di rumah aku.”

“Tidur di situ?”

“Dia sedang membantu aku berjualan, tuh.”

“Apa? Dia membantu jualan sayur?”

“Iya. Kamu jangan heran. Dia bisa melakukan apa yang aku lakukan, dan bersedia tinggal di rumah aku yang kumuh.”

“Oh, ya sudah Mbak, aku tidak ingin mengganggu Mbak Tiwi, pastinya sedang banyak pembeli.”

“Iya, nanti telponan lagi, atau kalau nanti ketemu di rumah sakit ya.”

Ratih tak menjawab, langsung menutup ponselnya.

“Ada berita tentang mas Bondan?”

“Tidak, dia mengira aku masih menganggur, mau nyamperin ke rumah sakit.”

“Nanti mau ke sana?”

“Iya, sama Mbak Susan ya.”

Susan tak menjawab, tapi ia merasa tak punya alasan untuk menolaknya.

“Pratiwi, ternyata kamu sudah berjualan. Benar kata tetangga sebelah, bahwa kamu sudah berjualan,” tiba-tiba saja bu Sasmi datang.

“Iya Bu, ini kan lahan terbaik buat saya.”

“Ini siapa?” tanya Sasmi ketika melihat ada gadis cantik yang membantu Pratiwi.

“Ini Mbak Susana, dulu teman sekantor saya. Mbak Susan, ini ibunya mas Roy dan mas Ardian, kata Pratiwi.

Susana tersenyum, lalu menyalami Sasmi dan mencium tangannya.

“Oh, enaknya, ada yang membantu, cantik lagi,” puji Sasmi.

“Terima kasih, Bu,” jawab Susana yang kemudian memasukkan sayur salah seorang pembeli ke dalam kantung plastik.

Sasmi takjub melihat Susana bisa membantu Pratiwi dengan sangat luwes.

***

“Kamu menelpon Pratiwi?” tanya Bondan.

“Iya. Ternyata Mbak Pratiwi sudah kembali berjualan sayur. Tadinya mau aku ajak kemari setelah pulang sebentar.

“Ya sudah, kamu pulang saja, aku tidak apa-apa sendirian. Samperin Pratiwi juga tidak apa-apa, kalau dia mau.”

“Di sana ada mbak Susana.”

“Susana ada di sana?”

“Katanya tidur di sana.”

“Apa? Masih membicarakan Susana?” tiba-tiba bu Juwono muncul di kamar itu.

“Ibu? Aku baru mau pulang.”

“Pulang saja, ibu menggantikan kamu, sambil membawakan makanan untuk kakak kamu. Tapi kenapa tadi membicarakan Susana?”

“Susana mau datang kemari bersama Pratiwi,” kata Bondan seperti ingin membuat Ratih kesal.

Tapi tanpa di sangka, bu Juwono menatap Bondan dengan marah.

“Kamu tampaknya benar-benar suka sama dia? Tidak boleh Bondan, aku tidak suka gadis itu,” kata bu Juwono tandas.

***

Besok lagi ya.

.

39 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah, terima kasih bunda Tien sayang πŸ™πŸ˜

      Delete
    2. πŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉ

      Alhamdulillah *eSBeKa_36 sdh hadir ditengah-tengah kita.*

      Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
      Tetap ADUHAI......

      πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah Turnuwun Mbak Tien

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah tayang.

    ReplyDelete
  6. Alhamdullilah SB nya sdh tayang..terima ksih bunda Tien..slmt mlm dan slmt istrhat..salam seroja dri skbmi unk bundaquπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...
    Terimakasih bu Tien
    Met malem, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  8. πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉ
    Alhamdulillah SB 36 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉ

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete

  11. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~36 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  13. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  14. Akhirnya yang ditunggu muncul juga ...
    Terima kasih ibu Tien...
    Salam sehat selalu ...
    Berkah Dalem Gusti πŸ™πŸ›πŸ˜‡

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, termakasih bu tien, meskipun ngetiknya diulang lagi πŸ™πŸ˜
    Salam sehat dan aduhsi

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah...
    Tks bunda Tien..
    Semoga bunda sehat" selalu..
    Aamiin.. πŸ™πŸ™πŸ™πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah SB-36 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  18. Kasihan Susana, apa mau menjadi pembantu Pratiwi?? Pahlawan tetapi dibenci banyak orang.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Huh Susana,
    IbunΓ© Ratih menatap tajam nggak suka; Bondan deket sama Susana, mungkin pakai mΓ¨njΓͺb juga ya, kan nggak suka.
    Susahlah wong menurut Ratih itu sudah nggak ganΓͺp, ada aja alasannya terus yang ganjil yang gimana, padahal Susana diajak menemani Pratiwi nengok mas Bondan, biasa buat tamΓ¨ng kan memang Susana mudah bergaul.
    Biarpun bagaimana Susana bisa tuh mudah menyesuaikan ; aduh cinta Bondan sama Susana menderu deru.
    Keluarga nya yang nggak suka rupanya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Waah...mulai muncul pertentangan dari pihak keluarga Bondan...makin panjang kisahnya...asyiikk....pelintir terus, bu Tien...seru nih...belum kasus Sony yang masih berliku-liku...sehat selalu, bu Tien. Terima kasih sudah menulus untuk para penggemar cerbung.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  22. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  23. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Cerita nya msh panjang ,,,,jd kita ikuti saja 🀣🀭

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun bu.Tien..πŸ™πŸ™
    ( tp kq paragrafnya double² )

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...