SETANGKAI BUNGAKU
27
(Tien Kumalasari)
Keluarga Juwono juga kaget melihat kedatangan Bondan
yang tiba-tiba, apalagi ini belum waktunya libur.
“Kamu ada tugas di daerah dekat-dekat sini Ndan,
makanya bisa mampir ke rumah?” tanya sang ayah.
“Tidak Pak, Bondan memang sedang cuti.”
“Cuti berapa hari?”
“Hanya seminggu.”
“Syukurlah, jadi bisa bersama-sama selama seminggu,”
kata bu Juwono gembira.
“Horeee, ada mas Bondan,” teriak Ratih yang baru
keluar dari kamarnya.
“Jangan harap kamu akan meminta kakakmu ini untuk
mengantar kemana-mana setiap hari,” ancam Bondan menggoda adiknya.
“Iih, jahat ya, sama adiknya.”
“Kakakmu itu, biarpun di mulut mengatakan tidak, tapi
di hati selalu mau, kamu tidak usah khawatir,” kata pak Juwono.
“Iya, bukankah kakak kamu hanya punya seorang adik
saja sekarang,” sambung ibunya.
“Huh, kesenangan dia Bu, padahal Bondan mau
jalan-jalan sendiri.”
“Aku tahu … aku tahu ,,, “ pekik Ratih sambil
tersenyum-senyum lucu.
“Tahu apa? Jangan sok tahu kamu.”
“Akan sering menemui mbak Pratiwi kan?”
“Ngaco …!”
“Iya, jangan ingkar.”
“Siapa Pratiwi?” tanya pak Juwono.
“Itu lho Pak, temannya mbak Aira waktu SMP itu.”
“O, dia? Memangnya Bondan suka sama gadis itu? Jangan
sembarangan suka ah,” tegur sang ayah.
“Suka itu jangan karena dia cantik. Siapa keluarganya,
bagaimana budi pekertinya,” sambung sang istri.
“Mbak Pratiwi itu baik kok Bu, tidak mengecewakan.”
“He, kamu jangan sok tahu. Aku jewer telinga kamu
sampai molor kayak kelinci.”
“Bondan, ingat pesan bapak ya, jangan sembarangan
suka.”
“Iya, Bondan tahu kok.”
“Ya sudah, sana, mandi dulu atau bersih-bersih dulu,
lalu ganti pakaian, nanti ngobrol lagi,” kata ibunya yang langsung ke belakang,
untuk mempersiapkan makanan untuk anak sulungnya.
Bondan masuk ke kamar sambil menarik tangan adiknya.
“Ada apa sih?”
“Apa kabarnya Pratiwi? Sudah sebulan aku tidak pulang
dan tidak mendengar beritanya,” tanya Bondan pelan, takut di dengar ayahnya.
“Mbak Tiwi sudah bekerja.”
“Apa? Jadi tidak jual sayuran lagi?”
“Tidak.”
“Kerja di mana dia?”
“Di kantor cabangnya mas Sony.”
“Apa? Dari mana dia mendapatkan info perusahaan baru
itu?”
“Semalam Ratih mau menelpon, tapi ketiduran, jadi
belum jelas. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba dia bekerja di sana. Memang sih,
aku yang memberi tahu, karena mas Sony yang minta. Tapi aku sudah menyarankan
agar dia tidak menjalaninya. Aku curiga sama mas Sony, mengapa begitu
bersemangat meminta mbak Tiwi untuk bekerja di kantor dia.”
“Mengapa dia melakukannya?”
“Entahlah. Baru-baru ini adiknya kecelakaan, dan harus
dioperasi. Mungkin itu sebabnya, entahlah. Aku sudah mengatakan pada mas Roy
tentang semua ini.”
“Rupanya kamu sudah semakin dekat dengan dia ya?”
“Dia, siapa?”
“Roy lah. Iya kan?”
“Bicara tentang mbak Pratiwi, kok kemudian belok ke
situ.”
“Nanti sore aku akan menjemputnya,” kata Bondan sambil
menutup pintu kamarnya.
“Mas Bondan suka sama mbak Pratiwi?”
“Bagaimana menurutmu?”
“Tampaknya bapak sama ibu kurang suka.”
“Bapak sama ibu belum tahu tentang Pratiwi. Bukankah
dia gadis yang baik?”
“Iya. Sangat baik.”
“Ya sudah, aku mau ke kamar mandi dulu dan ganti baju.
Nanti aku mau menjemput dia di kantornya.”
“Aku ikut …”
“Nggak usah, Kamu mengganggu saja,” omel Bondan sambil
masuk ke kamar mandi, sedangkan Ratih kemudian keluar dari kamar kakaknya,
setelah menatapnya lucu.
***
Susana sudah mengerjakan sebagian tugasnya. Ia merasa letih.
Ia melihat ke arah jam dinding.
“Sudah saatnya istirahat. Kenapa Sony sama sekali
tidak nyamperin aku?” gumamnya kesal.
Susana menelpon, tapi tak ada tanda-tanda bahwa ponsel
Sony sedang aktif. Lalu dia menelpon Marsam, barangkali Sony lupa mengecas
batery ponselnya. Tapi sama saja, ponsel Marsam juga tidak aktif. Susana
berdiri dan melangkah ke ruang kerja Sony. Hanya ada sekretarisnya.
“Mana pak Sony?”
“Sejak pagi, pak Sony belum muncul, Bu.”
“Sejak pagi?”
“Iya. Beberapa tamu urung menemuinya.”
“Ke mana dia?”
Susana kembali ke ruang kerjanya dengan
bersungut-sungut.
“Ke mana dia?” gumamnya berkali-kali.
Susana memanggil staf kepercayaan Sony, yang langsung
datang pada saat itu juga, karena dia tahu bahwa Susana adalah tangan kanan
Sony yang amat dipercaya.
“Bu Susan memanggil saya?”
“Pak Teguh tahu, kemana pak Sony?”
“Tidak Bu, saya kira bu Susana lebih tahu.”
“Aku tidak tahu. Diruangannya tidak ada, ponselnya
mati.”
“Barangkali pak Marsam bisa menjawabnya.”
“Sama saja, ponselnya mati.”
“Mohon maaf Bu, saya tidak tahu. Biasanya kalau pergi ke
mana-mana pasti berpesan sama saya. Tapi kali ini saya benar-benar tidak tahu.
Bisa jadi masih ada di rumahnya.”
“Baiklah, terima kasih.”
Susana memberi isyarat agar Teguh pergi, kemudian dia
merenung lagi. Benarkah Sony masih ada di rumahnya? Apa dia sakit? Ia mencoba
menelpon dan tetap tak ada jawaban. Dengan kesal dia memanggil sopir
perusahaan, agar mengantarnya pergi ke rumah Sony.
“Mengapa Ibu ke rumah pak Sony? Bukankah rumah pak
Sony kosong? Apa ibu akan menginap di sana sambil menunggu rumah?” tanya sopir
ketika mereka dalam perjalanan.
“Apa maksudmu?”
“Maaf Bu, bukankah pak Sony pergi?”
“Pergi ke mana?”
“Saya kurang tahu, tapi tadi saya mengantarkan pak
Sony dan pak Marsam ke bandara.”
“Apa?” Susana benar-benar terkejut.
“Bandara? Ayo sekarang kita kembali ke kantor,” perintahnya
dengan kesal.
Lalu Susana menelpon sekretaris Sony.
“Ya Bu.”
“Pesankan tiket pesawat, aku mau pulang.”
“Jam berapa Ibu mau pulang?”
“Carikan pesawat tercepat yang bisa membawa aku.”
“Baik, Bu.”
Susana merasa sangat kesal. Sony melakukan sesuatu tanpa
setahu dirinya. Kemana dia? Yang terbayang di benak Susana adalah Pratiwi.
Jangan-jangan Sony akan melakukan sesuatu terhadap gadis itu.
Tapi tak lama kemudian sang sekretaris menelponnya.
“Bagaimana?” tanya Susana.
“Pesawat yang paling cepat hanya nanti sore Bu.”
“Kamu cari yang tercepat.”
“Tidak ada Bu, penerbangan sedang penuh. Kalau ibu
mau, nanti jam setengah lima sore.”
“Ya sudah. Lakukan,” kata Susana geram.
Sesampai di kantor dia membenahi semua berkas yang
masih terserak di mejanya. Ia tak akan mengerjakannya, walau itu perintah dari
pimpinan tertinggi di perusahaan itu. Ia segera meninggalkan kantor menuju hotel untuk
berkemas.
Ketika ia mau berangkat ke bandara, tiba-tiba Sony
menelpon. Barangkali Sony khawatir Susana curiga karena dia pergi tanpa pamit.
“Susan!”
“Ya,” jawab Susan kecut.
“Aku harus ke Singapore siang tadi, bapak menunggu aku
di sana,” katanya, yang tentu saja berbohong.
“Mengapa tak bilang?”
“Aku sangat tergesa-gesa. Ini masalah penting, paling
dua tiga hari aku sudah kembali.”
“Susana menutup ponselnya dengan kesal. Sony mengira
Susana bisa menerima alasannya, karena Susana tidak mengatakan bahwa dirinya
akan pulang.
Tapi Susana melanjutkan niatnya. Tiket sudah dipesan,
dan dia yakin kalau Sony berbohong, Dalam situasi apapun Sony selalu mengatakan
pada dirinya. Ke Singapore, bahkan ke Eropa sekalipun, Susana akan diberi tahu.
Kali ini tidak, dan itu membuatnya curiga. Bayangan Pratiwi yang akan dikerjai
oleh Sony melintas, membuatnya ngeri. Bukan karena cemburu, sungguh. Susana
merasa iba atas nasib Pratiwi. Gadis itu berkorban apapun demi keluarganya. Ia
tak mau ikut-ikutan menindasnya.
Susana hanya buruk dalam menilai sebuah hubungan
antara laki-laki dan perempuan, dalam menilai sebuah cinta yang harus disertai
dengan kebodohan seperti yang dilakukannya, tapi dalam bermasyarakat, Susana
terhitung wanita baik.
Ia terus bebenah dan bersiap menunggu taksi. Ia tak
ingin memakai sopir perusahaan, karena khawatir sang sopir akan melaporkannya
pada Sony, sehingga Sony akan mengetahui kedatangannya sebelum dia sampai.
***
Di kantor. Ardian menemui Roy, dan mengatakan akan
memakai mobilnya. Ia meminta Roy agar pulang bersama ayahnya.
“Memangnya kamu mau ke mana?”
“Mencari Pratiwi.”
“Kamu sudah tahu, dia bekerja di mana?”
“Bukankah kamu sudah memberi tahu?”
“Maksudnya, di mana kantornya.”
“Tahu lah. Mencari sebuah kantor kan tidak susah. Mana
kunci mobilnya.”
“Itu, di meja. Mau pulang sekarang?” tanya Roy.
“Tidak, hanya bersiap-siap saja. Tolong bilang sama
bapak ya.”
“Okey,” kata Roy yang kemudian melanjutkan
pekerjaannya.
Mereka belum tahu pasti bagaimana caranya supaya
Pratiwi bisa berhenti bekerja di sana, tapi mereka berjanji akan berusaha
melepaskannya. Tapi ada yang membuat Ardian tenang, Ratih pernah mengatakan
bahwa Sony tidak ada di kantor cabangnya ini, dan itu yang membuat Pratiwi bisa
menjalaninya. Walau begitu dia ingin mengetahui semuanya tentang pekerjaan yang
dijalaninya.
***
Hari itu pekerjaan Pratiwi sangatlah banyak. Bertumpuk
di mejanya, sehingga saat bubaran kantor, ia belum menyelesaikan tugas itu. Ia
melirik ke arah dinding, jam bekerja sudah usai.
Pratiwi kebingungan. Kalau diteruskan, entah berapa
jam lagi dia bisa menyelesaikannya.
Tiba-tiba interkom di ruangannya berbunyi,
“Ya.”
“Pratiwi. Yang tadi aku berikan, harus selesai
sekarang juga, karena besok pagi-pagi sekali harus sudah di serahkan kepada
pimpinan,” suara kepala divisi nya.
“Ini masih banyak, Pak.”
“Kamu terpaksa harus lembur. Tapi jangan khawatir,
uang lemburan itu banyak. Nanti ada perhitungannya kok.”
“Bukan masalah uangnya, tapi_”
“Tapi itu tugas kamu, Pratiwi. Tidak bisa tidak. Nanti
kamu bisa kena sangsi,” sang kepala mengancam. Pratiwi merasa kecut. Tapi
baiklah, kemudian ia terus mengerjakannya.”
“Ternyata bekerja itu berat. Harus punya tanggung
jawab untuk mengerjakan tugas,” gumam Pratiwi sambil melanjutkan pekerjaannya.
Pratiwi ingat,
Susana pernah mengatakannya saat ia baru memulai bekerja. Banyak hal yang belum
diketahuinya tentang tata cara orang bekerja, dan kedisiplinan serta rasa
tanggung jawab harus tertanam di setiap benak para pekerja.
“Apa boleh buat,” gumamnya sambil terus bekerja.
Ia menyalakan lampu ruangannya sebelum melanjutkannya.
***
Di rumah, yu Kasnah sangat gelisah, karena Pratiwi
belum pulang. Beruntung, Nano yang sudah mulai masuk sekolah, menemani dan
menenangkannya.
“Mbak Tiwi mungkin mampir belanja lagi, Bu.”
“Ini jam berapa?”
“Jam lima lebih lima menit.”
“Lho, kok lama sekali, kalau memang dia belanja.”
“Mungkin juga lembur.”
“O, lembur ya.”
“Besok kalau uang mbak Tiwi sudah banyak, akan Nano
suruh beli satu ponsel lagi untuk di rumah, supaya kalau dia harus pulang
terlambat, bisa mengabari ke rumah.”
“Kamu itu ada-ada saja. Katanya ponsel itu mahal.”
“Iya sih, tapi ada yang murah kok. Kalau hanya untuk kabar
mengabari saja.”
“Jangan membebani kakak kamu dengan harus membeli ini
dan itu. Beban dia itu sudah banyak. Pasti sangat berat.”
“Iya Bu, hanya usul saja kok.”
“Meskipun hanya usul, pasti juga menjadi pemikiran
dia.”
“Ya sudah, nggak jadi …” kata Nano sambil cengar
cengir.
“Mana minum ibu No.”
“Ini Bu, tidak segera diminum sih, dingin nih Bu.”
“Nggak apa-apa, kan tadi sudah ibu minum separo.”
“Mau dibuatkan lagi?”
“Tidak. Kamu sedang ngapain di situ?”
“Sedang membuka-buka laptop, Bu.”
“Main ?”
“Tidak Bu, belajar, ini.”
“Ya sudah, belajar saja, sambil menunggu kakak kamu.
Apa lampu teras ini cukup terang? Kalau tidak, belajar di dalam saja, nanti
matamu sakit.”
“Terang kok Bu, baru kemarin mbak Tiwi menggantinya
yang lebih terang.”
***
Hari mulai gelap, Pratiwi hampir selesai. Sedikit lagi
semuanya siap. Pratiwi merasa lega. Dan benar-benar merasa lega ketika lembar
terakhir sudah di selesaikannya. Pratiwi menutup laptopnya, lalu membereskan
mejanya.
“Ibu pasti sudah gelisah menunggu,” gumamnya sambil
mengambil tasnya, lalu bergegas keluar dari ruangan.
Kantor sudah sepi, tapi di lobi depan, masih terang
benderang. Satpam juga masih tampak berjaga sambil merokok.
Pratiwi menuju ke arah parkiran, bermaksud mengambil
sepedanya, tapi dia terkejut ketika menaikinya.
“Ya ampun, gembos keduanya?”
Satpam itu berlari-lari mendekat.
“Ada apa Mbak?”
“Gembos Pak, aku tinggal saja di sini, aku mau naik
taksi.”
Tapi tiba-tiba sebuah mobil meluncur dan berhenti di
dekat Pratiwi.
“Nah, ada mobil perusahaan tuh Mbak, pastinya dia bisa
mengantarkan Mbak pulang, soalnya Mbak sudah kerja lembur. Nanti sepedanya biar
saya yang urus.”
“Tapi ….”
“Malam-malam begini susah mencari tukang tambal ban.”
Tiba-tiba pintu mobil sebelah depan disamping sopir
terbuka. Pratiwi melihat sopir memakai topi dan mempersilakannya masuk.
“Saya antar, ini sudah malam,” terdengar suara
bariton. Pratiwi belum pernah bicara dengan sopir perusahaan karena memang tak
ada kepentingannya. Lalu dengan pertimbangan bahwa ibunya pasti sudah gelisah
menunggu, Pratiwi pun menurut. Ia memasuki mobil setelah mengucapkan terima
kasih.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteHoree mbak Nani juara pas buka kok tayang nih
Delete🌾🍎🥦🌷🥬🌹🐶🐧
ReplyDeleteAlhamdulillah eSBeKa eps 27 malam ini sdh tayang.
Matur nuwun bu Tien, salam SEROJA dan tetap semangat.
Tetap A D U H A I.......
🌾🍎🥦🌷🥬🌹🐶🐧
Matur nuwun bubda Tien
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Mtrnwn
ReplyDelete🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 27 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Semoga sehat selalu
dan tetap smangaaats...
Salam Aduhai...
🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸
Alhamdulillah, sehat selalu mbakyu....
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah...
ReplyDeleteTks bunda Tien Pratiwi sdh tayang..
Semoga bunda sehat selalu..
Amiin.. 🙏🙏🙏🌹❤️
Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdulilah bisa ngikut lebih awal...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Salam Sehat Selalu dari kota Malang...
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga selalu sehat
Dan tetap semangat
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~27 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah...STBk 27 sdh hadir...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 27 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteEmpat orang bersama sama mencari Pratiwi, dan yang menjemput itu siapa ya... rasanya suruhan Sony.
ReplyDeleteSusana baru berangkat, tapi Bondan dan Ardian lama banget belum sampai.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sangat menegangkan... tak sabar mnggu bsok... trma kasih Mbu Tien... sehat² trs bersama keluarga.....
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah , Terima kasih bunda Tien 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSmg selamat Pratiwi, Allah mengirim bala tentaranya bwt orang baik
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,
Terima ksh...
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang mksh Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah tayang, siapa yg jemput Pratiwi... semoga bukan Soni.. mksh bunda Tien...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteMakin tegang saja nih.
Aduh gawat nih Pratiwi di antar supir kantor pasti suruhan Sony mau di bawa kemana ya? Semoga Bondan,Ardian dan Susana bergerak cepat jadi Pratiwi terselamatkan.Ban sepeda gembos pasti ulah Sony jg.Mbak Tien bisa bikin yg baca deg2an semua nih.Salam seroja dari Neni Tegal.
ReplyDeleteSiapakah suara bariton td sptnya Marsam deh
ReplyDeleteMoga Ardian..Bondan..segera dtg jd bs menolong Pratiwi atau mlh Susana yg bgtu perhatian sama Pratiwi
Ya Allah moga ada pertolongan utk Pratiwi
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Trims Bu Tien...
ReplyDeleteKira kira disini coba ditunggu saja diluar halaman katanya kantornya.
ReplyDeleteTerlihat sepeda masih ada disana hafal donk kan kalau hari libur goes bareng bareng, sampai jam segini belum keluar-keluar, mungkin belum selesai kerjaannya.
Nah tuh keluar tapi kelihatannya ada masalah hmm soal angin di ban nya, nggak ada angin alias gembos, mondar-mandir ke ruang satpam.
Ada mobil masuk halaman kok kaya dipaksa, biar di ikuti saja sampai mana, persetan dia tahu apa enggak, cuma ingin nguntit aja arah mobil itu kemana, ke arah luar kota rupanya.
Susana terlambat, tanya satpam siapa yang mengantar, lihat sepeda kenapa tidak pakai , oh ban nya mariokempes.
Huh, bener bener nich sudah dirancang detail, dasar pendendam, mau balas sakit hati dengan ngerjain orang laen.
Gila itu orang.
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke dua puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah SB-27 sdh hadir
ReplyDeleteduuh bikin deg deg an nih Bun,
Semoga Pratiwi ada yg menolong
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Duh...kok firasatku jelek ini.... deg2 an bener ...
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien jd penasaran nih...🤩
Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏
ReplyDeleteMohon memberi sedikit masukan, penggunaan kata "sangsi" lebih tepatnya "sanksi", bukan? Karena beda artinya. Sangsi=ragu, sanksi=hukuman atas pelanggaran disiplin kerja. Mohon maaf kalau kurang berkenan.🙏😊
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteWah ini makin seru ya.,bu tien Nih siip deh,salam.aduhai u bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, meskipun telat bacanya, soalnya mlm jum'at pengajian dulu .
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya
Kok jd ikut deg degan dg Tiwi ,aduhaii deh bu Tien
slnt pgii bunda..terima ksih SB nya..mkin penasandgn Pratiwi bund..smg terselamatkan sm laki2 yg baik hati..bondan atau kk nyanya roy..slm sht sll dri skbmi🙏😍🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu