JANGAN PERGI 35
(Tien Kumalasari)
Mobil itu terus mengikutinya, dan Listi melihatnya
dari kaca spion di depannya.
“Ada yang mengikuti kita,” katanya sambil mempercepat
laju mobilnya.
Ratri menoleh ke belakang.
“Itu mobil mas Radit,” kata Ratri.
“Benar, aku juga tahu.”
“Hei, Mbak … kita mau kemana, rumah ibu kan harus
belok ke kanan?”
“Biar saja, kita putar-putar sebentar,” kata Listi enteng.
“Ya ampun Mbak, jangan ngebut dong, jalanan lagi
ramai.”
“Kita permainkan dia dulu. Salahnya sendiri, mengapa
menyakiti kamu.”
“Tapi yang salah bukan dia Mbak. Biar saja aku bicara
sama dia, supaya dia mengerti dan tidak lagi mengganggu.”
“Kamu kan sudah mengirimi dia pesan?”
“Iya sih.”
“Kalau dia bisa membaca, pasti tahu dong bagaimana
keinginan kamu,” kata Listi sambil terus mempercepat laju kendaraannya.
“Aduuh, Mbak Listi nih, aku takut, tahu.”
“Tenang saja, mbak mu ini akan bisa mengatasi
semuanya. Yakinlah bahwa kamu aman,” kata Listi santai.
Ratih akhirnya diam, sambil bibirnya berkemak-kemik
melantunkan doa.
Listi sudah membawa mobilnya sampai di luar kota.
Ratri menoleh ke belakang, dan mobil Radit sudah tak tampak lagi.
“Sudah nggak kelihatan.”
Listi juga melongok ke arah belakang, lalu tersenyum
lega.
“Syukurlah, dia kehilangan jejak kita. Ayo kita
kembali.”
Ratri senang, sekarang Listi mengendarai mobilnya
lebih lambat. Tapi Listi membawa mobilnya melalui jalur lain, khawatir berpapasan dengan
mobil Radit.
“Ibu pasti sudah menunggu,” gumam Ratri.
“Kamu sudah bilang akan pulang siang ini?”
“Iya, sudah dari pagi tadi.”
“Bagus, pasti ibu Cipto sudah memasak enak buat kamu.”
“Kamu nanti ikut turun kan Mbak?”
“Tidak usah ya, tadi aku membantu ibu memasak, tapi
kami belum memakannya, aku bilang sama ibu, kami akan makan setelah aku
mengantarkan kamu.”
“Baiklah, jangan sampai kita mengecewakan mereka.
Kapan-kapan kamu tidur di rumah ibu Cipto ya.”
“Gampang, semua bisa di atur. Kamu juga boleh mengajak
ibu Cipto menginap di rumah aku, pasti rame.”
“Wah, menyenangkan sekali,” kata Ratri.
Tapi sebenarnya Ratri sedang memikirkan Radit. Kasihan
sekali kalau Radit tidak bisa menerima keputusannya, sementara Ratri tidak
ingin Radit menjadi anak durhaka yang melawan kemauan orang tuanya.
“Heiii, kita sudah sampai, kamu tidak mau turun?”
Ratri terkejut, Listi sudah menghentikannya di depan
gang yang masuk ke arah rumahnya.
“Sampaikan salam aku untuk ibu Cipto, maaf tidak bisa
mampir. Kamu jalan sendiri ya, aku takut kelamaan, nanti ibu gelisah menunggu
aku.”
“Iya, baiklah, terima kasih Non,” canda Ratri sambil
turun.
Listi menjalankan mobilnya meninggalkan Ratri yang
sudah masuk ke dalam gang yang masuk ke arah rumahnya.
“Ternyata bersikap manis itu adalah damai, dan
bahagia. Aku belum pernah merasakannya setelah bapak dan ibu angkatku
meninggal,” gumamnya sambil tersenyum.
Ia sedikit mempercepat laju mobilnya, karena takut
ibunya khawatir, ia pergi terlalu lama.
***
Ratri langsung memeluk ibu Cipto begitu memasuki
rumahnya. Bu Cipto senang, akhirnya Ratri pulang.
“Ibu khawatir kamu tidak benar-benar datang,” katanya
sambil melepaskan pelukan Ratri pelan, kemudian mengajaknya memasuki kamarnya.
“Ya nggak mungkin dong Bu, Ratri kan sudah bilang sama
Ibu, lagi pula ini kan rumah ibu Ratri juga?”
“Dan rumahmu, kan Tri?”
“Iya. Hm, baunya sedap, ibu masak apa hari ini?”
“Hanya masak sayur bening. Sisa rendang dua hari yang
lalu masih ada, karena ibu masukkan ke dalam kulkas, sudah ibu panasin.”
“Wah, iya Bu, Ratri senang sekali. Ratri ganti baju
dulu ya Bu.”
“Baiklah, ibu tunggu di ruang makan ya,” kata bu Cipto
riang. Kekhawatiran akan kehilangan Ratri sudah tak ada lagi, karena ia tahu
Ratri sangat pengertian, dan juga sangat menyayanginya.
Tak lama menunggu, Ratri sudah berganti pakaian rumah,
lalu duduk di hadapan ibunya.
“Ibu kesepian ya?”
Tidak Tri, karena ibu yakin bahwa kamu akan pulang.
Ibu anggap saja kamu sedang main, dan pada saatnya kembali, pastilah kamu
kembali.”
“Terima kasih Bu, Ratri juga tidak tega terlalu lama
meninggalkan Ibu.”
“ Ibu yang berterima kasih dong Tri, sebenarnya kan
setelah ada bu Tijah, ibu takut kamu tidak akan peduli lagi sama ibu.”
“Ibu mengada-ada deh, dari bayi Ratri adalah anak Ibu,
mana mungkin Ratri tidak peduli?”
“Senang ibu mendengarnya. Ayo, makan yang banyak Tri.”
“Ini nanti Ratri habiskan lho Bu, Ratri memang lapar
nih.”
“Habiskan saja, nanti ibu masak lagi.”
“Besok kan hari Minggu. Kita belanja ya Bu, lalu masak
bersama-sama.”
“Baiklah. Tapi apa nak Radit tidak datang kemari?
Biasanya kalau Minggu kan nyamperin kamu.”
Ratri diam. Ia tak boleh selamanya menyembunyikan hal
yang berhubungan dengan Radit. Ia harus berterus terang, supaya ibunya tidak
terus bertanya.
“Bu, sesungguhnya Ratri tidak ingin lagi melanjutkan
hubungan dengan mas Radit.”
Bu Cipto tampak terkejut, sampai urung memasukkan nasi
yang sudah sampai di depan mulutnya.
“Kamu bercanda?”
“Tidak Bu, Ratri serius.”
“Kenapa tiba-tiba begitu?”
“Ratri merasa bahwa mas Radit terlalu tinggi untuk
Ratri.”
“Bukankah nak Radit sudah pernah mengatakannya bahwa
dia tak peduli bagaimana dan siapa kamu? Bahkan ibunya juga suka sama kamu kan?
Belanja banyak baju, sampai-sampai ibu ini ikut kebagian mendapat baju baru?”
“Terkadang manusia tidak selalu bisa yakin dengan
keputusannya. Ratri khawatir, pada suatu hari, penyesalan itu akan ada. Dan kalau
sudah begitu, akan tidak baik bagi kelangsungan dan ketenteraman sebuah
keluarga. Ya kan Bu?”
Bu Cipto terpana. Ia tak mengira Ratri bisa bicara
sebijak itu. Dan itu ada benarnya.
“Ratri harap Ibu bisa mengerti.”
“Apa nak Radit bisa menerima keputusan kamu ini? Atau
malah nak Radit sendiri yang memutuskannya? Ibu kok tidak percaya. Ibu yakin nak Radit sangat menyayangi kamu.”
“Iya Bu, tapi orang tuanya belum tentu akan tetap
bersikap baik. Ada hal yang membuat Ratri khawatir, sehingga Ratri memilih
berpisah saja sebelum semuanya terlanjur.”
Bu Cipto mengangguk pelan, tak yakin bahwa Ratri bisa
melakukannya begitu mudah.
“Apa kamu tidak lagi memiliki rasa sayang sama dia?”
Ratri tersenyum tipis.
“Sayang atau cinta itu tidak harus memiliki. Ratri
berharap mas Radit bisa menemukan gadis yang sejajar dengan kedudukannya.”
Bu Cipto menyelesaikan makannya dengan wajah murung.
Sebelumnya dia senang, Ratri sudah mendapatkan jodoh yang menyayanginya, dan
ibunya juga tampaknya sangat menyukai Ratri. Bu Cipto sama sekali tidak tahu
tentang rendang yang ditolak dengan wajah bengis dari bu Listyo, karena Ratri
tak ingin membuat ibunya kecewa.
***
Tapi sesungguhnya Ratri mengira, bahwa setelah ia
melihat mobil Radit gagal mengejar mobil Listi, kemudian Radit akan datang ke
rumah. Ternyata sampai sore tak dilihatnya Radit datang. Putus asa? Atau marah?
Ratri geram pada dirinya, karena ternyata masih selalu memikirkannya. Mudah
sekali berkata-kata, tapi sangat sulit menjalaninya. Aduhai cinta.
***
Listi dan ibunya sudah selesai makan, dan Listi sudah
membersihkan meja dan mencuci semua peralatan yang kotor. Sangat canggung
sebelumnya, tapi dengan telaten bu Tijah mengajarinya.
Hari sudah sore ketika keduanya duduk di ruang tengah
sambil melihat televisi.
“Bagaimana menurut Ibu, Listi sudah pintar memasak
kan?”
Bu Tijah tersenyum.
“Kamu mengerti dengan sangat cepat. Dan kamu bisa
melakukan pekerjaan dapur hampir sempurna,” puji bu Tijah.
“Enakkah masakan Listi?”
“Sangat enak. Ibu sampai nambah dua kali tadi.”
Listi tertawa senang.
“Ibu harus makan banyak, supaya gemuk.”
“Ah, selamanya ibu ya begini ini, tidak bisa gemuk. Nggak
enak kalau kegemukan, nanti ibu keberatan membawa tubuh gemuk ibu.”
Listi tertawa. Tapi sebenarnya dia sedang memikirkan
Radit. Tadinya dia mengira, karena tidak berhasil mengejar, pasti Radit akan
datang ke rumahnya. Ia tahu bahwa Radit tak pernah berhenti mengejar apapun
yang diinginkannya.
“Barangkali dia ke rumah Ratri, aku akan menelponnya,”
kata batin Listi, yang kemudian masuk ke kamar untuk mengambil ponselnya.
Tapi ternyata tadi ada chat dari Ratri, yang
menanyakan apakah Radit datang ke rumahnya.
“Hallo Tri,” sapa Listi yang kemudian menelpon Ratri.
“Benarkah, tadi mas Radit datang kemari?”
“Aku baru saja membaca pesan kamu, tadi duduk di luar
sama ibu, sedangkan ponselku ada di kamar.
“Oh, gitu? Jadi dia ke sini?”
“Tidak, aku justru mau bertanya, apa dia kemari,
setelah mengejar kita tidak berhasil.”
“Tidak tuh,”
“Putus asa dia. Tapi aneh, dia tuh orangnya suka
nekat.”
“Mungkin dia marah, karena tak pernah berhasil menemui
aku,” sesal Ratri.
“Mungkin. Kamu menyesal?”
“Ah, tidak Mbak.”
“Suara kamu seperti orang menyesal. Kamu harus ingat
Ratri, aku tidak mau kamu direndahkan. Biar saja ibunya mencarikan gadis yang
sepadan untuk anaknya,”
“Tapi bukankah lebih baik kalau kita bicara sama dia,
tidak kabur-kaburan seperti tadi?”
“Hm, begitu ya. Baiklah. Besok kita minta dia datang
menemui kamu. Tapi kamu harus siap dan tegas menolaknya. Kecuali ibunya mau
datang dan meminta maaf sama kamu,” tandas Listi.
“Baiklah.”
“Ya sudah, jangan sedih begitu. Kamu berada diantara
orang-orang yang menyayangi kamu, suka dan duka kamu akan kita pikul bersama. Siapapun
kita, kita harus punya harga.”
“Ya Mbak, aku mengerti.”
Listi menutup ponselnya, dan diam-diam dia merasa
kasihan pada adiknya. Ia tahu, Ratri pasti sedih. Tapi ia yakin, Ratri bisa
melakukan hal baik bagi dirinya.
“Menelpon siapa?” tanya ibunya ketika Listi sudah
kembali duduk di sampingnya.
“Ratri.”
“Dia tidak apa-apa kan?”
“Tidak apa-apa Bu. Saya sudah bilang, lain kali, Ratri
harus mengajak bu Cipto untuk tidur di rumah ini. Pasti ramai.”
“Itu sangat menyenangkan.”
“Harusnya hari ini ya Bu, lalu besok kita bisa
jalan-jalan berempat, kan Ratri libur.”
“Oh iya, besok hari Minggu.”
“Tapi ya sudah, tadi lupa tidak ngomong, takutnya
Ratri sudah punya rencana sendiri sama bu Cipto.”
“Berarti Minggu depan saja.”
“Ya Bu, minggu depan saja. Ayuk bu, kita jalan-jalan
sekarang.”
“Kemana?”
“Jalan-jalan saja, Listi ingin beli baju untuk Ibu.”
“Aduh, baju ibu sudah ada beberapa, kan Ratri
membawakan banyak baju untuk ibu.”
“Tapi Listi belum kan? Ayo ibu siap-siap, Listi mau
ganti baju dulu.”
***
Arina melonjak kegirangan ketika melihat Dian memasuki
rumahnya.
“Hoyeee… hoyeeee ..” pekiknya riang. Dan tanpa
menunggu lama, Dian segera menggendongnya, menciumi sepuas hatinya.
“Apa kabar sayang?” tanya Dian sambil terus menciumi
pipi Arina.
Tapi lama-lama Arina mendorong kepala Dian, minta
diturunkan.
“Kenapa?”
“Geyii… ambutnya kena pipi Ain..”
Dian dan Dewi tertawa melihat Arina mengusap-usap
pipinya, yang kegelian karena terkena cambang Dian.”
“Ayo… main…” katanya sambil menarik tangan Dian,
diajaknya main boneka.
“Arin mau nggak, jalan-jalan?”
“Mauuuu … ayo Ibu… halan-halan…” teriak Arina yang
segera berdiri, menarik-narik tangan ibunya.
“Beneran Mas, mau ngajak jalan-jalan?”
“Iya lah, bener. Aku ingin beli baju untuk Arina dan
untuk kamu. Sambil jalan, kita bicara soal pernikahan kita, aku harus segera menikah,
supaya bisa membawa kamu dan Arina ke Jakarta.
Dewi tersipu.
“Serius?”
“Seribu rius,” kata Dian sambil tertawa.
“Ayo Arina, kita ganti baju dulu,” kata Dewi yang
segera menggendong anaknya ke dalam kamar.
Dian tersenyum. Hatinya sudah mantap untuk segera
memperistri Dewi. Tapi tiba-tiba dia teringat Radit yang sesambat tentang hubungannya
dengan Ratri. Dia segera menelpon Radit.
Tapi beberapa kali tak ada sahutan. Rupanya ponselnya
sedang tidak aktif. Kemudian dia menelpon Ratri.
“Hallo, Dian? Aduh, syukurlah kamu masih ingat aku,”
teriak Ratri yang senang mendengar Dian menelponnya.
“Ratri, apa kabar kamu?”
“Baik. Kamu sudah di sini?,
“Aku di rumah Dewi, mau jalan-jalan sama anakku.”
“Aduuh, senengnya, yang tiba-tiba punya anak,” seloroh
Ratri.
"Besok aku mau ke rumah kamu, banyak yang ingin aku bicarakan.
Baru saja aku menelpon pak Radit, tapi ponselnya mati.”
“Oh ya?” sahut Ratri singkat.
“Ya sudah, kami mau berangkat, kesok aku mau ke rumah
kamu, pagi-pagi.”
“Baiklah, aku tunggu.”
***
Dian mengajak Dewi memasuki sebuah toko pakaian.
Terlebih dulu Dian mengajak ke counter pakaian anak-anak, memilihkan beberapa
baju lucu untuk Arina, kemudian Dian mengajak Dewi untuk memilih baju untuk
Dewi dan untuk dirinya sendiri.
Dian sedang melihat-lihat kemeja batik yang membuatnya
tertarik, ketika tiba-tiba Dewi berteriak.
“Itu bu Listi !!”
Dian terkejut.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteYess
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terima kasih mbak Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang
ReplyDelete🌹🦋🌿 Alhamdulillah JP 35 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
Alhamdl.... bwt sangu malming.... salam sehat bunda Tien
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~35 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Hallow juga bu Tien....maturnuwun paringanipun.. salam kejora, sehat selalu ibuuu
DeleteAlhamdulilah...Ratri sdh tayang
DeleteTks bunda Tien..
Semoga sehat selalu..
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien...
Alhamdulilah...
ReplyDeleteMatunuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamfulillaah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda
Algamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah .
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun bu Tien. Maaf terlambat komen masih banyak yang diurus. Semoga Radtt dan Ratri tetap berjodoh, bu Listyo sayang sama anak semata wayangnya. Aamiin.
ReplyDeleteDian bertemu bu Tijah, nanti bu Listyo, juga Ratri, Radit. Kalau dapat bicara face-to-face baru jadi clear.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulilah kalau tayang episode 35
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Aduhai
Hallo juga bu tien...
ReplyDeleteAlhamdululah jp 35 sdh tayang , salam sehat bun
alhamdulillah.
ReplyDeleteRadit belum lama sembuh dari sakit hati selama tiga tahun ditinggal pacar tiada kabar...
ReplyDeleteSekarang sudah dapat pengganti gadis yg disayangi bahkan ibunyapun cocok dan sayang, namun karena suatu hal ibunya menjadi anti pati...
Semoga kehadiran Dian bisa membantu pulihnya hubungan baik Radit-Ratri.
Matur nuwun ibu Tien, berkah Dalem.
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Radit kemana kamu,,,,
Trims Bu Tien sudah menghibur
ReplyDeleteMalah ketemu Listy lagi,penasaran jdnya
ReplyDeleteMaturnuwun ibu Tien,sukses sll
Di akhir cerita selalu ada kejutan...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
Keluarga Besar WAG PCTK berkabung,
ReplyDeleteInnalillahi wainnailaihi roji'uun
Telah berpulang ke Rahmatullah dengan tenang, sahabat kita Almh Ibu Hsa Ok jo ni moj. R. Ay, Sri Retnowati (Mojokerto)… Semoga segala khilaf dan dosanya diampuni Allah swt , diterima amal dan
Al Fatihah..,,,
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un..
ReplyDeleteSemoga Almh husnul khotimah..
Aamiin..
Alhamdulillah.. Suwun bu Tien.. Smg sehat selalu. Aamiin
ReplyDeleteinna lillahi wainna ilaihi rojiun..smg almh husnul khotimah..aamiin..al fatihah..🤲
ReplyDeleteTerima ksih bunda JP nya..slmt berhari minggu bersm keluarga..slm sht sll🙏😘😘🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, bu Tien matursuwun
ReplyDeleteTerima kasih atas sapaannya..
ReplyDeleteSemoga mbak Tien selalu sehat dan tetap berkarya.. Aamiin
Malah takut kalau Arin nggak terawasi ; kan ortunya Dewi semangat menyambut 'teman-barunya', Dian kawatir kalau terjadi njambak-jambakan lagi, semoga Arin baik² saja.
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien;
JP 35 sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
ReplyDelete