JANGAN
PERGI 34
(Tien Kumalasari)
Radit masih berdiri di depan pintu, yang tertutup dan
membisu. Beberapa kali ia berusaha mengetuknya, tapi tak ada jawaban dari
dalam. Radit heran, mengapa Listi begitu marah kepadanya, dan dia mengatakan
bahwa tak ada yang boleh menyakiti adiknya? Apakah Listi mengetahui tentang
rendang yang ditolak ibunya? Ratri mengatakannya, atau apa?
Radit mendesah kesal, lalu membalikkan tubuhnya, turun
dari teras menuju ke arah mobilnya. Ia masuk ke dalamnya, sekali lagi menatap
ke arah pintu yang tetap saja tertutup rapat, lalu membawa mobilnya berlalu
dari sana.
Berkali-kali dia mencoba menelpon Ratri, tapi ponsel
itu masih saja tidak aktif.
Ia berangkat ke rumah sakit, berharap tak banyak
pasien yang harus diperiksanya, sambil menenangkan hatinya.
***
Listi mendekati Ratri yang duduk termenung.
“Apa kamu marah karena aku tidak mengijinkan dia
menemui kamu?” tanya Listi sambil duduk dihadapannya, sementara Tijah menata
makanan di ruang makan. Hari itu setelah belanja dia memasak untuk kedua anaknya.
“Ratri, aku bicara sama kamu,” tegur Listi karena
Ratri diam membisu
Ratri mengangkat wajahnya, lalu menggelengkan kepalanya.
“Tidak Mbak, aku juga sedang berpikir untuk memutuskan
hubungan kami.”
“Benarkah? Apa kamu tidak mencintainya?”
“Bukan masalah cinta. Sebuah hubungan yang tidak
direstui orang tua, tidak baik dilanjutkan. Aku tahu siapa diriku,” katanya
sendu.
“Kamu selalu mendapat perlakuan kasar dari ibunya?
Dulu dia sangat baik.”
“Baru sekali itu. Sebelumnya dia sangat baik sama aku.
Mengajaknya belanja beberapa kali, membelikan aku baju-baju yang bagus, yang
kemudian aku berikan pada ibu. Aku belum pernah memakainya. Entah mengapa,
kemarin itu dia sangat marah dan kasar sekali sikapnya.”
“Aku melihatnya, dan mendengarnya. Geram sekali aku.”
“Ya sudah, lupakan saja, aku juga akan berusaha
melupakannya.
“Sekarang aku tahu, dikata-katai dengan kasar,
ternyata rasanya sakit. Aku menyesal telah melakukan semua itu.”
Ratri tersenyum. Ia senang mendengar kakaknya
menyesali semua sikapnya.
“Mungkin aku belum sepenuhnya bisa bersikap baik dan
manis seperti kamu, tapi aku akan belajar dan belajar.”
“Aku senang mendengar Mbak Listi berkata begitu. Semoga
kita akan terus bisa melakukan hal baik, agar tidak membuat kesal orang lain.”
“Ayo makanlah, semua sudah siap,” tiba-tiba terdengar
bu Tijah berteriak dari arah ruang makan.
Listi menarik tangan adiknya, dan bergegas menuju
ruang makan sambil bergandengan tangan. Kebahagiaan hati Tijah membuncah. Ia
menatap kedua anaknya dengan mata berbinar. Ia merasa, ini adalah
kebahagiaannya, di saat masa tuanya.
“Ibu masak apa?” tanya Ratri sambil duduk dan mengernyitkan
hidungnya, mencium sedapnya masakan yang terhidang di depannya.
“Sedap dan gurih, pasti gorengan nila itu,” lanjut
Ratri.
“Enaknyaaa,” pekik Listi sambil tangannya mencuil
gorengan ikan dengan santainya.
“Ibu hanya masak sayur bening, sambal terasi dan
goreng ikan.”
“Mulai besok, aku akan membantu ibu memasak ya Bu.
Ajari Listi memasak. Karena Listi jarang sekali memasak. Selama di Jakarta,
kami juga lebih suka makan di luar.”
“Mulai sekarang kamu harus terbiasa makan masakan
rumah, jangan boros,” kata ibunya.
“Iya. Sekarang kamu masih punya banyak uang, nanti
kalau uangmu habis, bagaimana?” tegur Ratri.
Listi tertawa.
“Orang tua angkatku meninggalkan banyak harta. Tapi
setelah ini aku akan mencari pekerjaan.”
“Bagus Mbak, kita harus punya kesibukan.”
“Tapi aku tidak punya pendidikan guru, aku pantasnya
jadi sekretaris. Pendidikanku mendukung untuk itu. Siapa tahu nanti bos ku
tertarik sama aku,” kata Listi sambil tertawa terbahak.
“Semoga Mbak Listi mendapat jodoh yang baik,” tukas
Ratri.
“Tidak Ratri, aku tidak ingin menikah, aku hanya ingin
menemani ibuku ini,” kata Listi sambil menepuk lengan ibunya.
“Mengapa begitu? Kamu masih muda dan cantik,” kata
ibunya.
“Tidak Bu, aku sudah tidak ingin menikah,” katanya
bersungguh-sungguh.
“Mengapa Mbak? Mbak Listi masih muda,” kata Ratri
mengamini ucapan ibunya.
“Aku tidak akan bisa menyenangkan suamiku,” katanya sendu.
Bu Tijah dan Ratri menatap Listi yang tiba-tiba tampak
sedih.
“Jangan bilang begitu Mbak, kalau Mbak bisa mencintai
dengan tulus, berusaha menjadi istri yang baik, maka suami akan bahagia.”
“Aku sudah tidak bisa hamil lagi,” kata Listi yang
mengejutkan ibu dan adiknya.
“Apa? Kata siapa?”
“Aku berkali-kali menggugurkan kandungan aku. Dokter
terakhir yang memeriksa aku mengatakan itu.”
Ratri menatapnya dengan rasa prihatin, tapi Listi
kemudian tertawa.
“Sudahlah, aku tidak apa-apa. Memang aku berniat hidup
menyendiri. Itu aku putuskan setelah aku keluar dari rumah sakit jiwa.”
“Ya sudah, apapun keputusan kamu, asalkan kamu
bahagia, ibu juga pasti akan bahagia,” akhirnya kata bu Tijah.
“Ayo lanjutkan makannya, aduh, aku sudah nambah dua
kali nih, nanti kalau aku jadi gendut bagaimana?” kata Listi riang.
“Tidak apa-apa gendut, yang penting sehat.”
Lalu mereka melanjutkan makan dengan nikmat.
***
Radit yang merasa gelisah karena belum juga bisa
menghubungi Ratri, kemudian hanya menuliskan pesan, yang seharian belum tampak
dibaca. Ia berada di kamarnya, dan belum sekalipun menyapa ibunya sejak pulang
dari rumah sakit. Ia yakin ibunya sudah menyakiti Ratri dengan kata-kata kasar,
ketika Ratri membawa rendang ke rumah. Ia tak perlu menanyakannya, karena dari
sikap Listi dia sudah bisa membacanya.
Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarnya.
Radit membiarkannya. Pasti ibunya, dan Radit masih
kesal dan belum ingin bicara.
“Pak Radit, ibu menunggu di ruang makan,” suara bibik
dari luar kamar.
“Tidak Bik, aku tidak makan,” jawab Radit tanpa
bangkit dari tempat tidur.
“Kata ibu, mas Radit harus makan,” bibik memaksa.
“Aku sudah kenyang. Jangan mengganggu aku.”
Tak lagi terdengar apapun, bibik sudah menjauh.
Radit benar-benar merasa kacau. Tiba-tiba dia teringat
Dian, lalu ia merasa harus ada tempat untuk berbagi kesedihannya. Lama sekali
dia tidak bertemu Dian dan bicara.
“Hallo, pak Radit?” sapa dari seberang, begitu Radit
menelponnya.
“Ya Pak Dian, apa saya mengganggu? Ini sudah malam.”
“Tidak … tidak sama sekali, masih tiduran sambil
melihat televisi nih. Ada apa, tumben?”
“Nggak penting sih, tapi saya sedang kacau nih.”
“Lho, kacau bagaimana nih? Semoga bukan tentang
hubungan pak Radit dengan Ratri.”
“Ya, tentang dia.”
“Ada apa? Saya juga lama nggak kontak-kotakan sama
Ratri.”
“Tiba-tiba dia menghindar dari saya. Saya ingin
bicara, tapi dia tampaknya menghindari saya. Ceritanya panjang. Bahkan ada
cerita tentang Ratri yang sesungguhnya adiknya Listi, pak Dian sudah mendengarnya?”
“Apa? Benarkah?”
Lalu secara singkat Radit menceritakan kejadian yang
mempertemukan mereka, dan Listi yang sesungguhnya anak angkat keluarga Suroto.
“Waduh, Ini berita mengejutkan. Apakah karena status
Ratri itu, kemudian ibu mas Radit tak mau menerima Ratri?”
“Iya, pastinya begitu. Aku sebenarnya ingin ketemu
Ratri, tapi sampai sekarang belum berhasil.”
“Besok saya akan pulang. Saya akan menemui Ratri, dan
juga kita janjian ketemu ya Pak.”
Radit sudah merasa lega sudah berbagi kegelisahannya.
Ia senang Dian akan membantu.
“Semoga Ratri bisa memahami keadaan ini,” gumamnya
sambil berusaha tidur.
***
“Setelah pulang kerja, aku langsung ke rumah ibu Cipto
ya?” kata Ratri saat sarapan pagi.
“Lhoo, pulang ke sana?”
“Iya, kasihan ibu, di sana nggak ada temannya.”
“Iya Listi, kasihan bu Cipto, nanti bisa gantian kamu
tidur di sana. Kan rumah bu Cipto tidak jauh dari sini?”
“Iya, baiklah, aku mengerti. Bu Cipto juga pasti
kesepian tanpa Ratri.”
“Terima kasih sudah bisa mengerti, Mbak ku yang
cantik,” puji Ratri sambil tersenyum.
“Nanti aku jemput kamu ke sekolah, lalu aku antarkan
ke rumah bu Cipto.”
“Tapi sekolah dan rumah ibu Cipto kan tidak jauh, aku
biasanya jalan kaki lhoh.”
“Kali ini jangan jalan kaki. Aku juga ingin ketemu bu
Dewi untuk meminta maaf.”
“Oh ya? Bagus kalau begitu. Agar tidak ada ganjalan
diantara kita semua.”
“Jam berapa kamu pulang?”
“Jam setengah dua.”
“Baiklah, aku datang sebelumnya. Tapi ada satu
pesanku. Jangan sekali-sekali menerima Radit lagi. Kalau dia menelpon, jangan
diangkat. Kalau mau ketemu, hindari saja,” pesan Listi wanti-wanti.
Ratri tersenyum dan mengangguk.
“Ada apa ini?” tanya bu Tijah heran, karena
sesungguhnya dia tidak mengerti permasalahannya. Dia juga tidak tahu saat Radit
datang ke rumah itu.
“Tidak apa-apa Bu, Listi hanya tidak suka sama ibunya.”
“Memangnya ibunya kenapa?”
“Dia sombong. Mentang-mentang kaya.”
“Ya sudah, Ratri mau berangkat dulu ya,” kata Ratri
mengalihkan pembicaraan.
“Eh, tunggu, aku antar kamu sambil belanja ke pasar. Soalnya
aku mau belajar masak sama Ibu. Ya kan Bu?”
“Jangan lama-lama.”
“Tidak, aku kan sudah mandi, dan ibu juga sudah
berdandan cantik.”
***
“Bu Ratri tadi diantar siapa?” tanya Dewi, karena baru
tadi Dewi tahu bahwa Ratri diantarkan seseorang, dan Ratri belum mengatakan
apa-apa tentang Listi.
“Itu, Mbak Listi.”
“Oh ya?”
Lalu secara singkat Ratri menceritakan perihal hubungan
sebenarnya dengan Listi, membuat Dewi terheran-heran.
“Oh, pantesan wajah bu Ratri sangat mirip.
“Nanti Mbak Listi akan menemui bu Dewi.”
“Oh ya? Mau apa ?” tanya Dewi agak kaget, takut Listi
masih mau mengamuk seperti dulu.”
“Mbak Listi mau meminta maaf. Dia sekarang sudah
sadar, dan menjadi baik.Tadi dia bilang mau menjemput saya, sekalian mau minta
maaf sama bu Dewi.”
“Senang mendengarnya. Saya tahu waktu itu dia terbawa
emosi, dan pikirannya sedang kacau, terbukti kemudian polisi membebaskannya dan
memasukkan ke rumah sakit jiwa.
“Sekarang sudah baik Bu, Sekarang ibu kandung kami
tinggal bersamanya.”
“Ya ampun. Kisah yang sangat luar biasa. Semoga
kedepannya akan lebih baik dan selalu bahagia.”
“Aamiin, terima kasih Bu.”
“Jadi bu Ratri sekarang tinggal di mana?”
“Dua malam sama di rumah mbak Listi bersama ibu, tapi
nanti pulang ke rumah ibu Cipto lagi. Kasihan sendirian, dan kalau tidak ada
saya, pasti ibu akan kesepian.”
“Itu benar. Soalnya bu Cipto sudah menganggap bu Ratri
putrinya sendiri.”
“Oh ya, bu Ratri sudah ketemu pak Radit? Saya lupa
bilang, kemarin menelpon saya, mau ketemu bu Ratri, tapi bu Ratri masih
mengajar.”
“Iya Bu, tidak apa-apa. Sekarang saya ke kelas dulu.”
“Baiklah. Oh ya, nanti mas Dian mau pulang lho.”
“Oh ya? Sudah lama dia melupakan saya,” canda Ratri.
Dewi tertawa.
“Bukan melupakan, kalau ke sini waktunya habis untuk
Arina sih.”
***
Di waktu sela, Ratri membuka ponselnya. Baru hari ini
setelah dua hari dimatikan atas permintaan Listi. Banyak panggilan telpon, dari
Radit, lalu ada pesan yang membuatnya sedih. Dia sangat mencintai Radit,
seperti Radit mencintainya, tapi sikap ibunya membuat Ratri harus mundur. Dia
tahu diri, dan tak ingin membuat hubungan antara Radit dan ibunya menjadi
retak. Sejak awal dia merasa, bahwa Radit terlalu tinggi untuk di jangkaunya.
Tapi Radit memaksa, dan sebelumnya sikap bu Listyo juga sangat baik kepada
dirinya. Mengapa tiba-tiba sikapnya berubah? Apa karena Radit sudah
menceritakan siapa sebenarnya ibu kandungnya? Berarti dia memang benar-benar
harus tahu diri. Orang tua bukan
seseorang yang harus direndahkan, betapapun buruknya, dan dia tetap memuliakannya, menghormatinya.
Mana mungkin mengingkarinya hanya karena seorang laki-laki walau bagaimanapun
besar rasa cintanya?
“Ratri, apapun yang terjadi, aku tetap men cintaimu,
dan ingin segera melamarmu,”
Itu salah satu bunyi chat dari Radit yang membuatnya
semakin sedih.
“Mas Radit, kamu harus mengerti, aku juga sangat mencintai
kamu, tapi kita tak mungkin bisa bersatu. Aku dan kamu bagaikan bumi dan langit,
bukankah sejak awal aku sudah mengatakannya? Penuhi permintaan ibumu, karena
pilihan orang tua adalah yang terbaik. Janganlah melangkah tanpa restunya.”
Ratri membalasnya, lalu mematikan lagi ponselnya.
Jam mengajar bagi Ratri sudah usai, Listi sudah
menjemput, langsung menemui Dewi di kantornya. Dengan ramah Dewi menerima
permintaan maafnya.
Tidak apa-apa bu Listi, saya bisa mengerti, bagaimana
perasaan bu Listi waktu itu. Lupakan semuanya, dan marilah kita tetap berkawan,
karena bu Ratri juga sahabat saya.
Mereka kemudian berangkulan dan berusaha melupakan
semuanya.
Listi segera mengajaknya pulang, setelah semua
berjalan dengan baik.
Tapi ketika mobil Listi keluar dari halaman sekolah,
tiba-tiba sebuah mobil lain muncul. Ia melihat mobil Listi, dan segera mengejarnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah JePe_34 sdh tayang.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien sehat selalu nggih bun.
Salam ADUHAI dari mBandung.
Kakek jaga gawang horee
DeleteAlhamdulillah,
DeleteKakek Habi ngibrit ke finish duluan
Matur nuwun bunda Tien.JP 34 sdh tayang menyapa pembaca. 🥰
Selamat Kakek Habi juara 1
DeleteMtrnwn
ReplyDeleteYes
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Jangan Pergi 34 sdh tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien......
Alhamdulilah...Tks bunda Tien..
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah...
ReplyDeleteMatunuwun Bu Tien...
Salam sehat selalu...
🦋🌻🍀 Alhamdulillah JP 34 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌷
ReplyDeleteJp tayang alhamdulillah makin nglangut sedihxa gemesxa sedihxa ms dr radit
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ...
Alhamdulillah
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien . .
ReplyDeleteYed !!! Tayang
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMobil siapa yg dtg ke sekolah Ratri?
ReplyDeleteRadit kah??
Mungkin Dian dapat menjadi penengah, mediasi bu Listyo dengan Ratri, bu Tijah.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Wah, gasik...tapi sudah rame ya...matur nuwun, ibu Tien...sehat selalu.🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien...
Semoga akhir yg baik untuk semuanya.
ReplyDeleteMtr nwn bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam Tahes Ulales dan tetap selalu Aduhaiiii
Alhamdulillah ... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah Jp 34 sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun mbak Tien Cerbung Jangan Pergi Eps 34 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat selalu.
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss,
Mobil mobilan, pas banget kerumah Bu Cipto, penguntit nggak turun masih menunggu mobil Listi pergi, nah kepiawaian Ratri menutup nutupi masalah menjadikan canggung sama Bu Cipto, eh malah dikira bosen tinggal dirumah Bu Cipto, tapi tetap saja terlihat ada sesuatu yang dirahasiakan, berat kalau Bu Cipto tahu tentang nasib serantang rendang, pasti kecewa gumam Ratri.
ReplyDeleteTerus yang mbuntuti siapa, kalau Dian biasanya soré sampainya.
Siang siang paling ya Radit lah, nunggu Listi pergi.
Biar nggak bikin ribut dirumah orang.
Sing ribut yå såpå,
Lawong Radit kepingin tahu diapakan sama biyung nya.
Ya biar lah anggep Bu Cipto baik baik saja, diajak menjauh agar
tidak didengar, apa yang terjadi dan nasib tentang serantang rendang.
Yang menjadikan hubungan rentan.
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang ke tiga puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta🙏
Cerita cinta yg penuh liku2 ...
ReplyDeletePaling bikin sakit hati dikala 2 hati tetap saling cinta tetapi harus putus karena tidak berani melanggar restu orang tua...
Semoga Tuhan (eh sorry ibu Tien sang Sutradara) memberikan jalan terbaik untuk semuanya menikmati bahagianya masing2..
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...
Oh Dian datang...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sekeluarga sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDelete" Mana mungkin aku mengingkarinya
ReplyDeletehanya karena seorang laki-laki
Walau bagaimanapun
Besar rasa cintanya...
ADUHAII....
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Semoga Ratri tetep berjodoh sama Radit....trims Bu Tien dan sehat selalu
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga happy end, walau dg jalan berliku.
makasih bunda..slm shtsll dan slmt weekand bersm keluarga🙏🥰🌹
ReplyDeleteTop
ReplyDeleteTrima kasih bu Tien
ReplyDelete