Friday, November 25, 2022

JANGAN PERGI 34

 

JANGAN PERGI  34

(Tien Kumalasari)

Radit masih berdiri di depan pintu, yang tertutup dan membisu. Beberapa kali ia berusaha mengetuknya, tapi tak ada jawaban dari dalam. Radit heran, mengapa Listi begitu marah kepadanya, dan dia mengatakan bahwa tak ada yang boleh menyakiti adiknya? Apakah Listi mengetahui tentang rendang yang ditolak ibunya? Ratri mengatakannya, atau apa?

Radit mendesah kesal, lalu membalikkan tubuhnya, turun dari teras menuju ke arah mobilnya. Ia masuk ke dalamnya, sekali lagi menatap ke arah pintu yang tetap saja tertutup rapat, lalu membawa mobilnya berlalu dari sana.

Berkali-kali dia mencoba menelpon Ratri, tapi ponsel itu masih saja tidak aktif.

Ia berangkat ke rumah sakit, berharap tak banyak pasien yang harus diperiksanya, sambil menenangkan hatinya.

***

Listi mendekati Ratri yang duduk termenung.

“Apa kamu marah karena aku tidak mengijinkan dia menemui kamu?” tanya Listi sambil duduk dihadapannya, sementara Tijah menata makanan di ruang makan. Hari itu setelah belanja dia memasak untuk kedua anaknya.

“Ratri, aku bicara sama kamu,” tegur Listi karena Ratri diam membisu

Ratri mengangkat wajahnya, lalu menggelengkan kepalanya.

“Tidak Mbak, aku juga sedang berpikir untuk memutuskan hubungan kami.”

“Benarkah? Apa kamu tidak mencintainya?”

“Bukan masalah cinta. Sebuah hubungan yang tidak direstui orang tua, tidak baik dilanjutkan. Aku tahu siapa diriku,” katanya sendu.

“Kamu selalu mendapat perlakuan kasar dari ibunya? Dulu dia sangat baik.”

“Baru sekali itu. Sebelumnya dia sangat baik sama aku. Mengajaknya belanja beberapa kali, membelikan aku baju-baju yang bagus, yang kemudian aku berikan pada ibu. Aku belum pernah memakainya. Entah mengapa, kemarin itu dia sangat marah dan kasar sekali sikapnya.”

“Aku melihatnya, dan mendengarnya. Geram sekali aku.”

“Ya sudah, lupakan saja, aku juga akan berusaha melupakannya.

“Sekarang aku tahu, dikata-katai dengan kasar, ternyata rasanya sakit. Aku menyesal telah melakukan semua itu.”

Ratri tersenyum. Ia senang mendengar kakaknya menyesali semua sikapnya.

“Mungkin aku belum sepenuhnya bisa bersikap baik dan manis seperti kamu, tapi aku akan belajar dan belajar.”

“Aku senang mendengar Mbak Listi berkata begitu. Semoga kita akan terus bisa melakukan hal baik, agar tidak membuat kesal orang lain.”

“Ayo makanlah, semua sudah siap,” tiba-tiba terdengar bu Tijah berteriak dari arah ruang makan.

Listi menarik tangan adiknya, dan bergegas menuju ruang makan sambil bergandengan tangan. Kebahagiaan hati Tijah membuncah. Ia menatap kedua anaknya dengan mata berbinar. Ia merasa, ini adalah kebahagiaannya, di saat masa tuanya.

“Ibu masak apa?” tanya Ratri sambil duduk dan mengernyitkan hidungnya, mencium sedapnya masakan yang terhidang di depannya.

“Sedap dan gurih, pasti gorengan nila itu,” lanjut Ratri.

“Enaknyaaa,” pekik Listi sambil tangannya mencuil gorengan ikan dengan santainya.

“Ibu hanya masak sayur bening, sambal terasi dan goreng ikan.”

“Mulai besok, aku akan membantu ibu memasak ya Bu. Ajari Listi memasak. Karena Listi jarang sekali memasak. Selama di Jakarta, kami juga lebih suka makan di luar.”

“Mulai sekarang kamu harus terbiasa makan masakan rumah, jangan boros,” kata ibunya.

“Iya. Sekarang kamu masih punya banyak uang, nanti kalau uangmu habis, bagaimana?” tegur Ratri.

Listi tertawa.

“Orang tua angkatku meninggalkan banyak harta. Tapi setelah ini aku akan mencari pekerjaan.”

“Bagus Mbak, kita harus punya kesibukan.”

“Tapi aku tidak punya pendidikan guru, aku pantasnya jadi sekretaris. Pendidikanku mendukung untuk itu. Siapa tahu nanti bos ku tertarik sama aku,” kata Listi sambil tertawa terbahak.

“Semoga Mbak Listi mendapat jodoh yang baik,” tukas Ratri.

“Tidak Ratri, aku tidak ingin menikah, aku hanya ingin menemani ibuku ini,” kata Listi sambil menepuk lengan ibunya.

“Mengapa begitu? Kamu masih muda dan cantik,” kata ibunya.

“Tidak Bu, aku sudah tidak ingin menikah,” katanya bersungguh-sungguh.

“Mengapa Mbak? Mbak Listi masih muda,” kata Ratri mengamini ucapan ibunya.

“Aku tidak akan bisa menyenangkan suamiku,” katanya sendu.

Bu Tijah dan Ratri menatap Listi yang tiba-tiba tampak sedih.

“Jangan bilang begitu Mbak, kalau Mbak bisa mencintai dengan tulus, berusaha menjadi istri yang baik, maka suami akan bahagia.”

“Aku sudah tidak bisa hamil lagi,” kata Listi yang mengejutkan ibu dan adiknya.

“Apa? Kata siapa?”

“Aku berkali-kali menggugurkan kandungan aku. Dokter terakhir yang memeriksa aku mengatakan itu.”

Ratri menatapnya dengan rasa prihatin, tapi Listi kemudian tertawa.

“Sudahlah, aku tidak apa-apa. Memang aku berniat hidup menyendiri. Itu aku putuskan setelah aku keluar dari rumah sakit jiwa.”

“Ya sudah, apapun keputusan kamu, asalkan kamu bahagia, ibu juga pasti akan bahagia,” akhirnya kata bu Tijah.

“Ayo lanjutkan makannya, aduh, aku sudah nambah dua kali nih, nanti kalau aku jadi gendut bagaimana?” kata Listi riang.

“Tidak apa-apa gendut, yang penting sehat.”

Lalu mereka melanjutkan makan dengan nikmat.

***                            

Radit yang merasa gelisah karena belum juga bisa menghubungi Ratri, kemudian hanya menuliskan pesan, yang seharian belum tampak dibaca. Ia berada di kamarnya, dan belum sekalipun menyapa ibunya sejak pulang dari rumah sakit. Ia yakin ibunya sudah menyakiti Ratri dengan kata-kata kasar, ketika Ratri membawa rendang ke rumah. Ia tak perlu menanyakannya, karena dari sikap Listi dia sudah bisa membacanya.

Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarnya.

Radit membiarkannya. Pasti ibunya, dan Radit masih kesal dan belum ingin bicara.

“Pak Radit, ibu menunggu di ruang makan,” suara bibik dari luar kamar.

“Tidak Bik, aku tidak makan,” jawab Radit tanpa bangkit dari tempat tidur.

“Kata ibu, mas Radit harus makan,” bibik memaksa.

“Aku sudah kenyang. Jangan mengganggu aku.”

Tak lagi terdengar apapun, bibik sudah menjauh.

Radit benar-benar merasa kacau. Tiba-tiba dia teringat Dian, lalu ia merasa harus ada tempat untuk berbagi kesedihannya. Lama sekali dia tidak bertemu Dian dan bicara.

“Hallo, pak Radit?” sapa dari seberang, begitu Radit menelponnya.

“Ya Pak Dian, apa saya mengganggu? Ini sudah malam.”

“Tidak … tidak sama sekali, masih tiduran sambil melihat televisi nih. Ada apa, tumben?”

“Nggak penting sih, tapi saya sedang kacau nih.”

“Lho, kacau bagaimana nih? Semoga bukan tentang hubungan pak Radit dengan Ratri.”

“Ya, tentang dia.”

“Ada apa? Saya juga lama nggak kontak-kotakan sama Ratri.”

“Tiba-tiba dia menghindar dari saya. Saya ingin bicara, tapi dia tampaknya menghindari saya. Ceritanya panjang. Bahkan ada cerita tentang Ratri yang sesungguhnya adiknya Listi, pak Dian sudah mendengarnya?”

“Apa? Benarkah?”

Lalu secara singkat Radit menceritakan kejadian yang mempertemukan mereka, dan Listi yang sesungguhnya anak angkat keluarga Suroto.

“Waduh, Ini berita mengejutkan. Apakah karena status Ratri itu, kemudian ibu mas Radit tak mau menerima Ratri?”

“Iya, pastinya begitu. Aku sebenarnya ingin ketemu Ratri, tapi sampai sekarang belum berhasil.”

“Besok saya akan pulang. Saya akan menemui Ratri, dan juga kita janjian ketemu ya Pak.”

Radit sudah merasa lega sudah berbagi kegelisahannya. Ia senang Dian akan membantu.

“Semoga Ratri bisa memahami keadaan ini,” gumamnya sambil berusaha tidur.

***

“Setelah pulang kerja, aku langsung ke rumah ibu Cipto ya?” kata Ratri saat sarapan pagi.

“Lhoo, pulang ke sana?”

“Iya, kasihan ibu, di sana nggak ada temannya.”

“Iya Listi, kasihan bu Cipto, nanti bisa gantian kamu tidur di sana. Kan rumah bu Cipto tidak jauh dari sini?”

“Iya, baiklah, aku mengerti. Bu Cipto juga pasti kesepian tanpa Ratri.”

“Terima kasih sudah bisa mengerti, Mbak ku yang cantik,” puji Ratri sambil tersenyum.

“Nanti aku jemput kamu ke sekolah, lalu aku antarkan ke rumah bu Cipto.”

“Tapi sekolah dan rumah ibu Cipto kan tidak jauh, aku biasanya jalan kaki lhoh.”

“Kali ini jangan jalan kaki. Aku juga ingin ketemu bu Dewi untuk meminta maaf.”

“Oh ya? Bagus kalau begitu. Agar tidak ada ganjalan diantara kita semua.”

“Jam berapa kamu pulang?”

“Jam setengah dua.”

“Baiklah, aku datang sebelumnya. Tapi ada satu pesanku. Jangan sekali-sekali menerima Radit lagi. Kalau dia menelpon, jangan diangkat. Kalau mau ketemu, hindari saja,” pesan Listi wanti-wanti.

Ratri tersenyum dan mengangguk.

“Ada apa ini?” tanya bu Tijah heran, karena sesungguhnya dia tidak mengerti permasalahannya. Dia juga tidak tahu saat Radit datang ke rumah itu.

“Tidak apa-apa Bu, Listi hanya tidak suka sama ibunya.”

“Memangnya ibunya kenapa?”

“Dia sombong. Mentang-mentang kaya.”

“Ya sudah, Ratri mau berangkat dulu ya,” kata Ratri mengalihkan pembicaraan.

“Eh, tunggu, aku antar kamu sambil belanja ke pasar. Soalnya aku mau belajar masak sama Ibu. Ya kan Bu?”

“Jangan lama-lama.”

“Tidak, aku kan sudah mandi, dan ibu juga sudah berdandan cantik.”

***

“Bu Ratri tadi diantar siapa?” tanya Dewi, karena baru tadi Dewi tahu bahwa Ratri diantarkan seseorang, dan Ratri belum mengatakan apa-apa tentang Listi.

“Itu, Mbak Listi.”

“Oh ya?”

Lalu secara singkat Ratri menceritakan perihal hubungan sebenarnya dengan Listi, membuat Dewi terheran-heran.

“Oh, pantesan wajah bu Ratri sangat mirip.

“Nanti Mbak Listi akan menemui bu Dewi.”

“Oh ya? Mau apa ?” tanya Dewi agak kaget, takut Listi masih mau mengamuk seperti dulu.”

“Mbak Listi mau meminta maaf. Dia sekarang sudah sadar, dan menjadi baik.Tadi dia bilang mau menjemput saya, sekalian mau minta maaf sama bu Dewi.”

“Senang mendengarnya. Saya tahu waktu itu dia terbawa emosi, dan pikirannya sedang kacau, terbukti kemudian polisi membebaskannya dan memasukkan ke rumah sakit jiwa.

“Sekarang sudah baik Bu, Sekarang ibu kandung kami tinggal bersamanya.”

“Ya ampun. Kisah yang sangat luar biasa. Semoga kedepannya akan lebih baik dan selalu bahagia.”

“Aamiin, terima kasih Bu.”

“Jadi bu Ratri sekarang tinggal di mana?”

“Dua malam sama di rumah mbak Listi bersama ibu, tapi nanti pulang ke rumah ibu Cipto lagi. Kasihan sendirian, dan kalau tidak ada saya, pasti ibu akan kesepian.”

“Itu benar. Soalnya bu Cipto sudah menganggap bu Ratri putrinya sendiri.”

“Oh ya, bu Ratri sudah ketemu pak Radit? Saya lupa bilang, kemarin menelpon saya, mau ketemu bu Ratri, tapi bu Ratri masih mengajar.”

“Iya Bu, tidak apa-apa. Sekarang saya ke kelas dulu.”

“Baiklah. Oh ya, nanti mas Dian mau pulang lho.”

“Oh ya? Sudah lama dia melupakan saya,” canda Ratri.

Dewi tertawa.

“Bukan melupakan, kalau ke sini waktunya habis untuk Arina sih.”

***

Di waktu sela, Ratri membuka ponselnya. Baru hari ini setelah dua hari dimatikan atas permintaan Listi. Banyak panggilan telpon, dari Radit, lalu ada pesan yang membuatnya sedih. Dia sangat mencintai Radit, seperti Radit mencintainya, tapi sikap ibunya membuat Ratri harus mundur. Dia tahu diri, dan tak ingin membuat hubungan antara Radit dan ibunya menjadi retak. Sejak awal dia merasa, bahwa Radit terlalu tinggi untuk di jangkaunya. Tapi Radit memaksa, dan sebelumnya sikap bu Listyo juga sangat baik kepada dirinya. Mengapa tiba-tiba sikapnya berubah? Apa karena Radit sudah menceritakan siapa sebenarnya ibu kandungnya? Berarti dia memang benar-benar harus tahu diri.  Orang tua bukan seseorang yang harus direndahkan, betapapun buruknya, dan dia tetap memuliakannya, menghormatinya. Mana mungkin mengingkarinya hanya karena seorang laki-laki walau bagaimanapun besar rasa cintanya?

“Ratri, apapun yang terjadi, aku tetap men cintaimu, dan ingin segera melamarmu,”

Itu salah satu bunyi chat dari Radit yang membuatnya semakin sedih.

“Mas Radit, kamu harus mengerti, aku juga sangat mencintai kamu, tapi kita tak mungkin bisa bersatu. Aku dan kamu bagaikan bumi dan langit, bukankah sejak awal aku sudah mengatakannya? Penuhi permintaan ibumu, karena pilihan orang tua adalah yang terbaik. Janganlah melangkah tanpa restunya.”

Ratri membalasnya, lalu mematikan lagi ponselnya.

Jam mengajar bagi Ratri sudah usai, Listi sudah menjemput, langsung menemui Dewi di kantornya. Dengan ramah Dewi menerima permintaan maafnya.

Tidak apa-apa bu Listi, saya bisa mengerti, bagaimana perasaan bu Listi waktu itu. Lupakan semuanya, dan marilah kita tetap berkawan, karena bu Ratri juga sahabat saya.

Mereka kemudian berangkulan dan berusaha melupakan semuanya.

Listi segera mengajaknya pulang, setelah semua berjalan dengan baik.

Tapi ketika mobil Listi keluar dari halaman sekolah, tiba-tiba sebuah mobil lain muncul. Ia melihat mobil Listi, dan segera mengejarnya.

***

Besok lagi ya.

43 comments:

  1. Alhamdulillah JePe_34 sdh tayang.
    Terima kasih bu Tien sehat selalu nggih bun.
    Salam ADUHAI dari mBandung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah,
      Kakek Habi ngibrit ke finish duluan
      Matur nuwun bunda Tien.JP 34 sdh tayang menyapa pembaca. 🥰

      Delete
  2. Alhamdulillah Jangan Pergi 34 sdh tayang
    Matur nuwun bu Tien......

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah...
    Matunuwun Bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  4. 🦋🌻🍀 Alhamdulillah JP 34 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌷

    ReplyDelete
  5. Jp tayang alhamdulillah makin nglangut sedihxa gemesxa sedihxa ms dr radit

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ...

    ReplyDelete

  8. Alhamdulillah JANGAN PERGI~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien . .

    ReplyDelete
  10. Mobil siapa yg dtg ke sekolah Ratri?
    Radit kah??

    ReplyDelete
  11. Mungkin Dian dapat menjadi penengah, mediasi bu Listyo dengan Ratri, bu Tijah.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Wah, gasik...tapi sudah rame ya...matur nuwun, ibu Tien...sehat selalu.🙏😀

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sudah tayang...

    Matur nuwun Bu Tien...

    ReplyDelete
  14. Semoga akhir yg baik untuk semuanya.
    Mtr nwn bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  15. Matur suwun bunda Tien

    Salam Tahes Ulales dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Jp 34 sudah tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien Cerbung Jangan Pergi Eps 34 sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat selalu.

    ReplyDelete
  19. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss,

    ReplyDelete
  20. Mobil mobilan, pas banget kerumah Bu Cipto, penguntit nggak turun masih menunggu mobil Listi pergi, nah kepiawaian Ratri menutup nutupi masalah menjadikan canggung sama Bu Cipto, eh malah dikira bosen tinggal dirumah Bu Cipto, tapi tetap saja terlihat ada sesuatu yang dirahasiakan, berat kalau Bu Cipto tahu tentang nasib serantang rendang, pasti kecewa gumam Ratri.
    Terus yang mbuntuti siapa, kalau Dian biasanya soré sampainya.
    Siang siang paling ya Radit lah, nunggu Listi pergi.
    Biar nggak bikin ribut dirumah orang.
    Sing ribut yå såpå,
    Lawong Radit kepingin tahu diapakan sama biyung nya.
    Ya biar lah anggep Bu Cipto baik baik saja, diajak menjauh agar
    tidak didengar, apa yang terjadi dan nasib tentang serantang rendang.
    Yang menjadikan hubungan rentan.

    Terimakasih Bu Tien

    Jangan pergi yang ke tiga puluh empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta🙏

    ReplyDelete
  21. Cerita cinta yg penuh liku2 ...
    Paling bikin sakit hati dikala 2 hati tetap saling cinta tetapi harus putus karena tidak berani melanggar restu orang tua...
    Semoga Tuhan (eh sorry ibu Tien sang Sutradara) memberikan jalan terbaik untuk semuanya menikmati bahagianya masing2..

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...

    ReplyDelete
  22. Oh Dian datang...
    Terima kasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Bu Tien
    Semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. " Mana mungkin aku mengingkarinya
    hanya karena seorang laki-laki
    Walau bagaimanapun
    Besar rasa cintanya...
    ADUHAII....

    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  25. Semoga Ratri tetep berjodoh sama Radit....trims Bu Tien dan sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Semoga happy end, walau dg jalan berliku.

    ReplyDelete
  27. makasih bunda..slm shtsll dan slmt weekand bersm keluarga🙏🥰🌹

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 26

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  26 (Tien Kumalasari)   Saraswati terkejut. Ia tak ingin bertemu suaminya di sana. “Mbok, becaknya suruh ke...