SEBUAH JANJI 43
(Tien Kumalasari)
Sekar menatap Barno tak berkedip. Bagaimana Barno bisa
mengatakan bahwa dirinya mencintai
Barno?
“Non, kenapa menatap saya seperti itu? Kalau Non
menganggap saya lancang, mohon maafkan saya, ya.”
“Mengapa kamu … mengatakan itu?” tanya Sekar, sedikit
malu.
“Barangkali karena saya merasa sangat pusing, lalu
saya seperti berhalusinasi. Saya … seperti mendengar Non berkata, bahwa Non
mencintai saya. Maaf ya Non.”
Sekar tersenyum malu, tapi tak membantah ucapan Barno.
Bukankah dia dalam kecemasannya lalu mengucapkan kata-kata itu?
“Maaf ya Non," kata Barno lagi, penuh sesal.
“Barno, kamu tidak usah minta maaf, kamu tidak
bersalah. Aku … memang mengucapkan itu,” lalu Sekar membalikkan tubuhnya dan
bergegas pergi. Barno tertegun.
“Non, saya juga cinta sama Non,” teriaknya.
Sekar menoleh. Ia masih mendengar ucapan itu, tapi ia
hanya meninggalkan sebuah senyuman.
Dua kata cinta bertaut, ada bahagia menari-nari dihati
mereka masing-masing. Aduhai.
***
Saat Sekar sampai di lobi, Seno sudah menunggunya.
Seno menghela napas berat. Ia harus merelakan gadis yang dicintainya demi
kebahagiaan gadis itu. Barno laki-laki yang baik, Seno berusaha tegar, karena
baginya, yang utama adalah kebahagiaan Sekar. Kalau Sekar bahagia, Seno juga
akan merasa bahagia.
“Mas Seno kok diam saja?” tanya Sekar ketika mereka
sudah dalam perjalanan pulang.
“Eh, apa?”
“Mas Seno marah ya, kelamaan menunggu saya keluar?”
“Tidak … tidak, aku
… tidak menunggu lama kok. Saat kamu datang, aku juga baru saja datang.”
“Oh, kirain kelamaan.”
Seno tersenyum, padahal dia memang juga sudah lama
menunggu. Barangkali saat berpamitan tadi, Sekar dan Barno saling mengucapkan
apalah … gitu, sehingga ….Ah, Seno mengusap wajahnya dengan sebelah tangan,
menghilangkan bayangan-bayangan yang sangat menyakiti hatinya. Tidak … tidak …
aku ikhlas kok. Bukankah Sekar mencintai laki-laki yang baik? Bukan karena
Barno anaknya Bibik, lalu Sekar harus menjauhinya bukan? Derajat seseorang
tidak selalu menunjukkan perilaku orang itu. Anak orang kebanyakan juga banyak
yang berperilaku baik, menjadi orang yang punya kedudukan, dihormati di
mana-mana.
“Mas,”
Seno menoleh ke arah gadis di sampingnya.
“Ya, Sekar.”
“Terima kasih ya,” katanya lirih.
“Terima kasih untuk apa?”
“Mas Seno sudah banyak membantu. Kalau tidak ada Mas,
pasti Barno sudah semakin hancur karena digebugin. Lalu Mas juga ikut mengurus
Barno saat di rumah sakit.”
“Kamu lupa? Barno itu anak buah aku?”
“Iya sih ….”
“Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh. Kebaikan Barno
membuat aku harus menyukainya. Dan aku senang kamu mencintai laki-laki sebaik
Barno.”
Sekar terkejut. Rupanya Seno juga mendengar ucapannya
ketika ia meratapi Barno yang luka parah. Sekar tidak ingkar, ia memang
mengucapkannya, dan itu keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam.
“Maaf ya Mas.”
“Kok kamu minta maaf?”
“Saya telah mengecewakan Mas. Mas laki-laki yang baik,
akan begitu mudah gadis manapun untuk jatuh cinta pada Mas. Tapi hati saya
sudah tertambat pada dia.”
“Iya, itu bukan masalah buat aku. Kamu tidak usah
minta maaf. Kebahagiaan kamu adalah kebahagiaan aku juga.”
“Terima kasih atas semua kebaikan Mas selama ini, yang
aku tidak bisa membalasnya.”
“Kebaikan itu bukan dagangan. Ia tak bisa diperjual
belikan. Kebaikan yang tulus tidak membutuhkan imbalan. Aku ikhlas menerima
hidup aku, dan aku bahagia karena kamu juga bahagia.”
Sekar mengusap air matanya yang tiba-tiba turun.
Kebaikan hati laki-laki di sampingnya adalah kebaikan yang tulus. Ia
menyukainya, menghargainya, menghormatinya, tapi bukan mencintainya.
“Semoga Mas bahagia dengan tunangan Mas, dan bisa
menjadi jodoh yang kekal dikemudian hari.”
Seno tersenyum tipis. Ia sudah mantap akan segera
memutuskan pertunangan itu. Bukan karena Sekar, tapi karena ia merasa tak
berjodoh. Banyak hal yang tidak bisa mempersatukan mereka.
“Saya selalu berdoa untuk Mas,” lanjut Sekar sambil
menatap laki-laki di sampingnya, yang fokus menyetir, tapi pikirannya lari ke
mana-mana.”
“Terima kasih Sekar.”
Mobil Seno sudah memasuki halaman rumah Sekar. Di teras, pak Winarno duduk di kursi, dan Bibik duduk di tangga teras. Bibik langsung berdiri, melihat mobil berhenti. Ia terkejut melihat yang datang adalah Sekar dan Seno. Matanya masih menunggu, barangkali anaknya masih ada di dalam mobil. Tapi sampai Sekar dan Seno tiba dihadapannya, Barno belum juga nampak batang hidungnya,
Sekar merangkul bibik sejenak, kemudian menyalami
ayahnya, Seno mengikutinya.
“Kalian hanya berdua? Bukankah Barno tadi menjemput
kamu?” tanya pak Winarno. Bibik menatapnya, pertanyaannya pastilah sama dengan
apa yang dikatakan majikannya.
“Ada sedikit masalah. Bapak sama Bibik tidak usah
cemas. Barno ada di rumah sakit,” kata Seno hati-hati.
“Apa? Sakit apa dia?” pekik pak Winarno dan bibik
hampir bersamaan.
“Sedikit luka, tapi tidak parah kok. Berantem sama
penjahat.”
“Berantem? Bagaimana ceritanya?”
Kemudian Sekar menceritakan secara singkat kejadian
yang menimpanya.
“Kalau Bibik mau ke rumah sakit, boleh saja.”
“Iya, tentu saja saya mau ke rumah sakit Non, tunggu
sebentar, bibik ganti pakaian,” kata simbok sambil terus berlalu ke arah
belakang.
“Tapi tidak parah kan lukanya?” tanya pak Winarno.
“Tidak, hanya akan diperiksa lebih lanjut Pak, tadi
juga sudah bisa bercanda,” hibur Sekar.
“Kalau Bibik mau ke rumah sakit, biar aku tunggu saja.
Aku antar Bibik ke rumah sakit.”
“Tidak Mas, saya panggilkan taksi saja.”
“Jangan, aku tunggu sebentar, nanti saya antar bibik
sampai ke kamar Barno, baru aku pulang.”
“Ya ampun Mas, Mas pasti sangat capek.”
“Tidak. Sama sekali tidak.”
Sekar menatap Seno dengan pandangan penuh rasa terima
kasih.
***
Pagi hari itu Yanti sudah berdandan rapi. Ia
mengenakan pakaian yang paling bagus, dan berdandan cantik. Ia akan ke kantor
suaminya, jadi harus menunjukkan bahwa dia adalah istri seorang pimpinan
tertinggi di perusahaan itu.
Ia sudah memanggil taksi, dan menunggu dengan hati
penuh kesal di kursi teras.
“Mereka seperti tidak memperhatikan suami aku. Dia
seorang pemilik perusahaan, mendapat luka begitu parah, dan tidak satu-pun dari
orang-orang kantor yang menungguinya. Aku harus menegurnya,” gumam Yanti dengan
mulut cemberut kesal.
Begitu taksi datang, Yanti segera mengunci pintu
rumahnya, dan bergegas menaikinya.
Hari masih pagi, jam kantor masih seperempat jam lagi,
tapi taksi yang ditumpangi Yanti sudah sampai di halaman kantor.
“Mas tinggal saja ya, nanti pulangnya saya naik mobil
suami saya yang ditinggal di sini. Suami saya kan pemilik perusahaan ini,”
katanya sambil mengulurkan sejumlah uang.
“Ya Bu, terima kasih banyak" jawabnya tanpa peduli tentang apa yang dikatakan pelanggannya.
Taksi itu berlalu, dan Yanti dengan langkah ringan
memasuki kantor.
“Ibu mau mencari siapa? Ibu harus menulis di buku
catatan saya,” kata satpam penjaga
sambil menyodorkan sebuah buku besar.
“Apa maksudmu? Kamu tidak tahu siapa aku?” hardik
Yanti dengan congkaknya.
“Saya belum pernah melihat Ibu, maaf,” sahut satpam
itu hormat.
“Baiklah, memang suami aku belum pernah mengajak aku ke kantor untuk memperkenalkan istrinya, Dengar ya, aku ini bu Yanti, istrinya pak Samadi.”
“Oh, maaf Bu, saya memang tidak tahu. Kabarnya pak
Samadi ada di rumah sakit.”
“Ya, bagus kalau sudah tahu. Aku akan mencari siapa
itu, bawahan suamiku yang ganteng itu, pak Seno. Aku harus menegurnya.
“Pak Seno tidak datang kemari setiap hari, karena dia seringnya dikantor pusat. Tapi saya
tidak tahu jadwalnya, hari ini mau ke sini atau tidak.”
“Berapa nomor tilponnya? Saya harus menghubungi dia.”
“Maaf Bu, saya tidak bisa memberikan nomor tilpon pak
Seno tanpa ijin beliau.”
“Apa katamu? Aku ini isteri pak Samadi, kamu tadi
sudah mendengar aku mengatakannya bukan?”
“Iya, tapi ….”
Ketika itu mobil Seno memasuki halaman. Ada yang harus
diurusnya setelah Samadi pulang dari Jakarta, dan belum sempat melaporkan hasil
kepergiannya.
“Itu Pak Seno datang Bu.”
Yanti menoleh ke arah mobil yang masuk ke halaman, dan
satpam itu buru-buru menghampiri, untuk memparkirkan mobilnya.
"Huuh, kepada istri pemilik perusahaan ini dia tidak
begitu perhatian, tapi kepada bawahan suamiku, dia begitu menghormatinya, malah
mobil saja diparkirkan oleh dia,” omel Yanti sambil menunggu di ruang satpam.
Seno melintas di hadapannya, lalu Yanti berdiri dan
menyapanya.
“Ini pak Seno bukan?”
“Ya, ini Ibu yang ketemu di rumah makan itu kan?”
“Ya, saya istri pak Samadi.”
“Ibu mau ketemu siapa? Sudah mendengar bahwa pak
Samadi di rumah sakit?”
“Ya, saya sudah mendengar dan sudah menjenguknya. Saya
datang kemari ingin menegur sampeyan, Pak Seno.”
“Menegur saya? Apa salah saya?”
“Sampeyan kan bawahan suami saya. Mana perhatian dari
karyawan di sini ketika tahu bahwa suami saya dirawat di rumah sakit?”
“Bu … bu … Ibu salah, ini bukan bawahan pak Samadi," kata satpam yang sudah kembali dari memarkir mobil Seno, dan sangat terkejut
mendengar kata Yanti.
“Oh, bukan bawahan? Lalu apa? Suami saya kan pemilik
perusahaan ini, dan ….”
“Silakan ibu ke kantor dan menanyakan status suami ibu
di perusahaan ini. Man, tolong antarkan ibu ini ke kantor, aku akan ke
ruanganku,” kata Seno kemudian kepada satpam.”
Seno segera melangkah pergi.
“Lho … lho, ini bagaimana, diajak bicara istri atasan
kok seenaknya.”
“Mari Bu, saya antar ke kantor untuk mendapat
keterangan,” kata sang satpam sambil meminta Yanti agar mengikutinya.
“Kok pusing aku jadinya. Yang namanya pak Seno itu
sombongnya bukan main. Nanti aku suruh mas Samadi untuk menegurnya.
Satpam itu menahan ketawanya.
“Bu, yang namanya pak Seno itu pemilik perusahaan ini,’
kata satpam yang tak tahan untuk berdiam diri.
“Kamu bilang apa? Ini kan perusahaan suamiku?”
“Pak Samadi hanya bawahan pak Seno, bukan pemilik,”
kata Satpam yang semakin kesal melihat kesombongan Yanti.
Yanti berhenti melangkah.
“Apa katamu? Pak Seno pemilik perusahaan ini, dan
suamiku hanya bawahannya?” hardiknya marah.
“Itu memang betul Bu, makanya pak Seno menyuruh ibu ke
kantor, untuk menanyakan kepada para staf disana, sehingga ibu akan mendapat
keterangan dengan jelas.”
Yanti membanting kakinya, lalu bergegas menuju kantor
yang ditunjukkan sang satpam.
***
Samadi masih ada di ruang IGD, dan mau di bawa ke
ruang rawat, ketika Yanti masuk dengan amarah yang meluap-luap.
“Mas, kamu itu kenapa bohong sama aku?” teriaknya
keras, sementara Samadi sudah di letakkan di atas brankar, mau di dorong
keluar.
“Yanti, kamu tidak malu, berteriak-teriak,” tegur
Samadi pelan.
“Tidak! Aku tidak malu. Kamu yang harusnya malu Mas.!”
“Bu, tolong Bu, jangan berteriak di sini, banyak orang
sakit yang butuh ketenangan. Nanti di kamar inap Ibu boleh bicara dengan suami
Ibu, tanpa mengganggu pasien lain,” kata suster perawat yang segera
memerintahkan anak buahnya agar meneruskan membawa brankar itu ke ruang rawat
yang sudah dipesan Samadi.
Yanti terpaksa menahan emosinya. Ia masih mengomel
sambil mengikuti brankar itu, biarpun pelan.
Kemarahan itu di tumpahkan saat brankar memasuki
sebuah ruangan, dan Samadi di tidurkan di atas ranjang yang disediakan.
Perawat menata tiang tranfusi di samping Samadi,
menunjukkan alat yang bisa digunakan saat dia membutuhkan bantuan. Kemudian
mereka berlalu.
Yanti segera mendekati suaminya, dan menyemprotnya
dengan kata-kata kasar.
“Kenapa kamu tega berbohong. Haaa?”
“Dengar Yanti, aku tidak bohong.”
“Tidak bohong apa? Kamu bilang memiliki perusahaan,
ternyata kamu hanyalah pegawai di sana. Mana uangku yang katanya kamu pakai
untuk mendirikan usaha itu, mana?”
“Yanti, tolonglah, aku belum bisa bicara banyak. Ini,
jahitan di wajahku ini terasa sakit kalau bicara,” kata Samadi pelan, tapi
wajahnya menjadi pucat mendengar Yanti sudah mengetahui kedudukannya di
perusahaan itu.
Yanti menghempaskan pantatnya di sofa, dan menangis
melolong-lolong di sana.
Ketika tangisnya reda, ia meminta kunci mobil kepada
suaminya. Ia belum sempat mengambilnya saat di kantor, karena tidak ada yang
tahu di mana kunci mobilnya.
“Mana kunci mobil?”
“Itu, di jas yang ada di almari. Kamu mau kemana?”
“Mau mengambil mobil itu. Masih di kantor.”
Yanti menemukan kunci itu dan berlalu tanpa berpamit
dari suaminya. Ketika keluar dari kamar,
ia melihat bibik keluar dari ruangan yang tak jauh dari ruang suaminya.
“Bibik? Ngapain kamu?”
“Oh, ini Bu, anak saya sakit.”
“Di mana? Di ruang yang sangat baik itu?”
“Iya Bu, tapi mungkin besok sudah boleh pulang.”
“Hanya anak pembantu, di rawat di ruang sebagus itu?
Apa ayahnya Sekar yang membiayai?”
Tapi kemudian Yanti tidak melanjutkan pertanyaannya. Ia
harus melakukan sesuatu. Samadi telah menipu uangnya, dia juga harus mengambil
apapun yang ada. Tiba-tiba ia menyadari bahwa Samadi telah menipunya. Semua
uang penjualan rumah, Samadi yang memegangnya. Mobil atas nama suaminya, rumah
yang ditempati, demikian juga. Ia tak punya apa-apa.
Setelah mengambil mobil di kantor, ia membawa ke show
room mobil, dimana dulu suaminya membelinya. Ia ingin menjual kembali mobil
itu, tapi petugas mengatakan bahwa harus yang tercatat dalam BPKB yang bisa
mengembalikan mobil itu.
Yanti meraung di setiap langkahnya.
***
Besok lagi ya.
mbk Tien...
ReplyDeleteMtnuwun 🙏🙏
Selamat juara 1 jeng Nani
DeleteMbak Nani yg jaga gawang..
DeleteAlhamdulillah eSJe 43 tayang
ReplyDeleteMksh bunda Tien
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu Bunda Tien..
ReplyDeleteMakasih mbak Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteAlgamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Asyik sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih...Bu tien
ReplyDeleteMatur nuwun bunda
ReplyDeleteSudah ditayangkan, siap edit dan koreksi
Matur nuwun bunda tayang gasik... salam sehat sllu
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang salam kangen dan aduhaai dari Cibubur
ReplyDeleteAlhamdullilah SJ 43 sdh tayang..matur nuwun bunda Tien..salam sayang dan slm sht sll dri skbmi unk bunda sayang🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 43 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah SJ 43 sdh tayang. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu nggih...🙏🌹🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah hadir SJ42 ,semakin seru , terimakasih bunda Tien ,semoga sehat selalu ,salam aduhai dari Jakarta
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah,sudah hadir SJ43,semakin seru ,terimakasih bunda Tien semoga sehat selalu ,salam aduhai dari Jakarta
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang non cantik Sekar.....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumala....
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah yang selalu ditunggu sudah tayang, kasihan Yanti tertipu, habis sudah hartanya terus mau ke mana jadi gembel... kelajutannya terserah bunda Tien.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu ...
Dua kata cinta bertaut, ada bahagia menari-nari dihati mereka masing-masing..
ReplyDeleteAduhai ach..😍🥰😍
Matur nuwun bunda Tien...🙏
Alhamdulillah.... Semakin seru..... Penyesalan selalu diakhir, kalau diawal pendaftaran... He he he...
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~43 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteTrims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteTerima kasih..... Puaaaaaas....
ReplyDeleteMasih kasian sama seno...😢
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 43 sudah tayang.
ReplyDeleteTerimaksih bu Tien, Salam sehat dan aduhai.
Bam's Bantul
Yanti baru sadar rupanya kl dia telah ketipu Samad....
ReplyDeleteRasain kau Yanti bgmn kau telah berkhianat sama pak Winarno dlm kondisi sakit teganya meninggalkan
Knp dulu kau berbuat curang,nah ini saatnya dirimu kena batunya
Jadi kere tunggu saatnya mengemis cinta pd klrg Winarno
Mksh bunda Tien moga ttp sehat semangat selalu buat berkarya
Seno rela kehilangan gadis pujaannya, tapi tetap akan memutuskan pertunangannya. Memang tidak bisa dipaksakan.
ReplyDeleteKasihan juga Yanti ditipu Samad. Mudah mudahan mbak Iin atau mbak Ira tidak jadi ngrawus dengan sambal yang sudah disiapkan.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sambelnya sayang dong..
Deletejangan utk ngrawes samadi pak Latief..
mendingan utk tempe penyet hehe...
Iya teh Hermin, mbak Iin kan suka nyiapin sambal , mungkin cabe sudah turun harga.
DeleteKok pengen ketawa ya.... rasain tuh mbak yanti... kapok mu kapan...😄😄😄
ReplyDeleteYess, yess yessss. 👍💪
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 43 sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat bersama keluarga.
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Nasibmu Yanti.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ43 hadir gasik tetap asyik dan menarik bagi kami penggandrungnya.
ReplyDeleteSeno dasarnya anak baik, walau dalam situasi kecewa tetap baik, santun dan kasih kepada Sekar, Barno maupun Yanti.
Samad yg tak kunjung bertobat akhirnya terbongkar sifat2 aslinya dan berimbas pada kesulitan hidup Yanti.
Semoga Sekar-Barno segera mengunduh kebahagiaan.
Matur nuwun Berkah Dalem.
Apa yg akan terjadi dengan Yanti dan Samadi?
ReplyDeleteApakah cerita Seno and Elsa masih berlanjut?
Kita tunggu karya kreatif dari bunda Tien
Matur suwun bunda Tien salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii
Maturnuwun sanget.
ReplyDeleteHabis sudah Yanti riwayat mu kini, ketakutan kekurangan finansial justru terbentang luas dihadapannya, tanpa tepi, teman tidak adalagi, menyedihkan, tampang cakep perlu tapi bukan untuk suatu jaminan, mengandalkan kemampuan diri mengunggulkan diri bertahan pada posisi itu sungguh kurang bijak, wasallam.
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke empat puluh tiga sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat...aamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien salam sehat selalu.
ReplyDeleteKasihan Seno patah hati, Sekar mencintai Barno......akankah cinta mereka bersatu? Hanya bu Tien yang tahu akhir kisahnya
Terima kasih atas sapaannya.. Salam sehat selalu buat mbak Tien dan keluarga..
ReplyDeleteKang Idih- Bandung
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien..baru koen sambil nunggu yg44.Semoga berakhir manis. Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien.tambah gremes
ReplyDelete