Monday, September 26, 2022

SEBUAH JANJI 36

 

SEBUAH JANJI  36

(Tien Kumalasari)

 

Sekar menatap Seno yang duduk sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja. Mata Seno tampak sendu.

“Aku bersungguh-sungguh, aku cinta sama kamu,” bisiknya.

Mata teduh itu tampak berair. Sekar tak bisa menahan perasaannya. Iapun menitikkan air mata. Bukan karena ia mengimbangi perasaan Seno, tapi karena ia merasa bersalah telah melukai kebaikan Seno dengan meninggalkan pekerjaannya.

“Jangan pergi …” bisiknya lagi, memelas.

Sekar menata napasnya yang tak beraturan. Ia belum mengatakan sampai beberapa saat lamanya.

“Maukah tetap di sini?”

“Mas Seno, bukankah Mas Seno sudah punya tunangan?” katanya sambil mengusap air matanya.

“Sekar, kamu kan tahu. Aku pernah mengatakannya bahwa aku tidak menyukai Elsa. Itu karena aku dijodohkan.”

“Tapi ikatan pertunangan kan sudah terjadi. Mas Seno bisa belajar mencintainya.”

“Tidak. Aku hanya mencintai kamu. Aku akan segera memutuskan pertunangan aku.”

“Tidak mungkin Mas. Keluarga Mas Seno akan membenci saya. Mereka akan menganggap saya menjadi penyebab putusnya pertunangan itu.”

“Cinta tidak akan bisa dipaksa Sekar.”

“Dan sebuah kebencian tak akan bisa hilang begitu saja. Saya akan selalu tersiksa saat menyadari ada yang membenci saya.”

“Sekar.”

“Mas harus tahu, dibenci oleh seseorang menjadi hidup kita terluka. Tidak akan menjadi tenang. Mirip ketika kita membenci seseorang. Lukanya akan sama Mas, aku tidak mau hidup dalam luka itu.”

“Tolong Sekar,” kata Seno, masih dengan nada memelas.

“Maaf Mas,” Sekar sekali lagi mengusap matanya.

“Aku tahu kamu juga menyukai aku.”

“Tidak Mas, Sekar menyukai Mas Seno karena Mas Seno baik kepada saya. Dan Mas Seno adalah atasan saya. Mana mungkin seorang bawahan membenci atasan, apalagi atasannya begitu baik? Sebenarnya berat bagi saya meninggalkan pekerjaan saya ini, tapi saya ternyata tidak bisa mengabaikan kuliah saya.”

“Saya sudah mengatakan bahwa kamu boleh bekerja sambil kuliah.”

“Tidak enak kalau orang lain mengetahuinya. Tolong Mas, jangan membuat saya berat dalam melangkah. Barangkali kita memang tidak berjodoh. Saya akan selalu berdoa untuk kebahagiaan Mas.”

“Kamu tega Sekar,” kali ini air mata Seno benar-benar mengalir.

Sekar terkejut. Ia meraih tisu, lalu mengusap air mata di pipi Seno dengan tissue itu. Tanpa terduga Seno menangkap tangannya, memegangnya erat, lalu membawanya ke dalam wajahnya.

 “Mas, tolong mas, jangan begini,” kata Sekar sambil berusaha menarik tangannya.

Seno tersadar, lalu melepaskan pegangannya.

“Maaf.”

“Mas Seno seorang yang kuat. Tidak pantas mengalirkan air mata.”

“Itu karena cinta. Sungguh aku sangat mencintai kamu.”

“Cinta tidak harus memiliki bukan? Biarkanlah saya berjalan  melalui jalan yang saya pilih, jangan pernah lupa bahwa saya akan selalu berdoa untuk kebahagiaan mas Seno.”

“Benarkah kamu tega, Sekar?”

“Saya harus melakukannya. Mas harus belajar mencintai tunangan Mas.”

Seno berdiri, melangkah dengan gontai ke arah meja kerjanya. Duduk di sana sambil menelungkupkan wajahnya di meja.

Perasaan Sekar menjadi tak karuan. Rasa haru, kasihan tak bisa ditahannya. Semua mengaduk-aduk isi dadanya.

Apa sih kekurangan Seno? Dia gagah, tampan, baik hati, mapan. Gadis manapun akan dengan suka rela menjadi pendampingnya. Sekar tidak menampik, barangkali kalau dipaksa ia juga akan begitu gampang jatuh cinta kepadanya, tapi akal warasnya terus bekerja. Dia tak ingin hidup dalam kebencian. Ya kebencian dari tunangan Seno, apalagi kebencian dari bu Ridwan yang sudah diperlihatkannya saat berpapasan.

Apakah ia akan bahagia berada di samping Seno sementara ada orang yang membenci kebersamaan itu?

***

Sekar pulang ke rumah dengan perasaan yang masih mengharu biru. Ia bahkan tak menoleh ke arah ruang tengah, padahal ayahnya sedang duduk di sana.

Ia baru terkejut ketika ayahnya memanggilnya.

“Sekar!”

“Eh, Bapak,” Sekar membalikkan tubuhnya, mendekati ayahnya lalu mencium tangannya.

“Apa yang terjadi? Kamu tampak kacau. Kamu juga tak menyapa bapak seperti biasanya padahal kamu tahu bapak duduk di sini.”

“Maaf Bapak.”

Tiba-tiba Sekar menubruk ayahnya dan menangis tersedu di pundaknya.

Pak Winarno sangat terkejut, tapi kemudian Sekar sadar bahwa ia tak boleh membuat ayahnya sedih. Ia kemudian mengangkat wajahnya, dan mencoba tersenyum.

“Senyuman kamu jelek sekali,” tukas pak Winarno.

“Mengapa Pak?” Sekar mengusap air matanya.

“Senyuman kamu itu palsu. Sesungguhnya kamu tidak ingin tersenyum. Hanya ingin menyenangkan hati bapak, sementara kamu sedang sedih?”

“Tidak Pak, Sekar tidak sedang sedih.”

“Lalu, kenapa menangis?”

“Sebenarnya Sekar ingin resign dari pekarjaan Sekar.”

“Kenapa?”

“Mas Seno mencintai Sekar.”

“Oh…” pak Winarno merasa lega. Dicintai bukan sesuatu yang harus membuat sedih. Tapi mengapa Sekar menangis?

“Kamu menolak cintanya, lalu kamu memilih keluar?”

“Mas Seno sudah punya tunangan.”

“Oh… begitu?”

“Kalau saya menerima cintanya, saya akan merusak pertunangan itu, bukan?”

“Benar. Tapi saya pikir nak Seno itu baik. Mengapa sudah punya tunangan, tapi menyukai gadis lain?”

“Mas Seno dijodohkan, tapi dia tidak suka pada tunangannya.”

Pak Winarno mengangguk, angguk. Ia mengerti mengapa Sekar  melakukannya. Ia bersyukur atas keputusan yang diambil anaknya.

“Terkadang laki-laki itu pintar berbohong. Ada yang lain, lalu mengatakan tidak suka pada yang lama.”

Tapi Sekar tidak terima atas penilaian ayahnya. Sudah sejak lama dia tahu bahwa Seno tidak suka pada tunangannya. Ia bahkan menyaksikan betapa Seno melampiaskan ketidak sukaannya saat Elsa datang ke kantornya.

“Tidak begitu Pak, memang sudah lama mas Seno tampak tidak cocok dengan pilihan orang tuanya. Tapi bukan karena itu lalu Sekar harus menerimanya bukan? Sekar tidak mau dibenci karena merebut tunangan orang.”

“Anak baik,” Pak Winarno mengelus kepala anaknya.

“Bapak senang kamu berpikir begitu. Tapi kamu akan kehilangan penghasilan kamu.”

“Sekar sudah diterima di perusahaan lain. Minggu depan Sekar sudah mulai bekerja.”

“Ya Tuhan. Kamu sudah melangkah sejauh itu, bapak malah tidak mengetahuinya.”

“Sekar memang merahasiakan sebelumnya. Dan akan mengatakannya pada Bapak setelah semuanya beres.”

Pak Winarno mengangguk-angguk, dengan terus mengelus kepala anaknya.

“Ya sudah, kamu baru pulang, dan belum ganti pakaian.”

“Sekar bau asem ya Pak?” Sekar mencoba bercanda.

“Tidak, bukan baunya, tapi lihat tuh, bajumu kucel. Cepat mandi lalu duduk di sini bersama bapak.”

“Baiklah, Pak.”

Sekar beranjak ke kamarnya. Tapi memang benar, senyum yang ditampakkannya memang senyuman palsu. Betapa beratnya meninggalkan pekerjaan yang selalu membuatnya nyaman. Betapa beratnya meninggalkan atasan yang bukan saja baik tapi juga penuh perhatian. Dan ungkapan cinta itu, sungguh Sekar  merasa betapa berat kakinya melangkah pergi. Aduhai.

***

“Mas, benarkah perusahaan itu sudah bisa berjalan?” tanya Yanti di sore hari, ketika Samadi baru saja pulang dengan mobil barunya.

“Sudah berjalan pelan, kamu tidak usah khawatir. Uang kamu habis tidak sia-sia, karena kita akan menjadi seorang pengusaha yang sukses, yang bisa menyaingi perusahaan Minar.”

“Iya, perempuan sombong itu harus diberi pelajaran Mas.”

“Tidak usah diberi pelajaran. Nanti kalau dia melihat usaha kita maju, pasti dia juga akan merasa menyesal. Dia harus tahu bahwa aku seorang yang bisa diandalkan.”

“Senang mendengarnya Mas.”

“Kamu memang istri yang baik. Aku tidak menyesal meninggalkan Minar dan mendapatkan kamu.”

“Syukurlah. Aku juga senang menjadi istri Mas. Aku mendapatkan apa yang lama sekali tidak aku dapatkan. Kamu laki-laki yang luar biasa, dan bisa membuat aku bahagia.”

“Aku ini biarpun sudah setengah tua, tapi tidak akan kalah dengan yang muda-muda. Kamu sudah merasakannya kan? Bagaimana aku, dibandingkan dengan Winarno yang sakit-sakitan itu?”

“Dia itu bukan hanya sakit-sakitan, tapi juga menyebalkan. Karena sebagai istri, aku tidak pernah tahu bahwa dia punya simpanan uang yang cukup banyak.”

“Tidak usah dipikirkan, toh kamu sudah diberinya rumah yang bisa kita pakai untuk modal usaha. Ya kan?”

“Itu karena terpaksa. Kalau dia tidak memberikan, aku juga pasti akan memintanya. Masa cerai begitu saja dan aku tidak mendapatkan apa-apa.”

“Sekarang ayo kita jalan-jalan Mas, aku belum puas berputar-putar dengan mobil baru kita, lanjut Yanti.

“Iya sih, tidak apa-apa, memang BPKB nya juga baru selesai. Nih, baru tadi aku ambil.”

“Kok jaraknya lama sih, BPKB baru selesai,” gerutu Yanti.

“Memang tidak bisa sekaligus jadi. Yuh lihat, masih baru.”

Yanti mendekati Samad, meminta buku kecil berwarna hitam itu dari tangan Samad, dan membacanya.

“Mas, kok nama pemiliknya Samadi sih, bukannya Aryanti? Kan itu dibeli dengan uang aku?”

“Ya ampun Yanti, kamu nih lama-lama mirip Minar ya? Biarpun dibeli dengan uang kamu, tapi aku ini kan suami kamu? Suami istri itu tidak ada bedanya dalam memiliki sesuatu. Lagi pula, punya mobil itu banyak urusannya. Yang perpanjangan pajak kendaraan … yang ini … yang itu, kalau ini atas nama kamu, maka kamu yang harus mengurusnya sendiri. Apa tidak pusing, coba?”

“Iya sih, pasti pusing. Nggak mau aku banyak urusan.”

“Nah, itu sudah aku perhitungkan, aku pakai atas nama aku saja, supaya kamu tidak repot dalam mengurusi semuanya. Dan perusahaan itu juga atas nama aku, supaya kamu tinggal enak-enak menikmati uangnya.”

“Iya Mas, kamu betul. Terima kasih ya Mas, kamu begitu memperhatikan aku,” kata Yanti begitu polosnya.

“Katanya mau jalan-jalan, jadi nggak?”

“Ingin sih Mas, tapi tiba-tiba aku ingin istirahat saja dulu. Kan Mas baru saja pulang, kasihan kalau aku ajak pergi lagi.”

“Aku mau saja, karena aku tidak ingin membuat kamu kecewa.”

“Nggak ah Mas, ayo istirahat saja dulu, Biar aku pijitin. Nanti malam saja kita jalan-jalannya.”

“Waduh, senangnya, istriku memang istimewa.”

“Iya dong, Mas sudah begitu baik sama aku, tentu aku juga harus memperhatikan Mas.”

Samadi tersenyum senang, ia menurut saja ketika Yanti menariknya ke dalam kamar.  Senang dong, kan mau dipijitin?

***

Karena mengurusi dua perusahaan, Minar jadi semakin sibuk. Dia tidak bisa datang ke warung pagi-pagi, dan untunglah Ari sudah bisa mengurusinya dengan baik.

Siang itu Minar datang ke warung. Senang melihat warungnya sudah semakin maju.

“Kok kamu sudah sampai di sini Min, sudah selesai urusan kamu di kantor?”

“Sudah beres, aku kan punya asisten, yang tadinya bawahan Samadi, dan sekarang banyak membantu aku.”

“Tapi kamu harus hati-hati Min, mempercayai seseorang itu tidak mudah,” kata Ari.

“Iya, aku tahu, tapi dia benar-benar bisa diandalkan kok. Dulu dia juga kepercayaan almarhum ayahku.”

“Syukurlah.”

“Kamu tidak capek mengurus warung sendirian?”

“Ya enggak lah, aku kan hanya duduk dan menerima laporan. Belanja juga sudah jarang, karena semua bisa dipesan dan dikirim.”

“Syukurlah, kita harus bersyukur karena usaha yang tadinya membuat aku pesimis ini akhirnya bisa berjalan.”

“Benar Minar.”

“Ayo sekarang jalan-jalan saja.”

“Kemana?”

“Kemana saja lah, belanja keperluan kita. Aku ingin melihat-lihat, barangkali ada baju bagus untuk kita.”

“Aku tidak akan belanja, menemani kamu saja aku mau.”

“Aku yang akan membelikan kamu, jangan khawatir.”

“Benarkah? Kamu harus tahu, aku ini kan harus membiayai dua orang anakku yang sedang kuliah, beayanya lumayan, dan aku bekerja bersama kamu ini juga untuk menambah penghasilan. Jadi aku harus berhemat.”

“Iya Ari, aku mengerti kok. Ayo sekarang jalan-jalan. Jangan khawatir, aku akan mentraktir kamu.”

“Baiklah kalau begitu.”

***

Sekar sudah mulai bekerja. Ingatan akan Seno perlahan diendapkannya. Ia tak ingin larut dalam rasa, yang saat disadari, rasa itu hanyalah rasa kasihan.

Sekar sedang bersiap untuk beristirahat, karena memang saatnya istirahat siang, ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Sekar berdebar, dari Barno.

“Hallo, Barno.”

“Non, senang sekali Non masih mengingat saya.”

“Ingat dong, kan nomormu ada nama kamu, dan ada photo profil kamu.”

“Iya sih. Non sedang apa nih, maaf mengganggu.”

“Aku sedang bekerja, tapi ini mau istirahat, karena memang waktunya istirahat. Apa kabarmu Barno?”

“Saya baik-baik saja Non. Bagaimana dengan Non?”

“Aku juga baik.”

“Non sudah bekerja di perusahaan yang baru kan? Simbok menceritakan semuanya tentang Non.”

“Iya Barno, ini memang harus aku lakukan.”

“Semoga Non merasa lebih nyaman di sini.”

“Doakan aku ya.”

“Tentu Non, saya selalu berdoa untuk kebahagiaan Non. Bapak sehat kan?”

“Sehat, Barno.”

Pembicaraan di telpon itu berlanjut beberapa saat lamanya, saling menanyakan keadaan, menanyakan pekerjaan, tapi sayangnya belum ada yang menanyakan isi hati.

Tanpa disadari oleh Sekar, saat itu ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh.

***

Besok lagi ya.

53 comments:

  1. Replies
    1. Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh hadir
      Kasihan Seno ditolak Sekar scr halus..
      Bgmn upaya Seno utk mendptkan cinta Sekar... tunggu lnjutanya yg makin serruuu..
      Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu..
      Salam aduhai dari Sukabumi

      Delete
  2. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien semiga sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin dugaaku benar, Sekar bekerja di perusahaan Samad. Terus diincar dan akan kemana lagi harus lari...oh Sekar.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat.

      Delete
  5. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 36 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah akhirnya non cantik Sekar datang juga....

    Terimakasih Bu Tien Kumala....

    Moga sehat selalu dan dimudahkan rezeki nya....

    Aamiin.....

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sdh ada Non Cantik...
    Salam sehat utk bu Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~36 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah sehat selalu bu Tien. Penasaran siapa ya yang memperhatikan Sekar dari jauh, Seno atau Samad? Kalau Barno kan di Batam jauh. Tak sabar menunggu lanjutan ceritanya......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kemungkinan Samad ya, kan dia buka usaha baru. Makin rumit ya mbak Ika, perjalanan hidup Sekar.
      He he he he...ide si penulis itu loh... ada " saja.

      Delete
  11. Alhamdulillah, Sebuah Janji Eps. 36 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat dari Tangerang

    ReplyDelete
  12. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  13. Yanti dibujuki Samadi nama perusahaan & mobil atas nama Samadi...Dasar Samat b******n Yanti yo bodoh percoyo karo gombalane Samadi.
    Salam sehat Bu Tien..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Waduh ...jangan² Sekar bekerja di perusahaannya Samad ini...😥😥

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  17. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  18. Siapa yg memperhatikan sekar ya. Terima kasih bu tien

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat untuk semua bu Tien

    ReplyDelete
  20. Maturnuwun Ibu Tien cerbung, bisa lanjutin baca lagi. Sekali lagi Maturnuwun.

    ReplyDelete
  21. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ36 hadir bagi kami penggandrungnya.

    Semakin bikin penasaran aja ceritanya.
    Semoga kali ini cinta Samad kpd isterinya tulus dan hidup baik agar bahagia.

    Matur nuwun ibu Tien Berkah Dalem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Met pagi bu Yustin..
      Iya betul semoga samadi tdk main" dg yanti..
      shg tdk akan ganggu Sekar lg..
      Kasian Sekar.. biarkanlah Sekar menjalani hidupnya jauhkan dari samadi.
      Semoga yg perhatikan Sekar dr jauh bukan Samadi ya bu...
      Salam aduhai..dan sehat" selalu

      Delete
  22. Makin seru ceritanya...terima kasih, bu Tien. Salam sehat.

    ReplyDelete
  23. Nwn mb Tien... sj 36 sdh tayang... akankah itu Seno yg memperhatikan dr jauh? Kasihan dekat tp jauh dihati🤗

    ReplyDelete
  24. Ternyata Sekar pun merasa ada sesuatu terjadi didalam dirinya, tapi memang harus punya pendirian agar tidak terjebak dan semakin larut, apakah Seno terima dengan alasan itu dan berdiam diri.
    Nyatanya sudah di ruang kerja yang baru.
    Beranikah Seno, setegas alasan pengunduran diri karyawatinya, yang sebenarnya berat meninggalkan pekerjaan yang menyenangkan.
    Nyaman kah Sekar ditempat kerja yang baru.

    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ketiga puluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  25. Ya semoga Sekar bukan kerja di perusahaan Samadi.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien eSJe 36 nya
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  27. Makasih mba Tien.
    Salam sehat,tetap semangat. Aduhai

    ReplyDelete
  28. terima ksih bunda sjnya..salam sht sll dri skbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah.. Sekar seorang gadis yg luar biasa .. mempunyai pendirian yg kuat..tdk mudah tergoda .. karena masalah akan muncul klw Sekar menerima Seno.. salam sehat mbak dari Sawahlunto.. ceritanya semakin seru.. terimakasih..🙏🙏

    ReplyDelete
  30. Semoga Sekar bekerja di tempat yang tepat. Aamiin

    ReplyDelete
  31. jangan jangan di perusahaan samadi yg baru

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan dooong mr jeboel...
      kasian Sekar klo kerja di perusahaan yg abal" gitu..

      Delete
  32. Terimakasih Bunda Tien...
    semakin seru ceritanya...
    sehat2 selalu ya Bund....salam aduhaiiii

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...