Friday, August 5, 2022

KEMBANG CANTIKKU 40

 

KEMBANG CANTIKKU 40

(Tien Kumalasari)

 

Ketika mobil Qila keluar, saat itu juga mobil pak Kartiko memasuki halaman. Tapi Qila tak berhenti, walau tampaknya dia melihatnya. Ada yang lebih penting yang sudah didapatnya, dan itu membuatnya terus melaju.

“Itu tadi seperti mobilnya Qila ?” tanya bu Kartiko.

“Sepertinya iya. Apa dia ingin ketemu anaknya ya?” kata pak Kartiko.

“Menurutku tidak.”

“Bagaimanapun dia kan seorang ibu, ada dong rasa kangen sama anaknya,” bela pak Kartiko.

“Kalau dia kangen sama anaknya, saat melihat kita datang, pasti dia berhenti dan menyusul kita kemari. Nyatanya tidak.”

“Mungkin tidak tahu.”

“Tahu lah, hampir berpapasan, masa tidak tahu?” kata bu Kartiko sambil keluar dari mobil, mengikuti suaminya, karena Nano sudah memberhentikan mobilnya di depan teras. Tampak Murti membukakan pintu depan, menyambut majikan suaminya yang baru datang. Ia ingin menggendong Mila, tapi ternyata anak itu tidur dalam gendongan Tinah, yang langsung membawanya ke dalam.

“Tadi ada tamu?” tanya bu Kartiko.

“Iya, bu Qila,” jawab Murti.

“Mau apa dia kemari?”

“Entahlah. Hanya bertanya bapak sama ibu apakah ada, lalu di mana Mila. Saya minta untuk menunggu, tapi tidak mau. Baru saja dia keluar dari sini.”

“Iya, kami melihatnya. Mau apa dia kemari kalau tidak ingin bertemu anaknya?” gumam bu Kartiko.

“Barangkali kangen sama bekas mertuanya,” canda pak Kartiko sambil terus masuk ke dalam.

“Mana mungkin. Nyatanya dia tidak berhenti ketika melihat kita datang.”

Murti menutup kembali pintunya, lalu ia bergegas ke belakang, memberitahu simbok bahwa sudah saatnya mereka menata meja untuk makan siang.

“Baiklah, semuanya sudah selesai, piring-piring juga sudah aku siapkan,” kata simbok.

“Saya bantu menata makanannya Mbok.”

“Baiklah, tinggal ditata saja di meja.”

“Mbok, jadi masak pesenanku ?” tanya bu Kartiko yang melongok ke ruang makan.

“Iya Bu, ini sudah disiapkan mbak Murti,” jawab simbok.

“Nanti Murti tidak usah kembali ke kamarmu. Panggil suami kamu, kita makan bersama-sama di sini,” perintah bu Kartiko.

“Saya mau makan di belakang saja sama mas Nano, Bu.”

“Tidak Murti, kita akan makan bersama-sama di sini. Aku sama bapak mau ganti baju dulu,” kata bu Kartiko sambil kembali masuk ke dalam kamarnya.

Murti mengangkat bahu.

“Sudah, kalau ibu memerintahkan, Mbak Murti tidak boleh membantah.”

“Jadi nggak enak, Mbok.”

“Nggak apa-apa, sudah sana, panggil pak Nano,” kata simbok sambil menyiapkan jus buah ke dalam gelas-gelas, lalu menambahkan piring di atas meja, karena majikannya meminta agar Nano dan istrinya makan bersama mereka.

***

“Minggu depan Mas ikut ya,” kata Wuri kepada Budi, suaminya saat pulang kerja.

“Ke mana?”

“Mas Yudi mau melamar. Dia kan jauh dari keluarganya, jadi kita yang akan diajaknya.”

“O, iya tentu. Mas Sapto juga mau ikut. Saat ketemu kemarin dia bilang begitu.”

“Mas Sapto?”

“Iya. Dia bertanya, kapan, tapi aku belum bisa menjawabnya. Sekarang aku sudah tahu, Minggu depan ya?”

“Iya. Tadi dia sudah belanja macam-macam untuk buah tangan bagi calon mertuanya.”

“Aku nanti akan mengabari mas Sapto kalau begitu, supaya dia bisa pulang minggu depan.”

“Kabari saja. Mas Wahyudi pasti senang diperhatikan banyak orang. Kabarnya, keluarga pak Kartiko juga mau ikut dalam acara lamaran itu.”

“Bagus kalau begitu. Tapi dengar-dengar, kalau orang jawa, menikahkan anak dua kali dalam setahun tuh nggak boleh. Dengar-dengar lho.”

“Kan besok baru mau melamar. Perkara menikahnya selang setahun setelah menikahkan kakaknya mbak Murni, bisa saja kan?”

“O iya, besok itu baru mau melamar kok ya.”

“Tadi aku menemani mas Wahyudi belanja macam-macam.”

“Untunglah kamu menemani, kalau enggak ya kasihan juga, habisnya dia sendirian.”

“Iya Mas. Tapi aku senang, akhirnya mas Wahyudi menemukan gadis yang dicintainya. Aku pengin lihat seperti apa ya gadis yang mau dilamar mas Yudi.”

“Kan pernah dikasih tahu fotonya?”

“Beda dong, foto sama orangnya.”

“Pasti beda.”

“Pasti ya?”

“Ya pasti lah, kan orangnya bisa tersenyum, bisa tertawa, bisa bicara, bisa bercanda. Kalau fotonya mana bisa? Hanya diam saja kan?”

Wuri tertawa.

“Mas Budi bisa ngelawak juga rupanya.”

“Terkadang orang butuh tertawa kan. Tuh, kamu sudah tertawa, aku senang melihat kamu tertawa.”

“Iih, memangnya aku nggak pernah tertawa?”

“Iya, sering, dan aku selalu senang melihatnya.”

“Masa sih, aku cantik ya kalau tertawa?”

“Kamu selalu cantik kok.”

“Hm, kalau ini namanya rayuan gombal. Aku tuh nggak cantik lho.”

“Kata siapa?”

“Mas Wahyudi nggak pernah mau bilang bahwa aku cantik. Dia terus-terusan meledek aku bahwa aku jelek.”

Budi tertawa.

“Karena kamu juga selalu meledek dia ‘tua’ kan?

“Iya sih.”

“Mas Yudi itu, biarpun umurnya sudah jauh diatas aku, tapi dia ganteng.”

“Gantengan mas Budi dong.”

“Iya, harus, awas saja kalau kamu bilang bahwa mas Yudi lebih ganteng dari aku.”

“Apa sih ini? Suami pulang bukannya di suruh beristirahat malah diajak ngobrol,” tegur bu Mantri dari arah depan.

“Ini lho Bu, tadi ngomongin mas Yudi, yang minggu depan mau melamar.”

“O, minggu depan ini ya. Pengin ikut sebenarnya, tapi ada pesanan lumayan banyak, bagaimana ya.”

“Ibu tidak usah ikut, soalnya yang mengantar sudah lumayan banyak. Apalagi sedang ada pesanan, nanti siapa yang mengerjakan? Pembantu saja pasti tidak bisa,” kata Budi.

“Iya, benar, Ibu harus mengatur semuanya. Ya sudah, sekarang istirahat sana, baru pulang kerja pasti capek.

***

“Mau kemana kita?” tanya Kori ketika meminta agar dirinya berdandan.

“Ikut saja, kita akan bersenang-senang,” kata Qila yang asyik menyempurnakan dandanannya.

“Mencari pria ganteng kesukaan kamu itu?”

“Iya, tenang saja. Kamu tidak ingin menemukan pasangan?”

“Aku hanya mau dia.”

“Dia siapa?”

“Bekas suamiku.”

“Mimpi kamu? Kamu sudah dibuang dan dosamu sangat besar, mana bisa kamu mengharapkannya lagi?”

“Entahlah, aku sangat mencintai dia.”

“Bodoh. Makan tuh cinta. Kamu hanya akan menderita selamanya.”

Kori diam, memang benar, dia tak mungkin bisa mendapatkan suaminya kembali. Tapi alangkah sulitnya menghilangkan rasa itu dari hatinya. Ujung-ujungnya, hanya ada rasa benci dihatinya kepada Retno, yang dianggapnya telah merebut suaminya.

“Sudah, jangan melamun. Mau ikut tidak?”

“Kalau mau ke klub itu lagi aku nggak ikut, nggak ada yang menarik.”

“Mana mungkin siang-siang begini aku mengajak kesana.”

“Lalu kita mau kemana?”

“Ikut aku saja. Aku sedang merasa sangat benci pada seseorang.”

“Mau menghajar orang?”

“Dengan caraku.”

“Beri tahu aku, siapa dia?”

“Aku juga belum pernah melihatnya.”

“Gimana sih kamu ini? Belum pernah melihatnya, tapi kamu membencinya?”

“Karena dia bisa menarik hati laki-laki yang aku suka, sedangkan aku tidak.”

“Maksudmu … kamu bicara tentang Wahyudi, si miskin itu?”

“Tidak apa-apa miskin, dia tuh ganteng bangetttt, aku tergila-gila sama dia.”

“Memang kamu gila.”

“Sudah, jangan bawel, ayo ikut. Kamu nanti harus membantu aku.”

“Memukuli orang yang kamu benci itu?”

“Ikut saja apa kataku, kita bicara sambil jalan.”

***

“Murti, kamu jadi pesan makanan yang akan kita bawa hari ini kan?”

“Sudah Bu, mas Nano sedang mengambilnya. Saya tidak ingin ibu saya repot karena banyak tamu, jadi saya yang akan membawakan hidangan untuk tamu- tamu semuanya,”  jawab Murti.

“Itu bagus. Simbok juga masak rendang hari ini, sebaiknya kamu bawa sekalian. Kamu juga harus membawa piring dan sendok yang bisa dipergunakan untuk sekali pakai, jadi tidak usah mencuci piring segala macam, kasihan ibu kamu.”

“Iya Bu."

“Baiklah, kita menunggu Nano yang sedang mengambil pesanan kan? Aku akan membantu bapak berganti pakaian, sekarang sedang mandi.”

“Iya Bu.”

“Dan Wisnu juga belum datang.”

“Iya Bu, saya juga mau bersiap-siap dulu.”

“Barangkali Nano menjemput Wahyudi sekalian.”

“Saya kira tidak Bu, soalnya mas Wahyudi sudah bulang, bahwa dia akan nyamperin ke sini bersama dengan kerabatnya.”

“Katanya kerabat Wahyudi itu jauh-jauh semua.”

“Maksudnya yang menganggapnya sebagai kerabat.”

“Oh, syukurlah. Wahyudi orang baik, pasti banyak orang baik yang ingin membantunya juga.”

“Iya Bu, saya juga bersyukur, mendapatkan adik ipar sebaik mas Wahyudi.”

“Iya Murti, semoga semuanya berjalan lancar. Aku ke kamar dulu,” kata bu Kartiko sambil beranjak masuk ke dalam kamarnya.

***

Di rumah kediaman Sapto, tampak Retno juga sudah bersiap-siap. Ia sudah mendandani Qila, yang sangat merasa senang karena akan bertemu om Udi, sahabatnya. Mereka akan langsung ke rumah Wahyudi, dan akan berangkat bareng Budi dan Wuri.

“Nanti ada om Udi?” tanya Qila saat ibunya mengucir rambutnya.

“Iya, nanti kita ketemu om Udi.”

Qila berjingkrak kegirangan.

“Nanti dulu Qila, nanti melenceng kucir kamu kalau belum-belum kamu melonjak-lonjak begitu,” tegur Retno.

“Kalau sudah siap, kita berangkat sekarang,” kata Sapto dari arah depan, setelah menyiapkan mobilnya.

“Iya Mas, tunggu sebentar, ini Qila baru disisir rambutnya.”

“Qila jangan nakal nanti ya,” pesan Sapto sambil menowel pipi anaknya.

“Qila nggak nakal kok. Qila senang mau ketemu om Udi.”

“Iya, kita mau ketemu om Udi nanti.”

“Nah, sudah, sekarang Qila tunggu di depan sama bapak ya,” kata Retno sambil beranjak ke dalam untuk mengambil sesuatu.

“Jangan lupa hadiah untuk calon istri mas Yudi.”

“Iya, ini mau aku ambil.”

***

Di rumah bu Lasminah, Murni sedang menyiapkan minum untuk tamu-tamunya yang akan datang. Murti sudah mengatakan berapa banyak yang akan datang, tapi melarang adiknya untuk memasak atau menyiapkan makanan untuk menjamunya.

“Tidak enak juga ya, masa kita mendapatkan tamu, tapi dilarang menyiapkan hidangan.”

“Mbak Murti yang akan membawa dari sana Bu, supaya Ibu tidak repot menjamu tamu. Nanti tamunya banyak lho.”

“Banyak itu berapa, coba kamu lihat kursi-kursi yang ibu tata tadi, jangan-jangan kurang.”

“Nanti Murni mau pinjam beberapa kursi dari pak RT. Pasti kurang kalau hanya kursi milik kita sendiri.”

“Ya sudah, minta tolong sama pak Man yang suka jaga malam di pos ronda itu, supaya mengusungnya nanti.”

“Iya Bu, sudah Murni pikirkan. Murni selesaikan dulu bikin tehnya ini, nanti Murni yang akan mengatur tempat duduk untuk tamu-tamu kita.”

“Baiklah kalau begitu, ibu mau mandi dulu saja,” kata bu Lasminah yang kemudian beranjak  ke kamar mandi.

Murni sudah meminjam beberapa kursi dari pak RT dan meminta tolong pak Man untuk mengusungnya ke rumah. Lega rasanya melihat semuanya sudah siap. Murni berganti pakaian yang lebih pantas, kemudian duduk kelelahan di sebuah kursi sambil menunggu ibunya. Bagaimanapun hatinya berdebar-debar, saat menyadari bahwa kedatangan tamu-tamu itu nanti adalah untuk melamar dirinya.

“Ya ampun, baru mau dilamar saja aku sudah gemetaran seperti ini,” gumamnya sambil meremas-remas tangannya.

Tiba-tiba didengarnya langkah-langkah kaki mendekat. Murni berdiri lalu beranjak ke depan. Ibunya yang sudah berdandan rapi mengikutinya dari belakang. Di depan teras, mereka melihat dua orang wanita cantik sedang berdiri. Murni melongok ke arah luar, barangkali Wahyudi dan rombongannya ada di belakang, dan dua orang kerabatnya mendahului. Tapi dia tidak melihat siapa-siapa.

Dua orang itu adalah Qila dan Kori, yang dengan bertanya-tanya akhirnya menemukan di mana Murni tinggal.

“Selamat siang,” sapa Qila ketika melihat Murni dan ibunya menyambutnya.

“Selamat siang. Mana yang lainnya?” tanya bu Lasminah yang tentunya juga mengira bahwa dua orang itu adalah kerabat Wahyudi.

“Kami hanya datang berdua.”

Bu Lasminah dan Murni tertegun.

“Berdua?” tanyanya hampir bersamaan.

“Ini rumahnya Murni kan?” tanya Qila tanpa basa basi.

“Saya Murni, dan ini ibu saya,” jawab Murni mulai tak senang, karena sikap kedua tamunya seperti tak menghormati ibunya, sebagai orang yang lebih tua.

“O, ini ya? Cantik, lumayan,” kata Qila, tapi dengan senyuman mengejek.

Bu Lasminah dan Murni heran.

“Siapa sebenarnya sampeyan ini?” tanya bu Lasminah kesal.

“O, ibu belum tahu siapa dia ini? Dia ini kan tunangannya mas Wahyudi,” sambung Kori.

Bu Lasminah dan Murni terkejut. Wahyudi mau datang melamar, tapi tiba-tiba ada wanita cantik mengaku sebagai tunangan Wahyudi. Wajah Murni pucat pasi. Kakinya gemetar.  Dan itu tak luput dari pandangan Qila yang semakin melebarkan senyumnya.

“Benar, aku ini tunangannya mas Wahyudi. Apa dia bohong sama kamu, dan mengatakan bahwa akan mengambil kamu sebagai istri? Ingat Murni, Wahyudi itu milikku,” kata Qila yang kemudian menarik tangan Kori, pergi membalikkan tubuhnya, keluar dari halaman.

Tentu Qila tidak tahu, bahwa di hari itulah Wahyudi akan datang melamar. Ia baru sadar ketika melihat beberapa mobil berhenti tak jauh dari pintu halaman rumah yang baru saja disatroninya.

***

Besok lagi ya.

34 comments:

  1. Alhamdulillah KC~40 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Kalah cepet karo pa Djodhi jeng Nani
      Jam mah sama 21.02

      Delete
  3. Terima kasih Bu Tien, KC 40 sdh terbit....salam sehat selalu...🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Horeee KACE episode ke 40 malam ini sudah tayang 🇮🇩🇮🇩🇮🇩

    Matur nuwun bunda.
    Salam SEROJA dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah..
    Terima kasih Bu Tien..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  6. Ceritanya selalu manarik...
    Mbak Tien piawai menjaga konflik cerita...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sudah tayamg KC episode 40
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Buat gara gara, itu pekerjaan Kori dan Qila si-gila. Sebentar lagi terkuak kebenarannya.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  9. Bakalan rame nih...
    Trima kasih Bu Tien 😘😘😘

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Sudah datang
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien.🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 40 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien..

    ReplyDelete
  14. Hadeh ...... Heboh lagi nih .....
    Makin asyik saja ....
    Terimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  15. Smg ke-2 nya tertangkap basah yg sdh buat kacau hidup Murni d Wahyudi. Ada Sapto d Wisnu yg siap jd saksi kejahatan keduanya Kori d Qila🤗

    ReplyDelete
  16. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga KC 40 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Semoga ada yg melihat mobil Qila yg barusan menyatroni dan mendatangi rumah Murni sehingga kalau suasana jadi gempar ada yg tahu sebabnya.

    Semoga segala kendala segera teratasi dan Yudi Murni menjadi padangan yg bahagia.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah KC 40 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dsn bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  18. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  19. Terima ksih bunda..slmt weekend bersm keluarga..slm sht sll 🙏😍

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien.....Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Malam Bun sehat selalu dan tetap semangat

    ReplyDelete
  22. Assalamualaikum. Bu Tien..
    Maaf KC 41 blm hadirkah..?

    ReplyDelete
  23. Dasar 2 wanita jahat untung aja ketemu ma Sapto dll Wisnu ..ajibune jahat ..fitnah lagi

    ReplyDelete
  24. Hatur nuhun bunda kc nya..slm sht sll🙏🥰

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...