Thursday, August 4, 2022

KEMBANG CANTIKKU 39

 

KEMBANG CANTIKKU  39

(Tien Kumalasari)

 

Kontan saja Murti berteriak kesakitan karena tas yang dipukulkannya berbahan baku keras.

“Eh, gimana sih Bu, kok malah saya yang dipukul ?”

“Kamu menabrak aku, dimana kamu taruh mata kamu?”

Murti dan simbok menatap heran. Wanita itu cantik, tapi tampaknya lupa menyisir rambutnya, yang tergerai awut-awutan. Apa dia baru bangun dari tidur? Pikir mereka.

“Saya tidak bergerak, sedang memilih sayuran, bagaimana saya bisa menabrak?”

“Iya nih, Ibu jangan begitu, yang salah sampeyan,” sambung simbok kesal.

“Apa? Kamu orang rendahan mau menyalahkan aku?” hardiknya.

Tak tahan melihat pertengkaran yang nggak jelas itu, Nano langsung maju.

“Ibu yang menabrak istri saya, saya melihatnya. Ibu justru memukul istri saya. Bagaimana ibu bisa marah-marah? Harusnya saya yang marah sama Ibu.”

“O, jadi ini istri kamu? Ya pantas lah kalau kamu membelanya. Dan lagi, jangan panggil aku ‘bu’ … memangnya aku istri bapakmu?”

“Susah meladeni orang nggak waras, gerutu Nano pelan, kemudian menarik istrinya menjauh dari tempat itu.

“Heeiii … kamu bilang apa? Siapa yang nggak waras?” wanita itu mengejarnya.

“Apa maksud Ibu?”

“Jangan panggil aku Ibu.”

“Ya sudah, pergilah, aku tak mau bertengkar dengan perempuan. Apalagi perempuan pemabuk.”

“Apa katamu? Kamu jangan mentang-mentang menjadi laki-laki, lalu semena-mena terhadap perempuan.”

“Siang-siang begini ibu minum alkohol. Kalau mabuk jangan pergi ketempat umum. Bicaranya saja nggak jelas ujung pangkalnya,” Nano kembali menarik tangan istrinya, menjauh dari tempat di mana perempuan itu berdiri.

“Heii, jangan pergi. Aku tidak takut sama kamu.” 

Perempuan itu masih berteriak, tapi Nano dan istrinya serta simbok bergegas menjauh.

“Orang apa sih itu?” gumam simbok.

“Dia itu mabuk, baunya saja sudah tercium. Heran aku, siang-siang mabuk, pergi ke tempat umum pula.”

“Ya pantas kalau mabuk, ngomongnya nggak nyambung, kelakuannya juga ngawur,” kata simbok.

“Perempuan kok ya mabuk,” gumam Murti.

“Memang ada perempuan yang doyan minum minuman keras."

“Heeiii, tungguuu !” wanita itu berteriak, bermaksud mengejar lagi, tapi sebuah tangan memegang lengannya.

“Hei, hentikan kegilaan kamu. Bisa-bisa ditangkap polisi kamu."

Si pemabuk berhenti melangkah, menatap orang yang memegang lengannya. Seorang wanita cantik memandangnya tajam.

“Kamu siapa?” tanyanya,

“Siang-siang begini, kamu minum sampai mabuk?"

“Ya ampun, lepaskan tanganmu, aku mau makan sekarang, lapar sekali,” katanya sambil meninggalkan wanita yang tadi memegang lengannya. Ia naik ke lantai atas, kearah food court yang terletak di lantai tiga.

Nano yang menatapnya dari jauh heran. Yang baru datang itu sangat di kenalnya.

“Bukankah itu bu Qila? Apa dia kenal wanita mabuk itu?” gumamnya. Tapi ia enggan mendekatinya. Ia menarik tangan istrinya dan memintanya melanjutkan belanja, agar segera bisa pulang secepatnya.

***

Wanita yang sedang mabuk itu menikmati makanannya. Rambut pendeknya tergerai tak beraturan, sesekali disibakkannya saat beberapa helai rambut yang sesungguhnya indah itu menutupi dahinya.

Ia makan dengan lahap, seperti orang yang tiga hari tiga malam tidak makan. Sebentar-sebentar diteguknya minuman jeruk dingin di hadapannya.

“Heeiii, pelayan, aku mau minumnya lagi!” teriaknya ketika minuman dalam gelasnya ternyata habis.

Seorang pelayan membawakan lagi segelas jeruk dingin, diletakkannya di meja, sambil menyerahkan nota makan dan minum yang telah disantapnya.

“Aku belum selesai makan, mengapa kamu sudah menagih bayaran?” hardiknya marah.

“Maaf Bu, sebenarnya Ibu harus membayar saat memesan makan dan minuman ini.”

“Nanti. Setelah aku makan,” jawab wanita itu seenaknya.

Tak mau ribut, pelayan itu menunggu sambil berdiri tak jauh dari meja sang wanita. Wanita itu sudah menghabiskan makanannya, lalu meneguk habis minuman ke dua yang telah dihidangkan.

“Aku mau nambah lagi makannya, jangan pakai kuah,” katanya lagi karena tampaknya dia memang kelaparan.

“Maaf Bu, Ibu harus membayar dulu,” kata pelayan itu sambil mendorong nota yang tadi diletakkan di meja, ke arah wanita itu.

“Keterlaluan. Pelayanan macam apa ini?”

“Tolong Bu, ini peraturannya. Ibu seharusnya membayar sejak awal.”

Wanita itu membuka tas yang dibawanya, seperti mencari-cari sesuatu. Tapi kemudian ia meletakkan kembali tasnya.

“Uangku ketinggalan,” katanya sambil berdiri.

“Apa maksud Ibu?”

“Ternyata aku tidak membawa uang, aku mau pulang dulu.”

“Tidak bisa Bu. Kalau Ibu tidak membawa uang, harusnya tidak makan dan minum,” kata pelayan itu marah, sambil menghalangi langkah wanita yang mau kabur.

“Berapa wanita itu harus membayar?”

Pelayan itu terkejut. Seorang wanita cantik menepuk pundaknya.

“Berapa?” ulang wanita pendatang yang memang adalah Qila.

“Itu, notanya ada di atas meja.”

Qila mengambil nota itu, lalu memberikan sejumlah uang.

“Buatkan aku minum ke meja ini. Sebotol kola dingin saja, uang itu masih cukup kan?”

“Masih Bu,” kata pelayan itu sambil berlalu.

Wanita pertama yang tadinya sudah mau pergi, membalikkan tubuhnya lalu duduk di depan Qila.

“Kamu membayar makan dan minum aku?”

“Ya, sudah aku bayar.”

“Bolehkah aku minta nasi ayam sepiring lagi? Aku masih lapar,” katanya tanpa malu, sambil duduk di hadapan Qila.

“Oh ya? Rupanya kamu tidak makan selama sebulan ya.”

“Baru hari ini, enak saja,” sergah wanita itu.

“Baiklah. Beri dia sepiring nasi sama ayam goreng, kembaliannya masih cukup?” tanya Qila kepada pelayan yang datang membawakan sebotol minuman pesanan Qila.

“Kurang duapuluh ribu lagi Bu,” jawab pelayan itu.

Qila mengambil selembar uang limapuluhan ribu, dan pelayan itu berlalu untuk mengambilkan pesanannya lagi.

“Ada apa denganmu? Kamu cantik, berpakaian bagus, tapi lupa menyisir rambutmu, tidak mendandani wajahmu,” katanya sambil menyerahkan sisir dari dalam tasnya.

“Ini untuk apa?” tanya wanita itu.

“Itu sisir, kamu belum pernah melihat sisir?”

“Ya, ini sisir.”

“Sisir rambutmu, setidaknya agar kamu tampak lebih rapi.”

Wanita itu meringis, tapi ia kemudian menyisir rambutnya. Lalu ia mengembalikan lagi sisir itu ke hadapan Qila.

“Ambil saja sisirnya. Ogah aku memakainya lagi. Jangan-jangan ada kutunya di situ.”

Wanita itu terkekeh, tapi kemudian memasukkan sisir itu ke dalam tasnya sendiri.

“Kenapa kamu baik sama aku? Kita kan belum pernah bertemu,”

“Aku hanya butuh teman, tapi sekarang aku menyesal. Kamu teman yang menyusahkan,” gerutu Qila sambil menghirup kola dinginnya.

Wanita itu terkekeh lagi, serasa tak berdosa telah merepotkan orang yang baru saja dikenalnya.

“Sebenarnya aku ini menyenangkan. Ini karena aku sedang tidak senang saja,” gumamnya seperti kepada dirinya sendiri.

“Aku tahu, kamu orang yang tidak sedang senang. Siang-siang mabuk, itu mendekati gila.”

“Iya juga sih. Oh ya, namamu siapa? Namaku Kori. Jangan tanya Kori siapa, aku sudah lupa siapa namaku dan tak peduli lagi.”

“Namamu bagus. Apa yang terjadi denganmu? Ditinggal pacar? Suamimu selingkuh?”

“Nah, itu dia. Oh ya, siapa namamu, cantik?”

“Aqila. Panggil aku Qila saja. Kamu tadi bilang apa? Suami selingkuh? Benarkah?”

“Suamiku punya istri lagi.”

“Bodoh. Kenapa kamu tidak mau mencari laki-laki lain? Kamu cantik, apa susahnya menggaet seorang pria tampan?”

“Aku sangat mencintai dia. Tapi sejak ada istri mudanya, dia tidak lagi mencintai aku. Aku malah dijebloskannya ke dalam penjara.”

“Penjara? Jadi kamu baru keluar dari penjara? Kamu mencuri? Merampok? Ahaa, tak mungkin kamu berani melakukannya, tapi entahlah, melihat wajahmu, sepertinya kamu itu orang kejam. Kamu melakukan apa? Menganiaya orang?”

“Menculik bayi.”

“Haaa? Bayi siapa?”

“Bayi maduku. Heran, namanya Qila juga.”

“Apa? Apakah dia itu … ah … tidak … jangan-jangan itu ada hubungannya dengan Wahyudi.”

“Aku pernah mendengar nama itu. Tapi biarkan aku makan dulu, sudah sejak tadi nasi ayam ini dihidangkan,” kata Kori sambil menggigit paha ayam di piringnya.

***

Dalam perjalanan pulang, simbok masih berpikir tentang wanita pemabuk itu dan Qila, bekas menantu majikannya.

“Mengapa ya pak Nano, bu Qila berteman dengan wanita pemabuk itu? Siapa dia sebenarnya?”

“Saya juga tidak tahu Mbok, apa dia teman lamanya, atau bagaimana?”

“Wanita nggak bener, temannya juga nggak bener.”

“Saya juga heran Mas, wanita kok bisa mabuk ya?” tanya Murti.

“Bisa saja Murti. Biarpun wanita, kalau minum minuman keras ya bisa mabuk,"  jawab Nano.

“Aduh, wanita apa ya yang suka minum minuman keras?”

“Ya peminum namanya,” sambung simbok.

“Mengerikan orang kalau mabuk, seperti nggak ingat apa-apa. Masa sih, dia yang menabrak, tapi saya yang diomelin?”

“Namanya orang mabuk, ya semau dia. Dia juga barangkali tidak sadar apa yang dilakukannya.”

“Tapi heran aku Mas, wajahnya cantik lho, tapi penampilannya seperti menakutkan. Rambutnya tidak tersisir rapi, matanya merah. Iih, ngeri. Kalau tadi Mas tidak menarik aku untuk menjauhi dia, pasti aku sudah dihajarnya sampai lumat.”

Simbok tertawa.

“Dihajar sampai lumat, seperti sambal saja.”

“Iya lah Mbok, melihat terus ke arah saya, dan saya pergi juga dia maunya terus mengejar kan? Tadi kalau tidak ketemu temannya yang namanya … siapa tadi … bu Qila, pasti dia masih terus mengejar kita.”

“Kalau itu dilakukan, pasti dia sudah diseret keluar oleh satpam, atau malah dibawa ke kantor polisi.”

“Kok ada orang seperti itu.”

“Nak Murti belum tahu bu Qila ya? Dia itu bekas menantunya keluarga Kartiko.”

“Bekas menantu? Berarti bekas istrinya pak Wisnu?”

“Benar.”

“Istri cantik-cantik kok diceraikan ?”

“Itu karena kelakuannya nggak bener,” kata simbok.

“Pada suatu hari nanti aku akan cerita tentang bu Qila. Sekarang sudah sampai rumah, dan sebentar lagi aku juga bertugas mengantarkan Ibu.”

“Dan kita akan masak sayur bobor pesanan ibu ya Nak,” kata simbok.

“Iya, benar.”

***

Entah bagaimana caranya, karena kegilaan Kori, akhirnya Qila dan Kori bisa menjadi akrab. Kori bahkan tinggal di rumah Qila yang semula dikontrakkan dan sekarang sudah ditempatinya sendiri.

“Jadi Qila itu anak tiri kamu?”

“Ogah aku mengakui itu.”

“Aku pernah bertemu mereka. Bekas suami kamu dan istri mudanya. Aduh, sayang banget kamu diceraikan, dia tuh ganteng banget, tahu nggak sih?” kata Qila  menyatakan kekagumannya. Ia ingat ketika sedang mengejar Wahyudi tiba-tiba Sapto dan Retno muncul, menemui Qila, anak mereka. Dari situlah Qila menyadari bahwa Qila yang dimaksud Wahyudi bukanlah dirinya.

“Dia tampan sekali, tapi yang lebih menarik adalah karena dia kaya raya. Sial benar, sekarang aku dicampakkan. Sekeluar dari penjarapun aku menjadi tak punya siapa-siapa,” keluhnya sedih.

“Jangan sedih. Aku juga begitu, tak punya siapa-siapa, suamiku juga menceraikan aku. Tapi bukan karena ada wanita lain.”

“Lalu … kenapa?”

“Aku suka sama pria lain.”

Lalu keduanya terkekeh.

“Suamiku itu jauh dari ganteng. Sebenarnya dia tuh tidak jelek-jelek amat, cuma badannya gendut, sama sekali tidak menarik. Romantis juga tidak.”

“Sekarang pria lain itu menjadi kekasihmu?”

“Tidak juga. Mereka tidak menjadi kekasihku. Pokoknya nasibku tidak begitu baik. Mereka menolak aku. Tapi aku tidak sakit hati. Aku kan cantik, gampang mencari laki-laki yang aku suka. Tapi gilanya, aku masih selalu ingat sama yang namanya Wahyudi. Gimana ya caranya mendekati dia?”

“Wahyudi itu dulu pacarnya Retno, memang dia ganteng. Tapi dia miskin. Tidak sekaya suami aku.”

“Tidak apa-apa dia miskin, aku masih banyak uang. Suami aku menceraikan aku dengan memberikan mobilnya dan banyak uang untuk aku.”

“Berarti malang benar aku ini. Suami menceraikan aku, aku dipenjara dan sekarang aku tidak punya apa-apa.”

“Jangan bodoh. Kamu cantik, cari laki-laki kaya dan poroti uangnya.”

Lalu keduanya terkekeh senang, membayangkan mendapatkan permainan yang menyenangkan.

“Tapi diam-diam aku kangen sama anakku. Besok aku mau ke sana.”

“Ketemu bekas suami kamu dong.”

“Belum tentu, dia ada di rumah kakek-neneknya. Mungkin besok aku mau ke sana.”

***

Hari itu Aqila benar-benar pergi ke rumah bekas mertuanya. Ia ingin sekali bertemu Karmila anaknya. Tapi sesungguhnya dia ingin tahu bagaimana kabar Wahyudi. Ia belum tahu benar bagaimana keadaannya.

Ketika dia datang, kebetulan waktu itu pak Kartiko dan bu Kartiko sedang bepergian. Karena pintu depan terkunci, Qila masuk ke rumah melalui pintu samping. Tiba-tiba dia bertemu Murti, yang Qila tidak tahu, siapa sebenarnya dia. Tapi Murti pernah melihatnya di supermarket ketika ada wanita pemabuk menabraknya. Nano juga sudah bercerita mengenai Qila yang bekas menantu keluarga Kartiko.

“Kamu siapa?” tanya Qila.

“Saya Murti.”

“Pembantu baru di sini?”

Murti tidak tersinggung. Tidak apa-apa dikira pembantu. Ia tetap menghadapinya dengan tersenyum.

“Saya istrinya mas Nano.”

“Lho, Nano sudah punya istri?”

“Ya, beberapa bulan yang lalu.”

“Bapak sama ibu kemana?”

“Sedang pergi, tapi sudah agak lama, mungkin sebentar lagi pulang. Kalau ibu mau menunggu, akan saya bukakan pintu depan.”

“Tidak, aku mau ketemu Mila.”

“Dia ikut bersama  kakek-neneknya.”

“Aduh, sayang sekali. Oh ya, apa Wahyudi masih di sini?”

“Mas Wahyudi sudah pulang ke rumahnya, sebentar lagi dia akan menikah,” kata Murti yang sudah tahu bahwa Qila menyukai Wahyudi, jadi ia ingin agar Qila tak lagi berharap atas Wahyudi lagi.

“Menikah?” Qila lumayan terkejut, tapi berusaha menenangkan hatinya.

“Siapa calon istrinya?”

“Dia adik saya sendiri, namanya Murni,” biar jelas sekalian, maksud Murti.

“O, adik kamu? Dimana sih rumah kalian?”

“Dari desa Matesih. Silakan masuk Bu, saya bukakan pintunya.”

“Tidak usah, saya mau pulang saja.”

Qila membalikkan tubuhnya, tapi dia mencatat baik-baik nama Murni dan desa asalnya.

***

Besok lagi ya.


33 comments:

  1. Replies
    1. Hello bu Dokter sehat selalu
      Juara 1

      Delete
    2. Lagi gak enak badan nih... Tapi kudu tetap semangat melayani jamaah

      Delete
    3. Tetep disempatkan buka blog...
      Semangat sehat Jeng dokter

      Delete
    4. Selamat jeng Dewiyana Juara 1
      Jauh² dari Mekah al Mukaromah, yang dekat malah kacrit ....

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Mugi2 tansah sehat

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah KC~39 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sdh ada Kembang Cantikku

    ReplyDelete
  6. Bu... Kalau mabuk tercium baunya, bukan keliatan... Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sih.. heheee... terbawa bhs Jawa. Wis ketok ambune.. heheee

      Delete
    2. Sudah diganti jeng. Semangat dan selalu sehat jeng dokter.

      Delete
  7. Alhamdulillah
    Kesabaran Wahyudi rupanya masih akan di uji lg ...
    Syukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  8. Waduh..... Qila si-gila akan meneror Murni tampaknya. Tapi percaya deh...sing salah bakal seleh.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 39 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien Kumalasari cerbung Kembang Cantikku Eps 39 sudah hadir untuk menghibur.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  13. Aahhh...... Dua wanita ular berbisa bertemu, bisa runyam dunia perhaluan ini....
    πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†

    ReplyDelete
  14. Yess........
    KaCe_39 sdh tayang.....
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  15. Mantap Qila sama Qori berteman double Q yg sama2 jd wanita gak benerπŸ™πŸ™πŸ€­πŸ€­πŸ€­

    ReplyDelete
  16. Wao
    Jadi para pejuang sedang ngerumpi, menikmati kesenjangan masing-masing, nah namanya orang tidak beraturan ya bebas aja mau ngapain, pejuang hak asasi rupanya.
    Beberapa informasi mulai direkap pendataan, asyik ini pergerakan dengan metode gerilya, tapi Kori kan suka bersenang-senang, mengabaikan sekitarnya, cenderung ego-nya tinggi melawan lebih frontal, sementara teman barunya yang kini memberi tumpangan rindu suasana yang melambungkan angan yang aduhai, yang selama ini ingin diraihnya.
    Nah itu dia, sayang idaman hatinya berselera pembantu; paling begitu pikirnya karena tahu dari Murti.
    Masih saja masalah kesenjangan yang membuat tingkatan antara mereka untuk suatu cibiran.
    Namanya juga gerilya cari pos pos yang kira² lemah dan mudah di eksekusi entah hasutan atau apalah yang menjadikan tujuan tercapai, namanya juga pejuang; ingin meraih sebuah cita-cita, memerdekakan diri dari kejenuhan

    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien,

    Kembang cantikku yang ke tiga puluh sembilan sudah tayang,
    sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun, ibu Tien.πŸ™πŸ˜€

    ReplyDelete
  19. Makasih bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Makasih mba Tien.
    Semakin seruuu..
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  21. Ternyata orang yg rambutnya riyap"an yg sll membayangi Qila kecil di mimpinya Wahyudi itu ternyata Kori....
    Smg Qila kecil gak kenapa napa dan Kori mendapat hukuman lagi dari Yang Maha Kuasa.

    ReplyDelete
  22. Ooala Qila kecil yg di sayang ma Yudi..oala ibu gerandong ..Sartono biar tahu rasa di Penjara ..sapa lagi yg nabrak istri Nano???

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...