Wednesday, July 27, 2022

KEMBANG CANTIKKU 32

 

KEMBANG CANTIKKU  32

(Tien Kumalasari)

 

“Ada apa? Harso hari ini tidak masuk, belum jelas apa alasannya, tapi kerabatnya bilang bahwa dia sakit.”

“Dia … dia …”

Lalu peristiwa yang sudah berlalu itu kembali terbayang. Begitu jelas.

Wahyudi sedang dalam perjalanan ke arah bank, untuk melakukan transaksi atas pembelian suatu bahan untuk kepentingan kantor. Ia membawa uang puluhan juta yang akan disetorkan ke bank itu. Tapi sebelum berbelok ke arah bank, seseorang menghadangnya di tepi jalan..

“Pak Yudi, tolonglah saya,” kata orang itu.

“Ada apa Harso? Kok kamu ada di sini?”

“Saya tadi minta ijin pulang awal, karena mendapat berita istri saya sakit keras.”

“Lalu mengapa kamu berhenti disini? Kamu naik apa?”

“Saya naik angkot, tapi istri saya ada di desa. Tidak terjangkau angkutan umum. Tolonglah saya Pak,” kata Harso dengan wajah memelas.

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Maukah Bapak mengantarkan saya? Istri saya kritis, saya harus segera pulang.”

“Di mana istri kamu?”

“Di desa Pak, saya sudah berusaha mencari angkutan umum, tapi tidak ada yang mau mengantarkan saya. Tolonglah Pak, istri saya butuh pertolongan.”

Wahyudi menatap wajah satpam perusahaan itu dengan rasa iba. Ia melupakan semuanya, yang penting dia harus menolongnya, barangkali istri Harso sedang menunggu pertolongan karena katanya kritis. Entah karena sakit apa, Wahyudi tidak peduli. Rasa kemanusiaan mendorongnya untuk menolong Harso.

“Pak … nyawa istri saya … nyawa istri saya …”

“Baiklah Harso, aku antarkan kamu lebih dulu. Wahyudi memutar balik kendaraannya, dan mempersilakan Harso duduk di boncengan.

“Terima kasih Pak, saya tahu Bapak orang baik, terima kasih …”

“Tolong bawakan tasku ini Harso,” kata Wahyudi sambil mengulurkan tas berisi uang di dalamnya.

Wahyudi mengendarai sepeda motornya, seperti arahan Harso yang duduk di bocengan. Perjalanan itu sudah jauh melampaui batas kota. Lalu masuk ke sebuah gang kecil yang sangat sepi.

“Masih jauhkah rumahmu Harso?”

“Rumah saya ada di kota, tapi istri saya sedang ada di rumah orang tuanya. Masih agak ke depan Pak. Maaf, menyusahkan.”

“Tidak apa-apa Harso, semoga istri kamu tertolong.”

Harso terus mengarahkan arah laju kendaraan Wahyudi, lalu memintanya berhenti ketika di sekitar tempat itu yang ada hanya pepohonan, karena mereka tiba di sebuah hutan.

“Mengapa berhenti di sini Harso?”

“Sebentar Pak.”

Harso turun dari boncengan, sambil merangkul tas besar yang tadi dititipkan Wahyudi.

“Di mana rumah mertua kamu?” tanya Wahyudi heran.

“Mohon turun dulu Pak, harus memasuki hutan ini. Susah kalau membawa kendaraan,” kata Harso yang mendahului melangkah. Mau tak mau Wahyudi mengikutinya, walau merasa heran melihat suasana di sekeliling tempat itu yang sangat sepi. Agak jauh di depan, ada sebuah tebing, dengan jurang di bawahnya. Wahyudi merasa bahwa Harso bisa pulang sendiri setelah dia mengantarnya. Toh jalan itu tidak bisa di lewati kendaraan.

“Masih jauhkah? Kalau begitu kamu bisa pulang sendiri kan Harso, karena aku harus segera kembali. Aku janjian dengan sebuah perusahaan siang ini. Jadi maaf kalau tidak bisa mengantarmu lagi, toh kendaraan tidak bisa melewat tempat ini.”

“Oh iya Pak, maaf. Baiklah. Silakan kalau Bapak mau kembali. Terima kasih karena sudah mengantarkan saya ke tempat ini.”

“Tolong kembalikan tas itu,” kata Wahyudi yang melihat Harso masih memeluk tas yang dititipkan tadi di dadanya.

“Oh iya, saya lupa,” katanya sambil mendekat ke arah Wahyudi.

Tapi sesampai di depan Wahyudi, Harso menyerahkan tas itu dengan mendorongkannya keras, sehingga Wahyudi terjengkang ke belakang.

“Harso, apa maksudmu?” tanya Wahyudi yang merasa kesakitan karena kepalanya terantuk batu.

“Saya sedang butuh uang. Jadi biarkan tas ini saya yang membawanya,” katanya sambil tetap memeluk tas yang dibawanya.

Wahyudi terbelalak. Ia baru sadar bahwa Harso bermaksud jahat. Susah payah dia bangkit, tapi dengan satu tendangan, membuat Wahyudi kembali terkapar.

“Harso!!”

Harso meletakkan tas yang dibawanya, lalu berkacak pinggang di depan Wahyudi yang belum sempat bangun. Kepalanya terasa sakit. Darah mulai mengucur membasahi bajunya. Ia merasa tak mampu bangun karena kepalanya terasa pening. Dengan satu kali tendangan lagi, membuat Wahyudi tak ingat apa-apa lagi.

Barjo menatap Wahyudi yang tiba-tiba memegangi kepalanya.

“Bapak sakit? Merasa pusing?”

“Aku sudah ingat semuanya. Aku ingat semuanya. Harso pelakunya. Dia merampok aku, dan mencelakai aku,” katanya pelan sambil terus memegangi kepalanya.

“Harso ?”

“Benar, semalam dia memasuki rumahku, pasti dia bermaksud membunuhku.”

***

Hari itu Qila datang ke kantor suaminya. Tak ada yang menghalangi ketika dia langsung menuju ke ruang kerja Wisnu, karena mereka tidak tahu tentang apa yang terjadi pada keluarga atasannya. Tidak banyak yang tahu bahwa Wisnu sedang menggugat cerai sang istri yang dianggapnya tidak setia.

Qila memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu, dan terkejut melihat seorang gadis duduk di depan meja yang sebelumnya menjadi meja kerjanya. Wisnu tak kelihatan di situ. Wajahnya langsung gelap melihat gadis cantik yang terkejut melihat kedatangannya.

“Anda siapa? Mengapa tidak mengetuk pintu?” tanya gadis cantik yang adalah sekretaris baru Wisnu.

Qila mendelik, mendekati meja gadis itu dan menggebraknya keras, membuat gadis itu terkejut.

“Kamu tidak tahu siapa aku? Buka matamu lebar-lebar, aku adalah istri pemilik perusahaan ini,” hardiknya.

Gadis itu terkejut untuk kesekian kalinya, lalu menatap Qila tak berkedip.

“Ooh, maaf Ibu, ss … ssayya … tidak tahu … saya … baru di sini …” katanya gugup sambil merangkapkan kedua tangannya.

“Orang baru yang tidak tahu aturan. Siapa namamu?” katanya masih dengan nada kasar.

“Saya Lasmi. Lasmiati.”

“Nama kampungan. Bagaimana suamiku bisa menerima gadis kampungan seperti kamu?”

Tiba-tiba pintu terbuka, Wisnu muncul, dan menatap Qila dengan marah.

“Ada apa kamu datang kemari?” tanyanya dingin.

“Mas, aku ingin bicara sama kamu,” katanya yang tiba-tiba berubah manis.

“Tidak ada yang perlu dibicarakan.”

“Mas, bisakah sekretaris baru itu keluar sebentar? Sungguh aku ingin bicara.”

“Tidak. Dia sedang banyak pekerjaan. Lagipula kita sudah tidak perlu bicara apa-apa lagi. Semuanya sudah jelas. Surat cerai untuk kamu sedang diproses. Apakah kamu belum menerima surat panggilan dari pengadilan agama? Pasti alamatnya tertuju ke alamat lama kamu.”

“Mas, kamu kejam.”

“Pergilah, di kantor ini hanya ada pembicaraan masalah pekerjaan. Jadi lebih baik kamu keluar, atau aku perintahkan kepada satpam agar menyeret kamu keluar?” ancam Wisnu.

“Aku ingin bicara Mas, hentikan semuanya, aku bisa memperbaiki semuanya.”

“Tidak mungkin. Aku tidak yakin.”

“Percayalah, aku akan bersumpah.”

“Jangan bermain dengan sumpah. Sudahlah, pergi sekarang atau aku memanggil satpam?”

Qila menahan air matanya yang nyaris jatuh terburai. Wisnu memalingkan muka. Pengkhianatan wanita yang sangat dicintainya ini sangat melukai perasaannya, dan ia tak bisa memaafkannya.

Wisnu menekan interkom.

“Satpam akan segera datang,” ancamnya.

Qila tak menjawab. Ia membalikkan tubuhnya dan bergegas keluar dari ruangan sambil membanting pintunya keras.

Wisnu menghempaskan pantatnya di kursi kerjanya.

“Saya minta maaf, tidak tahu kalau_” kata Lasmi takut-takut, tapi kemudian Wisnu memotongnya.

“Tidak apa-apa, sebentar lagi dia bukan istriku lagi.”

Lasmi menatap tak percaya, biarpun dia sudah mendengar pembicaraan antara pimpinan dan istrinya. Tapi dia diam, dan memang lebih baik diam karena tak ingin mencampuri urusan yang bukan urusannya.

***

Penjahat yang telah mencelakai Wahyudi sudah tertangkap. Pak Tukiyo yang menemukan Wahyudi dalam keadaan pingsan dan luka parah juga didatangi polisi untuk dimintai keterangan tentang kejadian itu.  Semuanya sudah terkuak, dan Wahyudi semakin banyak mengingat masa lalunya.

Bahkan ketika mengunjungi Retno dengan diantar Budiono, ia sudah merasa tak asing dengan suasana di sekitar rumahnya, juga di taman dekat rumah di mana dia sering bermain bersama Qila kecil.

Wahyudi sudah mulai bekerja kembali di kantornya, walau tertatih tapi segera bisa mengikuti semua yang sudah tertinggal karena beberapa bulan dirinya menghilang.

Pimpinan perusahaan tidak menuntut apapun atas uang puluhan juta yang raib dirampok karyawannya sendiri, karena Harso sudah mendapatkan hukuman atas keserakahan dan kekejamannya.

***

Sore hari itu, sepulang dari kantor, Wahyudi dengan mengendarai motor baru datang mengunjungi keluarga pak Kartiko. Ketika dia datang, bu Kartiko yang menyambutnya.

“Wahyudi? Apa kabar Nak?” sambutnya ramah.

“Baik Ibu, atas doa Ibu dan Bapak di sini,” jawab Wahyudi sambil mencium tangan bu Kartiko.

“Aku senang mendengar bahwa kamu sudah mengingat semuanya Nak,” kata bu Kartiko yang merubah panggilannya kepada Wahyudi.

“Ibu, panggil saya seperti biasanya saja,  sangat tidak nyaman mendengar Ibu merubah panggilan itu. Saya menjadi seperti orang asing,” protes Wahyudi.

“Aku kan tidak enak, kamu bukan lagi_”

“Saya masih seperti dulu. Saya akan sering datang kemari untuk bapak. Dimana bapak?”

“Bapak sedang di taman, berjalan-jalan ditemani Nano.”

“Saya akan ke sana ya Bu?”

“Temuilah bapak, dia pasti senang.”

Wahyudi melangkah ke belakang rumah. Di taman dia melihat Mila sedang bermain ditemani Tinah. Mila berteriak begitu melihat Wahyudi.

“Pak Udiiiii ….” Teriaknya sambil berlari mendekati Wahyudi, yang kemudian menggendongnya.

“Pak Udi udah cembuh?” katanya sambil mempermainkan rambut ikal Wahyudi.

“Sudah sayang.”

Pak Kartiko menghentikan langkahnya mendengar teriakan Mila. Wahyudi menurunkan Mila, lalu berjalan mendekati pak Kartiko yang tersenyum lebar. Nano lebih dulu menyalaminya.

“Selamat Pak Wahyudi,” sapa Nano sambil memeluk Wahyudi.

“Hei, siapa pak Wahyudi. Panggil aku seperti biasanya. Nggak mau aku,” kata Wahyudi sambil menepuk bahu Nano.

“Pak Wahyudi kan_”

“Tidak, aku masih Wahyudi yang dulu. Kapan ketemu Murti? Aku kangen sama Murni,” bisiknya kemudian di telinga.

“Besok Minggu. Benarkah kangen?”

Wahyudi hanya tertawa kecil, kemudian bergegas mendekati pak Kartiko yang masih berdiri dan bertumpu pada tongkatnya.

“Bapak, senang melihat Bapak sudah bisa berjalan-jalan.”

“Iya Nak, setelah kamu tidak ada, aku kemudian bertekat untuk tidak bergantung lagi pada orang lain. Soalnya kamu itu tak tergantikan,” kata pak Kartiko sambil menepuk bahu Wahyudi.

“Sungguh Bapak ini luar biasa. Saya akan sering datang kemari, di sela-sela kesibukan saya bekerja.”

“Benarkah?”

“Tentu saja benar. Dan saya mohon Pak, panggil saya seperti biasanya. Saya masih Wahyudi yang dulu.”

“Masa orang punya jabatan saya memanggil seenaknya?”

“Jabatan hanyalah pekerjaan saya yang sebenarnya, saya masih Wahyudi yang dulu, saya mohon semuanya jangan berubah Pak. Sungguh, saya mohon,” kata Wahyudi sambil merangkapkan lagi kedua tangannya.

“Baiklah, kalau aku panggil kamu Wahyudi, berarti kamu adalah anakku bukan?” kata pak Kartiko dengan wajah sumringah.

“Ya Tuhan, ini anugerah buat saya Pak, saya sudah tidak punya orang tua. Kalau Bapak bersedia menjadi orang tua saya, seorang sederhana seperti saya, ini benar-benar anugerah bagi saya,” kata Wahyudi terharu, sambil mencium tangan pak Kartiko.

“Bapak, saatnya makan, semuanya sudah disiapkan. Wahyudi dan Nano, ayo kita makan bersama-sama, Wisnu juga sudah datang tuh,” teriak bu Kartiko dari arah belakang rumah.

“Saya makan di belakang saja Bu,” kata Nano.

“Tidak, mulai hari ini kita adalah keluarga. Kamu tidak boleh membantah. Bukankah bahagia punya tiga orang anak laki-laki?” kata bu Kartiko sambil menggandeng lengan suaminya.

“Kamu benar Bu, kita tidak akan kesepian karena punya anak lebih dari satu,” kata pak Kartiko dengan gembira.

Setelah selesai makan dan bersiap pulang, Wahyudi kembali bicara sambil berbisik dengan Nano.

“Jangan lupa, hari Minggu aku akan ikut bersamamu.”

“Iya, aku akan menunggu kamu, jangan terlalu siang ya,” kata Nano.

“Iya, kita akan belanja dulu untuk membeli oleh-oleh. Sepulang dari sana kita akan mampir ke rumah pak Tukiyo. Aku ingin memberikan sesuatu sebagai rasa terima kasih untuk mereka.”

Nano mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

***

Hari Sabtu siang itu, Wahyudi datang ke rumah Sapto. Tidak enak rasanya kalau dia sering datang saat Sapto tidak ada di rumah, dan Sabtu itu Sapto memang pulang seperti janjinya kepada istrinya. Wahyudi mengajak Qila bermain di taman. Senang sekali Qila, karena sudah lama tidak bermain bersama Om Udi.

“Om Udi … ayo lali-lali…”

“Baiklah, kita main petak umpet ya?” sambut Wahyudi gembira.

“Aku cembunyi yaa… “ kata Qila sambil berlari lari lalu sembunyi di balik sebuah pohon.

Wahyudi tertawa, masa sih, sembunyi tapi saat dia melihatnya?”

“Qilaaa … aku cari kamu Qilaaaa ….” teriak Wahyudi sambil pura-pura mencari.

Tapi tiba-tiba seseorang muncul dan menepuk bahu Wahyudi dari belakang.

“Ternyata kamu masih merindukan aku, Yudi?”

Wahyudi terkejut, ketika menoleh kebelakang, dilihatnya seseorang yang sudah tidak asing baginya.

***

Besok lagi ya.

36 comments:

  1. Replies
    1. Terima kasih, Ibu Tien cantiiik....

      Delete
    2. Walah gasik men tayangnge, tidak kuduga secepat iki, si kecil gesit pasti dah nongkrongin sejak bakda maghrib......

      Terima kasih...manusang...,
      HANUPIS, bunda.
      Sugeng dalu, wilujeng wengi,......

      Delete
    3. Lah kita kan di Pancil yah
      Mosok hbs maghrib nongkrongin
      Lg cek SPB blum tayang trus belok di blog mlh pas tayang
      Horéé...ADUHAI
      Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

      Delete
  2. Alhamdulillah
    KC 32 telah tayang gasik
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~32 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Wahyudi umur berapa ya, macari anak SMA. Tapi kalau jodoh ya tidak apalah.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  5. Slhamdulillaah tayang nya lebih cepat makasih bunda

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah... matur nunwun bunda Tien tayang gasik.... salam sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.....suwun ibu.
    Mugi tansah pinaringan sehat njih

    ReplyDelete
  8. Trimakasih Bu Tien cerbung nya
    Alhamdulillah

    ReplyDelete
  9. Halah halah tante Qila
    piyé iki, isih injan injên Wahyudi waé.
    Kasihan dimana ada orang cakêp kamu kejar-kejar, lha Qila kecil nggak ada yang ngawasin ya, Retno kan nggak mau pakai pembantu.
    Semoga baek² saja.
    Repot nya tante Qila ini; salahé dhuwé endog siji malah ora digatèkaké.
    Tante Qila saiki malah mbingungi nggolèk petarangan, mèmèti.

    Senangnya Wahyudi disambut baik keluarga Kartiko dance-group.
    Wow Nano bakalan punya ipar ceo nich.
    Pak Tukiyo dan keluarga bakalan senang kedatangan orang baek² sekelas Wahyudi, dapat sponsor nich; Sunthi jadi manager bakso, pelaksananya Tino asyik.
    Tino kerja di tungguin kekasih hati.

    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien,

    Kembang cantikku yang ke tiga puluh dua sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  10. Asyiiik bner.... terima kasih Mbu Tien.... sehat² trs...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah KC32 sudah hadir.. maturnuwun , salam sehat kagem mbak Tien dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 32 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Qila geer...... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah matrunuwun mbak Tien, lama tidak komen.

    ReplyDelete
  15. Luar biasa...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Makin asyik bu.
    Terimakasih bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat selalu bunda Tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, Kembang Cantik 32 sudah tayang.
    Terimakasih mbak Tien Kumalasari, semoga kita semua tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, suwun bu Tien, salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  20. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  21. Ha ha Qila minta maaf .pret...Mila ogah punya mama galak...lo yudi Ajak n Nano u ketemu ehemmm ..pokok nya seru ..sapa yg nepuk Yudi ya hayo ..Sapto kali

    ReplyDelete
  22. Waduuhhh jan Tante Qila ini pinter sekali cari informasi rumahnya Sapto...kok bisa tahu ya ???ternyata dunia ini sempit..he..he.
    Salam sehat utk Bu Tien dan keluarga & tetap terus berkarya menghibur penggemar...

    ReplyDelete
  23. Terima kasih bunda KC nya..slm sehat sll🙏🥰

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...